Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198549 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Saraswati
"The urban space offers more challenges to the female self. Two motion pictures,
Lost in translation (2003) and The good girl (2002), depict the issue of gender and
space by conveying the city as prison for the female characters. This article
analyses the urban space and argues that in the two movies, the female characters
struggle and eventually create meaning in the urban room. Applying feminism
and urban geography in analysing the position of female characters within the
city, the paper finds that the two films offer their perception on, and solutions to,
the imprisonment of women by the urban environment which is stereotypically
masculine."
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Susanty Rachman
"Kesusastraan Aborigin tidak dapat lepas dari situasi sosial dan sejarah Aborigin yang terkait pula dengan kulit putih Australia. First Settlement kulit putih yang dimulai tahun 1788 mengubah seluruh kehidupan orang Aborigin. Tahun tersebut bagi Aborigin merupakan penandaan awal penjajahan orang kulit putih terhadap orang Aborigin. Sejak itu, orang Aborigin hidup dalam tekanan kulit putih. Tekanan tersebut berupa pembunuhan besar-besaran, penularan penyakit dari kulit putih, penggusuran, disposesi, diskriminasi dalam segala aspek kehidupan, pemenjaraan dan politik aslimilasi. Oleh sebab itu kesusastraan Aborigin muncul dari jeritan hati orang Aborigin yang berada dalam opresi kulit putih dan ditujukan pads orang kulit putih. Karya sastra Aborigin dipergunakan sebagai alat perjuangan. Salah satu gambaran kehidupan Aborigin yang diangkat ke dalam novel yang dianalisis dalam tesis ini adalah keterpenjaraan yang mengungkung kehidupan Aborigin. Mudrooroo mengangkat tema keterpenjaraan dalam trilogi novelnya. Novel Wildcat Falling (1965), Doin Wildcat (1988), dan Wildcat Screaming (1992) memakai latar yang sama yaitu penjara. Dalam novel pertama, Wildcat Falling, penjara muncul sebagai keterpenjaraan fisik, ekonomi, mental dan tekstual. Penjara muncul sebagai tempat, ekonomi, mental yang mengungkung seluruh aspek kehidupan tokoh utama sehingga ke mana pun tokoh utama pergi, is akan menemui tembok-tembok pembatas yang memenarakan dirinya yang diciptakan kulit putih. Begitu besarnya kekuasaan kulit putih membuat tokoh utama tidak berdaya menghadapi keterpenjaraan tersebut. Penjara tekstual yang merupakan keharusan tunduk pada aturan-aturan tekstual kesusastraan kulit putih ditunjukkan melalui adanya kata pengantar dalam novel pertama. Dalam novel kedua, Doin Wildcat, penjara muncul sebagai keterpenjaraan ekonomi. Tokoh utama tidak berdaya menghadapi kekuatan modal, keahlian dan penguasaan pasar oleh kulit putih. Dalam novel ketiga, Wildcat Screaming, penjara muncul sebagai keterpenjaraan fisik tetapi tidak secara mental. Selain keterpenjaraan, penulis juga melihat adanya strategi menghadapi keterpenjaraan tersebut dad sisi tokoh utama maupun dari sisi pengarang novel. Dalam novel pertama, Wildcat Falling, strategi menghadapi keterpenjaraan berupa penggunaan bahasa Inggris Standar, pemakaian tokoh utama yang berdarah seperempat Aborigin sebagai narator untuk memberikan kesempatan Aborigin untuk berbicara tentang penderitaan mereka, dan penokohan tokoh utama yang sulit didisiplinkan merupakan strategi penolakan kontrol kulit putih terhadap Aborigin. Dalam novel kedua, Doin Wildcat, strategi menghadapi keterpenjaraan berupa penggunaan bahasa Inggris Aborigin, pengguuran genre dan penulisan kembali sejarah dari sudut pandang Aborigin. Dalam novel terakhir, Wildcat Screaming, strategi menghadapi keterpenjaraan berupa penjara sebagai tempat inisiasi tokoh utama, politik pecah belah kulit putih terhadap Aborigin dibalikkan fungsinya menjadi alat pemersatu Aborigin, dan pikiran tokoh utama yang bebas. Pergeseran keterpenjaraan dalam trilogi Mudrooroo menunjukkan pergeseran dalam perjuangan orang Aborigin. Keterpenjaraan dalam novel pertama menunjukkan pesimisme pengarang terhadap perjuangan orang Aborigin karena besarnya kekuasaan kulit putih. Keterpenjaraan dalam novel kedua menunjukkan perlawanan orang Aborigin terhadap otoritas kulit putih. Keterpenjaraan dalam novel ketiga menunjukkan sikap kedewasaan dalam perjuangan Aborigin. Mudrooroo berpendapat bahwa perjuangan orang Aborigin dapat dilakukan dengan jalan mencerdaskan orang Aborigin."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T37338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Patria Pirngadie
"Seni di mata masyarakat masih saja dianggap sebagai suatu elemen yang hanya bersifat dekoratif saja. Mereka tidak menyadari peran asli seni dalam kehidupannya sehari-hari karena disebabkan oleh latar belakang dan pendidikan yang didapat oleh masyarakat tentang arti dan peran seni sesungguhnya. Oleh karena itu. apresiasi dan penghargaan masyarakat mengenai seni pada suatu ruang kota sangatlah minim. Mereka menganggap bahwa seni hanya merupakan suatu pemborosan dan suatu elemen yang tidak berguna.
