Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194194 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Sudirman Parningotan
"Latar Belakang: Disfungsi skeletal yang terjadi pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK mengakibatkan menurunnya kemampuan fungsi tangan terutama dalam menggengam dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari AKS . Latihan tanpa tumpuan pada anggota gerak atas telah terbukti dapat memperbaiki disfungsi skeletal pada PPOK. Metode latihan yang dapat diberikan yaitu dengan metode Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF dan metode abduksi. Sampai saat ini belum terdapat bukti dalam menentukan metode yang terbaik dalam memperbaiki disfungsi skeletal pada PPOK. Pada penelitian ini akan membandingkan 2 bentuk metode latihan tanpa tumpuan pada anggota gerak atas antara metode PNF dan metode abduksi terhadap fungsi tangan pada program rehabilitasi paru.
Metode: Penelitian dengan desain eksperimental dengan consecutive sampling. Terdapat 32 subyek dengan PPOK derajat B,C dan D stabil secara medis yang datang ke RSUP Persahabatan yang memenuhi kriteri inklusi dan eksklusi. Penilaian kekuatan genggaman tangan dengan Jamar handgrip dynamometer dan kemampuan dalam melakukan AKS dinilai dengan Uji Glittre yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Subyek dibagi dalam kelompok metode PNF dan metode abduksi. Kedua kelompok mendapatkan program rehabilitasi paru. Intervensi diberikan sebanyak 20 sesi latihan selama 8 minggu.
Hasil : Terdapat 21 subyek yang menyelesaikan program latihan sebanyak 20 sesi. Pada analisis kedua kelompok terdapat peningkatan yang bermakna secara statistik pada handgrip dynamometer, dan hanya pada kelompok metode PNF yang memberikan peningkatan bermakna secara statistik pada uji Glittre. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok metode PNF dan metode abduksi terhadap peningkatan handgrip dynamometer dan uji Glittre, namun didapatkan perbedaan peningkatan yang bermakna secara klinis antara metode PNF dan metode abduksi terhadap uji Glittre.
Simpulan : Latihan tanpa tumpuan pada angggota gerak atas dengan metode PNF dapat memberikan peningkatan yang lebih baik secara klinis dibandingkan dengan latihan dengan metode abduksi pada program rehabilitasi paru untuk meningkatkan fungsi tangan dalam melakukan AKS.

Background: Skeletal dysfunction that occurs in Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD resulted in diminishing ability in hand function especially in hand grasp and activities of daily living ADL performance. Unsupported upper extremity exercise had proven to be useful in treating skeletal dysfunctions on COPD. The recommended exercise that can be prescribed is the Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF method and abduction method. Until the recent time, there has been no evidence in determining the best method to improve skeletal dysfunction in COPD. This study will attempt to compare the two methods Unsupported upper extremity exercise between PNF and abduction for the hand function in pulmonary rehabilitation program.
Methods: This is an experimental study with consecutive sampling. There were 32 subjects with COPD of grades B, C, and D all are medically stable who came to Persahabatan General Hospital, after fulfilling all inclusion and exclusion criteria. Hand grip strength was graded by using the Jamar handgrip dynamometer, while the grading of ADL performance were assessed with Glittre Test that was done before and after intervention. Subjects were divided to two groups, the PNF method and abduction method. Both groups were given pulmonary rehabilitation program. Interventions consist of 20 exercise sessions for 8 weeks.
Results: There were 21 subjects that successfully completed 20 exercise sessions. In the analysis of both groups, there were significant increase in handgrip dynamometer, and only PNF method significantly improved ADL performance in Glittre Test. There was no statistically significant difference in between both groups on the increase of handgrip dynamometer and Glittre test, however there was clinically significant increase PNF method and abduction method on the Glittre test.
