Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118551 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diny Eva Ariyani
"Lingkar lengan atas (LiLA) telah digunakan sebagai indikator proksi terhadap risiko kekurangan energi kronis (KEK) untuk ibu hamil di Indonesia karena tidak terdapat data berat badan prahamil pada sebagian besar ibu hamil. Selama ini, ambang batas LiLA yang digunakan adalah 23,5 cm. Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas LiLA terhadap indeks massa tubuh (IMT) yang merupakan indikator yang lebih baik untuk mengetahui status gizi wanita dewasa. Penelitian ini menggunakan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 pada perempuan dewasa usia 20 ? 45 tahun di seluruh Indonesia. Hasil penelitian ini ialah ambang batas LiLA yang paling optimal untuk mendeteksi risiko KEK di Indonesia berada pada titik 24,95 cm (Se = 85%; Sp = 75%). Terdapat perbedaan ambang batas antarprovinsi tetapi tidak lebih dari 2 cm, terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (23,95 cm) dan tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo (25,95 cm). LiLA mempunyai korelasi yang kuat (r = 0,67; nilai p < 0,000) dengan IMT. Direkomendasikan untuk menggunakan ambang batas LiLA 24,95 cm untuk mendeteksi risiko KEK wanita usia 20 ? 45 tahun, sementara 23,5 cm untuk outcome kehamilan, yaitu morbiditas dan mortalitas bayi.

Mid-upper arm circumference has been used in Indonesia as an proxy indicator of chronic energy malnutrition risk for pregnant women because there isn?t any data of prepregnancy weight in most of pregnant women. The boundary used was 23,5 cm. The objective of the study is to validate the current boundary related to body mass index (BMI) indicator, which is believed as a better indicator in identifying women nutritional status. The study is using Riset Kesehatan Dasar 2007 data on Indonesian adult women aged 20 ? 45 years old. The study found the boundary is 24,95 cm for detecting chronic energy malnutrition risk among adult women (Se = 85%; Sp = 75%). There are differences among provinces but not more than 2 cm, the lowest is in Nusa Tenggara Timur (23,95 cm) and the highest is in North Sulawesi and Gorontalo (25,95 cm). Mid upper arm circumference has a strong relation to BMI (r = 0,67; p value < 0,000). It is recommended to use mid-upper arm circumference boundary 24,95 cm to detect chronic energy malnutrition on 20 - 45 years old women and 23,5 cm to pregnancy outcome, baby morbidity, and mortality."
Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmainah Nurmainah
"Usia remaja merupakan salah satu kelompok umur rentan terhadap
masalah gizi sebagai akibat riwayat lahir dan status gizi buruk sebelumnya
yang konsekuensinya buruk dalam daur hidup berikutnya. Penelitian ini
menggunakan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) dengan desain stu-
di longitudinal, bertujuan memperoleh model prediksi IMT remaja berdasar-
kan riwayat lahir dan status gizi anak. Sampel berjumlah 837 balita dipilih
secara multistage random sampling. Riwayat lahir diukur dari berat lahir dan
umur kehamilan. Pengukuran status gizi dilakukan mulai balita sampai re-
maja (15 _ 19 tahun). Analisis menggunakan regresi logistik multinomial.
Rata-rata berat lahir bayi perempuan 147 gram lebih rendah dibandingkan
bayi laki-laki. Terdapat 7,4% berat bayi lahir rendah, dengan prevalensi ter-
tinggi pada perempuan (9,3%). Terdapat masalah gizi ganda pada balita
yaitu 47% stunting, 29,7% underweight, 10% wasting, dan 13,9%
gemuk/obesitas. Sebesar 51,7% balita mengalami gangguan pertumbuhan
dengan stunting sebagai kontribusi terbesar. Risiko remaja gemuk/obesitas
diprediksi dari kelahiran prematur, stunting usia 8 _ 12 tahun, dan
gemuk/obesitas usia 8 _ 12 tahun. Risiko remaja kurus diprediksi dari IMT
kurus saat berusia 5 _ 9 tahun dan usia 8 _ 12 tahun. Perlu intervensi yang
diprioritaskan pada remaja perempuan untuk mencegah kelahiran prematur
dan fetal programming, serta evaluasi program Pemberian Makan
Tambahan (PMT) pada balita yang lebih memfokuskan pada penambahan
berat badan tanpa mempertimbangkan tinggi badan.
