Ditemukan 34496 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Adlin Sila
"Desa Cikoang di pantai selatan Sulawesi Selatan adalah tempat bermukimnya komuniti Sayyid yang anggota-anggotanya menelusuri asal-usulnya melalui golongan Hadhramauthingga Nabi Muhammad. Tulisan ini merupakan sebuah kajian tentang identitas mereka direpresentasikan melalui kekerabatan dan perkawinan. Ciri khas Sayyid Cikoang yang menonjol tidak hanya di desa-desa asal mereka, tetapi juga di tempat-tempat mereka bermigrasi. Dibicarakan perihal bertahannya identitas semacam itu di Indonesia masa kini.Kekerabatan dan perkawinan melanggengkan keyakinan adanya garis keturunan yang membedakan orang Sayyid dari penduduk lainnya. Meskipun perkawinan terjadi antara orang Sayyid dan non-Sayyid, selalu antara seorang laki-laki Sayyid dan perempuan non-Sayyid, atas dasar bahwa anak-anak akan mengikuti status ayah mereka. Oleh karena itu,perempuan Sayyid hanya akan menikah di dalam kelompok Sayyid atau memilih tetap tidak menikah. Sistem gelar dan kategori status yang kompleks menandai hubungan perkawinan yang berbeda."
2005
PDF
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Nurul Ilmi Idrus
"Tulisan ini mengkaji mengenai seks, gender, dan siri' dalam budaya Bugis. Tulisan memerikan bagaimana gender dan seksualitas dipengaruhi oleh norma-norma adat yang berasal daritradisi tulisan, pepatah dan nasihat, serta menunjukkan beberapa studi kasus hasil penelitian etnografi di Sulawesi Selatan. Siri' (kehormatan/rasa malu) merupakan sebuah konsep mendasar dalam kehidupan masyarakat Bugis. Bagi orang Bugis, perempuan dipandang sebagai simbol dari siri' keluarga dan berkaitan dengan konsep laki-laki yaitu ' bi' (perilaku yang tepat). Akibatnya, perempuan harus dipantau secara ketat dan perilaku mereka tidak hanya diawasi oleh orangtua, tetapi juga oleh anggota keluarga dekat dan jauh atau bahkan oleh anggota-anggota masyarakat sekitar, yang lebih tepat disebut sebagai tomasiri' (orang yang bertanggung jawab menjaga siri' keluarga). Kenyataan ini didukung oleh adat Bugis yaitu seorang perempuan harus selalu di bawah perlindungan seseorang. Jika ia lajang,berapa pun usianya, ia berada dalam pengasuhan dan perlindungan orangtuanya, saudara laki-laki (bila ada), dan/atau kerabat laki-laki lainnya; ketika ia menikah, ia berada dibawah perlindungan suaminya. Kekuasaan parental ditransformasikan menjadi kekuasaan konjugal dan dialihkan kepada suaminya. Tulisan ini menggali bagaimana siri' berinteraksi dengan dan memperkuat identitas-identitas gender dan hubungan kekuasaan yang membentuk seksualitas perempuan dan laki-laki Bugis."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Nurul Ilmi Idrus
"okus dalam artikel ini adalah pada isu gender, seksualitas dan identitas diantara lesbian di Makassar (Sulawesi Selatan). Diskusi dalam artikel ini menyangkut bagaimana perempuan 'menjadi lesbian', bagaimana mereka mengkonseptualisasikan diri hunter dan lines, bagaimana lesbian menegosiasikan identitas gender mereka dalam konteks norma heteroseksual yang dominan, dan bagaimana seks dan seksualitas ditampilkan. Ini diillustrasikan dengan sejumlah studi kasus dari interaksi dengan hunter dan lines. Argumentasi dalam artikel ini adalah bahwa posisi subjektivitas lesbian telah secara relatif dipengaruhi oleh diskursus global. Akan tetapi, hunter dan lines menciptakan norma-norma unik berdasarkan norma-norma orang-orang di sekitar mereka (seperti 'budaya pop, agama, keluarga, media massa dll.)."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Parsudi Suparlan, 1938-2007