Conclusions: Unsupported upper extremity exercise with PNF methods give better clinically significant improvement on hands function for ADL compare to abduction methods in pulmonary rehabilitation program.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peggy
"LATAR BELAKANG: Sendi lutut adalah sendi yang paling sering terkena OA. Stabilitas dinamik sendi lutut dipengaruhi oleh otot-otot kuadrisep dan hamstring. Untuk mengoptimalkan gaya yang dihasilkan oleh otot, program latihan peregangan harus terintegrasi dalam program latihan penguatan pada OA. Namun, belum ada penelitian yang membandingkan efek berbagai teknik peregangan terhadap hasil latihan isotonik pada pasien OA lutut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efek teknik peregangan statik dibandingkan Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF terhadap outcome visual analog scale VAS, lingkup gerak sendi LGS, kekuatan otot, dan kemampuan berjalan latihan penguatan isotonik otot kuadrisep dan hamstring pada pasien OA lutut.
METODE: Desain penelitian ini adalah quasi experimental. Populasi terjangkau adalah wanita penderita OA lutut berusia 50 ndash; 70 tahun yang berobat ke Poliklinik Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dan dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi. Pada kelompok pertama, subjek diberi infra red radiation IRR, latihan peregangan statik, dan latihan isotonik otot kuadrisep dan hamstring. Pada kelompok kedua, subjek diberi IRR, latihan peregangan PNF, dan latihan isotonik otot kuadrisep dan hamstring. Intervensi dilakukan selama 6 minggu. Penilaian nyeri menggunakan skor VAS, LGS menggunakan goniometer, kekuatan otot menggunakan hand held dynamometer, dan kemampuan berjalan menggunakan uji jalan 15 meter.
HASIL: Sebanyak 30 responden mengikuti program latihan sampai selesai, kelompok pertama dan kedua masing-masing 15 orang. Setelah 6 minggu, didapatkan perbaikan skor VAS, LGS, kekuatan otot kuadrisep dan hamstring serta uji jalan 15 meter dengan perbaikan bermakna didapatkan pada kekuatan otot hamstring pada kedua kelompok. Delta skor VAS dan uji jalan 15 meter lebih tinggi pada kelompok peregangan statik dibandingkan PNF tetapi tidak berbeda bermakna. Delta kekuatan otot kuadrisep didapatkan lebih tinggi pada kelompok peregangan statik dibandingkan PNF dan berbeda bermakna p=0.033 . Delta LGS dan kekuatan hamstring lebih tinggi pada kelompok peregangan PNF dibandingkan statik tetapi tidak berbeda bermakna.
KESIMPULAN: Pemberian latihan peregangan statik maupun PNF tidak memberikan efek yang berbeda bermakna secara keseluruhan terhadap outcome latihan penguatan isotonik otot kuadrisep dan hamstring pada pasien OA lutut.

BACKGROUND. Knee joints are the joints most commonly affected by OA. The dynamic stability of the knee joint is affected by the quadriceps and hamstring muscles. Stretching exercise programs should be integrated into strengthening exercise programs in OA to optimize the force that generated by the muscle. However, there have been no studies comparing the effects of various stretching techniques on the outcome of isotonic exercise in knee OA patients. The aim of this study was to find out whether there is a difference between the effect of static stretching compared to the Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF to the outcomes visual analog scale VAS, range of motion ROM, muscle strength, and walking ability of quadriceps and hamstring muscle isotonic strengthening exercises in knee OA patients.
METHODS. The design of this study was quasi experimental. The study population is women suffering from knee OA aged 50-70 years who went to the Medical Rehabilitation Clinic RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta that meet the criteria of the study. Sampling was done using consecutive sampling and divided into two groups by randomization. In the first group, subjects were given infra red radiation IRR, static stretching exercises, and isotonic exercises of quadriceps and hamstring muscles. In the second group, subjects were given IRR, PNF stretching exercises, and isotonic exercises of quadriceps and hamstring muscles. Intervention is done for 6 weeks. Pain assessment using VAS scores, ROM measurement using a goniometer, muscle strength measurement using a hand-held dynamometer, and walking ability measurement using a 50-feet walking test.
RESULTS. Thirty respondents were completed the exercise program, the first and second group consists of 15 people, respectively. After 6 weeks, the improvement of VAS, ROM, quadriceps and hamstring muscle strength and 50 feet walking test with significant improvement was obtained only hamstring muscle strength in both groups. Delta VAS scores and 50 feet walking test were higher in the static stretching group than PNF but not significantly different. Delta quadriceps muscle strength was significantly high er in the static stretch group than in PNF p = 0.033 . Delta ROM and hamstring muscle strength were higher in the PNF stretching group than in static but not significantly different.
