Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57312 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Untung Yuwono
"Critical discourse analysis (CDA) has become a very influential interdisciplinary
approach, which views a discourse as a form of social practice. Antipoligamy
discourse, as a social practice persisted for a long time ago in Indonesia, offers
chalenging discussions in the perspective of CDA. Teun van Dijk, as one of the
pioneers of CDA, articulates ideology as the basis of the social representations
of groups. Furthermore, he advocates a sociocognitive interface between social
structures and discourse structures. Within these views, whenever social groups,
including the producers of antipoligamy texts, voice their ideas and feelings,
their ideology come up apparently or, otherwise, lies behind language. This
paper is an attempt to explain how women formulate their beliefs into a joint
statement: by using what ideological discourse production strategies they share
their ideology to public. A Joint Statement issued in December 2006, which
contains a broad definition of poligamy in negative sense, in fact represents
negative other-representation strategy used by its producer."
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Riyana Anggraeni
"Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Salah satu hak asasi tersebut adalah "hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukum yang berlaku surut" atau lebih dikenal dengan "asas legalitas". Akan tetapi, bila menyangkut pelaku pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di masa lalu, sangatlah tidak adil bila para pelakunya dapat terbebas dari kejahatan yang dilakukannya dengan berlindung dibalik asas legalitas. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan "extra ordinary crimes" dan berdampak secara luas, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Bahwa pelanggaran HAM berat telah diakui sebagai prinsip umum hukum internasional sebagai salah satu kejahatan yang paling keji. Sejarah telah mencatat bahwa para pelaku kejahatan perang pada Perang Dunia ke II, telah dituntut melalui Mahkamah Internasional untuk mengadili para pelaku kejahatan HAM berat masa lalu. Mahkamah ini merupakan tonggak sejarah dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang menyimpangi asas legalitas, yaitu "asas retroaktif". Dengan asas retroaktif, hukum dapat diberlakukan surut. Penyimpangan ini bukanlah merupakan pelanggaran HAM, akan tetapi penyimpangan ini dilakukan karena justru untuk melindungi hak asasi manusia juga, yaitu hak asasi para korban, yang dilaksanakan dengan adanya berbagai persyaratan dan adanya suatu keadaan yang darurat sifatnya. Ketentuan mengenai asas legalitas dan asas retroaktif dapat ditemukan dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C.F.G. Sunaryati Hartono, 1931-
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2004
323.4 SUN a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kantor Penerangan PBB (UNIC),
323.4 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Saifulloh
"Sebagai suatu agama, Islam adalah 'rahmatan lil'alamin', di mana syariat yang ada bukan saja mengatur hubungan Manusia dengan Sang Pencipta, melainkan juga antar sesama nianusia, termasuk peroblematika hak asasi manusia. Marcel A Boisard pemah menyampaikan pendapatnya tentang konsepsi tanggung jawab sosial untuk mengakui, memelihara, dan menetapkan kehormatan did sebagai prinsip kehormatan manusia Lebih lanjut is mengatakan, tak ada agama atau ideologi yang menekankan seam-a kuat hak asasi manusia sebelum Islam. Disamping Marcel A Boisard yang mempunyai tanggapan positif terhadap Islam dan ajaran-arannya, seorang humans terkemuka Eropa zaman renaisance, Geovanni Pico Della Mirandolla, mengemukakan pendapat yang sama walaupun dengan susunan redaksi kata yang berbeda, sebagaimana termaktub dalam sebuah orasi yang disampaikan di depan pars pimpinan gereja kala itu " I have read in the record of Arabians; reverend Fathers, that Abdala ('Abd-Allah) the Saracen, when questioned as to what on this stage of the world as it were, could be seen most worthy of wonder, replied: There is nothing to be seen more wonderful than man. In agreement with this opinion is the saying of hermestrismegistus: 'A great miracle, Aslepius, is man.'
