Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162856 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meilink-Roelofsz, M. A. P. (Marie Antoinette Petronella)
Depok: Komunitas Bambu, 2016
382.09 MEI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zainab Assegaff
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan Indonesia dalam negosiasi perdagangan bebas Uni Eropa (UE) dengan negara-negara Asia Tenggara, yang dilihat dari perspektif UE. Pertanyaan pendahuluan dari penelitian ini adalah mengapa UE menegosiasikan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara Asia Tenggara. Sementara itu, pertanyaan penelitian utama dari tesis ini adalah mengapa Indonesia hanya menjadi negara keenam di Asia Tenggara yang melakukan negosiasi perdagangan bebas dengan UE dan bukan yang pertama. Metode penelitian tesis ini adalah metode analisis kualitatif dengan menggunakan studi kasus, dalam hal ini negosiasi perdagangan bebas UE-Asia Tenggara. Metode pengumpulan data utama menggunakan teknik studi pustaka yang dikumpulkan dari buku, artikel, laman berita, dan laman resmi dari organisasi-organisasi terkait. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti menggunakan teori Cross-Regionalism yang dikemukakan oleh Mireya Solís dan Saori N. Katada (2007). Faktor regional yang membuat UE melakukan perjanjian perdagangan bebas (FTA) lintas kawasan antara lain kondisi ekonomi internal yang terpuruk; kemunculan kekuatan-kekuatan ekonomi baru, terutama Tiongkok, yang menyaingi UE; kemajuan ekonomi dari keenam negara Asia Tenggara yang jauh lebih baik dari UE; kondisi perdagangan barang yang tidak menguntungkan dengan ASEAN; dan kebijakan politik UE. FTA lintas kawasan merupakan upaya UE untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya, mencegah terjadinya pengalihan perdagangan (trade diversion), dan menjadi kekuatan normatif. Faktor regional yang menyebabkan Indonesia tidak menjadi prioritas bagi UE adalah kondisi ekonomi Indonesia yang tidak lebih baik dari Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina; hubungan ekonomi UE-Indonesia yang menurun; isu-isu keberlanjutan (sustainability); dan minimnya hubungan UE-Indonesia. Kemudian, motif yang memengaruhi UE untuk melakukan FTA lintas kawasan adalah motif pengaruh (leverage), yaitu untuk mempromosikan nilai-nilai UE, sehingga terbentuk like-minded countries. Motif ekonomi dan motif pengaruh (leverage) merupakan alasan yang menyebabkan Indonesia tidak menjadi mitra negosiasi FTA bilateral pertama dan hanya yang keenam. Tampaknya kedua alasan ini memengaruhi UE dalam penentuan mitra FTA, sedangkan motif keamanan dan diplomasi tidak memengaruhinya. Hal ini menunjukkan bahwa motif keamanan dan diplomasi (politik) diabaikan oleh UE. Dalam memilih mitra FTA, nilai-nilai yang diusung UE kalah ketika berhadapan dengan kepentingan ekonominya.

This thesis aims to analyze Indonesia's position in the Free Trade Agreement (FTA) negotiations between the European Union (EU) and Southeast Asian countries as seen from the EU's perspective. The preliminary question of this thesis is why the EU negotiated FTAs with Southeast Asian countries. Meanwhile, the primary research question is why Indonesia became the sixth country in Southeast Asia to negotiate a bilateral FTA with the EU instead of the first. The research method of this thesis is a qualitative analysis using a case study, which is the EU-Southeast Asia FTA negotiations. The majority of the data collected in this thesis is collected from books, articles, news pages, and official pages from related organizations. To answer the research question, the researcher uses Cross-Regionalism theory put forward by Mireya Solís and Saori N. Katada (2007). Regional factors that have led the EU to conduct cross-regional FTA ​​are internal economic slump; the emergence of new economic powers, notably China, that rival the EU; economic improvement of the six Southeast Asian countries which is much better than the EU; unfavorable trade in goods with ASEAN; and EU political policy. Cross-regional FTA is EU's effort to improve its economic condition, prevent trade diversion, and become a normative power. Regional factors that have caused Indonesia not to become a priority for the EU are Indonesia's economic condition that was no better than Singapore, Malaysia, Vietnam, Thailand, and the Philippines; the decline of EU-Indonesia economic relation; sustainability issues; and the lack of EU-Indonesia relation. Furthermore, the motive that influences the EU to conduct cross-regional FTA ​​is leverage motive, namely to promote EU values, so that like-minded countries are formed. Economic motive and leverage motive were the reasons why Indonesia was not the first and only the sixth bilateral FTA negotiating partner. It seems that both of these reasons influenced the EU in determining its FTA partners, while security and diplomacy motives did not influence the EU. This shows that security and diplomacy (politics) motives were disregarded by the EU. In choosing FTA partners, the values promoted by the EU lose out when it comes to its economic interests."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leiden : KITLV Press, 1994.
