Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40364 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kim, Hyung-Jun
"Tulisan ini mengkaji sikap penduduk desa -yang tinggal di suatu kampung di Yogyakarta-terhadap dakwah, dan bagaimana aktivitas-aktivitas penyebaran agama dimanifestasikan dalam kehidupan di desa. Penduduk desa ternyata enggan untuk menggunakan cara-cara langsung dalam melaksanakan dakwah, seperti mengunjungi penduduk desa yang tidak aktif guna mempengaruhinya untuk berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan, dan menyarankan mereka untuk tidak melaksanakan perbuatan terlarang. Sebaliknya, merekacenderung untuk memberikan contoh melalui tingkah laku. Metode-metode dakwah yang toleran dan tidak bersifat langsung yang dikembangkan oleh Muhammadiyah, tidak adanya tokoh-tokoh agama yang otoriter, serta adanya norma-norma yang secara dominan melarang keterlibatan mereka dalam kehidupan orang lain, telah menunjang pembentukan sikap tersebut. Sikap ini memungkinkan dipertahankannya keharmonisan beragama, dan tidakmenyebabkan timbulnya tekanan dan perpecahan sosial sebagai akibat dari perbedaan agama. Tetapi, dengan kurangnya kesempatan untuk memperkecil perbedaan agama, perbedaan-perbedaan di antara orang-orang Islam dalam hal pandangan agamanya terasa lebih menonjol dalam kehidupan sosial, lebih dari masa-masa sebelumnya."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 1998
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Richter, Max M.
"Previous studies on Indonesian music focused on cultural heritage and traditional preservation or western-style modern music such as pop and rock music. Both were perceived as separate genre, even modern music often downplayed traditional one. The author argues analysis of hybrid genre like keroncong and dangdut would provide more complicated picture than such dichotomy. He explained long history of cultural exchanges in various parts of Indonesia which showed these two genres influenced each other. As a case study the author presents urban music as main character of urban social lives in Indonesia. This article depicts street music and campursari in Yogyakarta and linking it to popular cultures in some cities. Popular culture refers to informal recreation in different social settings. Eventually, this article reveals new ways to understand relation between music style and social identity in urban Indonesia."
2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bemmelen, Sita van
"Artikel ini berupaya memperlihatkan bagaimana ideologi gender pemerintahan Orde Baru dan pemerintahan Reformasi yang berbeda saling berkelindan pada tingkat lokal danberinteraksi dengan identitas gender lokal. Tulisan ini juga menunjukkan bahwa adalahmungkin untuk melakukan penelitian tentang diskursus lokal dengan memfokuskan padakasus Bali jika sumber-sumber utama yang ada dapat diakses secara memadai."
2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Patrick Guinness
"Dalam tahun-tahun terakhir rezim Orde Baru, debat tentang isu pembangunan banyak dilakukan, meski dengan kehati-hatian. Tidak semua debat itu memuji dan mengakui 'pertumbuhan' sebagai satu-satunya kriteria kemajuan, walaupun 'pertumbuhan' merupakan wacana yang dominan. Situasi yang dihadapi masyarakat kampung di Yogyakarta memberikan gambaran bahwa pengutamaan pada 'pertumbuhan' itu tidaklah tepat. Tulisan ini menyajikan alternatif untuk versi-versi yang lain dari 'kemajuan'"
1998
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Khidir Marsanto
"This article will clarify political representation of exhibition at Ullèn Sentalu Museum, Monumen Jogja Kembali, and Affandi Museum. These three museums are considered as proponent of Yogyakarta?s identity as the central of Javanese culture, struggle city, and the barometer of Indonesian fine art. The issue then, is it true that in the exhibitions? at the three museums are appropriate with the identity of Yogyakarta, or in the contrary, the exhibitions have no correlation with this city?s identity discourse. There is a possibility that museum precisely bringing self-interest for specific purposes. Therefore, this paper needs to observe how the exhibitions at these museums were implemented. Through interpretive approach, the exhibition at the museum may be analogous similar with language phenomenon, and hence museum is considered as text that can be read and interpreted. Exhibition at the museum was developed within framework of thoughts (ideology), motives, and specific discourses, which all of these are articulated through a set of symbols (collection), that arranged with special layout procedure (display procedure). Thus, museum becomes ?political? since, in this perspective, museum has power over the formation of discourse through their exhibition."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hidayati Amal
"The assimilation between Arabic in-migrants from Hadramaut with Javanese noble women has been taking place since the 13th century. Some of their offspring has identified themselves as Arabic Indonesians, especially after Independence, while a proportion of them have chosen to associate themselves with their local Javanese relatives. The latter even has lost their Arabic cultural identity, and as a result, has become Javanese. This article tries to explain why such a phenomenon has materialized using a family case of a Javanese trah-Javanese version of a clan-who has been living outside the Yogyakarta court. By tracing the family lineage; attitude -both culturally and politically- and life-style of certain trah's figures as Javanese in the context of larger meso-institutional and macro-structural systems, this article argues that the fading away of Arabic identity among the offspring of this particular trah could be attributed to two contextual political economic relations between the Dutch and the Javanese rulers in two different eras. The first one was before the Dipanegara war when the relation was mainly economic, namely the Dutch as the trade-corporate (VOC); and the second was afterwards during which time the Dutch managed to consolidate their full total-grip as a colonial power. Furthermore, this article argues that the attitude of the Dutch and the way they treated the offspring this particular Arabic-Javanese court families, and their generational impact, could only be understood within the larger contexts of the day."