CONCLUSIONS. There is no significant difference between the effect of static stretching techniques and the PNF on the outcomes visual analog scale VAS, range of motion ROM, muscle strength, and walking ability of quadriceps and hamstring muscle isotonic strengthening exercises in knee OA patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Helena
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan latihan jentera dan sepeda statis terhadap perubahan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) kondisi stabil.
Metode: Metode penelitian eksperimental dengan jumlah sampel 44 orang, terdiri dari 22 orang dengan latihan sepeda statis dan 22 orang dengan latihan jentera yang datang ke poli Rehabilitasi Medik RS Persahabatan. Penilaian kapasitas fungsional menggunakan metode Uji Jalan 6 Menit (UJ6M) dilakukan minggu I, V dan IX. Penilaian kualitas hidup diukur menggunakan St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) dilakukan minggu I dan IX. Program latihan dilakukan selama 8 minggu.
Hasil: Latihan jentera dan sepeda statis menghasilkan perbaikan signifikan baik dalam hal hasil uji jalan 6 menit dan SGRQ sejak minggu I sampai IX. Namun dalam perbandingan latihan yang memberikan hasil terbaik, jentera meningkatkan jarak tempuh jalan 6 menit lebih baik dibandingkan sepeda statis secara konsisten pada minggu I–V, V-IX dan I-IX (p <0,001). Untuk nilai SGRQ, hasil kedua latihan tidak berbeda signifikan.
Kesimpulan: Kelompok latihan jentera memiliki peningkatan kapasitas fungsional yang lebih besar dan berbeda bermakna dibandingkan kelompok latihan sepeda statis pada subjek PPOK stabil. Kelompok latihan jentera memiliki peningkatan kualitas hidup yang tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok latihan sepeda statis pada subjek PPOK stabil.

Objective: This study aimed to assess the differences between treadmill and ergocycle exercise on changes in functional capacity and quality of life in patients with stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Methods: This is an experimental research with a sample of 44 subjects, consisting of 22 subjects in the ergocycle exercise group and 22 subjects in the treadmill exercise group, at Persahabatan Hospital Medical Rehabilitation Clinic. Assessment of functional capacity using the 6 Minute Walking Test (6MWT) was performed on weeks I, V and IX. Assessment of quality of life was measured using the St. George's Respiratory Questionnaire (SGRQ) performed on the week I and IX. Training program was conducted for 8 weeks.
Results: Treadmill and ergocycle exercise produce significant improvement in both the 6MWT results and SGRQ since week I to IX. But in comparison, treadmill exercise improves 6MWT distance better than ergocycle consistently at week I-V, V-IX and I-IX (p <0.001). For the SGRQ score, both exercises did not differ significantly.
Conclusion: The treadmill exercise group had a larger and significantly different improvement in functional capacity than the ergocycle exercise group in stable COPD subjects. Treadmill exercise group improvements on quality of life was not significantly different than the ergocycle exercise group in stable COPD subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Silvony Chandra
"Latar Belakang: Perubahan sistemik pada PPOK menyebabkan terjadinya disfungsi otot yang berhubungan dengan penurunan fungsi keseimbangan. Gangguan keseimbangan menimbulkan konsekuensi terhadap kejadian jatuh. Penambahan latihan keseimbangan pada PPOK dapat meningkatkan fungsi keseimbangan, namun belum menjadi standar tatalaksana pada program rehabilitasi PPOK. Latihan ketahanan dengan menggunakan jentera dan sepeda statis menunjukkan adanya peningkatan nilai uji fungsi keseimbangan pasien PPOK, namun belum ada penelitian yang membandingkan antara kedua latihan tersebut dalam meningkatkan fungsi keseimbangan pasien PPOK.