Dengan mengacu pada prinsip-prinsip lersebut, skripsi ini fnencoba untuk menelaah leih lanjul aplikasi dan peran seni dalam ruang kota. Bagaimana kaitan seni dengan kualilas ruang kola secara Visual, teknis, dan fungsi seni sebenarnya? Seberapa besarkah peran seni dalam mempengaruhi kehidupan masyarakatnya? Apakah seni patut dan penting untuk dijadikan sebagai sebuah elemen dalam perancangan kota?
Skripsi ini bertujuan untuk mengkaji kaitlan antara seni dengan ruang kota melalui kualitas visual, kualitas fungsi, pengaruh dan eksistensi seni terhadap ruang kota, sejauh manakah peran seni dalam meningkatkan kualitas-kualitas tersebut dan bagaimana prinsip-prinsip teknis penempatan seni agar dapal memenuhi fungsinya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi S. Prayoga
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S48249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Astuti Handayani
"Penelitian ini membahas subjektivitas perempuan dalam film karya Justin Chadwick yang berjudul The Other Boleyn Girl. Pencermatan terhadap tokoh perempuan dalam film terkait subjektivitasnya dilakukan dengan menggunakan teori dari Simone de Beauvoir yang dikaitkan dengan konsep perkawinan. Teori film Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie tentang penokohan dalam film juga digunakan untuk melihat subjektivitas tokoh utama dalam film. Hal pertama yang dilakukan untuk dapat melihat subjektivitas tokoh utama perempuan, adalah dengan mencermati penokohan tokoh-tokoh perempuan dalam film, kemudian melihat perbedaan konsep perkawinan antara dua tokoh utama dalam film. Penggambaran mengenai konsep perkawinan dua tokoh perempuan tersebut memberikan informasi bahwa kedua tokoh tersebut memiliki perbedaan dalam memandang perkawinan yang menyebabkan juga perbedaan kedua tokoh tersebut dalam memaknai diri sendiri.

This research is aimed to analyze female subjectivity in Justin Chadwick rsquo s The Other Boleyn Girl. The theory by Simone de Beauvoir is used to analyze the female main character and the subjectivity portrayed on her. The characterization in the fiction films by Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie is also used to analyze the characters and to see female subjectivity portrayed on the main character. The difference of marriage concept between two major characters in the film is elaborated to see the subjectivity. As the result of this research, the researcher found that there are some differences of marriage concepts between the two major characters that cause different way in understanding themselves.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T51185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Prayitno
"Berkaitan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, penelitian ini mencoba melihat apakah ada perubahan tingkat efisiensi wilayah. Seiring dengan era otonomi daerah dan berkaitan dengan proses aglomerasi perlu diketahui keterkaitan antar wilayah dalam hal tingkat efisiensi. Karakteristik wilayah yang lebih terbuka mengindikasikan adanya hubungan spasial. Pengaruh faktor space ini dicoba dianalisis dalam penelitian ini.
Dengan menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang berbasis program linier dengan menggunakan lima variabel input yaitu jumlah tenaga kerja, bahan baku, bahan bakar, modal dan listrik dan satu variabel output dari data Industri Besar dan Sedang 107 kabupaten dan kota Pulau Jawa, dilakukan perhitungan tingkat efisiensi wilayah. Dengan metode DEA dapat diperoleh tingkat efisiensi wilayah secara relatif terhadap wilayah yang lain dan wilayah referensi. Evaluasi tingkat efisiensi dapat dilakukan dengan berpedornan pada wilayah referensi yang menjadi benchmark bagi wilayah lain.