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Isbodroini Suyanto
"During the Javanese historical development since the First Mataram Empire until today, Javanese cultural concepts as cultural syncretism of early Hindu-Buddhism, latter Hindu-Buddhism and Islam tends to be preserved. In its contact with later concepts from the west, such as formal education, modern politics and the entrance of various ideologies such as nationalism, capitalism, socialism, democracy and so on, has not negated those Javanese cultures. The main problem posed in this article is as follow: to what extent Javanese value of political power has been embraced by elites from Surakarta and Yogyakarta palaces. Whether their values are still strong or has it been diminished. Results reached in this research are: (1) Dominant perception of the elite, shows that their understanding of Javanese political power is still strong. They still strongly embraced the palace tradition and fully involved in all palace's rituals; (2) Western cultural penetration has not able to negate the strong rooted Javanese culture from these palace's elites. Their spirits are still bound to the Javanese culture which surrounded their palace; (3) Javanese sense of political power will play important role when it is positioned as spiritual power to those "njawani" rulers."
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mering Ngo
"Badan Pertahanan Nasional sebenarnya masih memiliki sejumlah "pekerjaan rumah". Salah satunya adalah bagaimana menerapkan UU Pokok Agraria sesuai dengan keragaman kenyataan di lapangan yang tersebar di seluruh Indonesia. Apakah kita sudah memiliki suatu peta tanah adat masyarakat yang aktual dan empirik? Melalui tulisan ini penulis hendak menunjukkan betapa peliknya masalah tanah adat dan faktor-faktor yang terkait dengannya, khususnya di Kalimantan. Pendekatan terhadap masalah pertanahan selama ini cenderung seragam, searah dan legalistik sehingga mengalami kesulitas ketika berhadapan dengan keragaman sistem lokal khususnya dalam menetapkan status kepemilikan rumah. Penulis memberi contoh mengenai masih lazimnya status kepemilikan tanah berdasarkan tradisi lisan dan turun-temurun. Pada bagian akhir ia mengusulkan perlunya satu gambaran untuk peta tanah adat berikut corak penguasaan, status kepemilikan, dan pola pemanfaatannya. "
1991
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
MacDougall, John M.
"Sejak berakhirnya masa kepemimpinan Suharto di Indonesia, pada bulan Mei 1998, media massa dan pemerintah memberikan perlakuan khusus kepada Bali. Di tengah konflik-konflik yang terjadi, Pulau Bali menjadi simbol keamanan dan kerukunan antarumat beragamadi Indonesia. Selama kurun waktu beberapa tahun selanjutnya yang penuh dengan konflik dan konspirasi, kelompok elit dari Ambon, orang-orang Kristen dari Lombok, orang-orang keturunan Cina dari Jakarta, para aktivis Timor Timur, dan puluhan ribu penggangguran dari Jawa mencoba mencari perlindungan di tanah Bali. Campur tangan para partisan partai di tingkat nasional memainkan peran yang penting dan tidak terhindarkan dalam mendefinisi ulang cara orang Bali merekonstruksi identitas budayanya yang amat kuat ditunjang oleh pariwisata dan strategi pembangunan selama Orde Baru. Sayangnya, proses rekonstruksi budaya ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. Saat kesempatan untuk reformasi daerah atau partai politik muncul sebagai alternatif yang memungkinkan, eksklusivisme kedaerahan yang justru muncul."
2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Martin Rössler
"Selama 4 dasawarsa kehidupan penduduk Sulawei Selatan mengalami perubahan-perubahan yang radikal karena pengaruh pemerintah kolonial maupun perubahan administratif. Seperti terlihat pada komunitas desa yang diteliti penulis di daerah dataran tinggi Gowa, masuknya Islam setelah 1910 turut mengubah kehidupan keagamaan dan paling penting adalah pemukiman kembali seluruh penduduk desa dari lembah sungai ke jalan utama pada sekitar tahun 1970. Penulis mengkaji tentang prinsip organisasi sosial dan keagamaan setempat, serta berbagai perubahan sosial pada tingkat makro dan mikro. Struktur normatif yang fundamental dari masyarakat setempat dapat dipahami sebagai model abstrak yang didasarkan atas beragam hubungan simbolis antara organisasi sosial dan dunia gaib (supernatural). Model apapun dari suatu komunitas sosial - apakah di formulasikan oleh antropolog atau informan lokal - dalam kenyataan merupakan sutau konstruksi yang didasarkan atas pengamatan dan panafsiran serta diekspresikan dalam bentuk verbal atau tulisan. Model budaya seperti itu dapat tidak sesuai dengan realitas sosial karena kehidupan sosial untuk sebagian besar ditentukan oleh norma-norma yang berbeda, konflik kepentingan dan ketidaksamaan pengetahuan yang dimiliki anggota masyarakat. Penulis berpendapat perlunya mengganti model yang dibentuk oleh anggota-anggota masyarakat dengan suatu model yang lebih terbuka sebagai titik tolak analisis bagi etnografer, yaitu apa yang disebutnya "open cultural model"."
1991
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>