992 S 420
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nerissa Netanaya Setjiadi
"Mayoritas masyarakat Indonesia masih memandang kesehatan mental sebagai hal tabu dan penderita gangguan jiwa diperlakukan seperti suatu aib. Akibatnya penderita kesulitan untuk mendapat pertolongan yang dibutuhkan dan dapat berakhir dengan tindakan bunuh diri. Mengidentifikasi faktor yang dapat menjelaskan tingkat bunuh diri dan mempelajari karakteristiknya merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah bunuh diri. Penelitian ini membahas faktor apa yang dapat menjelaskan angka bunuh diri menggunakan model regresi linear berganda, pengelompokan negara berdasarkan angka bunuh diri dan faktornya menggunakan metode Ward, serta pemetaan hasil kelompok menggunakan metode Biplot. Objek penelitian adalah negara di Benua Asia dan Eropa. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh faktor tidak memiliki agama, konsumsi alkohol, dan psikiater memiliki hubungan positif signifikan terhadap angka bunuh diri. Faktor pemasukan dan pengangguran memiliki hubungan negatif signifikan terhadap angka bunuh diri. Faktor tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap angka bunuh diri. Terbentuk 2 kelompok negara, yakni kelompok 1 beranggotakan 46 negara dan kelompok 2 beranggotakan 44 negara. Hasil pemetaan kelompok menggunakan metode Biplot dapat menerangkan 63,7% keragaman data. Kelompok 1 adalah kelompok negara yang memiliki nilai persentase pengangguran yang tinggi serta nilai angka bunuh diri, persentase penduduk tanpa agama, konsumsi alkohol, Gross Domestic Product (GDP) per kapita, angka psikiater, tingkat pendidikan yang rendah. Kelompok 2 adalah kelompok negara yang memiliki angka bunuh diri, persentase penduduk tanpa agama, konsumsi alkohol, GDP per kapita, angka psikiater, dan tingkat pendidikan yang tinggi, serta persentase pengangguran yang rendah.

Many Indonesian people still view mental health as a taboo subject and people with mental disorders are treated like a disgrace. As a result, they have difficulty getting the help that they need and can end in suicide. Identifying factors that are able to explain suicide rate and studying their characteristics is one way that can be done to prevent suicide. This research discusses what factors that are able to explain suicide rate using a multiple linear regression model, grouping countries based on suicide rate and its factors using Ward's method, and mapping the group results using the Biplot method. The objects of research are countries in Asia and Europe. Based on the analysis result, it is found that factors of having no religion, alcohol consumption, and psychiatrists’ availability have significant positive relationships with suicide rate. Factors of income and unemployment rate have significant negative relationships with suicide rate. Factor of education level has no significant effect with suicide rates. Two groups of countries are formed, namely group 1 consisting of 46 countries and group 2 consisting of 44 countries. Result of mapping based on the groups using the Biplot method is able explain 63,7% of data diversity. Group 1 is a group of countries that have a high unemployment rate and low values in the suicide rate, proportion of irreligious people, Gross Domestic Product (GDP) per capita, and number of psychiatrists. Group 2 is a group of countries that have high values in the suicide rate, proportion of irreligious people, GDP per capita, number of psychiatrists, and education level while the unemployment rate is low."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Orlana Halim
