Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49390 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lukman Fajar
"Teknologi informasi secara umum sudah dimanfaatkan oleh institusi pemerintah untuk menjalankan sebagian besar tugas pokok dan fungsinya. Seiring meningkatnya ketergantungan organisasi pemerintah terhadap ketersediaan layanan teknologi informasi, kekhawatiran terhadap terganggunya layanan akibat terjadinya bencana semakin meningkat. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual DJKI sebagai salah satu insititusi pemerintah yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat pada saat ini belum memiliki dokumen perencanaan terkait dengan perlindungan aset pada saat terjadi gangguan atau bencana. Karena itu perlu disusun sebuah dokumen perencanaan yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi DJKI dalam upaya untuk memulihkan kondisi layanan SI/TI disaat kritis serta upaya untuk tetap terus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Disaster Recovery Plan DRP merupakan dokumen yang mendefinisikan setiap aktifitas, tindakan, serta prosedur yang harus dilakukan terkait pemulihan bencana.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah rancangan DRP bagi DJKI dengan menggunakan metodologi NIST SP 800-34 Rev. 1. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan identifikasi dan penilaian pada aset SI/TI yang dimiliki DJKI, untuk kemudian menentukan strategi dan teknologi yang tepat untuk proses pemulihan bencana.
Hasil dari penelitian ini adalah sebuah rancangan DRP yang telah disesuaikan dengan kondisi organisasi DJKI. Dokumen DRP yang dimiliki untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai panduan untuk membantu menjaga ketersediaan dan keandalan layanan sistem informasi yang dimiliki DJKI ketika terjadi gangguan maupun bencana.

Information technology is already used by government institutions to carry out most of their duties and functions. The concerns about the disruption of services due to the occurrence of disasters is increasing. Directorate General of Intellectual Property DGIP as one of the government institutions that provide services directly to the public, currently do not have a planning document relating to the asset protection in the event of disruption or disaster. It is necessary to develop a planning document that can serve as a reference for DGIP in an attempt to recover the services of IS IT in a crisis situation and helps to continue provide services to the public. Disaster Recovery Plan DRP is a document that defines each activity, action, and the procedures to be undertaken in disaster recovery.
This research aims to create a design for DGIP DRP using the methodology of NIST SP 800 34 Rev. 1. This research was conducted with the identification and assessment of the assets of IS IT owned by DGIP, then determine the appropriate strategies and technologies for disaster recovery process.
Results from this study is a DRP draft which has been adapted to the conditions of DGIP organization. DRP document can be used as a guide to help maintain the availability and reliability of information systems owned by DGIP when an interruption or disaster happened.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Zannibua Harisma
"Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) adalah unit Eselon I pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang melakukan pelayanan publik di bidang administrasi hukum umum. Beberapa layanan publik yang dilaksanakan Ditjen AHU memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat umum dan negara, seperti pendaftaran PT dan pendaftaran jaminan fidusia. Dalam menyelenggarakan layanan publik dan membantu kegiatan internalnya, Ditjen AHU memanfaatkan teknologi informasi sebagai media pendukungnya. Ketersediaan dan keandalan layanan publik khususnya yang berbasis teknologi informasi merupakan hal yang penting, sehingga diperlukan rencana untuk untuk menjaga kedua hal tersebut, untuk memastikan kegiatan bisnis dapat tetap berlangsung bahkan ketika ada gangguan maupun bencana. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik Pasal 17 ayat (1). Mengingat pentingnya hal tersebut, diperlukan rencana pemulihan bencana yang baik untuk Ditjen AHU.
Proses perancangan Disaster Recovery Plan (DRP) yang dilakukan menggunakan kerangka acuan dari NIST, dengan beberapa penyesuaian sesuai dengan kondisi Ditjen AHU. Tahapan yang dilakukan pada perancangan DRP ini adalah melakukan identifikasi terhadap aset yang dimiliki Ditjen AHU, identifikasi dan penilaian risiko, analisis dampak risiko terhadap bisnis, kemudian menentukan teknologi dan strategi yang tepat untuk proses pemulihan dari bencana. Hasil dari perancangan DRP ini diharapkan dapat membantu menjaga ketersediaan dan keandalan sistem informasi yang dimiliki Ditjen AHU ketika terjadi gangguan maupun bencana.