Adolescents is one of the age groups vulnerable to nutritional problems as
a result of poor birth history and nutritional status, and then have bad con-
sequences the next life cycle. Research using data Indonesia Family Life
Survey (IFLS) with longitudinal study designs to predict adolescent body
mass index based on the history of birth and child nutritional status. Sample
Model Prediksi Indeks Massa Tubuh Remaja
Berdasarkan Riwayat Lahir dan Status Gizi Anak
Prediction Model for Adolescent Body Mass Index Based on the Birth
History and Children Nutrition Status
Demsa Simbolon
consisted of 837 children selected by multistage random sampling. History
of birth measured from birth weight and gestational age. Measurement of
nutritional status was conducted from under five years children to adoles-
cence (15 _ 19 years). Analysis using multinomial logistic regression.
Average birth weight women 147 grams lower than men. There is a 7.4%
LBW, with the highest prevalence in women (9.3%). There are multiple nu-
tritional problems are 47 % stunting, 29.7% underweight, 10% wasting, and
13.9% overweight/obesity. 51.7% of children under five years of growth fal-
tering, stunting as the highest contribution. The risk of overweight/obesity
adolescent can be predicted from the premature birth, stunted aged 8 _ 12
years, and overweight/obese aged 8 _ 12 years. Risk of underweight ado-
lescents predicted from underweight aged 5 _ 9 years and 8 _ 12 years. It
should be prioritized intervention in young women to prevent preterm birth,
as well as the evaluation of the supplementary feeding programs are more
focused on weight gain without considering the height."
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Diny Eva Ariyani
"Skripsi ini membahas validitas Lingkar Lengan Atas (LiLA) yang berkorelasi terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) (standar emas) dalam mendeteksi risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada wanita usia 20-45 tahun di seluruh Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan data sekunder umur, berat badan, tinggi badan, dan LiLA dari Riskesdas 2007. Hasil penelitian ini ialah cut-off point LiLA yang paling optimal untuk mendeteksi risiko KEK di Indonesia berada pada titik 24,95 cm (Se=85%; Sp=75%). Sedangkan, cut-off point LiLA 23,5 cm (Se=63%, Sp=92%). Provinsi yang memiliki cut-off point LiLA optimal yang lebih rendah dari hasil analisis untuk nasional ialah Provinsi Nusa Tenggara Timur (23,95 cm) dan Papua (24,05 cm), kemudian Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo memiliki cut-off point LiLA optimal di atas hasil nasional (25,95 cm). LiLA dan IMT memiliki korelasi yang kuat (r=0,67; P<0,000). Penelitian ini juga menghasilkan kontribusi LiLA terhadap IMT untuk mengetahui status gizi pra-hamil ibu terkait KEK. Persamaan garis prediksi IMT berdasarkan LiLA, dikontrol tinggi badan dan umur, ialah IMT=14,946 + 0,815*LiLA + 0,04*U - 0,097*TB, standar error 2,6357 dan koefisien determinasi 0,505. Direkomendasikan untuk membedakan cut-off LiLA 24,95 cm untuk mendeteksi risiko KEK wanita usia 20-45 tahun dan 23,5 cm untuk outcomes ibu.

