Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141482 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Hamid S. Attamimi
"Banyak peristiwa penting yang menentukan perjalanan hidup rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia ditetapkan dalam bentuk keputusan yang diambil oleh Presiden. Hal-hal yang menentukan dalam perjalanan kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia dituangkan antara lain dalam kebijaksanaan pengaturan yang menggunakan bentuk Keputusan Presiden atau yang semacam dengan itu namun dengan nama lain. Hal itu bukan hanya terjadi dalam kurun waktu pertama masa berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 (1945-1949) melainkan juga dalam bagian pertama dari kurun waktu kedua berlakunya (atau berlakunya kembali) Undang-Undang Dasar 1945 (1959-1965) dan dalam bagian kedua kurun waktu tersebut (1966-sekarang). Untuk sekedar memberikan contoh, beberapa di antaranya dapat disampaikan sebagai di bawah ini.
Pada 3 Oktober 1945 Presiden Republik Indonesia menetapkan tentang tertentunya uang yang dianggap sah sebagai alat pembayaran dalam peredaran yang berlaku di Pulau Jawa. Penetapan tersebut dituangkan dalam Maklumat Pemerintah Nomor 1/10. Meskipun Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 rnenegaskan, bahwa "Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang" dan meskipun Maklumat Pemerintah itu sendiri mengemukakan dalam Pasal 2, bahwa macam dan mata uang yang dianggap sah di luar Jawa akan ditetapkan dengan Undang-undang lain namun Maklumat Pemerintah tersebut bermaksud memberikan 'penetapan' sebagai kepastian tentang macam dan harga dari mata uang yang masih dianggap berlaku dalam peredaran di Pulau Jawa. bagi daerah di luar Pulau Jawa kepastian semacam itu masih belum diberikan."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
D1135
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Erliyana
"ABSTRAK
UUD 3945 Pasal 4 ayat (i) menyebutkan bahwa Presiden Repuhblilc
Indonesia memegang Kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar. Ditinjau dari teori pembagian kekuasan, yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan
eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan Presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaran pemerintahan yang
bersifat umum dan khusus. Tujuan utuma dari Hukum Administrasi ada-
iah menjaga agar wewenang pemerintah berada dalam batas-bartasnya, sehingga warga masyarakat terlindung dari penyimpangan mereka. Tindakan pemerintah yang tidak berdasarkan hukum sama halnya dengan melampaui wewenang, atau menyalahi hukum. Keputusan Presiden Republik
Indonesia adalah pernyataaan kehendak di bidang ketata negaraan dan tata pemerintahan, yang dapat berisi peraturan umum (regeling) dan
keputusan (heschikking). Walaupun ada kemungkinan cakupan Keputusan
Presiden lebih luas, tetapi harus dibatasi pada lingkup administrasi
negara. Pembedaan antara Keputusan Presiden yang bersumber dari wewenang delegasi dengan Keputusan Presiden yang berdasarkan pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 penting, karena
Keputusan Presiden yang berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 ber-
bentuk beleid mengandung kerancuan dengan adanya kewenangan dis-
kresi. Keputusan Presiden yang terbit selama kurun waktu 12 tahun (Januari 1987- Mei 1998) berjumlah 890 (delapan ratus sembilan puluh). Dari jumlah tersebut penerbitan Keputusan Presiden menurut wewenang administrasi khusus sejumlah 23O (dua ratus tiga puluh) atau 25.84% dan wewenang administrasi umum sejumlah 660 (enam ratus enam puluh)
atau 74,i6%. Keputusan Presiden yang terbit berdasarkan wewenang
administrasi umum yang dimuat dalam Lembaran Negara sejumlah 50
(7.58%). Seiebihnya, yaitu 610 (92,42%) Keputusan Presiden yang tidak
dimuat dalam Lembaran Negara. Keputusan Presiden yang terbit
berdasarkan wewenang administrasi umum dengan kriteria sebagai
peraturan umum (regeling) sejumlah 401 atau 60,76%), keputusan
(beschikking) sejumlah 18 aiau 2,7% dan peraturan kebijakan
(heleidsregel, policy rules) sejumlah 241 atau 36,51%. Keputusan
Presiden yang melanggar asas larangan melampaui wewenang terjadi
baik dalam Keputusan Presiden sebagai peraturan umum (regeling),
maupun peraturam kebijakan (heleidsregel, policy rules). Dalam pener-
bitan keputusan Presiden sebagai peraturan umum (regeling) yang
berjumlah 401 (empat ratus satu) tetapi tidak dimuat dalam Lembaran
Negara, diperoleh sejumlah 13 (3.24%) yang melanggar asas larangan
melampaui wewenang. Pada penerbitan sejumlah Keputusan Presiden
sebagai peraturan kebijakan (heleidsregel, policy rules), ditemukan
sejumlah 56 (23,24%) Keputusan Presiden yang melanggar asas Iarangan
melampaui wewenang."