Directorate General of Legal Administrative Affairs (Ditjen AHU) is Echelon I unit at Ministry of Justice and Human Rights who perform public service in the field of public law administration. Some public services which carried out by Ditjen AHU have great benefits for the general public and the nation, such as company registration and fiduciary registration. In conducting public services and internal activities, Ditjen AHU utilize information technology as its supporting medium. The availability and reliability of public services especially which based on information technology is an important thing, so it is necessary to have a plan to mintain both of those thing, to ensure that business activities can still take place even when there is a disruption or disaster. This thing is in line with Government Regulation No. 82 Year 2012 on the Conduct of the Electronic Transactions Systems Chapter 17 verse (1). Considering its importance, it is necessary to have a good disaster recovery plan for Ditjen AHU.
The design process of the Disaster Recovery Plan (DRP) were performed using the NIST framework as a reference, with some adjustments in accordance with the conditions of Ditjen AHU. The steps being taken in this DRP design process is identification of the assets owned by Ditjen AHU, identification and risk assessment, business impact analysis, and determine the appropriate technologies and strategies for disaster recovery process. The results of this DRP design is expected to help maintain the availability and reliability of information systems owned by Ditjen AHU when disruption or disaster happens.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbaya
"Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu institusi pemerintah didalam lingkungan Departemen Kehakiman dan HAM RI, yang mempunyai tugas dan fungsi yang sangat penting yakni memberikan pelayanan dan perlindungan hukum dibidang Hak Kekayaan Intelektual kepada masyarakat. Misi dan visi yang dicapai tentu saja bergantung dari penerapan strategi yang telah ditentukan kedalam struktur organisasi yang merupakan gambaran dari pembagian wewenang dan tanggung jawab serta gambaran dari hubungan vertikal dan horizontal dalam organisasi dalam melaksanakan tugas memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan menganalisis keempat dimensi tersebut dan sudut persepsi pegawai. Adapun populasi dari penelitian ini adalah pegawai Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan sample sebanyak 95 orang. Pengelolaan organisasi berjalan dengan baik dan efesien maka diperlukan strukturisasi guna mampu mengakomodasi perkembangan lingkungan serta menjadi lebih tanggap dalam memberikan pelayanan. Struktur organisasi itu sendiri terdiri dari berbagai dimensi yakni dimensi formalisasi, sentralisasi, kompleksitas, dan intensitas administrasi. Perubahan dalam organisasi itu sendiri mempunyai berbagai model, yang dikenal dengan Mode of Change Management yakni, Tuning, Adapting, Redirecting, dan overhauling serta bentuk lain yang merupakan kombinasi dari keempat model tersebut. Untuk melakukan perubahan suatu organisasi tidak terlepas dari tekanan atau .kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan. Tekanan itu secara garis besar merupakan penghambat yang dapat dibedakan sifatnya yakni organisasi dan manusiawi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif berdasarkan data yang ada Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dengan melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan realibilitas instrument penelitian, distribusi dan prosentase responder, hitung korelasi dengan spearmen rho, serta uji beda mean dengan menggunakan Program SPSS 11.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan penilaian terhadap dimensi struktural organisasi antara pejabat dan staff Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Inteiektuai. Hubungan antar dimensi formalisasi dengan kompleksitas, intensitas dengan kompleksitas mempunyai hubungan yang signifikan dan positif, sedangkan dimensi formalisasi dengan sentralisasi, sentralisasi dengan intemsitas mempunyai hubungan yang negatif dan tidak signifikan, kemudian dimensi sentralisasi dengan kompleksitas mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan sedangkan formalisasi dengan intemsitas mempunyai hubungan positif dan tidak signifikan. Selain itu model perubahan yang dinginkan adalah tuning mode yang berarti perubahan dilakukan secara antisipatif terhadap perubahan, dilakukan bertahap dengan waktu yang relatif lama (lebih dari satu tahun) Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran kebijakan yang perlu diambil dalam memperbaiki dimensi struktural Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar mengurangi permasalahan yang timbul, guna mencapai efektivitas dan efisiensi organisasi dengan lebih memperjelas gugus tugas masing-masing unit serta mempertegas hubungan vertical maupun horizontal. yakni melalui penerapan reward dan punishment yang konsisten (adil dan merata), membuat standarisasi, perincian prosedur kerja.
