Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23789 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Richter, Max M.
"Previous studies on Indonesian music focused on cultural heritage and traditional preservation or western-style modern music such as pop and rock music. Both were perceived as separate genre, even modern music often downplayed traditional one. The author argues analysis of hybrid genre like keroncong and dangdut would provide more complicated picture than such dichotomy. He explained long history of cultural exchanges in various parts of Indonesia which showed these two genres influenced each other. As a case study the author presents urban music as main character of urban social lives in Indonesia. This article depicts street music and campursari in Yogyakarta and linking it to popular cultures in some cities. Popular culture refers to informal recreation in different social settings. Eventually, this article reveals new ways to understand relation between music style and social identity in urban Indonesia."
2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andaya, Leonard Y.
"Tulisan ini berupaya untuk mendokumentasikan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial di antara suku bangsa Melayu di Semenanjung Malaysia dengan komuniti-komuniti Orang Asli. Dalam merekonstruksi kisah hubungan sosial itu, tulisan ini diawali dengan kajian tentang gerakan-gerakan pada masa prasejarah dan protosejarah dari nenek moyang Orang Asli dan Melayu. Orang Asli berasal dari wilayah tengah dan selatan Thailand. Orang Melayu berasal dari Taiwan dan berpindah menuju Semenanjung Malaysia melalui Philippina. Dikisahkan pula berlangsungnya 'gelombang' pertama, kedua, dan ketiga dari orang Melayu hingga akhirnya mereka memiliki dampak yang permanen di wilayah Semenanjung. Tulisan ini menyajikan peralihan hubungan di antara komuniti Orang Asli dan imigran Melayu dari Sumatera sejalan dengan perubahan nilai yang dimiliki orang Melayu terhadap Orang Asli dalam hal perdagangan internasional. Semula, Orang Asli sangat dibutuhkan dalam memungkinkan orang Melayu membangun pelabuhan yang berhasil di Melaka. Selama hasil-hasil hutan seperti damar, kayu cendana, dan rotan tetap diperlukan secara internasional, Orang Asli dihargai dan diterima oleh orang Melayu. Tetapi, dengan adanya perubahan dalam permintaan dari hasil-hasil hutan ke timah dan lada sejak abad keenambelas, dan beralih ke timah, karet, dan minyak kelapa sawit pada akhir abad kesembilanbelas dan abad keduapuluh, posisi Orang Asli menjadi semakin terpinggirkan. Perubahan itu juga tertuang dalam tradisi-tradisi lisan dan tertulis Orang Asli dan Melayu. Pada masa kini, Orang Asli mulai mengupayakan diperolehnya kembali penghargaan dan kerjasama yang sebelumnya telah menjadi karakteristik dalam hubungan sosialnya dengan orang Melayu. Walaupun prospek keberhasilan itu tidak cerah, kemajuan telah diperoleh dalam mempertahankan ide-ide tentang wilayah hunian dan keaslian mereka di Semenanjung Malaysia."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Hyung-Jun
"Tulisan ini mengkaji sikap penduduk desa -yang tinggal di suatu kampung di Yogyakarta-terhadap dakwah, dan bagaimana aktivitas-aktivitas penyebaran agama dimanifestasikan dalam kehidupan di desa. Penduduk desa ternyata enggan untuk menggunakan cara-cara langsung dalam melaksanakan dakwah, seperti mengunjungi penduduk desa yang tidak aktif guna mempengaruhinya untuk berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan, dan menyarankan mereka untuk tidak melaksanakan perbuatan terlarang. Sebaliknya, merekacenderung untuk memberikan contoh melalui tingkah laku. Metode-metode dakwah yang toleran dan tidak bersifat langsung yang dikembangkan oleh Muhammadiyah, tidak adanya tokoh-tokoh agama yang otoriter, serta adanya norma-norma yang secara dominan melarang keterlibatan mereka dalam kehidupan orang lain, telah menunjang pembentukan sikap tersebut. Sikap ini memungkinkan dipertahankannya keharmonisan beragama, dan tidakmenyebabkan timbulnya tekanan dan perpecahan sosial sebagai akibat dari perbedaan agama. Tetapi, dengan kurangnya kesempatan untuk memperkecil perbedaan agama, perbedaan-perbedaan di antara orang-orang Islam dalam hal pandangan agamanya terasa lebih menonjol dalam kehidupan sosial, lebih dari masa-masa sebelumnya."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 1998
