Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152803 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Socia Prihawantoro
"Penilitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya laju deforestasi di Indonesia, baik Itu diukur antar waktu, maupun dibandingkan dengan Iaju deforestasi di negara lain. Mengingat pentingnya hutan bagi perekonomian, maka perlu dilakukan tindakan Pengereman terhadap laju deforestasi yang tinggi tersebut.
Berbagai kebijaksanaan di bidang kehutanan telah dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian laju deforestasi indonesia tetap tinggi. Hal ini Menimbulkan pertanyaan: ?Apakah deforestasi juga dipengaruhi oleh kegiatan bukan Kehutanan?? Seianjutnya, ?apabila memang demikian, selain sektor kehutanan, sektor-sektor ekonomi apa saja yang mempengaruhi terjadinya deforestasi di Indonesia?
Dengan menggunakan kerangka metodologi Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh struktural kegiatan ekonomi
terhadap deforestasi di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut pertama-tama dilakukan pengembangan terhadap data SNSE Indonesia 1993, sehingga didalamnya tercakup sektor-sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap deforestasi. Dan SNSE yang sudah dikembangkan tersebut dihitung angka-angka pengganda yang dapat menjadi indikator pengaruh kegiatan ekonomi terhadap deforestasi, baik secara Iangsung maupun tidak Iangsung; baik dalam arti global, transfer open loop, maupun closed loop. Dari angka-angka pengganda tersebut dapat dlilakukan anailsis tentang keterkaitan struktural keglatan ekonomi terhadap deforestasi.
Hasil perhitungan angka-angka pengganda menunjukkan bahwa secara Iangsung, sektor-sektor Industri berbasis kayu merupakan sektor-sektor utama yang memberikan dorongan terhadap terjadinya deforestasi. Sementara itu dl blok institusi, sector rumah tangga yang berbasis pertanian dan pedesaan merupakan sector yang pengaruhnya terhadap deforestasi paling besar. Secara transfer-hal ini hanya Lerjadi di blok kegiatan produksi saja? sektor ekonomi yang memberikan dorongan paling kuat terhadap deforestasi adaiah sektor - sektor industri berbasis kayu.
Secara open loop? hal ini terjadi pada blok faktor produksi dan institusi-sektor ekonomi yang membedakan tekanan paling kuat terhadap deforestasi adalah faktor produksi berbasis pertanian dan rumah tangga berbasis pertanian dan pedesaan.
Secara closed loop-hal ini hanya tarjadi di blok kegiatan produksi saja? sektor ekonomi yang memberikan tekanan paling kuat terhadap deforestasi adalah sektor sektor produksi berbasis pertanian.
Secara global, sektor ekononmi yang berpengaruh kuat terhadap detorestasi adalah sektor industri berbasis kayu, faktor produksi berbasis pertanian dan pedesaan, serta rumah tangga berbasis pertanian dan pedesaan.
Secara tidak langsung?dalam hal ini pengaruh tidak langsung adalah pengaruh global dikurangi pengaruh langsung?sektor ekonomi yang berpengaruh kuat terhadap deforestasi adalah sektor industri berbasis kayu, sektor produksi berbasis pertanian, faktor produksi berbasis pertanian dan pedesaan, serta rumah tangga berbasis pertanian dan pedesaan.
Dengan menggunakan structural pada analysis, dapat diketahui bahwa sektor industri berbasis kayu berpengaruh terhadap deforestasi terutama melalui sektor lndustri Kayu Gergajian dan Awetan. Sedangkan keglatan produksi berbasis pertanian berpengaruh terhadap deforestasi terutama melalui tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di pedesaan yang diteruskan oleh rumah tangga pengusaha pertanian dengan lahan 0-0,5 ha.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa selain
dipengaruhi oleh sektor-sektor Industri berbasis kayu, deforestasi juga dipengaruhi oleh sektor-sektor ekonomi berbasis pertanlan dan pedesaan. Oleh karena itu kebijakan untuk mengurangi lalu deforestasi, selain melalul kebijakan kehutaflan, perlu pula dilakukan melalui sector pertanian dan pedesaan."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
August Bualazaro Hulu
"Penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1882, yaitu saat didirikannya sebuah badan usaha swasta penyedia layanan pos dan telegrap pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Tetapi sampai saat ini, setelah lebih dari satu abad, sangat sulit mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan korelasi antara pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia dengan pertumbuhan ekonominya.