Hasil perhitungan dengan metode DEA dapat diketahui tingkat efisiensi wilayah kabupaten dan kota Pulau Jawa pada tahun 1993, 1998 dan 2003. Secara umum pada masa krisis ekonomi terjadi perubahan tingkat efisiensi wilayah. Dengan membuat rangking antar wilayah dapat diketahui posisi tingkat efisiensi tiap wilayah dibandingkan wilayah lain.
Dengan Moran'I., value diketahui bahwa terdapat spatial autocorrelation. Tingkat efisiensi suatu wilayah ternyata terpengaruh oleh tingkat efisiensi wilayah tetangga. Wilayah-wilayah dengan tingkat efisiensi tinggi cenderung mengumpul. Hal ini menguatkan teori aglomerasi, yaitu penghematan yang terjadi akibat fenomena berkumpul.
Dengan efisiensi yang tinggi maka tingkat keuntungan yang diperoleh akan meningkat. Keuntungan merupakan elemen pembentuk nilai tambah bruto. Secara empiris dapat dibuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat efisiensi wilayah dan produk domestik regional bruto (PDRB). Tingkat efisiensi wilayah mempengaruhi produk domestik regional bruto yang dihasilkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Jaya
"Terjemahan beranotasi adalah hasil terjemahan yang disertai anotasi atau pertanggungjawaban penerjemah atas padanan yang dipilihnya. Penerjemahan dan pembuatan anotasi melibatkan sejumlah teori, seperti metode, strategi, tahap, ideologi, dan etik penerjemahan yang harus dipilih atau dijalankan untuk menghasilkan terjemahan yang sesuai dengan tujuan (skopos) penerjemahan. Metode semantis dan ideologi pengasingan menjiwai penerjemahan TSu. Metode semantis cocok digunakan karena TSu kaya akan istilah budaya unik yang harus dijelaskan. Ideologi pengasingan cocok digunakan untuk mempertahankan nuansa kerajaan Inggris zaman Tudor. Pengetahuan skematis yang besar tentang sejarah dan kebudayaan Inggris kuno diperlukan untuk dapat memahami TSu dan menemukan padanan yang tepat. Di dalam penerjemahan karya sastra, kemampuan menulis amat diperlukan untuk tidak hanya mengalihkan pesan, tetapi juga mempertahankan sifat puitis terjemahan.

An annotated translation is a translation supported by annotations or translator's commentary on the equivalents chosen. Translating and annotating processes require a set of theory, consisting of methods, strategies, procedures, ideology, and ethics of translation, which must be selected or applied to produce a translation based on certain translation goals (skopos). Semantic method and the ideology of foreignization are dominant throughout the translation process. Semantic method is chosen because the ST is full of culturally-bound expressions requiring sufficient explanations. Foreignization is chosen to emphasize the Tudor England setting. Substantial schematic knowledge is required to fully understand the ST and choose the most accurate equivalents. In translating a novel, a literary talent is essential for not only transferring the messages, but also preserving the poetic nature of the translation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T35704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Lamria
"ABSTRAK
Pada abad 21, jumlah penampilan tokoh wanita yang kuat atau tangguh di film-film Hollywood mengalami
kenaikan. Terdapat sejumlah jalan cerita di mana tokoh wanita berperan sebagai pahlawan atau sosok yang kuat
atau tangguh menghadapi tokoh-tokoh lainnya di film-film Hollywood. Menganalisa ?The Girl with the Dragon
Tattoo? dan ?Gone Girl? karya David Fincher, jurnal ini menyampaikan argumen bahwa representasi tokoh wanita
di kedua film tersebut hanya sampai pada titik tertentu. Memberikan sejumlah analisis mengenai hubungan antara
karakter pria dan wanita di kedua film tersebut, jurnal ini menunjukkan bahwa representasi tokoh wanita kuat atau
tangguh di ?The Girl with the Dragon Tattoo? dan ?Gone Girl? karya David Fincher sangat berkaitan dengan
terjadinya ketidakseimbangan kekuasaan atau power imbalance di dalam hubungan, dan hanya jatuh pada konsep
binary opposition, di mana tokoh wanita dilihat sebagai sosok yang kuat atau tangguh hanya di saat mereka
mengalami pembalikkan kekuasaan atau reversal of power di dalam hubungan.ABSTRACT
In the 21st century, the number of appearances of strong female characters in Hollywood movies is increasing.
There are a lot of circumstances in which female characters play as heroines or are powerful over other characters
in Hollywood movies. Examining David Fincher?s ?The Girl with the Dragon Tattoo? and ?Gone Girl?, this paper
argues that the portrayal of strong female characters in the two films is only to a particular extent. By presenting a
number of analyses of how relationships go between male and female characters in the two films, the paper shows
that the representation of strong female characters in David Fincher?s ?The Girl with the Dragon Tattoo? and
?Gone Girl? is strongly related with the occurrence of power imbalance in relationships yet only falls under the
concept of binary opposition, in which female characters are seen as strong or powerful only when they undergo
reversal of power in relationships.;In the 21st century, the number of appearances of strong female characters in Hollywood movies is increasing.