This thesis discusses the validity of Mid Upper Arm Circumference (MUAC) correlated to Body Mass Index (BMI) (gold standard) to detect risk of CED of Indonesian women 20-45 years old in Indonesia. This study is a quantitative research with cross sectional design using secondary data age, weight, height, and MUAC from Riskesdas 2007. Results of this research are cut-off point optimal MUAC to detect women the risk of CED in Indonesia is 24,95 cm (Se=85%, Sp=75%). Whereas, cut-off point 23,5 cm (Se=63%, Sp=92%). Provinces with smaller cut-off point than result for nation are Province Nusa Tenggara Timur (23,95 cm) and Papua (24,05 cm), then higher cut-off point in Province Sulawesi Utara and Gorontalo (25,95 cm). MUAC and BMI have a strong correlation (r=0,67; P<0,000). This research also result contribution MUAC to BMI to detect pre-pregnant nutritional statues about CED. BMI prediction equation based on MUAC, controlled by height and age, is BMI=14,946+0,815*MUAC+0,04*Age-0, 097*Height (SE=2,6357) and coefficient determination is 0,505. Recommended to differentiating cut-off MUAC 24,95 cm to detect risk of CED for women 20-45 years old and 23,5 cm for maternal outcomes."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S1883
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Nyoman Supariasa
Jakarta: EGC, 2001
612.3 Sup p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurani Rahmadini
"Upaya menurunkan prevalensi kurang gizi pemerintah membuat program Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Cakupan Kadarzi Kota Depok tahun 2011 rendah (12,7%) dan prevalensi gizi kurang, pendek, kurus berturut-turut 7,89%, 7%, 4,75%. Penelitian bertujuan mengetahui faktor dominan terhadap status gizi balita 6 59 bulan berdasarkan Composite Index of Anthropometric Failure (CIAF). Penelitian menggunakan data sekunder hasil survei Kadarzi 2011. Survei dilakukan di sebelas kecamatan Kota Depok menggunakan desain cross sectional. Sampel sebanyak 1.176 keluarga yang memiliki balita termuda umur 6 59 bulan. Variabel yang diteliti adalah status gizi balita, perilaku Kadarzi, status Kadarzi, karakteristik balita, dan karakteristik keluarga. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi balita gagal tumbuh 31%. Terdapat dua variabel yang memberikan pengaruh status gizi balita secara bersama-sama yaitu penimbangan balita (nilai p = 0,003) dan pendidikan ibu (nilai p = 0,034). Uji regresi logistik ganda menunjukkan penimbangan balita sebagai faktor dominan terhadap status gizi balita. Balita yang ditimbang tidak teratur berisiko 1,5 kali mengalami gagal tumbuh dibandingkan yang ditimbang teratur. Indeks CIAF berguna untuk mengetahui prevalensi gizi kurang secara keseluruhan dan penanggulang-annya. Diperlukan penyuluhan dan promosi yang lebih aktif kepada masyarakat mengenai pentingnya pemantauan pertumbuhan balita melalui posyandu dan melakukan pembinaan kader posyandu dalam pemantauan status pertumbuhan anak sebagai deteksi dini adanya gangguan pertumbuhan.

Effort to reduce malnutrition governments make Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Kadarzi in Depok 2011 still low (12,7%) and the prevalence of underweight, stunting, wasting are respectively 7,89%, 7%, 4,75%. This study aimed to determine the dominant factor for nutritional status of children based on Composite Index of Anthropometric Failure (CIAF). Status Gizi Balita Berdasarkan Composite Index of Anthropometric Failure Children Nutritional Status Based on Composite Index of Anthropometric Failure Nurani Rahmadini, Trini Sudiarti, Diah Mulyawati Utari Research using secondary data survey Kadarzi 2011. The survey was conducted using a cross sectional study in 11 districts. Samples of 1,176 families who have children youngest aged 6 59 months. The variables studied were the nutritional status, Kadarzi behaviors, Kadarzi status, children