Studi ini dirasa penting mengingat (1) Investasi pada sektor telekomunikasi adalah merupakan investasi yang cukup mahal mengingat umumnya barang modal yang digunakan di Indonesia masih diimpor dari Negara produsennya di luar negeri; (2) Penyelenggaraan telekomunikasi menggunakan beberapa sumber daya terbatas milik negara yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat antara lain alokasi frekuensi, kode akses, orbit satelit dan penomoran pelanggan; (3) Teledensitas efektif telepon di Indonesia masih sangat rendah yaitu 5,52 yang secara sederhana dapat diartikan bahwa diantara 100 penduduk Indonesia hanya 5,52 orang yang memiliki sambungan telepon tetap atau bergerak. Posisi ini sangat rendah dibanding Philippines (19,36), Singapore (79,56), Thailand (26,04) atau Malaysia (41,30); (4) Selain teledensitas, penyebaran sambungan telepon di Indonesia juga memiliki ketimpangan yang sangat tajam yaitu 11-25% di wilayah metropolis dan hanya sebesar 0,2% di wilayah pedesaan. Sebanyak 43.022 desa di Indonesia, yaitu setara dengan 64,4% dari 66178 desa, sama sekali belum memiliki akses telepon. Sementara di sisi lain, sejak diberlakukannya Undang-undang tentang telekomunikasi nomor 36 tahun 1999 penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia telah memasuki era kompetisi, yang menyebabkan seluruh penyelenggara telekomunikasi lebih berorientasi pada keuntungan yang umumnya diperoleh dari masyarakat di wilayah perkotaan. Fenomena ini juga berlaku bagi Badan Usaha Milik Negara PT Telkom, terlebih lagi sejak tahun 1995 sebagian saham PT Telkom telah diperdagangkan di bursa efek dalarn dan Iuar negeri. Dengan memperhatikan kondisi-kondisi di atas maka diperlukan suatu penelitian yang dapat dijadikan salah satu acuan dalam menetapkan kebijakan disektor penyelenggaraan telekomunikasi, agar pembangunan sektor telekomunikasi dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Dibeberapa Negara penelitian tentang korelasi antara pembangunan infrastruktur telekomunikasi dengan pertumbuhan ekonomi telah lama dilakukan antara lain, Cronin, Colleran, Herbert and Lewitsky (1993) yang melakukan penelitian pasar telekomunikasi di USA menggunakan metode ekonomi Input-Output (1-0) mencakup periode tahun 1963-1991. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi telekomunikasi mempunyai hubungan causal dengan total factor productivity nasional, dimana kontribusi sektor telekomunikasi pada pertumbuhan produktifitas sektoral maupun secara agregat dikuantifikasi sebesar 21,5% dari total produktifitas. Clarke and Laufenberg (1983) menunjukkan bahwa pertumbuhan densitas telepon juga memberikan berbagai manfaat sosial sebagai tambahan terhadap keuntungan ekonomi di wilayah pedesaan Sub-Sahara Afrika. Manfaat sosial antara lain menyangkut penyediaan layanan sosial dan kesehatan, pendidikan, proyek-proyek pembangunan, dan penanganan bencana sosial dan bencana alam. International Telecommunications Union (ITU) melaiui World Telecommunications Development Report - Access Indicators for the Information Society 2003, menyebutkan bahwa pada periode 1995 - 1999 kontribusi 1CT (Information and Communications Technologies) terhadap output ekonomi antara lain Negara Canada (12%), Australia (14%), Germany (20%) dan Japan sebesar 35%.
Pada studi ini, pendekatan atau model yang digunakan adalah Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) karena selain sebagai perangkat analisis ekonomi yang memadai SNSE juga merupakan suatu sistem pendataan. Berdasarkan model dan proses pembuatannya sistem ini memiliki kelebihan antara lain : {1) SNSE sebagai suatu sistem data yang menyeluruh, konsisten dan Iengkap sehingga dapat menangkap keterkaitan antar pelaku ekonomi dalam kurun waktu tertentu; (2) mampu mengkaji pengaruh suatu kebijakan pada suatu sektor ekonomi yang berkaitan dengan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan; dan (3) SNSE sebagai suatu alat analisis yang sederhana, karena penerapannya relatif mudah.
Dengan menggunakan pendekatan SNSE dan dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan di atas maka tesis ini disusun bertujuan untuk :
a. Menganalisis distribusi pendapatan institusi termasuk rumah tangga, distribusi pendapatan faktorial, dan keterkaitan sektor-sektor produksi lain dalam pembangunan satuan sambungan telepon tetap dan bergerak di Indonesia;
b. Memperkirakan pengaruh struktural pertumbuhan sambungan telepon di Indonesia terhadap kegiatan ekonomi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan karena adanya shock atau injeksi pengeluaran pemerintah dan atau penyelenggara telekomunikasi dalam membangun satuan sambungan telepon baru baik itu sambungan telepon tetap maupun telepon bergerak, dan sektor ekonomi mana yang paling besar akan merasakan dampak pembangunan jaringan telekomunikasi tersebut. Bagaimana distribusi pendapatan dari sambungan telepon pada kelompok (rumah tangga, perusahaan dan pemerintah) dalam blok institusi ?. Bagaimana kinerja perekonomian nasional yang ditunjukkan oleh nilai tambah faktorial yang ditimbulkan oleh perribangunan sambungan telepon di Indonesia.
