Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170344 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lilie Suratminto
"From 9th to 10th of October 1740 the riot occurred in Batavia, which was followed by a terrible massacre of the Chinese ethnic. More than 10.000 Chinese were killed. This was the black page of the East Indies Companies history in Batavia. This paper revealed the background of the actors who had played an important role in the tragedy in Batavia in 1740. They were two nobleses groups that influenced the policy of the Republic of the Netherlands, namely the Orangiƫn (the people who agreed Orange family as their leader and the head of state) or the Prinsgezinden and the Staatgezinden as the other group who was more liberal and against the Orange family. Actually this massacre could be prevented if among those persons in the government had worked together and helped each other in resolving problems."
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2004
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S5620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuning M. Irsyam
"PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perkembangan studi sejarah modern tentang Indonesia telah berkembang sedemikian pesatnya memasuki hampir semua aspek kehidupan bangsa Indonesia. Salah satu yang menjadi garapan dari studi sejarah Indonesia Modern adalah golongan etnis Cina sebagai golongan minoritas di Indonesia dalam pelbagai bentuk ragamnya. Sejak Victor Purcell membukukan hasil penelitiannya ?the Chinese in Southeast Asia" ternyata karya ini mampu mengilhami lahirnya karya-karya baru dalam studi Indonesia Modern. Studi tentang golongan etnis Cina ternyata telah menghasilkan sejumlah ilmuwan antara lain seperti Melly G. Tan, Leo Suryadinata, Liem Twan Djie dan Ong Eng Die.
Golongan etnis Cina seringkali diidentikkan sebagai golongan yang mempunyai peranan penting dalam dalam perekonomian Indonesia. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari adanya kenyataan bahwa mereka telah mulai merintis usaha-usaha di bidang perekonomian sejak dulu, dan keberhasilan mereka ditunjang oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari berbagai pihak, baik pihak mereka sendiri, pihak pemerintah Belanda maupun dari pihak pribumi.
Bila kita telusuri sejarah perkembangan mereka di bidang perekonomian, maka kita harus melihat kenyataan bahwa bangsa Cina telah mengadakan hubungan dengan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, termasuk bangsa Indonesia sejak jaman dinasti Han berkuasa di daratan Cina (206 SM - 221 M). Ada dugaan bahwa hubungan dagang tersebut pada awalnya dilakukan oleh para pedagang.
Beberapa bukti arkeologis antara lain menunjukkan adanya patung-patung batu yang ditemukan di Pasemah, Sumatera Selatan yangmirip dengan patung-patung batu yang terdapat pada kuburan Jenderal Huo K'lu - ping di Propinsi Shenshi, yang bertandakan tahun 117 SM. Di camping itu juga banyak diketemukan barang-barang keramik di Sumatera , Jawa dan Kalimantan yang bertandakan tahun 45 SM (Victor Purcell, 1951: II). Dugaan para ahli, masa tersebut merupakan masa awal hubungan Cina-Indonesia.
Hubungan berikutnya adalah datangnya seorang musafir Cina yang beragama budha ke Indonesia. Fa-Hsien datang ke Jawa pada tahun 413 Masehi. Dari catatan sejarah dinasti Sung (420 - 479 M) dan dinasti Liang (502 - 527 M) dapat diketahui bahwa ada utusan dari negara-negara di Asia Tenggara yang datang ke Cina. Selain utusan yang datang ke Cina, Cina sendiri pada jaman dinasti T'ang (618 - 907 M) pernah mengirim utusan ke Selatan untuk membuka hubungan dagang. Pada tahun 756 - 779 M, pernah datang tiga utusan dari Jawa ke Cina atau sebaliknya, maka hubungan dagang Utara - Selatan menjadi semakin lancar.
Pada jaman pemerintahan dinasti Qing (1644 - 1911) hubungan dagang dengan Barat dibuka. Pelabuhan utama mereka adalah Amoy, Kwangtung dan Fukien. Meskipun hubungan dagang dengan bangsa Barat telah dimulai sejak tahun 1644, namun baru pada tahun 1786 penduduk setempat menyadari bahwa yang banyak mendapatkan keuntungan adalah bangsa Barat. Hal ini mendorong mereka untuk mengadakan migrasi ke tanah jajahan Barat. Apalagi mereka mendengar bahwa di Semenanjung Malaya orang bisa mendapatkan mata pencaharian dengan upah yang lumayan.
Migrasi etnis Cina terjadi secara besar-besaran setelah terjadinya perang Candu (1839 - 1842), yang mengakibatkan dibukanya negara Cina oleh Inggris dan setelah terjadinya pemberontakan Tai Ping (1851 - 1865), yang mengakibatkan hancurnya perekonomian di Cina Selatan. Dengan hancurnya perekonomian di Cina Selatan maka banyak orang "terpaksa" meninggalkan kampung halamannya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
PERMASALAHAN
Penelitian ini mengkaji peranan golongan etnis Cina di sektor ekonomi pada masa kolonial. Secara khusus penelitian ini ingin mengungkapkan faktor-faktor apa yang menyebabkan golongan etnis Cina berperan di sektor ekonomi, bagaimana tingkah laku ekonomi golongan etnis Cina dan kendala-kendala yang dihadapi dalam memainkan peranannya itu.