characteristics, and family characteristics. Results showed prevalence of growth faltering (31%). There are two variables that influence nutritional status, child?s weighing (p value = 0,003) and mother?s education (p value = 0,034). Multiple logistic regression analysis show child?s weighing as a dominant factor to the nutritional status of children. Children who are weighed not regularly are more risky 1,5 to get growth faltering then children who are weighed regularly. CIAF is useful to determine prevalence of undernutrition clearly and its solution. Counseling and promotion about child?s growth monitoring are required as early detection of growth faltering."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Gotama
"Malnutrisi adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia. Ini juga merupakan masalah yang sangat umum di banyak negara berkembang, seperti Indonesia, India dan Vietnam. Salah satu penyebab paling umum adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya memberikan asupan gizi yang memadai untuk bayi. 1.000 hari pertama kehidupan merupakan periode penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sehingga asupan gizi yang cukup besar dan baik diperlukan untuk diberikan selama periode ini. Jika tidak, risiko mengembangkan penyakit di masa depan bayi akan meningkat. Prevalensi gizi buruk pada bayi di Indonesia masih tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, sumber terlebih dahulu harus diidentifikasi secara. Salah satu cara penyelidikan adalah dengan mengamati korelasi antara asupan gizi bayi dan indikator status gizi mereka. Penelitian ini hanya berfokus pada asupan makronutrien, yang merupakan asupan energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak dan asupan protein. Jika status gizi bayi secara signifikan dan berkorelasi positif dengan energi atau asupan protein, beberapa upaya untuk meningkatkan kebiasaan makan mengenai karbohidrat dan lemak intake atau asupan protein harus diambil ke dalam tindakan. Oleh karena itu, status gizi bayi yang buruk bisa diperbaiki. Dalam penelitian ini, usia subyek berkisar 6-8 bulan dan ada bayi laki-laki yang berpartisipasi lebih bila dibandingkan dengan bayi perempuan (n = 56). Ia mengamati bahwa di daerah kumuh perkotaan dari Kampung Melayu, energi dan protein rata-rata asupan bayi konsisten dengan RDA Indonesia 2004 (834,28 ± 195,54 kkal dan 17,6175 ± 7,98 gram, masing-masing). Namun, sebenarnya ada 48,21% dari total subyek yang menerima asupan energi yang lebih rendah dari asupan yang direkomendasikan dan 44.46% yang menerima asupan protein yang lebih rendah. Bayi di daerah ini juga menderita status gizi normal, dengan 5,5% menderita pengerdilan, 3,6% menderita membuang-buang dan 9,1% menderita gizi. Penelitian ini tidak menemukan hubungan yang signifikan antara asupan protein dan indikator status gizi bayi (uji Spearman, p> 0,05). Hal ini dapat dijelaskan oleh efek lambat dari protein pada perkembangan bayi. Efek dapat dilihat pada bayi berusia lebih dari 8 bulan. Namun, ada hubungan yang signifikan antara asupan energi dan indikator status gizi bayi di Kampung Melayu (uji Spearman, p <0,05), dengan korelasi kuat ditemukan antara asupan energi dan tinggi badan bayi (uji Spearman, r = -0.38) . Meskipun korelasi yang signifikan antara asupan energi dan berat badan atau tinggi badan, penelitian ini menemukan bahwa variabel-variabel ini (tinggi badan dan berat badan) yang berkorelasi terbalik dengan asupan energi dari bayi, konsisten dengan teori korelasi positif antara asupan energi dan status gizi indikator. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya asupan energi yang berasal dari ASI atau susu payudara, karena bayi dengan rentang usia mungkin telah menerima energi terutama dari ASI. Mengumpulkan data asupan ASI bayi akan sangat membantu dalam menentukan status asupan energi bayi.