Studi ini telah dapat menyusun suatu klasifikasi SNSE Indonesia 2000 berukuran 64x64 yang menguraikan sektor sistem komunikasi tetap dan bergerak untuk dijadikan sebagai data dan model dalam melakukan analisis perkembangan sektor telekomunikasi di Indonesia.
Nilai peningkatan ekonomi yang ditimbulkan oleh pertumbuhan sektor komunikasi tetap dan bergerak, yaitu peningkatan 1 unit output atau 1 sambungan telepon tetap atau bergerak dengan pendapatan sebesar Rp. 1.942.501 per-tahun pada tahun 2000 akan berdampak pada peningkatan pendapatan sektor produksi sebesar 2,9579 unit atau Rp. 5,75 juta, serta bertambahnya pendapatan faktor produksi (factorial income) sebesar 1,5797 unit atau Rp. 3,07 dan pendapatan institusi sebesar 1,8628 unit atau Rp. 3,62 juta. Jika diasumsikan pada kondisi harga tetap, jumlah total sambungan telepon tetap dan bergerak pada tahun 2005 adalah 50 juta sambungan aktif, maka peningkatan pendapatan total adalah Rp. 621 triliun.
Jika ditinjau dari aspek distribusi pendapatan, peningkatan pendapatan pada rumah tangga di desa, buruh tani dan pengusaha pertanian hanya memperoleh 26,9% dari total pengaruh yang terjadi pada blok institusi. Selebihnya dinikmati oleh perusahaan, pemerintah dan rumah tangga di kota. Hal ini dirasakan relevan, mengingat kebutuhan modal yang besar dan tenaga kerja yang terdidik oleh sektor komunikasi tetap dan bergerak umumnya disediakan oleh rumah tangga di kota, perusahaan dan pemerintah. Disamping itu, densitas telepon tetap dan bergerak sampai saat ini masih terkonsentrasi di daerah perkotaan (11-25%) sementara di rural area sebesar 0,2%.
Sektor produksi yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor komunikasi tetap dan bergerak adalah sektor pertambangan dan penggalian lainnya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat pembangunan infrastruktur telekomunikasi khususnya yang terkait dengan sarana transmisi umumnya masih dilakukan dengan melakukan penggelaran jaringan kabel tembaga maupun fibre optic di bawah tanah.
Melalui analisa jalur struktural yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa jalur pengaruh pertumbuhan sektor komunikasi tetap dan bergerak secara dominan terkait dengan faktor modal, baik modal lain-lain di kota, modal swasta, modal pemerintah dan modal asing. Hal ini menunjukkan keterkaitan yang erat antara kegiatan di sektor komunikasi tetap dan bergerak dengan sektor-sektor yang berbasiskan finansial. Sebagaimana diketahui sesuai dengan barang modal yang digunakan, perangkat yang diinvestasikan dalam penyelenggaraan telekomunikasi berharga mahal sehingga membutuhkan modal yang besar, relatif terhadap kebutuhan faktor produksi lain berupa tenaga kerja."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrul Yunardy
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi terus berulangnya kejadian kebakaran hutan di Indonesia yang hampir terjadi setiap tahun. Padahal sumberdaya hutan memiliki keterkaitaan yang erat dengan kinerja, perekonomian, kualitas ekologi, dan ketergantungan sosial. Untuk itu perlu diketahui dampak sesungguhnya kebakaran hutan agar perencanaan dan pengambilan kebijakan didalam pengendalian kebakaran hutan yang terarah, fokus dan tepat pada permasalahan.
Dengan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM), keterkaitan antar sektor ekonomi dapat dijelaskan dampak melalui aliran uang yang terjadi. Oleh karena itu, dampak kebakaran hutan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah yang menjadi tujuan penelitian ini dapat diketahui.