Dar/ berbagai isu yang ada tentang hak asasi manusia, kebebasan beragama merupakan hal sangat fundamendal untuk kehidupan seseorang, dalam The Universal Declaration of Human Rights Pasal delapan betas disebutkan bahwa kebebasan beragama adalah hak asasi seseorang termasuk kebebasan untuk berpindah agama Begitupula dalam Islam, kebebasan - beragama telah dijamin oleh Sang Khaliq di berbagai kalam-Nya yang termaktub dalam al-Quran,
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kebebasan beragama bila dilihat sejalan dengan aturan Islam, namun kelika dicermali lebih lanjut ada permasalahan yang menurut sebagian umat Islam sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam yang melarang konversi agama dengan sebutan murtad . 1ni adalah perdebatan panjang dalam kalangan Islam memaknai talcs, konteks, dan realitas umat. Keberagaman corak penafsiran terhadap teks suci al-Quran dan al-Sunnah yang ada menjadikan Islam begitu beragam untuk dilihat dan dicermati. Teks keagamaan yang dahulu lelah ditafsirkan dan dikodifikasi dalam bentuk hukum-hukum Islam kini sedikit banyak mengalami perdebatan dikalangan intektual muslim.
JII, Jaringan Islam Liberal adalah satu dari begitu banyak faksi dalam Islam yang memberikan penafsiran-penafsiran kontekstual atas doktrin, sejarah, dan ajaran agama Islam Liberal dalam pengertian "babas" dan "merdeka" dari otoritas rnasa silam dan babas untuk menaf irkan dan be:sikap kritis terhadap otoritas tersebut. Satu gerakan "reformasi" yang berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam , baik menyangkut pemahaman keberagaan maupun persoalan-persoalan lain seperti ekonomi, politik, budaya dan sebagainya.
Penelitian ini berusaha memberikan gambaran apa dan siapa sebenamya Jaringan Islam Liberal tersebut dengan Tatar Making kemunculannya dalam pentas muslim di Indonesia. Bagaimana metode yang digunakan dalam menafsirkan Hash-hash al-Quran dan as Sunnah hingga menjadi wacana dan fatwa Bagaimana pandangan pandangan Jaringan Islam Liberal terhadap permasalahan hak asasi manusia dalam Islam berkaitan dengan kebebasan beragama. Sebab , kebebasan beragama dalam konteks hak asasi manusia perspektif internasional adalah termasuk kebebasan untuk berpindah agama. Berbeda dengan konstitusi hak asasi manusia pandangan Islam yang melarang berpindah-pindah agama dengan hukum-murtad. Dengan metode tafsiran kontekstual yang mereka gunakan, kita akan dapat mengetahui pandangan Jaringan Islam Liberal tentang hak 'asasi manusia Islam terhadap kebebasan beragama.

As a religion, Islam is 'rahmatan lil 'alamin' (as mercy to the universe), where its syariah not only arranges the relationship between the human and The Creator, but also between man and man, included Human Rights Problem. Marcel A. Boisard has ever given his thought about the concept of Social Responsibility to confess, to maintain, and to establish self-respect as a principal of human respect. Moreover he said, that no religion and ideology which strongly emphasizes human rights before Islam. Besides Marcel A. Boisard who has positive response about Islam and its teachings, a famous Europe humanist in Renaissance era, Geovanni Pico Della Mirandolla , has also given the same thought with different sentence. As it was written in an oration he said in front of the leaders of church at that time, "I have read in the records of Arabians, reverend Fathers, that Abdala (Abd-Allah) the Saracen, when questioned as to what on this stage of the word as it were, could be seen most worthy of wonder, replied: `There is nothing to be seen more wonderful than man_ In agreement with this opinion is the saying of hermestrismegistus: '.4 great miracle; A.vlepius, .is man. '
From all issues about human rights, freedom of religion is a very fundamental thing for man's life. In The universal Declaration of Human Rights, Chapter XVIII, it was mentioned that freedom of religion is a man's rights, included freedom to remove into another religion And also in Islam, freedom of religion has-been guaranteed by The Creator in his several words, as it was written in the holy Qur'an:
If we look at The United Nations' Charter about freedom of religion, it is equal with Islamic rules. But, when it is noticed further, according to the authority of Moslems, there are many problems that are very contradictive with Islamic teachings, which forbid religion conversion by calling it with "murtad'? This is a very long debate among Moslems in the way how to interpret the holy Qur'an, textual, contextual, and equally with the reality of "wnmah". The plural interpretation of the holy Qur'an and al-Sunnah makes Islam so plural to be seen and to be noticed. Religion texts that had been interpreted and collected in the Islamic laws in the past, they are debated again among Moslem intellectuals right now.