"Dalam tulisan ini, penulis menunjukkan bahwa transformasi anggota-anggota suatu kelompok yang terisolasi ke dalam masyarakat majemuk yang lebih besar, dikondisikan oleh hubungan saling mempengaruhi antara sifat majemuk masyarakat tersebut dan posisi dari kelompok yang terisolasi itu dalam struktur kekuasaan masyarakat majemuk itu. Kesukubangsaan dari Orang Sakai yang dilukiskan dalam tulisan ini, diwujudkan sebagai tanggapan terhadap struktur kekuasaan yang berlaku dalam setting lokal. Ekspresi kesukubangsaan itu beragam. Keragaman itu menunjukkan potensi dan kemampuan Orang Sakai dalam memanipulasi simbol-simbol kebudayaan serta atribut-atribut etnis untuk identifikasi diri, perolehan posisi dan kompetisi dalam perolehan sumberdaya alam dalam hubungan-hubungan sosial dan antaretnis. Melalui kesukubangsaan inilah mereka tertransformasikan ke dalam masyarakat Indonesia.Dua kasus program pemukiman kembali bagi Orang Sakai, yakni di Muara Basung danSialang Rimbun menunjukkan dua lingkungan struktur kekuasaan yang berbeda bagi OrangSakai. Kedua program pemukiman itu mengalami kegagalan. Tetapi, melalui pengalaman dikedua pemukiman tersebut, Orang Sakai mendefinisi ulang kesukubangsaan dan kebangsaannya."
2000
AJ-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jamilah Nuh
"Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, wilayah Sumatera Selatan telah menjadi ajang meningkatnya protes-protes para petani desa dataran rendah sehubungan dengan hilangnya hak-hak menyangkut tanah dan akses sumberdaya hutan. Protes-protes ini menjelma dalam bentuk kekerasan fisik dan perusakan kepemilikan para pemegang konsesi hutan,perkebunan kelapa sawit, tambak udang, pulp dan kertas. Makalah ini memfokus pada dua kasus konflik. Pertama, antara penduduk desa di Kundi, Bangka dengan PT Gunung Sawit Bina Lestari, perusahaan pemegang konsesi sawit. Konflik kedua berlangsung antara PT Musi Hutan Persada yang menguasai hampir 300.000 hektar lahan hutan di Sumatera Selatan dengan penduduk desa di Kabupaten Muara Enim. Kasus-kasus di kantung permukiman ini memberikan pemahaman tentang dampak serta hambatan dalam proses demokratisasi dan transisi menuju otonomi daerah."
2001
AJ-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Chua, Beng Huat
""As postcolonial nations, the boundaries of countries in island Southeast Asia were determined and delineated by the respective colonial administrations prior to political independence. Consequently, the territorial boundaries approximately correspond with the territorial limits under colonial tutelage. Within these territories are to be found indigenous colonized population and resident immigrant populations encouraged by the economic opportunities provided by colonization. As postcolonial nations, these countries are unavoidably 'multiracial' or 'multiethnic', and thus 'multicultural', by their colonial legacies. Each of these countries has transformed this demographic and geographic reality into part of the national ideology and political practice, in respective ways that are historically over determined. This paper will attempt to place these three cases within a larger theoretical framework of multiculturalism and call for political adjustments in the three polities.""