Malnutrition is a leading cause of death worldwide. It is also a very common problem in many developing countries, such as Indonesia, India and Vietnam. One of the most common causes is lack of awareness of the importance of providing adequate nutritional intake to infants. The first 1,000 days of life is a crucial period for growth and development so that substantial and good nutritional intake is necessary to be given during this period. Otherwise, the risk of developing diseases in the future of the infants will increase. The prevalence of malnutrition among infants in Indonesia is still high. In order to overcome this problem, the source should be firstly identified. One way of the investigation is by observing the correlation between nutritional intakes of the infants and their nutritional status indicators. The present study focuses only on macronutrient intakes, which are energy intakes that come from carbohydrates and fats and protein intakes. If nutritional status of infants is significantly and positively correlated with energy or protein intake, some efforts to improve eating habits regarding the carbohydrate and fat intakes or protein intake should be taken into action. Therefore, poor infant nutritional status can be fixed. In the present study, the age of the subjects range from 6 to 8 months and there are more male infants that participated when compared to female infants (n=56). It was observed that in urban slums of Kampung Melayu, the average energy and protein intakes of the infants is consistent with Indonesian RDA 2004 (834.28 ± 195.54 kcal and 17.6175 ± 7.98 grams, respectively). However, there were actually 48.21% of total subjects who received energy intake lower than the recommended intake and 44.46% who received lower protein intake. The infants in this area also suffered from abnormal nutritional status, with 5.5% suffering from stunting, 3.6% suffering from wasting and 9.1% suffering from undernutrition. The present study did not find any significant correlation between protein intake and infant nutritional status indicators (Spearman test; p > 0.05). This can be explained by the slow effect of proteins on the development of the infants. The effects might be seen in infants older than 8 months. However, there is a significant correlation between energy intake and infant nutritional status indicators in Kampung Melayu (Spearman test; p < 0.05), with the strongest correlation found between energy intake and body height of the infants (Spearman test; r = -0.38). Even though significant correlations between energy intake and body weight or body height, the present study found that these variables (body height and weight) are inversely correlated with energy intake of the infants, inconsistent with the theory of positive correlation between energy intake and nutritional status indicators. This might be due to lack of energy intake deriving from ASI or breast milk, since infants with this range of age might have received energy mainly from breast milk. Collecting data of breast milk intake of infants will be helpful in determining energy intake status of infants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Asupan nutrisi dan energi, status nutrisi, serta aktivitas harian berpengaruh
pada kejadian mengantuk yang berpengaruh negatif pada konsentrasi dan
produktivitas belajar pada mahasiswa. Kejadian mengantuk berhubungan
dengan penurunan kemampuan kognitif yang disebabkan oleh defisiensi
zat besi. Seseorang yang mengantuk akan mengalami penurunan aktivitas
fisik yang menyebabkan kelebihan berat badan sehingga berisiko lebih ting-
gi untuk terkena penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular dan
diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor dominan
yang berpengaruh pada kejadian mengantuk di kalangan mahasiswa.
Penelitian dengan desain studi cross sectional ini dilakukan terhadap sam-
pel 139 mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Proporsi mahasiswa yang hampir mengantuk sekitar 28,80%. Terdapat
hubungan yang signifikan antara durasi tidur dan masalah kantuk (nilai p =
0,048). Mahasiswa dengan durasi tidur < 8 jam per hari mengalami kejadi-
an mengantuk 0,50 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan durasi
tidur ≥ 8 jam per hari. Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian
mengantuk adalah durasi tidur setelah dikontrol dengan asupan protein dan
lemak, aktivitas fisik, dan paparan media. Mahasiswa yang sering
mengantuk memperlihatkan asupan zat besi rendah sehingga disarankan
untuk meningkatkan asupan zat besi yang berasal dari sumber makanan
yang mengandung heme.
pact for sleepiness problem. Sleepiness related to the decreasing of cogni-
tive ability that caused by iron deficiency. A person who feels sleepy will
have a lack of physical activities that lead to overweight and therefore has
a higher risk to suffer degenerative diseases such as cardiovascular and di-
abetes mellitus. This study aimed to analyze dominant factor that can give
influence to sleepiness problem among students. The cross sectional re-
search used 139 students of Faculty of Public Health University of
Indonesia. The percentage of students who is almost sleepy was 28,80%.
This research showed the association between sleep duration and somno-
lence problem is significant (p value = 0,048). Students with sleep duration
< 8 hours a day could be 0,50 times more sleepy than students with sleep
duration ≥ 8 hours a day. The dominant factor is sleep duration after con-
trolled by protein and fat intake, physical activity, and media exposure.
Students that frequently feels sleepy indicated low iron intake so that sug-
gested to increase the iron intake through consuming heme contained food."