Berdasarkan hasil analisis pengganda neraca, diketahui bahwa untuk setiap hektar kebakaran hutan akan menurunkan output produksi Rp. 128.61 juta dan menurunkan pendapatan faktor produksi (factorial income) sebesar Rp. 62.94 juta per hektar kebakaran. Penurunan output dan pendapatan faktor produksi akibat kebakaran hutan ternyata berdampak menurunkan pendapatan institusi rumah tangga (households income) sebesar Rp. 45.48 juta, perusahaan (private income) sebesar Rp. 20.42 juta, dan pemerintah (government income) sebesar Rp. 11.54 juta untuk setiap hektar kejadian. Dengan demikian, rumah tangga adalah komponen institusi yang paling merasakan dampak kebakaran hutan yang tercermin dari besarnya penurunan pendapatan. Secara keseluruhan, kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kebakaran hutan terhadap penurunan pendapatan faktor produksi, institusi, dan sektor produksi (output) adalah sebesar Rp. 269.00 juta tiap hektar kejadian kebakaran.
Rata-rata penurunan pendapatan yang diderita oleh setiap orang akibat kebakaran hutan pada tahun 2000 adalah Rp. 3,868 per kapita.. Pada tahun 2001 penurunan pendapatan yang diderita menjadi Rp. 18,105 per kapita. Sedangkan di tahun 2002, pengurangan pendapatan sebesar Rp. 44,186 per kapita. Dengan demikian terjadi peningkatan kerugian pendapatan per kapita selama periode tahun 2000-2002 akibat kebakaran hutan.
Dari hasil analisis jalur struktural, teridentifikasi bahwa jalur-jalur utama yang dilalui dampak kebakaran hutan adalah sektor perkebunan dan sektor-sektor yang berbasiskan pertanian dan pedesaan.
Mengingat besarnya kerugian ekonomi yang diderita sebagai dampak dari kebakaran hutan, maka jumlah dan penyediaan anggaran yang terkait dengan upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan haruslah jelas dan memiliki dasar. Hasil penelitian ini yang menunjukkan total kerugian kebakaran hutan sebesar Rp. 269.00 juta tiap hektarnya, dapat dijadikan landasan untuk pengalokasian anggaran baik oleh pemerintah maupun swasta pemegang hak konsesi. Disamping itu, nilai kerugian ini, dapat pula dijadikan acuan didalam penentuan ganti rugi terhadap pelaku pembakaran hutan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koes Martini S.W.
"Dalam kondisi perekonomian yang belum pulih dari krisis pada tahun 1997, serta situasi politik yang masih tak menentu, Pemerintah mengambil langkah kebijakan yang kurang populer di masyarakat yaitu menaikkan harga jual BBM rata-rata 12% dalam bulan Oktober 2000. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN tahun 2000, yang semula dianggarkan sebesar Rp. 22,5 trilyun (diperkirakan akan membengkak menjadi Rp. 43,5 trilyun), jumlah ini sangat besar bila dihubungkan dengan defisit anggaran tahun 1999/2000 sebesar Rp. 44,1 trilyun. Dengan kenaikan harga BBM tersebut diperhitungkan dapat menurunkan subsidi BBM sebesar Rp. 800 milyar, dan selanjutnya penghematan subsidi ini dikembalikan ke masyarakat sebagai kompensasi. Di sini Pemerintah menghadapi situasi yang dilematis, di satu sisi subsidi BBM harus diupayakan dihapus karena sangat membebani keuangan negara (APBN), di lain pihak keadaan sosial ekonomi masyarakat masih dalam keadaan yang memprihatinkan, sehingga sebagian masyarakat cenderung bereaksi menolak kebijakan tersebut.
Kondisi yang diuraikan tersebut di atas melatarbelakangi penelitian ini, yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM dan kompensasi tersebut terhadap distribusi pendapatan rumah tangga masyarakat, dengan menggunakan peralatan analisa Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 1999. Untuk keperluan ini SNSE tahun 1999 perlu dimodifikasi dengan memunculkan Pengilangan Minyak Bumi sebagai sub sektor tersendiri, tidak lagi tergabung dalam sub sektor pertambangan lainnya.
Dari SNSE yang telah dimodifikasi tersebut kemudian dapat diketahui angka-angka pengganda, yang menggambarkan dampak dari kebijakan tersebut terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, dalam bentuk dampak global/keseluruhan, transfer, open loop maupun close loop.
Hasil analisis menunjukkan beberapa hal berikut :
1. Dilihat dari segi kebijakan, penurunan subsidi BBM selama ini hanya ditempuh melalui intervensi terhadap harga BBM, sedangkan variabel lain yang cukup dominan dalam menentukan besarnya subsidi BBM, yaitu volume konsumsi BBM dan biaya pengadaan BBM belum pernah dijadikan alternatif pemecahan.
2. Angka-angka pengganda pada kenaikan harga BBM menunjukkan bahwa:
- Secara keseluruhan kenaikan harga BBM tersebut menurunkan pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 20.839,33 milyar (2,65%), dengan dampak terbesar diatami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan, yaitu dua kelompok rumah tangga yang mendominasi penggunaan BBM sebanyak 43,69% dari konsumsi BBM nasional, dengan meliputi penduduk sebanyak 23,50% dari penduduk Indonesia.
