Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Philipus Tule
"Indonesia yang berideologi Pancasila, dikenal sebagai suatu bangsa yang toleran meski memiliki aneka sukubangsa, budaya dan agama. Akhir-akhir ini, isu dan realitas konflik antaragama dan antarsukubangsa semakin merebak. Simbol-simbol keagamaan acapkali dimanipulasi oleh kelompok-kelompok tertentu. Manipulasi semacam itu yang melahirkan konflik-konflik agama turut menantang khasanah budaya Indonesia yang toleran, yang telah sekian lama diakui dan dijunjung tinggi. Semangat toleransi itu di antaranya dibangun diatas landasan ideologi nasional Pancasila dan khasanah budaya lokal seperti pela gandong dari Ambon atau budaya rumah adat dari Flores. Dalam artikel ini penulis berargumentasi bahwa manipulasi simbol-simbol agama tidak akan pernah dapat menyelesaikan konflik-konflik agama dan sukubangsa yang terjadi, baik di Ambon maupun tempat-tempat lain diIndonesia. Bertolak dari teori bandul toleransi antaragama (pendulum swing theory of religious tolerance), penulis berargumentasi bahwa pendekatan budaya sebagaimana dikaji dalam studi kasus tentang 'budaya rumah adat Keo' dari Flores Tengah dan peristiwa Kupang (1998) dapat menjadi acuan untuk belajar dari pengalaman. Lebih lanjut, otonomi agama,baik di tingkat institusi maupun personal, merupakan suatu kondisi mutlak untuk mempertahankan Indonesia sebagai suatu negara kesatuan. Agama tanpa otonomi, dan bahkan yang secara sengaja dipolitisasi oleh sejumlah elite politik dan kelompok-kelompok fanatik, akan secara mudah menyulut terjadinya konflik-konflik agama. Pemerintah Indonesia, pemimpin-pemimpin agama dan para penganut aneka agama seyogianya menyatakan rasa 'sesal dan tobat', bila mereka ingin membuka jalan ke arah rekonsiliai dan melanjutkan kehidupan yang harmonis sebagai suatu negara kesatuan."
2000
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Philipus Tule
"Tulisan ini membahas masalah organisasi sosial masyarakat adat desa 'Udu Worowatu,suku bangsa Keo di Kabupaten Ngada, Flores Tengah. Keunikan masyarakat ini terlihat dari sistem penataan stratifikasi sosialnya yang merujuk pada tiang rumah adat (deke) dan jenis keranjang adat (wati, gata, mboda) yang lazim digunakan untuk menghitung berat sumbangan wajib berupa nasi atau jagung pada saat penyelenggaraan suatu upacara adat. Setiap individuatau kelomppok telah memahami status masing-masing, baik sebagai pemangku tiang depan atau belakang, tiang timur atau barat, keranjang kecil (wati), keranjang menengah (gata) atau pun keranjang besar (mboda). Rujukan pada tiang (deke) dan keranjang (wati, gata)itu menyiratkan pula tatanan sosial setiap individu atau kelompok, baik sebagai pemimpin adat atau anggota biasa. Sistem pemerintahan desa yang secara seragam diterapkan di seluruh Indonesia berdasarkan UU no. 5 1979 dengan segala perangkatnya, merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap khasanah adat dan budaya lokal. Pemilihan dan pengangkatan perangkat pemerintahan desa yang tidak mempertimbangkan tatanan sosial adat itu telah memarjinalisasikan para pemimpin adat. Hal itu merupakan penerapan sistem sibernetik yang akhirnya bermuara pada kepemimpinan tanpa wibawa, tetapi yang memerintah secara otoriter, dan yang dapat menyebabkan kegagalan pelbagai proyek pembangunan."
1998
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Richter, Max M.
"Previous studies on Indonesian music focused on cultural heritage and traditional preservation or western-style modern music such as pop and rock music. Both were perceived as separate genre, even modern music often downplayed traditional one. The author argues analysis of hybrid genre like keroncong and dangdut would provide more complicated picture than such dichotomy. He explained long history of cultural exchanges in various parts of Indonesia which showed these two genres influenced each other. As a case study the author presents urban music as main character of urban social lives in Indonesia. This article depicts street music and campursari in Yogyakarta and linking it to popular cultures in some cities. Popular culture refers to informal recreation in different social settings. Eventually, this article reveals new ways to understand relation between music style and social identity in urban Indonesia."