2004
D1048
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wulandari
"ABSTRAK
Instruksi Presiden yang dikeluarkan oleh Presiden selama ini belum diketahui kedudukannya, apakah sebagai peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan atau peraturan kebijaksanaan atau bahkan bukan keduanya. Instruksi Presiden selama ini dibuat berdasarkan keadaan yang mendesak dan memerlukan petunjuk dari Presiden yang segera sebagai dasar bagi para menteri untuk mengambil suatu kebijakan. Permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan Instruksi Presiden dikaitkan dengan kewenangan Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dan bagaimana batasan-batasan yang harus diperhatikan Presiden dalam mengeluarkan Instruksi Presiden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan Instruksi Preisiden adalah sebagai bentuk dari tindakan atau perbuatan administrasi yang dilaksanakan oleh Presiden sebagai pimpinan administrasi negara tertinggi. Presiden memiliki kewenangan di bidang administratif untuk mengeluarkan Instruksi Presiden berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Instruksi Presiden secara teoritis seharusnya hanya berisi perintah saja. Kenyataan menunjukkan bahwa beberapa Instruksi Presiden mengandung materi muatan lain selain perintah, yaitu peraturan kebijaksanaan dan penetapan (beschikking). Hal tersebut tidak tepat mengingat Presiden telah dilekati kewenangan untuk menetapkan Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden, selain itu beberapa Instruksi Presiden menjadi tidak efektif dalam menyelesaikan masalah. Untuk menghindari hal tersebut, dalam penerbitan Instruksi, Presiden seharusnya tidak memasukkan materi muatan pengaturan baru dalam Instruksi dan sedapat mungkin tidak menimbulkan efek pengaturan terhadap masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, bahan kuliah, putusan pengadilan, putusan-putusan badan hukum negara atau lembaga negara Indonesia serta sumber data sekunder lain yang kemudian dianalisis berdasarkan metode kualitatif.

ABSTRACT
The position of the Presidential Instructions issued by the President so far has not been known, whether it is as laws and regulations, policy regulations, or even not both. The Presidential Instructions so far have been made based on urgency situations and the making of them requires instructions from the President which soon have become a foundation for the ministers to make a policy. The problems which become the study of this research are how is the position of the Presidential Instructions related to the authority of the President in executing the government based on Article 4 clause (1) of the 1945 Constitutions and what are the limitations which the President must pay attention to in issueing the Presidential Instructions. The research results show that the position of the Presidential Instructions is as a form of administrative measures or actions which are carried out by the President as the highest state administrative leader. The President has the authority in the administrative field to issue the Presidential Instructions based on Article 4 clause (1) of the 1945 Constitutions. The Presidential Instructions theoretically should contain only instructions. The reality shows that several Presidential Instructions contain other material contents besides instructions, such as policy regulations and resolutions (beschikking). This is not appropriate considering that the President has been mandated the authority to determine Presidential Regulations and Presidential Decrees; in addition, several Presidential Instructions become ineffective in solving problems. To avoid this matter, in the issuance of the Instructions, the President should not include new regulation content materials in Instructions and as much as possible the Instructions will not cause the effects of the regulations towards the society. This research is judicial normative research by using secondary data obtained from library research by using a great deal of literature, such as laws and regulations, books, scientific works, lecture materials, court decisions, the decisions of state legal entities or state institutions of Indonesia, as well as other secondary data sources which were then analyzed based on the qualitative method.