Tujuan: Menilai efek latihan jentera dan latihan sepeda statis selama delapan minggu terhadap perbaikan fungsi keseimbangan pasien PPOK.Metode. Uji klinis teracak terhadap pasien PPOK stabil grup A,B,C dan D pada usia 55-80 tahun. Subjek dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok jentera dan kelompok sepeda statis. Kedua kelompok mendapat program rehabilitasi paru selama delapan minggu. Dilakukan evaluasi fungsi keseimbangan dengan menggunakan Berg Balance Scale BBS pada awal penelitian, 4 dan 8 minggu setelah mulai penelitian.
Hasil: Terdapat 16 subjek PPOK yang menyelesaikan penelitian. Didapatkan peningkatan yang signifikan secara statistik pada nilai BBS baik pada latihan jentera maupun pada latihan sepeda statis setelah delapan minggu latihan dengan nilai akhir BBS 51,88 dan 50,25 secara berurutan. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara selisih peningkatan nilai BBS latihan jentera dan latihan sepeda statis dengan nilai tengah 3,00 dan 3,50 secara berurutan.
Kesimpulan: Nilai BBS menunjukkan perbaikan bermakna secara statistik baik pada latihan jentera maupun sepeda statis. Tidak terdapat perbedaan efek yang bermakna secara statistik antara latihan pada kedua kelompok tersebut.

Background: Systemic changes in COPD result in muscle dysfunction that associated with decreased balance function. Impaired balance has consequences for falling events. The addition of balance exercises to COPD can improve balance function, but it has not yet become the standard treatment for COPD rehabilitation programs. Endurance exercises using treadmill and static cycle show an increase in balance function test of COPD patients, but no studies have compared the two exercises in order to improve the balance function of COPD patients.
Aim: To assess the effects of treadmill and static cycle exercise for eight weeks on improving balance function of COPD patients. Method. Randomized Clinical trials of stable COPD patients on A, B, C and D group at age 55 80 years. Subjects were divided into two groups, treadmill and static cycle group. Both groups received pulmonary rehabilitation program for eight weeks. Evaluation of balance function using Berg Balance Scale BBS at the beginning of the study, 4 and 8 weeks after the study.
Results: There were 16 subjects of COPD who completed the study. There was a statistically significant increase in the value of BBS in both treadmill and static cycle group after eight weeks of exercise with a final BBS score of 51.88 and 50.25 respectively. There was no statistically significant difference between the improvement value of BBS in treadmill and static cycle exercise with median values of 3.00 and 3.50 respectively.
Conclusion: The BBS score showed statistically significant improvements in treadmill and static cycles exercise. There was no statistically significant different effect of exercises in both groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamed Ismail
"Latar belakang: Eksaserbasi PPOK berhubungan dengan dampak yang cukup besar pada kualitas hidup dan aktivitas sehari-hari. Mayoritas pasien mengalami setidaknya satu eksaserbasi per tahun dan eksaserbasi telah dikaitkan dengan penurunan progresif dalam VEP1 dan dengan laporan yang berbeda-bedaada ketidakpastian apakah eksaserbasi meningkatkan tingkat penurunan fungsi paru.
Metode: Penelitian ini penelitian deskriptif dengan metode potong lintang yang menganalisis hasil spirometri pada pasien PPOK dan membandingkan dengan data spirometri tahun sebelumnya dan melihat perubahan VEP1. Jumlah sampel keseluruhan penelitian ini adalah 100 pasien yang sudah terdiagnosis PPOK dan rutin kontrol ke poli asma/PPOK RS persahabatan dari tahun 2011sampai 2013.
Hasil: Sebanyak 100 subjek diambil untuk penilitian ini. Sebagian besar pasien adalah laki-laki , 96 % ( n = 96 ) . Usia rata-rata adalah 66,5 tahun ( SD ± 7 tahun dan 95 % CI ) BMI subjek adalah 22.88 ( SD ± 3,95 & 95% CI ). Status merokok adalah; bekasperokok ( 89 %, 95 % CI ), merokok 3 %, dan 8 % yang tidak pernah merokok. Keparahan penyakit berdasarkan GOLD adalah; Derajat ringan 7 %, Sedang 45 %, berat 41% dan sangat berat 7 %. Penurunan VEP1terlihat pada 73 % subjek ( n = 73 ) dan penurunan VEP1 rata-rata 117mL per tahun. Subjek dalam penelitian kami ditemukan eksaserbasi tingkat tahunan rata-rata 2,4 per tahun. Kami idak menemukan korelasi yang bermakna dengan jumlah eksaserbasi dengan jumlah eksesabasi( p = 0,005) dan terdapat korelasi yang bermakna dengan jumlah eksaserbasi dan tingkat keparahan penyakit (p = 0,005 ). Kami tidak menemukan korelasi penurunan VEP1 dengan BMI (p = 0,602 ), Indeks Brinkman (p = 0,462) atau komorbiditi.