J1L, Liberal Islam Network, is one of Islamic factions which give contextual interpretations for doctrines, histories, and Islamic teachings. Liberal with the meaning "Free" and "Freedom" from the past authority, and "Free" to interpret and criticize that authority. A "reJormatian" movement that tries to improve Moslems' life, either their plural thoughts, or other problems such as economy, politic, culture, etc.
This research tries to give descriptions about what is and who Liberal Islam Network is actually, with the background about its appearance in Moslems' stage in Indonesia. What is the method which is used to interpret the texts of al-Qur'an and al-Sunnah, until they can be discourses and religious advices. This research also studies about how is JIL's perspective about human rights problems in Islam; it is related to the freedom of religion. Because of freedom of religion in human rights context in international perspective is also freedom to remove into another religion. Different from human rights constitution in Islamic perspective, that forbids removing into another religion, and the doer will be called as "murtad". With contextual interpretation method they use, we will know IlL's perspective about human rights in Islam in freedom of religion.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Khan, Sadruddin Aga
Jakarta: LEPPENAS, 1983
323.4 SAD t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Budiaji
"MPR hasil pemilihan umum tahun 1997 dalam sidang umumnya yang diselenggarakan tahun 1998 telah membahas materi tentang HAM untuk ditetapkan menjadi ketetapan MPR tersendiri sebagai usulan dari Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI). Pada akhirnya, HAM gagal disahkan dalam bentuk ketetapan tersendiri tetapi ada beberapa butir pokok-pokok pemikiran tentang HAM yang masuk menjadi bagian Ketetapan MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), gagasan yang awalnya di dukung oleh tri-fraksi terdiri F-KP, F-ABRI, dan F-UD. Tesis ini mencoba mencari jawaban mengapa HAM tidak dijadikan Ketetapan MPR tersendiri.
Idealnya hak asasi manusia adalah muatan sebuah konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Namun, karena ada konsensus politik pada masa Orde Baru yang tidak berkehendak untuk mengubah UUD 1945 maka gagasan untuk memasukkan HAM dalam UUD 1945 dengan jalan mengubah atau mengamandemen menemui jalan buntu. Oleh karena itu, usulan agar HAM ditetapkan dalam satu naskah ketetapan MPR sehingga menjadi semacam bill of rights, menjadi pilihan yang wajar apalagi sejarah menunjukkan pada masa MPRS tahun 1968 telah berhasil menyusun naskah HAM.
Hasil penelitian menunjukkan maksud mengajukan rantap HAM adalah agar secara yuridis konstitusional menjadi pedoman pelaksanaan perlindungan HAM dan kewajiban serta tanggungjawah sosial secara kolektif maupun individu, yang bersifat menyeluruh bukan sekedar kebijaksanaan parsial. Bila HAM hanya ditampung dalam GBHN kurang tepat karena (1) hanya memuat garis-garis besar sehingga materi HAM tak tertampung seluruhnya, (2) hanya berlaku selama lima tahun, (3) selalu terbuka untuk ditinjau kembali dan (4) selalu terbuka diubah sama sekali.
Dari proses usulan dan pembahasan ditemukan bahwa tri-fraksi menilai lahirnya TAP MPR tentang HAM akan menyulitkan pemerintah yang sedang dihadapkan pada kondisi pemulihan krisis ekonomi dan ancaman instabilitas politik. Secara bersamaan, adanya usulan yang gagasannya datang dari Presiden Suharto untuk melahirkan TAP MPR tentang pelimpahan tugas dan wewenang khusus kepada Presiden, menjadi salah satu faktor yang kontradiktif bagi penegakan hak asasi manusia dan usulan TAP MPR tentang HAM. Pada akhirnya sumbangan terbesar penyebab kegagalan TAP MPR tentang HAM adalah konstelasi politik MPR yang lebih merepresentasikan politik Orde Baru yang bercorak birokratik otoritarian dengan korporatisme negara yang terjelma dalam hubungan kekuasaan antara Presiden Suharto dengan tri-fraksi sebagai kekuatan politik dominan. Pada sisi yang lain, F-PP dan F PDI sebagai fraksi pengusul Rantap HAM merupakan kekuatan minoritas yang tak mampu menjalankan fungsi kontrol atau bertindak sebagai kekuatan oposisi.