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh volume penerbitan green bonds, sebagai proksi dari green finance, yang diterbitkan oleh beberapa pihak, yakni perusahaan, pemerintahan, instansi, organisasi supranasional serta non-US munis, secara signifikan mempengaruhi tingkat ecological footprint pada 25 negara di Kawasan Eropa dan 11 negara di Kawasan Asia dari tahun 2014 hingga 2022. Pengambilan periode sampel pada penelitian ini bergantung pada ketersediaan data mengenai green bonds, ecological footprint, serta energy consumption. Hasil penelitian dengan data panel balance dan metode pengolahan data OLS fixed-effect model dengan robust function menemukan bahwa penerbitan green bonds secara keseluruhan dapat mengurangi nilai ecological footprint. CBI Aligned green bonds dinilai sebagai jenis obligasi yang paling efektif dalam menurunkan ecological footprint karena “praktis” untuk emiten. Disisi lain, self-labeled green bonds tidak signifikan dalam menurunkan ecological footprint, memberikan indikasi adanya greenwashingdan signaling effect yang negatif. Corporate green bonds memaikan peranan yang lebih besar dalam pengurangan ecological footprint. Peneliti menguji robustness test dengan menggunakan emisi gas rumah kaca (GHG) sebagai pengukuran alternatif ecological footprint. Terlebih, temuan ini juga mendukung validitas teori hipotesis EKC berbentuk inverted U-shaped relationship. Penggunaan pengolahaan data dengan estimasi regresi OLS tidak dapat menjelaskan pengaruh green bonds pada ecological footprint di masing-masing negara sehingga memiliki implikasi penelitian yang terbatas.

This study aims to analyze the effect of green bonds issuance, as a proxy of green financing, issued by several parties, namely companies, governments, agencies, supernatural organizations, and non-US munis, which significantly influences the level of ecological footprint in 25 countries in the European Region and 11 countries in Asia region from 2014 to 2022. The sampling period for this study depends on the availability of data regarding green bonds, ecological footprint, and energy consumption. The results of research using panel balance data and the OLS fixed-effect model data processing method with robust functions found that the issuance of green bonds as a whole can reduce the value of the ecological footprint. CBI Aligned green bonds are considered the most effective type of bond in reducing the ecological footprint because they are "practical" for the issuer. On the other hand, self-labeled green bonds are not significant in reducing the ecological footprint, indicating the existence of greenwashing and negative signaling effects. Corporate green bonds play a greater role in reducing the ecological footprint. Researchers tested the robustness test by using greenhouse gas (GHG) emissions as an alternative measurement of ecological footprint. Moreover, these findings also support the validity of the EKC hypothesis theory in the form of an inverted U-shaped relationship. The use of data processing with OLS regression estimation cannot explain the influence of green bonds on the ecological footprint in each country so it has limited research implications."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Orlana Halim
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh volume penerbitan green bonds, sebagai proksi dari green finance, yang diterbitkan oleh beberapa pihak, yakni perusahaan, pemerintahan, instansi, organisasi supranasional serta non-US munis, secara signifikan mempengaruhi tingkat ecological footprint pada 25 negara di Kawasan Eropa dan 11 negara di Kawasan Asia dari tahun 2014 hingga 2022. Pengambilan periode sampel pada penelitian ini bergantung pada ketersediaan data mengenai green bonds, ecological footprint, serta energy consumption. Hasil penelitian dengan data panel balance dan metode pengolahan data OLS fixed-effect model dengan robust function menemukan bahwa penerbitan green bonds secara keseluruhan dapat mengurangi nilai ecological footprint. CBI Aligned green bonds dinilai sebagai jenis obligasi yang paling efektif dalam menurunkan ecological footprint karena “praktis” untuk emiten. Disisi lain, self-labeled green bonds tidak signifikan dalam menurunkan ecological footprint, memberikan indikasi adanya greenwashingdan signaling effect yang negatif. Corporate green bonds memaikan peranan yang lebih besar dalam pengurangan ecological footprint. Peneliti menguji robustness test dengan menggunakan emisi gas rumah kaca (GHG) sebagai pengukuran alternatif ecological footprint. Terlebih, temuan ini juga mendukung validitas teori hipotesis EKC berbentuk inverted U-shaped relationship. Penggunaan pengolahaan data dengan estimasi regresi OLS tidak dapat menjelaskan pengaruh green bonds pada ecological footprint di masing-masing negara sehingga memiliki implikasi penelitian yang terbatas.