- Secara transfer, kenaikan harga BBM belum menimbulkan dampak pada sektor-sektor pendapatan. Secara open loop, kenaikan harga BBM menurunkan pendapatan rumah tangga pada sektor neraca institusi sebesar 0,74%, dengan dampak terbesar dialami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan.
- Secara close loop kenaikan harga BBM menurunkan pendapatan sektorsektor pada neraca produksi sebesar 1,91%, dengan dampak terbesar dialami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan.
3. Angka Pengganda pada kompensasi sebesar Rp. 800 milyar. Secara keseluruhan, kompensasi Pemerintah tersebut menaikkan seluruh pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 1.624,90 milyar atau 0,21% dari pendapatan rumah tangga semula. Kenaikan pendapatan ini terdiri dari kenaikan secara transfer sebesar Rp. 0,95 milyar (0%), secara open loop Rp. 375, 28 milyar (0,05%) dan secara close loop sebesar Rp. 1.048,67 milyar atau 0,13% dari pendapatan semula.
4. Dari penurunan pendapatan dan kenaikan pendapatan pada butir 2 dan 3 tersebut di atas diperoleh dampak netto berupa penurunan pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 19.214,43 milyar atau 2,44% dari total pendapatan semula.
5. Kenaikan harga BBM dan pemberian kompensasi dari Pemerintah ternyata membawa dampak perbaikan pada kesenjangan pendapatan rumah tangga. Kalau sebelumnya, perbandingan rata-rata pendapatan perkapita dari masingmasing golongan rumah tangga yang terendah dengan tertinggi adalah 1:5,766, maka dengan adanya kebijakan tersebut perbandingan ini menjadi I:5,442. Dari data ini terlihat bahwa penurunan subsidi memperbaiki kesenjangan pendapatan rumah tangga, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa subsidi BBM sebaiknya dihapuskan dan BBM diperjualbelikan dengan harga pasar.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa secara prinsip subsidi BBM perlu dihapuskan karena memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan rumah tangga. Namun mengingat rumah tangga masyarakat kita masih menghadapi permasalahan perekonomian, yang diindikasikan oleh tabungan masyarakat yang negatif di tahun 1999, maka pada kelompok rumah tangga masyarakat tertentu, yakni yang kurang mampu, masih perlu diberikan subsidi BBM secara langsung. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna menentukan target subsidi dimaksud beserta mekanisme pemberian subsidi yang seefektif mungkin."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T4691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perdagangan luar negeri merupakan salah satu variable yang semakin penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka berbagai negara di dunia semakin intens untuk menjalin kerjasama perdagangan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan Produk Domestik Bruto (PDB)."
320 JLN 31:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Saed Asj`ari
"Sektor Jasa Perbankan yang dianggap sebagai nyawa dalam menggerakkan perekonomian suatu negara, memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kegiatan produksi sektor, faktor produksi dan institusi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam pembentukan PDRB Propinsi DKI tiga sektor dominan memberikan kontribusinya yaitu pertama sektor perdagangan, hotel, dan restoran, kedua, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, di mana sektor jasa perbankan merupakan konstributc; terbesar dalam sektor ini, dan ketiga sektor industri pengolahan.
Besarnya kontribusi sektor jasa perbankan tersebut dapat dimaklumi selain karena peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara, di mana hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa perbankan juga karena propinsi DKI Jakarta berfungsi sebagai ibukota negara, pusat pemerintahan dan pusat ekonomi di Indonesia sehingga membuat perputaran keuangan berpusat di DKI Jakarta.
Sistem Neraca Sosial dan Ekonomi digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini untuk mengetahui besarnya peran dan jalur pengaruh sektor jasa perbankan tidak hanya pada faktor produksi, institusi tetapi juga terhadap kegiatan produksi dalam perekonomian DKI Jakarta.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan diketahui bahwa pada blok Faktor Produksi, jasa perbankan sangat mempengaruhi pertama pada faktor produksi Kapital, kedua dan ketiga adalah pada faktor produksi Tenaga Kerja Tata Usaha-Penjualan-Jasa penerima upah dan gaji, dan Tenaga Kerja Kepemimpinan-Ketatalaksanaan-Militer-Profesional-Teknisi penerima upah dan gaji. Pada blok Institusi, jasa perbankan sangat mempengaruhi pendapatan institusi Perusahaan serta institusi Rumah Tangga golongan X dan Rumah Tangga golongan IX. Sedangkan pada blok Kegiatan Produksi sektor yang dipengaruhi secara global (tiga terbesar) oleh jasa perbankan adalah, pertama sektor Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan; kedua, sektor Restoran; dan ketiga, sektor Jasa Komunikasi dan Penunjang Komunikasi.