Jakarta: Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Septyana Choirunisa
"Pendanaan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam
memengaruhi derajat kesehatan, termasuk salah satu masalah gizi pada
balita yang disebut gizi buruk. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan pendapatan daerah dan pembiayaan kesehatan serta ko-
relasinya dengan gizi buruk pada balita di tingkat kabupaten/kota di
Indonesia tahun 2007. Penelitian ini merupakan studi ekologi/korelasi. Data
pendapatan daerah dan pembiayaan kesehatan didapat dari Kementerian
Keuangan, sedangkan data gizi buruk menggunakan data Riset Kesehatan
Nasional tahun 2007. Sebanyak 250 kabupaten/kota yang diteliti dengan
tidak mengikutsertakan kabupaten/kota yang datanya tidak lengkap atau
tidak valid. Secara nasional, hanya persentase pendapatan asli daerah
(PAD) per total pendapatan yang berkorelasi dengan gizi buruk, meskipun
korelasinya lemah (r = 0,22). Berdasarkan kawasan di Indonesia, Kawasan
Indonesia Barat dan Kawasan Indonesia Timur menunjukkan persentase
PAD per total pendapatan berkorelasi lemah dengan gizi buruk (r = 0,20 dan
r = 0,53). Terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi persentase pen-
dapatan daerah dan pembiayaan kesehatan, semakin rendah persentase
gizi buruknya. Korelasi antara pendapatan daerah, pembiayaan kesehatan
dan masalah status gizi tidak dapat diabaikan. Data yang lebih lengkap dan
valid diperlukan untuk dikembangkan penelitian selanjutnya.
Health financing is one of the factors which contribute important role in in-
fluencing health status, including nutritional problem among children under
five, called severely wasted. Therefore, the aim of this study was to describe
districts income and health financing and examine it correlations with the
prevalence of severely wasted among children under 5 years at regen-
cies/municipalities level in Indonesia in 2007. This research was an eco-
logical study. Data on revenue and health financing were obtained from
Ministry of Finance, and severely wasted data were obtained from the
Indonesian Basic Health Research (Riskesdas) 2007. There are 250 re-
gencies/municipalities were being objects of this research, while the others
were excluded due to incomplete/missing or invalid data. Result shows na-
tionally, only the percentage of local revenue by total district income had cor-
relation with severely wasted, although it is weak (r = 0,22). By regions, in
the Western Region Indonesia and the Eastern Region Indonesia, those
variable had weak correlation with severely wasted (r = 0,20 and r = 0,53).
The graphics trend shows higher percentage of local revenue and health fi-
nancing, related to lower number of the prevalence of severely wasted. The
correlation between district income and health financing for poor nutritional
status cannot be ruled out. More valid and complete data on district income
and health financing is needed for further research."
Universitas Indonesia, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erma Sophia Wulandari
"Skripsi ini mengenai hubungan antara jenis kelamin, pola konsumsi makanan, aktivitas fisik, karakteristik keluarga dengan status gizi pada siswa kelas 4 Dan 5 di SD Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi status gizi, jenis kelamin, pola konsumsi makanan, aktivitas fisik, karakteristik keluarga dan hubungannya dengan status gizi di SD Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung tahun 2011. Penelitian ini menggunakan desain studi crossectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan April 2011. Sampel penelitian yaitu siswa kelas 4 dan 5 SD. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gizi lebih/obes sebesar 47,5%. Variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan status gizi adalah jenis kelamin dan konsumsi fast food. Peneliti menyarankan agar sekolah memberikan penyuluhan bagi siswa dan orangtua tentang pola konsumsi makanan yang sehat, orangtua harus bisa menjadi penutan bagi anak dengan memberi contoh kebiasaan-kebiasaan baik terutama dalam pemilihan jenis makanan.

This research is about the relationship between sex, pattern of food consumption, physical activity, family characteristics with nutritional status on students at grades 4 and 5 at SD Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung in 2011. This study aims to determine the prevalence of nutritional status, sex, pattern of food consumption, physical activity, family characteristics and their relation with nutrition status in SD Negeri 2 Rawa Laut in 2011. This study used cross sectional study design. Data were collected in April 2011. Samples of this research are 4-5 grades elementary school students. The analysis methods are univariate and bivariate analysis.
The results showed that the prevalence of overweight/obesity at 47,5%. Variables that have a significant relationship with nutritional status are sex and fast food consumption. The researcher suggests that school provide counseling for students and parents about pattern of healthy food consumption, and parents must be a role model for children by giving a good habits, especially to select foods."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardjo
Bogor Institut Pertanian Bogor 1988,
612.3 S 428 p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>