Directorate General of Intellectual Property Rights is one of government institutions under the Ministry of Justice and Human Rights of Republic of Indonesia hold important duties and functions to give service and protection of law in Intellectual property rights to the society. The attainable mission and vision evidently depend on the implementation of the strategy set out inside the structure of the organization. The stages of description of authorization and responsibility distribution and a description of vertical and horizontal relationship inside the organization in carrying out duties to give services of law to the society. This research aimed to analyze the four dimensions mentioned from the perspective of the employees. The population is the employees in Directorate General of IPR with 95 samples. Enabling the management of the organization to fUf1 well and efficient, it needs a structure to accommodate the development of the environment and to be more aware in giving services. The structure of an organization consists of several dimensions which are dimension of formalization, centralization, complexity, and intensity (Robin, 1994:891). The changes in the organization have numerous models, which know as Mode of Change Management, which are Tuning, Adapting, Redirecting and Overhauling, and another mode, which is the combination of all four models (Nadler. 1995). Making a change in an organization is related to the pressure or a force inducing the occurrence of the changing. Generally speaking the pressure is an obstruction, which can be distinguished by nature. They are organization and human (Widodo,1996:17). The method used is descriptive based on the data. Primary Data was taken using questioner, whereas secondary data taken through library study and documentation. The data was analyzed using validity test and research instrument reliability, distribution and respondent percentage, correlation with spearmen rho, also mean differences using Program of SPSS 11.0 for Windows. The results show that there is no difference in evaluation of organizational structural dimension between officials and staffs of Directorate General of 1PR, There is a positively significant relationship between the dimension of formalization- and complexity and between the dimension of intensity and complexity. However, between the dimension of formalization and centralization and between centralization and intensity there is insignificantly negative relationship. Furthermore, the dimensions of centralization and complexity have negative significant relationship, but the dimensions of formalization and intensity have positively significant relationship. Moreover, the mode of change used is tuning mode, which means that the changes are conducted anticipatively against changes and periodically in a long duration (more than one year). Based on these results there are several policies to be taken in order to improve the structural dimension of Directorate General of 1PR and to solve the arising problems. It is expected to make the organization more effective and efficient by clarifying the job description of each unit and affirming the vertical and horizontal relationship through the consistent implementation of reward and punishment (fair and evenly spread), standardizing and listing the work procedure."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Des Maharani Prasetyadewi
"Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat akan peranan dan pentingnya hak kekayaan intelektual guna memacu pertumbuhan ekonomi, maka Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara berkesinambungan telah melaksanakan kegiatan sosialisasi atau publikasi baik dalam bentuk media elektronik maupun media cetak.
Penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah para pelaksana sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual yang sering melaksanakan sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual di lingkungan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, metode observasi dan melalui studi kepustakaan (library research).
Dari hasil analisis terhadap hasil wawancara, disimpulkan bahwa sosialisasi Hak Cipta yang selama ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak efektif hal ini bisa dilihat dari tujuan sosialisasi, sasaran sosialisasi, lokasi pelaksanaan dan kendala yang dihadapi.
Tujuan sosialisasi belum tercapai karena masih banyaknya masyarakat yang belum memahami dan mengetahui pentingnya Hak Cipta, yang mengakibatkan menurunnya permohonan pendaftaran dan meningkatnya tingkat pelanggaran Hak Cipta. Sasaran sosialisasi belum tercapai karena masih ada kesimpangsiuran penentuan sasaran yang akan dituju untuk sosialisasi. Penentuan lokasi pelaksanaan juga belum tepat, karena tidak disesuaikan dengan tema dan sasaran sosialisasi.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program adalah, alokasi dana yang kurang, koordinasi dalam pelaksanaan untuk kegiatan keijasama dengan instansi lain, dan jumlah peserta yang sulit dicapai oleh pelaksana.
Melihat kendala-kendala yang ada, maka seharusnya pelaksanaan sosialisasi Hak Cipta itu sebaiknya mengutamakan orang-orang yang benar-benar membutuhkan informasi tentang HKI beserta instansi yang terkait, melaksanakan evaluasi pelaksanaan sosialisasi baik dari segi pelaksana juga dari segi peserta (saran dan pendapat), menentukan lokasi pelaksanaan sesuai dengan tema dan sasaran, dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam berbagai kegiatan sosialisasi HKI diharapkan mengikutsertakan klinik konsultasi HKI.