Alur pengaruh sektor jasa perbankan pada blok Faktor Produksi yaitu secara langsung terhadap faktor produksi Kapital (Non tenaker), terhadap faktor produksi Tenaga Kerja Tata Usaha-Penjualan-Jasa penerima upah dan gaji dan terhadap faktor produksi Tenaga Kerja Kepemimpinan-Ketatalaksanaan-Militer-Profesional-Teknisi penerima upah dan gaji. Selain melaui jalur langsung, juga melalui 4 jalur tidak langsung yaitu melalui sektor Jasa Komunikasi dan Penunjang Komunikasi, melalui sektor Jasa Asuransi, melalui sektor Jasa Lembaga Keuangan bukan Bank dan melalui sektor Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan.
Sedangkan pada blok Institusi alur pengaruh sektor jasa perbankan adalah secara tidak langsung yaitu terhadap institusi Perusahaan, Rumah Tangga golongan X dan Rumah Tangga go!ongan IX, melalui faktor produksi Kapital (Non tenaker), faktor produksi Tenaga Kerja Tata Usaha-Penjualan-Jasa penerima upah dan gaji dan melalui faktor produksi Tenaga Kerja Kepemimpinan-Ketatalaksanaan-Militer-Profesional-Teknisi penerima upah dan gaji, kecuali terhadap institusi Perusahaan hanya terdapat satu jalur yaitu melalui faktor produksi Kapital.
Alur pengaruh sektor jasa perbankan pada blok Kegiatan Produksi yaitu secara langsung terhadap sektor Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan, dan pengaruh secara tidak langsung yaitu melalui sektor Jasa Komunikasi dan Penunjang Komunikasi, melalui sektor Jasa Asuransi dan meiaiui sektor jasa Lembaga Keuangan bukan Bank. Sedangkan pengaruh terhadap sektor Jasa Komunikasi dan Penunjang Komunikasi, selain melalui jalur langsung, juga berpengaruh secara tidak langsung yaitu melalui sektor Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan, dan pengaruh terhadap sektor Restoran hanya melalui jalur langsung.
Melihat adanya keterkaitan dan pengaruh yang cukup signifikan maka kiranya formulasi dan penerapan kebijakan pada sektor jasa perbankan tidak hanya memperhatikan pengaruh terhadap sektor jasa perbankan itu sendiri tetapi perlu mencemati ketekaitan dan pengaruhnya terhadap sektor-sektor lain, khususnya pada sektor yang mempunyai besaran penganda neraca atau pengganda global besar baik pada blok Faktor Produksi, blok Institusi maupun blok Kegiatan Produksi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Suratman
"Pemerintah daerah Kalimantan Barat telah membuat rencana kebijakan untuk membangun wilayah perbatasan. Rencana tersebut terfokus pada tiga hal: (1) kapasitas pembangunan wilayah perbatasan; (2) pembangunan ekonomi perbatasan; dan (3) pembangunan sosial budaya wilayah perbatasan. Studi ini bermaksud menganalisa dampak dari kebijakan pembangunan wilayah perbatasan terhadap kinerja perekonomian Kalimantan Barat dengan didasarkan atas hasil simulasi kebijakan yang menggunakan matriks Sistem Neraca Sosial Ekonomi Kalimantan Barat pada tahun 2000. Sebagai perbandingan, studi ini juga bermaksud menganalisa kinerja perekonomian Kalimantan Barat dengan skenario tanpa intervensi kebijakan di wilayah perbatasan. Temuan simulasi kebijakan ini menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan dan wilayah perbatasan dapat meningkatkan kinerja perekonomian dari Kalimantan Barat. Dengan menerapkan kebijakan ekonomi wilayah perbatasan akan memberi dampak yang signfikan bagi pertumbuhan ekonomi, pendapatan rumah tangga dan pendapatan dan sektor produksi."
2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Pradaning Ratri
"Penelitian ini dilatarbelakangi salah satu pilar utama dalam pembangunan daerah, yaitu bahan bakar minyak. Tingginya tingkat konsumsi bahan bakar minyak namun produksi bahan bakar minyak mengalami penurunan. Pemberian subsidi bahan bakar minyak juga tidak dapat menekan tingkat konsumsi bahan bakar minyak mengakibatkan anggaran pendapatan belanja negara mengalami defisit. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang penurunan subsidi bahan bakar minyak. Di samping memberikan dampak pada perekonomian nasional juga berdampak pada perekonomian wilayah di Indonesia yang salah satunya adalah DKI Jakarta.