Kesimpulan: Penilitian ini terdapat hubungan yang bermakna dengan penurunan VEP1 dan tingkat keparahan penyakit dengan frekuensi eksaserbasi. Kami tidak menemukan hubungan yang bermakna dengan jumlah eksesabasi dengan BMI, Brinkman Index atau komorbiditi.

Introduction: Exacerbations of COPD are associated with considerable impact on quality of life and daily activities. The rate at which exacerbations varies greatly between patients. Majority of patients experience at least one exacerbation per year and exacerbations have been linked to a progressive decline in FEV1and with varying reports there is uncertainty as to whether exacerbations increase the rate of decline in lung function.
Method: We conducted a descriptive, cross-sectional study on COPD patients who were on regular follow up at our hospital since 2011. Spirometry at enrollment was compared with previous year’s spirometry and event-based exacerbations were inquired from the patient and from inpatient and outpatient hospital medical records.
Result: A total of 100 patients were included in the study. Majority of patients were males, 96% (n= 96). The mean age was 66.5 years (SD ±7 years and 95% CI) The BMI of the subjects was 22.88 (SD± 3.95 & at 95% CI). Smoking status of the subjects were; past smokers (89%, 95% CI), current smokers, 3%, and 8% who never smoked. Disease severity per GOLD were; Mild disease 7%, Moderate 45%, Severe 41% and very Severe 7%. Decline in FEV1 was observed in 73% subjects (n=73) and a mean decline of 117mL/year. Subjects in our study reported 288 exacerbations during the study with a mean annual exacerbations rate of 2.4 per year. FEV1 decline hada significant correlation with number of exacerbations (p=.0005) and also there was significant relationship with disease severity (p=0.005). We did not find a correlation of decline in FEV1 with BMI (p=.602), Index Brinkman (p=.462) or comorbidities.
Conclusion: There was a significant correlation with decline in FEV1 and disease severity with the total number of exacerbations. We also found a significant correlation with disease severity as per GOLD stage,however, we did not find a significant correlation between BMI, Brinkman Index or the comorbidities of the subjects with number of exacerbations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Any Safarodiyah
"Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK merupakan penyakit dengan penurunan fungsi paru, yang melibatkan stres oksidatif pada patogenesisnya. Likopen diketahui merupakan salah satu karotenoid utama pada jaringan paru dengan aktivitas antioksidan sangat kuat. Penelitian potong lintang ini dilakukan di RSUP Persahabatan, Jakarta Timur, melibatkan 47 subjek dengan tujuan mengetahui korelasi antara kadar likopen serum dengan fungsi paru pada penderita PPOK. Karakteristik subjek dan asupan likopen didapatkan melalui wawancara menggunakan food frequency questionairre FFQ semi-kuantitatif. Kategori diagnosis PPOK didapatkan dari rekam medis atau wawancara. Status gizi ditentukan berdasarkan Indeks Masa Tubuh IMT , fungsi paru ditentukan menggunakan spirometri, dan kadar likopen serum diukur dengan High Performance Liquid Chromatography HPLC . Semua subjek laki-laki, terbanyak berusia ge;60 tahun, hampir separuh bekas perokok berat, 51 berstatus gizi normal. Asupan likopen 4.407 256 ndash;18.331 mg/hari, lebih rendah daripada asupan orang sehat. Kadar likopen serum 0,57 0,25 mmol/L, setara dengan orang sehat. Terdapat korelasi positif p=0,001; r=0,464 antara kadar likopen serum dengan VEP1/KVP, namun tidak terdapat korelasi kadar likopen serum dengan VEP1/Prediksi dan KVP/Prediksi.