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Patrick Guinness
"Dalam tahun-tahun terakhir rezim Orde Baru, debat tentang isu pembangunan banyak dilakukan, meski dengan kehati-hatian. Tidak semua debat itu memuji dan mengakui 'pertumbuhan' sebagai satu-satunya kriteria kemajuan, walaupun 'pertumbuhan' merupakan wacana yang dominan. Situasi yang dihadapi masyarakat kampung di Yogyakarta memberikan gambaran bahwa pengutamaan pada 'pertumbuhan' itu tidaklah tepat. Tulisan ini menyajikan alternatif untuk versi-versi yang lain dari 'kemajuan'"
1998
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Khidir Marsanto
"This article discusses the cultural history sketch of Orang Suku Laut (the Sea Tribe) and its implications for social relations patterns with the Malays in Riau Islands, Indonesia. Problems arise now in nomadic ethnic tribe when they interacting with the Malays. Many Malays people perceive Orang Suku Laut as a backward or primitive people. This point of view emerged from a long history of Orang Suku Laut in Riau Islands, and at present, the discourse is supported by the government which resettled them from the sea to the land as part of the modernization of disadvantaged areas in the New Order era. This government label to them was later influenced the Malays perception. Moreover, negative assumption also appears along with the cultural identity differences between both of the tribes, of which the Malays condense with Islamic tradition, while Orang Suku Laut doesn?t. At this situation, thus the identity of Orang Suku Laut is staked within socio-cultural dispute or contestation (the attraction process) among themselves in practicing their everyday lives."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Verhezem
"
Mekanisme pemberian hadiah pada masyarakat Jawa tradisional berfungsi untuk membentuk dan mempertahankan persekutuan. Akan tetapi, dalam kebudayaan masyarakat Jawa modern mekanisme tersebut telah berubah menjadi alat mencapai tujuan bagi pegawai-pegawai pemerintah dan elit-elit ekonomi...[...] Sekalipun mekanisme 'hadiah' yang berdasarkan resiprositas memiliki fungsi sosial, namun perlu dicarikan keseimbangan antara norma-norma tradisional yang mendukung hubungan-hubungan interpersonal yang akrab dan usaha-usaha untuk menciptakan pranata-pranata sosial yang efektif dan dapat dipertanggung jawabkan. Hasil survey memperlihatkan bahwa kesadaran masyarakat Indonesia dapat membedakan antara praktik-praktik yang dapat diterima ataupun tidak secara sosial. Namun, sikap tradisional masih berpengaruh pada pergeseran perseptual yang diperlukan untuk melepaskan diri dari kebudayaan korupsi."
2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lugina Setyawati Setiono
"This paper explained the issue of inequality which appears in the process of democratization through the analysis of contestation, negotiation, and the reconstruction of Riau?s identity. Ideally, democratic principles respect equality; however, identity expresses inequality because it defines who is dominant and subordinate in a certain social group through ethnic category and gender identity. It separates the insiders and outsiders with different rights through cultural idioms. Moreover, the identity is not merely applied in the private domain, but also in the public sphere. This paper resulted from research conducted in Riau Province in a periode of decentralization process. The findings shown that In daily practice the collective sentiments manifested in the notion of ?Putra Daerah? may create problems, as this notion is not only used as a social category to define collective boundaries, but also as a strategic tool to control access to political and economic power in Riau. Quoting Worsley, Cultural traits are not absolute or simply intellectual categories, but are invoked to provide identities which legitimize claims to rights. They are strategies or weapons in competitions over scarce social goods Worsley (1994)."