This study aims to analyze the effect of green bonds issuance, as a proxy of green financing, issued by several parties, namely companies, governments, agencies, supernatural organizations, and non-US munis, which significantly influences the level of ecological footprint in 25 countries in the European Region and 11 countries in Asia region from 2014 to 2022. The sampling period for this study depends on the availability of data regarding green bonds, ecological footprint, and energy consumption. The results of research using panel balance data and the OLS fixed-effect model data processing method with robust functions found that the issuance of green bonds as a whole can reduce the value of the ecological footprint. CBI Aligned green bonds are considered the most effective type of bond in reducing the ecological footprint because they are "practical" for the issuer. On the other hand, self-labeled green bonds are not significant in reducing the ecological footprint, indicating the existence of greenwashing and negative signaling effects. Corporate green bonds play a greater role in reducing the ecological footprint. Researchers tested the robustness test by using greenhouse gas (GHG) emissions as an alternative measurement of ecological footprint. Moreover, these findings also support the validity of the EKC hypothesis theory in the form of an inverted U-shaped relationship. The use of data processing with OLS regression estimation cannot explain the influence of green bonds on the ecological footprint in each country so it has limited research implications."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nabela Betty Nursotyawati
""ABSTRAK
"
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan akuisisi serta ketentuan pemberitahuan akuisisi dalam Hukum Persaingan Usaha Indonesia, Uni Eropa dan Singapura. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis dan pendalaman mengenai ketentuan pemberitahuan akuisisi sebagai suatu pengawasan yang dilakukan otoritas persaingan nasional atas akuisisi yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dalam hukum persaingan usaha Indonesia, Uni Eropa dan Singapura, dengan membandingkan ketentuan pemberitahuan akuisisi yang berlaku di Indonesia dengan ketentuan yang berlaku di Uni Eropa dan Singapura. Metode penelitian ini bersifat yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang mengacu kepada kaidah-kaidah atau norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini menyarankan kepada pemerintah untuk memperbaiki dan merubah peraturan perundang-undangan terkait persaingan usaha, terutama mengenai ketentuan pemberitahuan atas akuisisi yang pada saat ini menerapkan post merger notification menjadi pre merger notification agar dapat lebih efektif dalam mencegah terjadi akuisisi yang dapat menyebabkan monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat di Indonesia.
"
"
"ABSTRACT
"
This research focuses on the regulation on acquisition and provisions regarding the notification of acquisition in Indonesian, European and Singapore Competition Law. The purpose of this research is to analyze the provisions of the notification of acquisitions as a control used by national competition authority to prevent monopolization and unfair competition within one rsquo s country by comparing provisions implemented in Indonesia with provisions implemented in European Union and Singapore. The method used in this research is juridical normative, a research referring to the rules or legal norms contained in the legislation. The result of this research suggests the Indonesian government to amend the regulation on competition, especially the provision on notification of acquisition which requires the parties involved to notify the acquisition that rsquo s been implemented or known as post merger notification, to pre merger notification which requires the parties involved in the proposed acquisition to notify prior to the implementation of the acquisition. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Panji Mohamad Pandu Wirawan
"Perdagangan internasional merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap negara, oleh karena itu sangat diperlukan hubungan perdagangan antar negara yang tertib dan adil. Untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan di bidang perdagangan internasional, maka diperlukan aturan-aturan yang mampu menjaga serta memelihara hak-hak dan kewajiban para pelaku perdagangan internasional, serta dapat mengatur hubungan dagang antar negara. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa sajakah tindakan-tindakan pelanggaran yang dikategorikan sebagai dumping menurut WTO Agreement? Bagaimanakah WTO Agreement mengatur kegiatan dumping dalam perdagangan internasional? Bagaimanakah penerapan atas sanksi yang diberikan dan efeknya terhadap suatu negara yang melakukan kegiatan dumping?