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD is a disease with decreasing pulmonary function, involving oxidative stres on its pathogenesis. Lycopene is one of the main carotenoids in lungs, with very potent antioxidant property. This cross sectional study was conducted at Persahabatan Hospital Jakarta, involving 47 subjects, aiming to investigate the correlation between serum lycopene level and lung function in COPD subjects. Interview was used to assess subjects rsquo characteristics and lycopene intake using semi quantitative food frequency questionnaire FFQ . COPD grouping was gathered from medical records or interview. Body mass index BMI was used to determine nutritional status, lung function test conducted by spirometry, while lycopene serum level was assessed using High Performance Liquid Chromatography HPLC method. All subjects were male, majority ge 60 years old, almost half ex heavy smokers, about 51 were in normal nutritional status. Lycopene intake was 4,407 256 ndash 18,331 mg day, lower compared to healthy subjects rsquo . Serum lycopene level was 0.57 0.25mmol L, similar to normal level in healthy individuals. There was a correlation p 0.001 r 0.464 between serum lycopene level and FEV1 FVC, but no correlations between serum lycopene level and FEV1 , neither was FVC . "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Akza Putrawan
"Latar belakang dan tujuan: Penyakit kardiovaskular merupakan komorbid yang sering terjadi dan menjadi penyebab kematian pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Penyakit kardiovaskular menjadi salah satu faktor prediksi tahan hidup pasien PPOK. Pemeriksaan echocardiography merupakan pemeriksaan yang akurat dan menyediakan informasi untuk evaluasi fungsi jantung.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi jantung pasien PPOK berdasarkan temuan echocardiography di RSUP Persahabatan Jakarta.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang terhadap pasien PPOK stabil yang berkunjung ke poli asma-PPOK di RSUP Persahabatan.Penelitian dilakukan dari Januari-Juni 2017. Subjek yang memenuhi kriteria akan dilakukan anamnesis, spirometri dan echocardiography.
Hasil: Sebanyak 70 pasien ikut serta dalam penelitian ini dan dilakukan echocardiography. Usia rerata subjek adalah 65,68 ± 7,65. Subjek terbanyak adalah laki-laki (95,7%). Pada penelitian ini ditemukan 5,7% subjek memiliki gagal jantung kiri, 11,4% memiliki gagal jantung kanan, 30% hipertensi pulmoner, 8,6% mengalami dilatasi ventrikel kanan dan 11,4% mengalami pembesaran ventrikel kiri. Analisis statistik menemukan hubungan bermakna antara tricuspid annular plane excursion(TAPSE) dengan eksaserbasi pada PPOK(p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kontraksi ventrikel kanan, hipertensi pulmoner dan dilatasi ventrikel kanan. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara derajat keparahan PPOK dengan dimensi, tekanan dan kontraksi jantung.
Kesimpulan: Prevalens gangguan fungsi jantung tinggi pada pasien PPOK dan memiliki hubungan dengan eksaserbasi pada PPOK. Pasien dengan fungsi paru rendah memiliki kecenderungan untuk memilki gangguan di jantung.

Background/Aim: Cardiovascular disease is a frequent comorbidity and cause of death in chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Cardiovascular disease is one of predictive of survival in COPD. Echocardiography provides accurate and rapid information to evaluate cardiac function. The aim of this study is to elucidate the cardiac function based on echocardiography findings in stable COPD patients in the Persahabatan Hospital Jakarta.
Methods: This study is a cross sectionalstudy among stable COPD patients who visit asthma-COPD clinics in Persahabatan Hospitals from January to June 2017. Interview, spirometry dan echocardiography perform to all subject who meet the ctiteria.
Results: A total 70 subject with COPD perform echocardiography with mean ages 65,68 ± 7,65. Most of subject were men (95,7%). In this study found 5,7% subjects with left ventricle failure, 11,4% with right ventricle failure, 30% with pulmonary hypertension, 8,6% with right ventricle dilatation and 11,4% left ventricle hypertrophy. Statistic analysis have found significant association between tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) and exacerbation in COPD patient (p<0,05). In this study found significant relationship between body mass index (BMI) and right ventricle contraction, pulmonary hypertension and right ventricle dilatation. There were no significant relationship between COPD severity and cardiac dimension, pressure and contraction.