2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Philipus Tule
"Indonesia yang berideologi Pancasila, dikenal sebagai suatu bangsa yang toleran meski memiliki aneka sukubangsa, budaya dan agama. Akhir-akhir ini, isu dan realitas konflik antaragama dan antarsukubangsa semakin merebak. Simbol-simbol keagamaan acapkali dimanipulasi oleh kelompok-kelompok tertentu. Manipulasi semacam itu yang melahirkan konflik-konflik agama turut menantang khasanah budaya Indonesia yang toleran, yang telah sekian lama diakui dan dijunjung tinggi. Semangat toleransi itu di antaranya dibangun diatas landasan ideologi nasional Pancasila dan khasanah budaya lokal seperti pela gandong dari Ambon atau budaya rumah adat dari Flores. Dalam artikel ini penulis berargumentasi bahwa manipulasi simbol-simbol agama tidak akan pernah dapat menyelesaikan konflik-konflik agama dan sukubangsa yang terjadi, baik di Ambon maupun tempat-tempat lain diIndonesia. Bertolak dari teori bandul toleransi antaragama (pendulum swing theory of religious tolerance), penulis berargumentasi bahwa pendekatan budaya sebagaimana dikaji dalam studi kasus tentang 'budaya rumah adat Keo' dari Flores Tengah dan peristiwa Kupang (1998) dapat menjadi acuan untuk belajar dari pengalaman. Lebih lanjut, otonomi agama,baik di tingkat institusi maupun personal, merupakan suatu kondisi mutlak untuk mempertahankan Indonesia sebagai suatu negara kesatuan. Agama tanpa otonomi, dan bahkan yang secara sengaja dipolitisasi oleh sejumlah elite politik dan kelompok-kelompok fanatik, akan secara mudah menyulut terjadinya konflik-konflik agama. Pemerintah Indonesia, pemimpin-pemimpin agama dan para penganut aneka agama seyogianya menyatakan rasa 'sesal dan tobat', bila mereka ingin membuka jalan ke arah rekonsiliai dan melanjutkan kehidupan yang harmonis sebagai suatu negara kesatuan."
2000
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Khidir Marsanto
"This article will clarify political representation of exhibition at Ullèn Sentalu Museum, Monumen Jogja Kembali, and Affandi Museum. These three museums are considered as proponent of Yogyakarta?s identity as the central of Javanese culture, struggle city, and the barometer of Indonesian fine art. The issue then, is it true that in the exhibitions? at the three museums are appropriate with the identity of Yogyakarta, or in the contrary, the exhibitions have no correlation with this city?s identity discourse. There is a possibility that museum precisely bringing self-interest for specific purposes. Therefore, this paper needs to observe how the exhibitions at these museums were implemented. Through interpretive approach, the exhibition at the museum may be analogous similar with language phenomenon, and hence museum is considered as text that can be read and interpreted. Exhibition at the museum was developed within framework of thoughts (ideology), motives, and specific discourses, which all of these are articulated through a set of symbols (collection), that arranged with special layout procedure (display procedure). Thus, museum becomes ?political? since, in this perspective, museum has power over the formation of discourse through their exhibition."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hidayati Amal
"The assimilation between Arabic in-migrants from Hadramaut with Javanese noble women has been taking place since the 13th century. Some of their offspring has identified themselves as Arabic Indonesians, especially after Independence, while a proportion of them have chosen to associate themselves with their local Javanese relatives. The latter even has lost their Arabic cultural identity, and as a result, has become Javanese. This article tries to explain why such a phenomenon has materialized using a family case of a Javanese trah-Javanese version of a clan-who has been living outside the Yogyakarta court. By tracing the family lineage; attitude -both culturally and politically- and life-style of certain trah's figures as Javanese in the context of larger meso-institutional and macro-structural systems, this article argues that the fading away of Arabic identity among the offspring of this particular trah could be attributed to two contextual political economic relations between the Dutch and the Javanese rulers in two different eras. The first one was before the Dipanegara war when the relation was mainly economic, namely the Dutch as the trade-corporate (VOC); and the second was afterwards during which time the Dutch managed to consolidate their full total-grip as a colonial power. Furthermore, this article argues that the attitude of the Dutch and the way they treated the offspring this particular Arabic-Javanese court families, and their generational impact, could only be understood within the larger contexts of the day."
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>