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bersifat kualitas.
Hasil penelitian menyatakan Tindakan-tindakan pelanggaran yang dikategorikan sebagai dumping menurut WTO Agreement adalah tindakan yang telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal VI ayat (1) GATT 1947, sehingga GATT memberikan hak kepada para anggota GATT untuk dapat menerapkan tindakan-tindakan antidumping jika praktik dumping yang terjadi telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal VI ayat (1) GATT 1947. Penerapan atas sanksi yang diberikan dan efeknya terhadap suatu negara yang melakukan kegiatan dumping adalah sanksi administrasi berupa pencabutan regulasi dan juga pemberlakukan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap Negara yang melakukan kegiatan dumping. Efeknya adalah pencabutan regulasi dan juga kerugian bagi perusahaan asal Negara yang telah melakukan praktik dumping.

International trade is a very important factor for every country, therefore an orderly and fair trade between countries is needed. To realize order and justice in the field of international trade, rules are needed that are able to maintain and maintain the rights and obligations of international trade actors, and can regulate trade relations between countries. The problem in this study is what are the violations that are categorized as dumping according to the WTO Agreement? How does the WTO Agreement regulate dumping activities in international trade? What is the application of sanctions given and their effects on a country that is carrying out dumping activities?
This study uses a normative juridical method, using secondary data and using qualitative data analysis methods, because the data obtained are of a quality nature.
The results of the study state that the violations categorized as dumping according to the WTO Agreement are actions that have fulfilled the elements in Article VI paragraph (1) GATT 1947, so that the GATT gives the GATT members the right to implement antidumping measures if dumping practices what happened has fulfilled the elements in Article VI paragraph (1) GATT 1947. The application of sanctions given and their effect on a country that conducts dumping activities is administrative sanctions in the form of revocation of regulations and also the imposition of Anti-Dumping Import Duty (BMAD) on the State dumping activities. The effect is revocation of regulations and also losses for companies from countries that have carried out dumping practices.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra
"ABSTRAK
Sanksi Ekonomi Unilateral/sepihak, telah banyak menimbulkan perdebatan dalam hukum internasional. Sanksi ekonomi merupakan alat kebijakan luar negeri yang digunakan oleh negara atau organisasi internasional untuk mempengaruhi pemerintah atau kelompok pemerintahan untuk mengubah kebijakan mereka dengan membatasi perdagangan, investasi, atau kegiatan komersial lainnya.Tindakan tersebut tentunya berlawanan dengan era perdagangan saat ini yang bertujuan untuk membangun kerjasama ekonomi secara global. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa legalitas serta efektifitas pengenaan sanksi ekonomi oleh Uni Eropa terhadap Federasi Rusia, serta meninjau keberadaan sanksi dalam peraturan hukum perdagangan internasional. Tindakan pemberian atau penjatuhan sanksi diketahui bahwa hanya merupakan kewenangan tunggal Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan hanya melalui otoriasinya suatu negara atau organisasi internasional dapat memberlakukan sanksi tersebut kepada negara lain. Dalam hukum perdagangan internasional ketentuan pemberian sanksi ekonomi memang dapat diperbolehkan tetapi dalam ketentuan yang juga mengacu kepada Piagam PBB atau sebagai tindakan balasan atas pelanggaran negara target terlebih dahulu.

ABSTRACT
Unilateral economic sanctions is already have caused many debates in international law. Economic sanctions are foreign policy tools used by countries or international organizations to influence other countries to change their policies by limiting trade, investment, or other commercial activities. Such actions are certainly controvert from the current trade era which is aims to build global economic cooperation among nations. The purpose of this study is to analyze the legality and effectiveness of imposing economic sanctions by the European Union on the Russian Federation, as well as reviewing the existence of sanctions in the rules of international trade law. The act of giving or imposing sanctions is known to be the sole authority of the United Nations (UN) Security Council, and only through its authorization can a country or international organization impose such sanctions on other countries. In international trade law, the provision of economic sanctions can indeed be permitted but under special circumstances that also refer to the UN Charter provisions or as a retaliation for the violation of the target country first.
"
2019
T52219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>