In order to increase knowledge, understanding and awareness of the role and importance of intellectual property rights in order to spur economic growth, the Directorate General of Intellectual Property has been conducting socialization activities or publicity in the form of electronic media and print media.
The study used a descriptive approach using qualitative methods. Source of data used in this study is the implementation of Intellectual Property Rights of socialization are the managers of socialization of Intellectual Property Rights in the Directorate General of Intellectual Property Rights. The data was collected through interviews, observation methods and literature study (library research).
Interview’s result analysis gives some conclusions that the Copyright socialization was held by the Directorate General of Intellectual Property Rights is not effective it reflects from the purpose of socialization, socialization goals, location and obstacles faced.
The puipose of socialization is not reached because many people stil don’t understand and know the importance of Copyright, which resulted in a decreased application for registration and the increased level of Copyright violations. Socialization target is not reached because there was confusion selection of target socialize. Determining the location of the implementation is also not appropriate, because it is not adapted to the theme and goals of socialization.
Constraints encountered in implementation of the program, lack of funding allocation, coordination in the implementation of cooperation activities with other agencies, and participants is difficult to achieve by the managers.
Looking at the constraints exist, the Copyright socialization should put the people who really need information on IPR and related agencies, carry out evaluation of the implementation both socialization also implementing participants (suggestions and opinions), determine the location of the implementation in accordance with the themes and objectives, and to get maximuin results in a variety of activities are expected to include socialization IPR IPR consultation clinic.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26865
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilla Permitasari
"Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan salah satu instansi pemerintah yang memberi layanan publik. Layanan publik yang diberikan oleh BPS berupa penyajian data sensus dan survei. Dalam menjalankan fungsi untuk memberikan layanan publik ini, BPS didukung dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pengelolaan TIK oleh instansi pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 17 ayat 1 dikatakan bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib memiliki rencana keberlangsungan kegiatan untuk menanggulangi gangguan atau bencana. Selain itu di pasal 20 dikatakan bahwa setiap penyelenggara sistem elektronik wajib memiliki prosedur dan mekanisme untuk pengamanan sistem elektronik. Namun, hingga saat ini, BPS belum memiliki rencana penanggulangan bencana yang memuat prosedur dan mekanisme untuk pengamanan sistem elektronik.
Saat ini, BPS sedang fokus dalam membangun disaster recovery center (DRC). Untuk menghadapi kondisi bencana diperlukan dokumen disaster recovery plan (DRP) yang menjelaskan prosedur penanganan bencana dan juga spesifikasi infrastruktur untuk DRC. Untuk memenuhi kebutuhan BPS tersebut, penelitian ini berusaha merancang dokumen rencana penanggulangan bencana atau disaster recovery plan (DRP) di BPS. Pengembangan DRP mengacu pada standar BCI Good Practice Guideline 2008 karena di dalam standar tersebut dijelaskan dengan rinci setiap tahap pengembangan beserta metode yang dapat digunakan.
Hasil dari penelitian ini adalah dokumen DRP yang sesuai dengan kebutuhan BPS. Dokumen tersebut memuat peran, tanggung jawab, prosedur, teknis penanganan bencana, strategi keberlangsungan bisnis serta perencanaan kapasitas perangkat TI untuk DRC. Dengan dibuatnya dokumen DRP tersebut, diharapkan pemulihan bencana dapat berjalan dengan baik, sehingga BPS dapat mempertahankan keberlangsungan bisnisnya jika terjadi bencana.

BPS-Statistics Indonesia is one of the government agencies that provides public services. Public services provided by BPS is census and survey data presentation. In carrying out the functions to provide these public services, BPS is supported by information and communication technology (ICT). ICT for government sector is regulated by Peraturan Pemerintah RI No. 82 Year 2012 on the Implementation System and Electronic Transactions. One article, namely article 17, paragraph 1 says that the Electronic System for public services shall have a continuity plan activities to cope with disruption or disaster. In addition, Article 20 says that every operator of electronic systems is required to have procedures and mechanisms for securing electronic systems. However, until now, BPS has not had a disaster plan that includes procedures and mechanisms for securing electronic systems.