"
Depok: Universitas Indonesia, [2014;2014;2014, 2014]
T41612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liesye Wuntu
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [Date of publication not identified]
S25538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Effendy Yusuf
"Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam bentuk keputusan Pimpinan Fraksi-fraksi dan keputusan Pimpinan DPR yang meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia periode 1998-2003 merupakan fenomena politik yang menarik dikaji. Betapa tidak, Presiden Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar dan Panglima Tertinggi ABRI memiliki kekuasaan yang sangat besar terhadap Fraksi Golkar dan Fraksi ABRI yang jumlahnya di parlemen mencapai 400 kursi atau 80 persen dari jumlah keseluruhan anggota DPR. Ketika Presiden Soeharto didesak mundur oleh mahasiswa dan masyarakat, ia dengan keyakinan yang sangat besar menyerahkan sepenuhnya persoalan itu kepada DPR. Pimpinan dan anggota DPR menganggap pernyataan Presiden Soeharto merupakan "bola panas" yang dilempar ke DPR, karena itu bola panas tersebut dikembalikan ke Cendana dalam bentuk surat resmi pimpinan DPR meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Berangkat dari fenomena tersebut, masalah pokok yang diangkat dalam peneiitian ini adalah sejauh mana pengaruh desakan kelompok penekan terhadap keputusan DPR meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Secara terinci, penelitian ini menggambarkan : 1) Kelompok penekan mana yang mempengaruhi lahirnya keputusan DPR. 2) Bagaimana bentuk desakan yang dilakukan kelompok penekan kepada DPR, serta 3) Bagaimana tanggapan DPR terhadap tuntutan kelompok penekan yang menghendaki Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif ini, secara metodologis mempergunakan teknik observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi untuk menjaring datanya. Di antara sejumlah kesimpulan temuan penelitian yang perlu digaris bawahi adalah bahwa kelompok penekan dengan berbagai ragam motif atau kepentingan, basis sosial, saluran akses, dan intensitas desakannya, dalam realitasnya memiliki kontribusi besar dan determinatif dalam proses pengambilan keputusan DPR yang meminta pengunduran diri Presiden Soeharto dari jabatannya. Presiden Soeharto menanggapi keputusan DPR dengan cara mundur dari jabatannya dan mengalihkan kepada B.J Habibie. Secara prosedural, peralihan kekuasaan tersebut merupakan efek konkret dari desakan yang diperankan kelompok penekan kepada DPR. Pendek kata, peranan kelompok penekan kepada DPR mempengaruhi proses pengambilan keputusan DPR untuk meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1997
R 959.8 LIM VI
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1998
344.598 PER k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Miqdad Abdul Halim
"Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, di antaranya peraturan perundang-undangan dan buku-buku hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai mekanisme pemilihan hakim konstitusi yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya oleh DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung. Dari penelitian ini diketahui bahwa mekanisme pemilihan hakim konstitusi tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, melainkan hanya diatur agar memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni syarat transparan dan partisipatif dalam pencalonannya dan syarat obyektif dan akuntabel dalam pemilihannya. Selain itu, penelitian ini juga membahas kaitan antara pemilihan hakim konstitusi dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), yakni penerapan AAUPB dalam pemilihan hakim konstitusi oleh Presiden. Dari penelitian ini ditemukan bahwa Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tidak memenuhi beberapa asas dalam AAUPB.

This study is a normative juridical law with using secondary data, consisting of primary legal materials, secondary legal materials, tertiary legal materials, including legislation and law books. This study aims to identify and understand more about the mechanism of selection of constitutional judges based on the legislation and its implementation by the Parliament, the President, and the Supreme Court. From this research it is known that the selection mechanism of constitutional judges are not strictly regulated in the Law of the Constitutional Court, but only organized to fulfill certain conditions, namely transparent and participatory terms in the candidacy and objective and accountable terms n the election. Furthermore, this study also discusses the correlation between constitutional judge elections with the General Principles of Good Governance, that is the application of The General Principles of Good Governance in the selection of constitutional judges by the President. From this study it was found that Presidential Decree Number 87/P in 2013 did not meet some of the principles of the General Principles of Good Governance."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinambela, Marzuki
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S25272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>