There are a lot of circumstances in which female characters play as heroines or are powerful over other characters
in Hollywood movies. Examining David Fincher?s ?The Girl with the Dragon Tattoo? and ?Gone Girl?, this paper
argues that the portrayal of strong female characters in the two films is only to a particular extent. By presenting a
number of analyses of how relationships go between male and female characters in the two films, the paper shows
that the representation of strong female characters in David Fincher?s ?The Girl with the Dragon Tattoo? and
?Gone Girl? is strongly related with the occurrence of power imbalance in relationships yet only falls under the
concept of binary opposition, in which female characters are seen as strong or powerful only when they undergo
reversal of power in relationships.;In the 21st century, the number of appearances of strong female characters in Hollywood movies is increasing.
There are a lot of circumstances in which female characters play as heroines or are powerful over other characters
in Hollywood movies. Examining David Fincher?s ?The Girl with the Dragon Tattoo? and ?Gone Girl?, this paper
argues that the portrayal of strong female characters in the two films is only to a particular extent. By presenting a
number of analyses of how relationships go between male and female characters in the two films, the paper shows
that the representation of strong female characters in David Fincher?s ?The Girl with the Dragon Tattoo? and
?Gone Girl? is strongly related with the occurrence of power imbalance in relationships yet only falls under the
concept of binary opposition, in which female characters are seen as strong or powerful only when they undergo
reversal of power in relationships.;In the 21st century, the number of appearances of strong female characters in Hollywood movies is increasing.
There are a lot of circumstances in which female characters play as heroines or are powerful over other characters
in Hollywood movies. Examining David Fincher?s ?The Girl with the Dragon Tattoo? and ?Gone Girl?, this paper
argues that the portrayal of strong female characters in the two films is only to a particular extent. By presenting a
number of analyses of how relationships go between male and female characters in the two films, the paper shows
that the representation of strong female characters in David Fincher?s ?The Girl with the Dragon Tattoo? and
?Gone Girl? is strongly related with the occurrence of power imbalance in relationships yet only falls under the
concept of binary opposition, in which female characters are seen as strong or powerful only when they undergo
reversal of power in relationships."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S5015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Justina Olivia
"Konsep kota utopia telah menjadi ide ideal yang menarik perhatian sejak zaman kuno, dengan Atlantis sebagai salah satu representasi paling terkenal melalui kisah Plato. Atlantis digambarkan sebagai kota sempurna yang memiliki harmoni antara alam dan peradaban, namun tenggelam akibat kesombongan yang membawa kehancuran. Pada era modern, konsep ini dihidupkan kembali melalui berbagai media, termasuk film animasi Atlantis: The Lost Empire (2001). Film ini menginterpretasikan Atlantis sebagai kota ideal dengan tata ruang simetris, pusat energi kristal, dan perpaduan harmonis antara teknologi dan alam. Skripsi ini bertujuan menganalisis penggambaran Atlantis sebagai kota utopia dalam film tersebut dengan pendekatan teori semiotika Roland Barthes. Fokusnya adalah bagaimana mitos kota utopia diadaptasi dalam visual dan narasi sinematik, serta pesan yang disampaikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui tanda-tanda visual dan narasi, film ini menyampaikan makna tentang keseimbangan peradaban dan bahaya keserakahan, sekaligus merepresentasikan konsep kota yang ideal berdasarkan interpretasi budaya dan teknologi modern.

The concept of a utopian city has been an ideal idea that has attracted attention since ancient times, with Atlantis as one of the most famous representations through Plato's story. Atlantis is depicted as a perfect city that has harmony between nature and civilization, but sank due to arrogance that brought destruction. In the modern era, this concept is revived through various media, including the animated film Atlantis: The Lost Empire (2001). This film interprets Atlantis as an ideal city with a symmetrical layout, a crystal energy center, and a harmonious blend of technology and nature. This thesis aims to analyze the depiction of Atlantis as a utopian city in the film using Roland Barthes' semiotic theory approach. The focus is on how the myth of the utopian city is adapted in cinematic visuals and narratives, as well as the messages conveyed. The results of the study show that through visual signs and narratives, this film conveys meaning about the balance of civilization and the dangers of greed, while also representing the concept of an ideal city based on the interpretation of modern culture and technology. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>