2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Blair Palmer
"People from Buton, Southeast Sulawesi, have for centuries migrated to Ambon for work, there forming one of the most prominent communities of 'pendatang' along with the Bugis. Since the beginning of the recent conflicts in Maluku, official figures indicate that over 160,000people have returned to Buton (previous population 450,000) as refugees. This paper discusses the identity of these refugees and how the term 'refugee' may be misleading. Some of the 'refugees', who often ask to be referred to as 'returned migrants', had retained strong connections with their villages in Buton while they were living in Ambon. Their integration back into Butonese society after their flight from the conflict in Ambon poses, however, a number of serious challenges, especially for those born in Ambon. Having always been called 'Butonese' in Ambon, the returned migrants are often referred to as 'Ambonese' after their return to Buton and they often find it hard to adjust to life in Buton. This paper is based on fieldwork currently being undertaken in the village of Boneoge, Buton. I will discuss some aspects of the lives of the returned migrants in Buton, including their interactions with other Butonese people, as well as some of their perspectives on their own experiences. In Buton; perspectives on their identity are thus being expressed and contested through issues such as use of local languages, dance parties, and contested land rights. Their memories of life in Ambon, and of the conflict, also play a role in their constructions of identity, and in how they respond to challenges intheir lives in Buton now. Here memory is seen as a constructive process, which is culturally influenced, structured by narratives, and adapted to a context."
2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jaap Timer
"Dengan mengumpulkan bahan-bahan dari beberapa masyarakat Kepala Burung dalam rangka proyek penelitian di Irian Jaya, tulisan ini mempelajari bagaimana institusi-institusi 'tradisional' bentukan cerita-cerita millenarian dan kemungkinan kehidupan yang mendapat pengaruh 'Barat' dan 'Indonesia' itu diredusir. Perbandingan dari beberapa masyarakat Kepala Burung memperlihatkan pentingnya memperhatikan perubahan makna dari institusi lokal dalam penelitian dan kebijakan-kebijakan di masa mendatang...[...] Tulisan ini menggarisbawahi bagaimana masyarakat di Kepala Burung mempertahankan wilayahnya, meredifinisikan kembali intitusi lama dan kepercayaan-kepercayaan di dunia, yang bukan saja menyebabkan mereka mengalami sesuatu yang membingungkan dan menakutkan, melainkan juga membentuk sesuatu yang membedakan mereka dengan masyarakat lainnya."
2001
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Martin Rössler
"Selama 4 dasawarsa kehidupan penduduk Sulawei Selatan mengalami perubahan-perubahan yang radikal karena pengaruh pemerintah kolonial maupun perubahan administratif. Seperti terlihat pada komunitas desa yang diteliti penulis di daerah dataran tinggi Gowa, masuknya Islam setelah 1910 turut mengubah kehidupan keagamaan dan paling penting adalah pemukiman kembali seluruh penduduk desa dari lembah sungai ke jalan utama pada sekitar tahun 1970. Penulis mengkaji tentang prinsip organisasi sosial dan keagamaan setempat, serta berbagai perubahan sosial pada tingkat makro dan mikro. Struktur normatif yang fundamental dari masyarakat setempat dapat dipahami sebagai model abstrak yang didasarkan atas beragam hubungan simbolis antara organisasi sosial dan dunia gaib (supernatural). Model apapun dari suatu komunitas sosial - apakah di formulasikan oleh antropolog atau informan lokal - dalam kenyataan merupakan sutau konstruksi yang didasarkan atas pengamatan dan panafsiran serta diekspresikan dalam bentuk verbal atau tulisan. Model budaya seperti itu dapat tidak sesuai dengan realitas sosial karena kehidupan sosial untuk sebagian besar ditentukan oleh norma-norma yang berbeda, konflik kepentingan dan ketidaksamaan pengetahuan yang dimiliki anggota masyarakat. Penulis berpendapat perlunya mengganti model yang dibentuk oleh anggota-anggota masyarakat dengan suatu model yang lebih terbuka sebagai titik tolak analisis bagi etnografer, yaitu apa yang disebutnya "open cultural model"."