Conclusion: Prevalence of cardiac function abnormality were high in COPD patient and have relationship with exacerbation of COPD. Patient with lower lung function tender to have cardiac problem."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anyta Hera Wahyuni
"Penurunan fungsi paru berperan pada peningkatan insiden PPOK  pada lansia. Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi ketepatan penggunaan inhaler dapat berdampak negatif terhadap prognosis. Tujuan Penelitian mengetahui hubungan fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK. Metode penelitian menggunakan cross sectional dengan lokasi penelitian di poliklinik Paru Asma-PPOK. Sampel pada penelitian dipilih melalui teknik consecutive sampling berjumlah 96 responden lansia PPOK. Analisis data terdiri dari analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan analisis multivariat menggunakan uji Regresi Logistik. Hasilnya responden mengalami gangguan fungsi kognitif dengan kategori tidak tepat dalam penggunaan inhaler sebanyak 46 responden (55.2%). Uji statistik regresi logistik didapatkan variabel fungsi kognitif berhubungan dengan ketepatan penggunaan inhaler (p=0,001; OR=40,524; CI 95% 12,537- 130,984). Kesimpulan ada hubungan antara fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK setelah dilakukan uji statistik. Lansia mengalami gangguan fungsi kognitif tidak optimal dalam penggunaan inhaler. Pemberian edukasi pada lansia serta keluarga/caregiver dengan metode disesuaikan kemampuan kognitif lansia, seperti demonstrasi langsung, video instruksional, dan materi visual.

Decreased lung function contributes increased incidence of COPD in older adults. Impairment cognitive function affect accuracy of inhalers could have bad prognosis. Aim of study was to determine relationship between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD. The research method used cross sectional location at polyclinic Asma-PPOK. The respondents were selected method through consecutive sampling technique, totalling 96 older adults with COPD. Data analysis consisted of univariate analysis, bivariate analysis using the Chi-square / Pearson Chi-square test, and multivariate analysis using the Logistic Regression test. Result respondents impaired cognitive function with inappropriate  use of inhalers as many as 46 respondents (55.2%). Logistic regression statistical obtained cognitive function correlated with accuracy of inhaler use (p=0.001; OR=40.524; CI95% 12.537- 130.984). Conclusion there correlation between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD after statistical analysis. Older adults with impaired cognitive function are not optimal use inhalers. Providing education to older adults and caregivers by methods adjusted cognitive function, such as direct demonstrations, instructional videos, and visual materials."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Oktavia
"Latar belakang: Disfungsi ventrikel kanan merupakan salah satu komplikasi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Penilaian fungsi ventrikel kanan penting, karena berkaitan dengan keterbatasan kemampuan kerja pasien serta prognosis yang buruk.
Tujuan: Untuk mengetahui proporsi disfungsi sistolik dan diastolik ventrikel kanan pada PPOK stabil, serta untuk mengetahui korelasi forced expiratory volume in one second (FEV1) % prediksi dengan nilai Tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) dan nilai titik potong kedua variabel tersebut.
Metode: Dilakukan pemeriksaan spirometri terhadap 30 pasien PPOK stabil (rerata usia: 65 ± 6 tahun). Kemudian semua pasien menjalani pemeriksaan ekokardiografi standar, TAPSE, mengukuran dimensi ruang jantung kanan dan inflow trikuspid.
Hasil: Rerata nilai rerata FEV1 28 ± 8% prediksi. Tidak terdapat pasien dengan derajat obstruksi yang ringan, 57% subjek mengalami derajat obstruksi yang sangat berat. Semua pasien menunjukan pola spirometri campuran obstruktif dan restriktif. Rerata dimensi ruang jantung kanan pasien dalam batas normal. Terdapat 40% pasien yang mengalami disfungsi diastolik. Rerata nilai TAPSE 16, 96 ± 96 mm. Terdapat 60% pasien yang mengalami penurunan nilai TAPSE. Tidak terdapat beda rerata nilai TAPSE antara kelompok dengan derajat obstruksi sedang-berat dengan derajat obstruksi sangat berat. Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara FEV1 % prediksi dengan TAPSE, sehingga titik potong kedua variabel tidak dapat ditentukan.