Tujuan studi ini adalah menganalisa subsidi bahan bakar minyak terhadap perekonomian DKI Jakarta dengan menggunakan sistem neraca sosial ekonomi. Studi ini membahas pengaruh bahan bakar minyak terhadap sektor-sektor ekonomi di DKI Jakarta, serta dampak kebijakan pemerintah tentang penurunan subsidi bahan bakar minyak pada perekonomian serta distribusi pendapatan di DKI Jakarta. Dengan pembahasan tersebut akan memberikan gambaran sektor-sektor ekonomi yang mana terkena dampak paling kuat dari kebijakan penurunan subsidi bahan bakar minyak.
Berdasarkan basil analisa, dapat dikemukan bahwa bahan bakar minyak mempunyai pengaruh sangat kuat terhadap sektor-sektor ekonomi terutama sektor jasa dan perdagangan. Alur pengaruh rumah tangga golongan VII sampai X yang telah diketahui digunakan sebagai dasar penentuan dampak kebijakan pemerintah tentang penurunan subsidi bahan bakar minyak terhadap perekonomian. Kebijakan pemerintah tentang penurunan subsidi bahan bakar minyak secara bertahap disertai dengan pemberian dana kompensasi sangat balk untuk perekonomian DKI Jakarta. Kebijakan pemerintah tersebut berdampak pada kemerataan distribusi pendapatan tenaga kerja serta kemerataan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi.
Kelemahan dan catatan tentang studi ini dapat dijadikan bahan pemikiran studi sejenis di masa depan, yaitu: (1) model ini berasumsi bahwa harga tetap, sedangkan subsidi bahan bakar minyak yang diterapkan di Indonesia dikenakan pada harga. (2) model ini memiliki jumlah sektor yang sedikit sehingga belum dapat mengetahui secara lebih terperinci sektor mana mempunyai dampak paling kuat terhadap kebijakan pemerintah. (3) model ini berasumsi bahwa tidak ada pengaruh perekonomian lain terhadap perekonomian DKI Jakarta, yang selayaknya analisa terhadap suatu wilayah juga memperhatikan aspek keterkaitan antar daerah. (4) model ini dapat memberikan pemahaman tentang dampak kebijakan pemerintah terhadap perekonomian serta distribusi pendapatan pada satu wilayah.

Background of this thesis on the main point of development region is petroleum. The level of consume petroleum is the highest on contrary the produce is become more lowly. The giving of subsidy petroleum never stop to consume petroleum, contrary government budget become deficit. The government takes out policy of subsidy petroleum. That policy makes a changing in economic of nation or region especially DKl Jakarta.
The objective of this study is examining petroleum subsidy against economic of DKI Jakarta with social accounting matrix. This study also examine the effect of petroleum on economic sector on DKI Jakarta, and the effect regulation of government about lowering petroleum subsidy in economic and income distribution in DKI Jakarta. It will give the descriptive the strongest economic sectors that affect that regulation.
The resulting of this study, it can see that petroleum has strong impact with economic sector especially service and trade sector. Structural path analysis of household in types VII until X that use for basic of the impact government regulation in economical. Government regulation that lowering subsidy petroleum with gradually and giving fund compensation. It should good impact of economic in DKI Jakarta. It affects even income distribution of labor and evenness of growth distribution on economic sector.
The weakness and note of this study are (1) the assume of this model is fixed price, the contrary subsidy of petroleum give on price in Indonesia; (2) The model have little sector, it never knew which sector have strong impact of government regulation; (3) the assume of this model is no effect on the other region in economic DKI Jakarta; (4) the model can give understanding of the impact government regulation in economic sector and income distribution.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faried Budi Wibowo
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh subsidi kesehatan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui peran sektor kesehatan dalam perekonomian nasional serta pengaruhnya terhadap sektor lainnya tenaga kerja dan rumah tangga. Analisis menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) melalui pengembangan sektor kesehatan: industri obat- obatan, rumah sakit pemerintah, Puskesmas, rumah sakit swasta, imunisasi dan pengeluaran kesehatan lainnya. Simulasi kebijakan subsidi kesehatan dilanjutkan untuk menganalisis distribusi pendapatan menggunakan data SNSE dan SUSENAS selanjutnya dilakukan Structural Path Analysis.