Uraian berikut ini mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Uraian dan penjelasan berikut ini mencakup kedudukan golongan etnis Cina pada masa kolonial, dan pola tingkah laku ekonomi golongan etnis Cina. Pola tingkah laku tersebut dihubungkan dengan kegiatan perekonomian yang ada di Indonesia pada waktu itu. Dari uraian dan penjelasan yang ada diharapkan diperoleh suatu pemahaman mengenai peranan golongan etnis Cina di sektor ekonomi."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP 1996 94
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Onghokham
Depok: Komunitas Bambu, 2008
305.8 ONG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M.D. La Ode
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2012
324 LAO e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Rani Usman
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009
305.895 1 RAN e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul
"Kerusuhan-kerusuhan etnis yang meledak sejak awal era reformasi berakar dari kesenjangan sosial-ekonomi dan merupakan protes budaya yang memberikan petunjuk kuat bahwa tatanan sosial dalam kehidupan majemuk telah dilanggar dan dihancurkan. Kesenjangan ini merupakan usaha rekayasa class forming pemerintahan Orde Baru yang menempatkan kelompok etnis pendatang tertentu pada lapisan menengah dalam proses pembentukan piramida sosial masyarakat setempat. Kelompok menengah yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) ini telah memaksa etnis pribumi setempat untuk puas di papan bawah, walaupun mereka merasa telah diperas dan dipinggirkan. Potensi konflik antara kedua kelompok telah memanfaatkan label etnis dan agama untuk memperkuat solidaritas dan legitimasi perlawanan terhadap ketidakadilan yang dirasakan selama ini.
Gerakan reformasi telah memberikan momentum untuk membangkitkan perlawanan dengan menggunakan label etnis dan agama tersebut. Konflik terbuka seperti di Bagan Siapi-api dan daerah lainnya pada hakekatnya adalah proses budaya untuk mendapatkan keadilan.
Pertanyaan mendasar dalam menganalisa berbagai kerusuhan etnik diberbagai daerah di nusantara ini adalah "mengapa upaya-upaya pembauran belum juga mendatangkan hasil yang optimal ?". Sudah banyak pakar yang mencoba memberikan pandangan mengenai sebab-akibat alotnya proses pembauran etnik di berbagai daerah dan berakhir dengan pertikaian yang setiap pertikaian meninggalkan kesan traumatis yang dalam dari kedua belah pihak.
Warisan sejarah yang ditinggalkan Hindia Belanda, yang dikenal dengan politik "devide de impera", serta mengkategorikan penduduk nusantara kedalam tiga golongan ; orang Eropa (posisi sosial paling tinggi), Timur Asing (posisi sosial menengah) yang terdiri dari orang Cina, India dan Arab, sedangkan golongan pribumi menempati golongan paling bawah. Ketiga golongan ini hidup secara terpisah dalam kantong-kantong dan lingkungannya masing-masing.
Ketika terjadi perubahan sosial besar-besaran akibat bergulirnya era reformasi sekarang ini, berlangsung reaksi yang berbeda di kalangan golongan kedua diatas. Karena jumlah mereka relatif kecil, orang-orang keturunan India, Arab dan minoritas lainnya tidak mengalami goncangan yang berarti. Tetapi, bagi orang-orang keturunan Cina, reformasi merupakan perubahan sosial yang besar yang akibat-akibat psikologisnya menyimpan traumatis yang dalam. Kenyataan ini merupakan akibat status dan perlakuan yang istimewa, seperti diberinya hak memonopoli penjualan candu, sebagai perantara jual beli antara pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sedangkan pemerintahan berikutnya dimana etnis Cina diberi kemudahan dengan model hubungan ekonomi politik cukong di zaman Orde Baru. Sebagai akibatnya terjadilah kesenjangan ekonomi yang begitu hebat antara pribumi dan non-pribumi, sehingga berakibat kecemburuan sosial dan berakhir dengan konflik. Belum optimalnya proses pembauran sekarang ini disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor historis, kultural, politis dan upaya penyeiesaiannya hendaklah dengan memahami secara mendasar tatanan sosial kemasyarakatan yang ada serta menggunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda dan dilakukan kajian secara berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Yang S.C.
"Perlakuan yang tidak adil oleh pemerintah Belanda dalam bidang pendidikan bagi masyarakat Cina di Batavia menye_babkan mereka berusaha untuk mendidikan sekolah khusus bagi mereka sendiri. Hal ini ditunjang pula dengan ide nasionalisme yang dibawa dari Cina. Menyebarnya nasionalisme tersebut menimbulkan ketakutan di hati pemerintah Belanda. Akhirnya mereka juga mendi_rikan sekolah khusus bagi masyarakat Cina. Tujuannya un_tuk menimbulkan inti dalam masyarakat Cina yang berpihak pada pemerintah Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S12654
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada masanya, kehidupan masyarakat Cina di Batavia masih mempertahankan kebudayaan negara asalnya. Ini bisa dilihat dari tampak dan dekorasi bangunan-bangunannya. Tetapi mengenai organisasi ruang bangunan-bangunan tersebut seringkali luput dari pembahasan. Melalui metode pendekatan studi literatur, pengamatan, dan wawancara, tulisan ini mencoba menggali prinsip organisasi ruang arsitektur klasik Cina, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai organisasi ruang arsitektur Cina di Batavia dengan menampilkan beberapa studi kasus."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>