Perdebatan HAM yang diwarnai isu dalam konteks hubungan internasional menunjukkan adanya kesadaran pengaruh eksternal terhadap tekanan dan tuntutan untuk penegakan HAM, melalui badan kerjasama internasional atau kerjasama bantuan ekonomi. Demikian juga ada kesadaran dari semua fraksi bahwa dinamika internal berupa tuntutan penegakan hak asasi manusia merupakan konsekuensi logis dari hasil pembangunan yang melahirkan kelas terdidik dalam masyarakat yang menginginkan partisipasi politik dalam konteks penegakan hak asasi. Isu HAM pada konteks pemahaman universalitas dan relativisme menunjukkan posisi fraksi yang berbeda, pada sisi tri-fraksi ada kecenderungan kuat menolak paham universalisme. sedang sisi yang lain antara F-PP dan F-PDI tidak mempermasalahkan pandangan universalisme meskipun mengakui relativisme dalam konteks Indonesia. Isu pelanggaran HAM yang muncul dalam perdebatan ditengarai lebih banyak dilakukan oleh unsur negara, karena faktor struktural kuatnya negara dan kebijakan pembangunan yang berasumsi pembangunan ekonomi dengan pengorbanan aspek politik, disisi lain aspek kultural masyarakat yang bersikap menerima."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Setiawan
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang "Proses Peradilan Pidana di Indonesia dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Secara khusus tesis, ini lebih menitikberatkan kajian terhadap masalah perlindungan HAM bagi tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan. Penelitian ini .bertujuan untuk menjawab masalah-masalah sebagai berikut: (I) Sejauhmana KUHAP telah memberikan dasar-dasar normatif terhadap jaminan perlindungan HAM bagi tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan, (2) Apakah secara normatif KUHAP telah memenuhi syarat sebagai dasar penyelenggaraan proses peradilan pidana yang adil (due process of law) khususnya dalam tingkat pemeriksaan pendahuluan.; (3) Sejauhmana para petugas penegak hukum pidana di tingkat pemeriksaan pendahuluan telah melaksanakan proses peradilan pidana yang menghargai dan melindungi HAM khususnya bagi para tersangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pemeriksaan di tingkat pendahuluan yang dilakukan oleh para petugas penegak hukum masih dijumpai adanya pelanggaran HAM yang merendahkan harkat dan martabat tersangka, masih terjadi pemeriksaan dengan cara kekerasandan ancaman kekerasan baik yang bersifat fisik maupun nonfisik,dan juga diabaikannya pemberian hak-hak yuridis yang dimiliki oleh tersangka seperti hak memperoleh penasehat hukum, hak mendapat kunjungan sewaktu-waktu oleh penasehat hukum tersangka untuk kepentingan pembelaan dan lain sebagainya. Namun demikian dari segi yuridis normatif KUHAP sebenarnya telah memberikan jaminan perlindungan HAM bagi tersangka, dan telah pula memenuhi persyaratan sebagai dasar hukum penyelenggaraan peradilan pidana yang adil (due process of law). Namun ironisnya ternyata KUHAP justru tidak mengatur akibat atau konsekuensi yuridis berupa pembatalan, penyidikan, dakwaan, atau penolakan bahan pembuktian apabila .terjadi pelanggaran hak-hak yuridis tersangka. Disediakannya lembaga Pra Peradilan ternyata tidak cukup menjamin perlindungan HAM tersangka seperti yang dimaksud oleh asas ubi jus ihi rerrudium dan asas ubi rerrtidium ibi jus, yang bermakna jika ada hak yang diberikan hukum maka harus ada keinungkinan untuk menuntut dan memperoleh hak tersebut, dan hanya apabila ada proses hukum untuk menuntutnya dapat dikatakan adanya hak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>