Hasil analisis menunjukkan kecilnya peranan sektor kesehatan terhadap pembentukan PDB dan hasil simulasi subsidi kesehatan belum mampu mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan golongan rumah tangga miskin dengan golongan rumah tangga kaya meskipun telah mengunakan standar Bank Dunia. Pengaruh langsung terbesar dari subsidi kesehatan akan diterima oleh golongan rumah tangga paling kaya. Hal ini terjadi karena karakteristik pengeluaran kesehatan rumah tangga pada data SUSENAS. Namun dengan memperhitungkan pengaruh tidak langsung dari subsidi kesehatan tersebut dampak subsidi akan lebih besar diterima oleh tenaga kerja berdasarkan klasifikasi (produksi, operator, dll penerima upah gaji) dan tenaga kerja (tata usaha jasa, penjualan, dll penerima upah gaji) dibandingkan tenaga kerja lainnya. Kemudian dampak tidak langsung pada sektor produksi yang terbesar adalah industri (makanan, minuman dan tembakau) serta perdagangan (besar dan eceran).

This research aimed to analyse the impact of health subsidy on household income distribution. The analyses also include health sector contribution to domestic economy and its relation to other sectors, iabours and households. Further analysis uses Social Accounting Matrix model through the development on health sectors industry: such as Drug Industry, Government Hospital, Puskesmas, Private Hospital, Immunization and Other Health Expenditure. Than some simulations policy are applied to analyse their impact on income distribution by using SAM and SUSENAS data, and followed by Structural Path Analysis.
The results show that health sectors have a small contribution to the GDP. The simulations result shows that health subsidy might not be able to reduce gap among poor and rich household income distribution. The highest direct impact of health subsidy will be received by upper level of household even using World Bank Standard. This happens because the linear proportion characteristic of household health consumption on SUSENAS Data. Nevertheiess with indirect impact calculation from health subsidy, the highest impact will be received more by labour with classifications (production, operator, etc recipient wage salary) than others. In production sector, the highest impact will be received by (food, beverages and tobacco) Industries and (whole sale and retail) trading.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26474
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Gumilar
"

COVID-19 merupakan pandemi global pertama bagi Indonesia yang tidak hanya memicu krisis kesehatan, namun juga menekan perekonomian. Mengingat durasi pandemi COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian belum dapat ditentukan, artikel ini akan mensimulasikan dampak ekonomi pandemi terhadap perekonomian Indonesia, khususnya pengaruhnya di tingkat rumah tangga. Untuk mensimulasikan dampak pandemi, artikel ini akan menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), mempergunakan metode Pengganda Harga Tetap Terbatas (CFPM) untuk mensimulasikan dampak pandemi di tingkat makroekonomi, kemudian membawa hasilnya ke simulasi mikro untuk mendapatkan gambaran yang lebih jauh di tingkat rumah tangga. Dampak dari pandemi akan disimulasikan dalam tiga scenario berdasarkan waktu, dengan dua tingkat keseriusan sub skenario untuk tiap skenario, guna memperhatikan dampak pandemi pada ekonomi dan kemakmuran rumah tangga. Pandemi akan disimulasikan masuk ke perekonomian melalui dua jalur, komoditas dan produktivitas, dan kebijakan pemerintah untuk memerangi pandemi akan disimulasikan pada dua skenario terakhir. Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilaksanakan, pandemi secara umum berdampak negatif bagi perekonomian dan mengurangi pendapatan rumah tangga, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah yang tinggal di perkotaan. Berikutnya, stimulus pemerintah menjadi penyelamat dengan memicu perekonomian dan mengurangi dampaknya perekonomian, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah. Lebih jauh lagi, hasil simulasi mikro menunjukkan bahwa pandemi mengurangi ketimpangan pendapatan namun meningkatkan kemiskinan disaat yang bersamaan, bergantung pada durasi dan tingkat keseriusan dari pandemi.

 


COVID-19 is the first global pandemic for Indonesia that not only triggers a health crisis but also suppresses its economics. Due to the pandemic uncertain duration and immeasurable economic losses, this paper attempts to simulate the short run pandemic economic impact on Indonesia, particularly at the household level. In simulating the pandemic damage, this paper will employ Social Accounting Matrix (SAM) using Constrained Fixed Price Multiplier (CFPM) method to channel the pandemic impact and bring the result to the household microsimulation. There are three time-based scenarios will be simulated, two severity level sub scenarios for each scenario will study the effects to the economics and households welfare. The pandemic will be simulated entering the economy through two channels, commodity and productivity, and the government policies to provide the cushion to the economic will be simulated in the last two scenarios. Based on the simulations, the pandemic slams economics and reduces households income, especially bottom income households in urban areas. At that point, the government economic stimulus become a saviour by encouraging the economics and reducing the pandemic impact. Furthermore, the household simulations show that the pandemic decreases income inequality yet increases poverty simultaneously, follows the duration and the severity of pandemic.

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>