Simpulan: Proporsi disfungsi sistolik ventrikel kanan 60% dan disfungsi diastolik 40%. Tidak terdapat korelasi nilai FEV1 % prediksi dengan nilai TAPSE, sehingga nilai titik potong kedua variabel tidak dapat ditentukan pada PPOK stabil.

Background: Right ventricular dysfunction is one of the common complication of chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Right ventricular assessment is importance, since it related with exercise intolerance and poor prognosis.
Objective: To determine the proportion of systolic and diastolic dysfunction of right ventricle in stable COPD patients and to determine the correlation between forced expiratory volume in one second (FEV1) % prediction and Tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) and also to determine the cut-off value between the two variables.
Methods: Thirty stable COPD men (mean age: 65 ± 6 yr) underwent spirometry. In addition to conventional echocardiographic parameters, TAPSE, right heart chambers, and trans tricuspid inflow were determined.
Results: The mean value of FEV1 was 28 ± 8% of the predicted value. There was no subject with mild airflow limitation, 57% subjects were with very severe airflow obstruction. All of pulmonary function test showed mixed restrictive-obstructive pattern. Mean of right chamber was in normal limit. Forty percent of the patients suffered right ventricular diastolic dysfunction. Means of TAPSE was 16.96 ± 96 mm. Sixty percent of the patients suffered right ventricular systolic dysfunction. There was no significant difference in TAPSE between groups with moderate-severe flow obstruction and very severe airflow obstruction. There was no significant correlation between FEV1 % prediction and TAPSE, so the cut-off value between the two variables cannot be determined.
Conclusions: The proportion of right ventricular systolic dysfunction was 60% and diastolic dysfunction was 40%. There was no correlation between FEV1 % prediction and TAPSE. The cut-off value between the two variable in stable COPD patients cannot be determined.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Dwi Apriliana
"Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah di Indonesia. PPOK ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang disebabkan oleh kelainan saluran napas atau kelainan anatomis paru atau kombinasi dari keduanya. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada penderita PPOK yaitu kurangnya asupan oksigen pada waktu malam hari. Keadaan tersebut akan semakin diperberat apabila penderita PPOK juga menderita gangguan tidur Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA adalah gangguan tidur yang disebabkan penyumbatan saluran napas dan menyebabkan jeda sementara saat napas minimal 10 detik.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan seleksi fitur Information Gain untuk mencari fitur-fitur yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK. Setelah proses seleksi fitur selesai, peneliti menggunakan metode Random Forest untuk mengklasifikasi pasien PPOK yang beresiko tinggi terkena OSA dan yang berisiko rendah terkena OSA. Sampel pada penelitian ini merupakan 111 pasien PPOK yang berada di RS Cipto Mangunkusumo.
Dari hasil penelitian ini, nilai akurasi terbaik didapat saat penggunaan 4 fitur terbaik dari keseluruhan fitur (10% fitur dari keseluruhan fitur) sebesar 85.71% dengan sensitifitas dan spesifisitas berturut-turut sebesar 71.43% dan 92.86%. Fitur yang memiliki rangking terbaik adalah lingkar pinggang.

Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is one of the epidemic diseases in Indonesia. The characters of COPD can be seen from airway abnormalities, anatomical abnormalities of the lungs, or the combination of both. One complication that can occur in patients with COPD is lack of oxygen intake at night. This situation will be further aggravated if COPD patients also suffer from Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA is a sleep disorder caused by airway obstruction, and causes a temporary pause when breathing for at least 10 seconds.
In this study, we used Information Gain feature selection to determine which features that affect the risk of OSA in COPD patients. After the feature selection process was completed, we used the Random Forest Classifier method to classify who has the high risk and who has the low risk of developing OSA in COPD patients. The sample in this study consist of 111 COPD patients with 34 features who hospitalized in Cipto Mangunkusumo Hospital.
From experimental result, the best accuracy are obtained by 4 features (10% of total features) i.e 85.71% with sensitivity and specificity are 71.43% and 92.86% respectively. The feature with highest ranking is waist size.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>