1991
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Verhezem
"
Mekanisme pemberian hadiah pada masyarakat Jawa tradisional berfungsi untuk membentuk dan mempertahankan persekutuan. Akan tetapi, dalam kebudayaan masyarakat Jawa modern mekanisme tersebut telah berubah menjadi alat mencapai tujuan bagi pegawai-pegawai pemerintah dan elit-elit ekonomi...[...] Sekalipun mekanisme 'hadiah' yang berdasarkan resiprositas memiliki fungsi sosial, namun perlu dicarikan keseimbangan antara norma-norma tradisional yang mendukung hubungan-hubungan interpersonal yang akrab dan usaha-usaha untuk menciptakan pranata-pranata sosial yang efektif dan dapat dipertanggung jawabkan. Hasil survey memperlihatkan bahwa kesadaran masyarakat Indonesia dapat membedakan antara praktik-praktik yang dapat diterima ataupun tidak secara sosial. Namun, sikap tradisional masih berpengaruh pada pergeseran perseptual yang diperlukan untuk melepaskan diri dari kebudayaan korupsi."
2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lugina Setyawati Setiono
"This paper explained the issue of inequality which appears in the process of democratization through the analysis of contestation, negotiation, and the reconstruction of Riau?s identity. Ideally, democratic principles respect equality; however, identity expresses inequality because it defines who is dominant and subordinate in a certain social group through ethnic category and gender identity. It separates the insiders and outsiders with different rights through cultural idioms. Moreover, the identity is not merely applied in the private domain, but also in the public sphere. This paper resulted from research conducted in Riau Province in a periode of decentralization process. The findings shown that In daily practice the collective sentiments manifested in the notion of ?Putra Daerah? may create problems, as this notion is not only used as a social category to define collective boundaries, but also as a strategic tool to control access to political and economic power in Riau. Quoting Worsley, Cultural traits are not absolute or simply intellectual categories, but are invoked to provide identities which legitimize claims to rights. They are strategies or weapons in competitions over scarce social goods Worsley (1994)."
2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Vayda
"Bertolak dari pengalaman penulis dalam mengamati pelaksanaan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) di Jawa Tengah, penulis berargumentasi bahwa tingkah laku penduduk setempat dan pengetahuan yang melandasinya - yang dinilai relevan bagi suatu program pembangunan yang khusus atau suatu program aksi yang praktis - dapat merupakan hal yang bermanfaat untuk menjadi pokok kajian Antropologi. Dalam argumentasinya penulis menekankan bahwa tingkah laku dan pengetahuan itu dapat menjadi fokus kajian sekali pun tidak dikenali sebelumnya sebagai hal yang secara budaya dinilai tepat, secara sosial diterima atau, dalam cara-cara yang penting, dipengaruhi oleh model-model budaya yang spesifik tentang dunia yang melingkupinya. Dengan tetap menaruh perhatian pada pengaruh-pengaruh budaya, ahli-ahli antropologi dapat memberikan sumbangsihnya secara lebih baik pada program-program pembangunan seperti program Pengendalian Hama Terpadu, bila mereka tidak terperangkap pada pertimbangan-pertimbangan yang dibatasi hanya pada hal-hal yang terkait erat dengan budaya dalam menentukan pokok kajian. Sebaliknya, mereka dapat mencurahkan perhatiannya untuk secara seksama mengamati situasi-situasi khusus dalam upaya menelusuri faktor-faktor apa saja, baik faktor-faktor budaya atau lainnya, yang beroperasi sebagai faktor-faktor yang berpengaruh pada pengetahuan dan tingkah laku penduduk setempat yang relevan."
1998
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Melalatoa, Muhammad Junus
"Art presents a discursive space for thought and affect that is part of the cultural configuration of a society. Thus defined, an assumption is made that Indonesia possesses no discursive space for the 200 million people that make up its pluralistic society, if traditional art presents space only for the bearers of that tradition. There are many who say that 'Indonesian' art has already emerged, and provide examples from various art forms. Furthermore, there is the notion that traditional art is generally static, inferior, unbefitting and unable to fulfill the needs of 'modern' Indonesians-especially going into the 21st century. In fact, traditional art continues to undergo shifts and changes, or to disappear as a discursive space with any significance. While holding to the assumption mentioned above, this article seeks an understanding of traditional art extant in the ethnic groups that comprise Indonesia's pluralistic society. The question is whether the Indonesian people see themselves as heirs to the various traditional art forms, or whether such art can serve as a vehicle for social integration in Indonesia."
2000
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>