Currently, BPS is focusing on building a disaster recovery center (DRC). To deal with catastrophic conditions are required disaster recovery plan (DRP) that describes the procedure for disaster management and infrastructure specifications for DRC. To meet the needs of the BPS, this study sought to design documents of disaster overcoming plan or disaster recovery plan (DRP) in BPS. DRP development refers to the standard BCI Good Practice Guidelines 2008 as the standard describes in detail every stage of development as well as methods that can be used.
Result of this research is DRP document in accordance with the needs of the BPS. The document contains the roles and responsibilities of each person, strategy for business continuity, procedures for handling the disaster as well as capacity planning for the DRC. DRP is expected to run well, so that BPS can maintain business continuity in case of disaster.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Irianto
"Pada era informasi saat ini, penggunaan teknologi informasi sudah umum digunakan dalam menjalankan operasi di sebuah organisasi. Pada organisasi yang memiliki ketergantungan terhadap teknologi informasi, kekhawatiran terhadap terganggunya operasi akibat terjadinya bencana pada teknologi informasi semakin meningkat. Kekhawatiran tersebut yang menjadi pemicu tuntutan untuk membuat perencanaan pemulihan bencana bagi organisasi.
Astra Daihatsu Motor merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Dalam kegiatannya, Astra Daihatsu Motor menggunakan berbagai teknologi informasi untuk menjalankan operasi bisnisnya. Terjadinya bencana yang membuat terhentinya layanan teknologi informasi akan mengakibatkan terganggunya proses bisnis di Astra Daihatsu Motor. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk membuat perancangan rencana pemulihan bencana yang sesuai dengan kebutuhan Astra Daihatsu Motor.
Perancangan dilakukan dengan menggunakan metode Manufacturing Operations Recovery and Resumption yang dibuat oleh Iyer dan Sarkis pada tahun 1998. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai tim divisi Corporate Information and Technology dan beberapa orang didalam proses bisnis Astra Daihatsu Motor. Hasil dari pengumpulan data tersebut adalah rumusan kebutuhan fungsional dalam bentuk analisis dampak bisnis. Kebutuhan fungsional tersebut kemudian dianalisis untuk menjadi usulan rencana pemulihan bencana untuk Astra Daihatsu Motor.

In current information age, use of information technology has been commonly used in the operation of an organization. Organization that has dependency on information technology concerns about disruption of operations due to the disaster in information technology is increasing. Such concerns become the trigger for disaster recovery planning for the organization.
Astra Daihatsu Motor is a company engaged in manufacturing. In its activities, Astra Daihatsu Motor using a variety of information technology to run their business operations. The disaster that stop information technology services will lead to disruption of business processes at Astra Daihatsu Motor. Based on this, research done to make the design of disaster recovery plan that fits the needs of Astra Daihatsu Motor.
The design is done using Manufacturing Operations Recovery and Resumption methods made by Iyer and Sarkis in 1998. Data was collected by interviewing Corporate Information and Technology team and some people in the business process of Astra Daihatsu Motor. Results from the collection of such data is the formulation of functional requirements in the form of a business impact analysis. The functional requirement is then analyzed to be proposed as a disaster recovery plan for Astra Daihatsu Motor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Krisosa
"PT PELNI Persero sebagai suatu badan usaha milik negara yang bergerak di jasa transportasi laut dituntut untuk meningkatkan kinerja operasional perusahaan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Berdasarkan laporan pekerjaan Divisi Teknologi Informasi tahun 2016 diketahui bahwa realisasi KPI durasi gangguan infrastruktur TI sebesar 292 jam, melebihi target maksimum yang disepakati yaitu, 43 jam/tahun.
Dari hasil analisis, diketahui bahwa salah satu penyebab permasalahannya adalah tidak adanya disaster recovery plan DRP . Penelitian ini merancang DRP yang sesuai untuk PT PELNI Persero . Perancangan DRP menggunakan tahapan-tahapan yang ada pada panduan NIST SP 800-34 Rev.1 yaitu, penyusunan kebijakan, business impact analysis, mengidentifikasi kontrol pencegahan, dan menyusun strategi kontigensi. Selain itu, analisis konsolidasi dan optimasi sumber daya server dilakukan untuk mengetahui kebutuhan sumber daya setiap aset/layanan TI.