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Johanna Debora Imelda
"Despite the growing number of new cases of HIV and AIDS in Indonesia, the progress ofprevention programs has been slow. Low prevalence is always stated as a reason for delayingHIV prevention programs and to justify slow progress in implementation. Prevention programsare moreover based on a high-risk group paradigm. They focus on female sex workers asresponsible for the spread of HIV, leading to its stigmatization as a hooker?s disease. This articledescribes how seropositive mothers interpret and respond to HIV and AIDS as women, in lightof the fact that most of them have not experienced full-blown AIDS. Some women had alreadyexperienced severe illnesses caused by HIV but defined their ill health by the symptoms theyexperienced, revealing that they did not really feel as if they were living with HIV and AIDS.Despite the fact that some members had died due to AIDS, many still could not believe thatthey were suffering from HIV and AIDS or that their illnesses were caused by it; rather, theirsymptoms were of other diseases such as diarrhoea, tuberculosis, or hepatitis. And thoughthey realized that their past (or present) behaviours put them at risk, they maintained thatthey were victims who had contracted the disease from their promiscuous or drug-injectinghusbands. Even when they did admit that their own behaviour had something to do with it,they did not consider HIV and AIDS as a disease but a curse from God, a punishment fortheir immoral behaviour.
Keywords: Women, Infectious Disease, Interpretation, HIV and AIDS, Support Group,Indonesia"
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Martin Rössler
"Selama 4 dasawarsa kehidupan penduduk Sulawei Selatan mengalami perubahan-perubahan yang radikal karena pengaruh pemerintah kolonial maupun perubahan administratif. Seperti terlihat pada komunitas desa yang diteliti penulis di daerah dataran tinggi Gowa, masuknya Islam setelah 1910 turut mengubah kehidupan keagamaan dan paling penting adalah pemukiman kembali seluruh penduduk desa dari lembah sungai ke jalan utama pada sekitar tahun 1970. Penulis mengkaji tentang prinsip organisasi sosial dan keagamaan setempat, serta berbagai perubahan sosial pada tingkat makro dan mikro. Struktur normatif yang fundamental dari masyarakat setempat dapat dipahami sebagai model abstrak yang didasarkan atas beragam hubungan simbolis antara organisasi sosial dan dunia gaib (supernatural). Model apapun dari suatu komunitas sosial - apakah di formulasikan oleh antropolog atau informan lokal - dalam kenyataan merupakan sutau konstruksi yang didasarkan atas pengamatan dan panafsiran serta diekspresikan dalam bentuk verbal atau tulisan. Model budaya seperti itu dapat tidak sesuai dengan realitas sosial karena kehidupan sosial untuk sebagian besar ditentukan oleh norma-norma yang berbeda, konflik kepentingan dan ketidaksamaan pengetahuan yang dimiliki anggota masyarakat. Penulis berpendapat perlunya mengganti model yang dibentuk oleh anggota-anggota masyarakat dengan suatu model yang lebih terbuka sebagai titik tolak analisis bagi etnografer, yaitu apa yang disebutnya "open cultural model"."
1991
J-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Nurul Ilmi Idrus
""Antropologi feminis dewasa ini merupakan perkembangan dari antropologi wanita di tahun 1970-an. Jika antropologi wanita subyeknya adalah perempuan, maka antropologi feminis subyeknya bukan saja perempuan, tapi juga laki-laki. Ini karena pokok pembicaraan dalam bidang ilmu ini tidak saja 'untuk perempuan' (for women), tetapi juga berbicara secara ekstensif 'tentang perempuan' (about women). Para antropolog feminis kontemporer menunjukkan, bahwa gender merupakan konsep analitik yang penting (McGee dan Warms 1996:392). Istilah ini popular digunakan pada tahun 1980an, dan banyak ditemukan dalam tulisan-tulisan antropolog sosial dan budaya, yang digunakan untuk merujuk pada hubungan perempuan dan laki-laki, serta bagaimana konstruksi dari kategori ini (Pine 1996:253).""
2006
PDF
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Bemmelen, Sita van
"Artikel ini berupaya memperlihatkan bagaimana ideologi gender pemerintahan Orde Baru dan pemerintahan Reformasi yang berbeda saling berkelindan pada tingkat lokal danberinteraksi dengan identitas gender lokal. Tulisan ini juga menunjukkan bahwa adalahmungkin untuk melakukan penelitian tentang diskursus lokal dengan memfokuskan padakasus Bali jika sumber-sumber utama yang ada dapat diakses secara memadai."
2006
PDF
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library