Penelitian ini bersifat action research, menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma interpretatif terhadap hasil pengumpulan data yang dilakukan melalui studi literatur, studi dokumen, observasi lapangan, dan wawancara serta kuesioner terhadap nara sumber unit kerja terkait. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi RTO, RPO, dan tingkat dampak yang dijadikan urutan prioritas pemulihan aset/layanan TI.
Berdasarkan ketiga hal tersebut, ada dua strategi lokasi pemulihan alternatif yang berhasil diidentifikasi yaitu, 9 aset/layanan TI dengan fully mirrored site dan 13 aset/layanan TI dengan hot site, sedangkan strategi backup untuk semua aset/layanan TI adalah replikasi mesin virtual aplikasi jika ada perubahan dan replikasi database secara realtime.
Hasil penelitian ini adalah dokumen DRP yang disesuaikan dengan kondisi internal dan proses-proses bisnis yang ada di PT PELNI Persero dan diharapkan dapat menjadi acuan organisasi dalam pengembangan disaster recovery center DRC .

PT PELNI Persero as a state owned enterprise which has business in sea transportation services are required to improve the corporate operational performance by utilizing information technology. Based on the annual report of Information Technology Division in 2016, it is known that the realization of one of their key performance indicators, that is the duration of IT infrastructure interruption, has a value 292 hours exceeds the agreed maximum target value, that is 43 hours year.
From the result of anaysis, it is known that one of the causes is the absence of disaster recovery plan DRP . This research designs the appropriate DRP for PT PELNI Persero . This research is an action research conducted with qualitative methodology. The design of DRP uses the steps in the NIST SP 800 34 Rev.1 guidelines, policy formulation, business impact analysis, identifying prevention controls, and developing contingency strategies. In addition, a consolidated analysis and optimization of server resources is performed to determine the resource requirements of each IT assets services.
This study uses a qualitative approach with interpretive paradigm to find and understand the meaning of the results of data collection conducted through literature studies, document studies, field observations, and interviews and questionnaires to persons which are the users of IT assets services. This study has identified the RTO, RPO, and impact level as the priority sequence of IT assets services recovery.
Based on these three points, there are two alternative recovery location strategies, those are fully mirrored site for 9 assets IT services and hot site for 13 IT asset services, while backup strategy for all IT assets services is the replication of application virtual machine if there are changes and the realtime replication of database virtual machine.
The result of this study is DRP document that is fit to the internal conditions and business processes that exist in PT PELNI Persero and it is expected to be an organizational reference in the development of a disaster recovery center DRC.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Said Nafik
"ABSTRAK
Otomasi administrasi hak kekayaan intelektual telah dimulai sejak tahun 1990 dengan adanya pembuatan rencana induk sistem informasi manajemen hak cipta, paten, dan merek. Berdasarkan rencana induk tersebut, otomasi dimulai dengan studi kelayakan pengembangan sistem administrasi paten, sistem administrasi merek, dan sistem administrasi hak cipta.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi efektivitas dari otomasi administrasi hak kekayaan intelektual. Lebih lanjut persepsi efektifitas yang dianaiisis termasuk distnbusi dan frekuensinya terhadap otomasi yang telah dibangun dengan mengumpulkan data responden dari internal Ditlen HKI rnelalui pengambilan sampel secara purposif
Hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa tingkat persepsi efektifitas otomasi administrasi DitJen HKI berdasarkan siklus pengembangan sistem dari yang tertinggi sampai terendah adalah dimensi investigasi sistem (mean score = -1,300), dimensi desain sistem (mean score = -1,380), dimensi analisis sistem (mean score = -1,513), dimensi pemeliharaan sistem (mean score = -1,670), dan climensi implementasi sisteni (mean score = -1,951) secara berturutturut. Dimensi implementasi sistem yang memiliki mean score terendah terutama terletak pada variabel pengembangan perangkat lunak dengan indikator pengembangan aplikasi perangkat lunak (mean score = -1,990), pelaksanaan evaluasi setiap modul aplikasi perangkat lunak (mean score = -1,058), dan pelaksanaan validasi data (mean score = -2,000).
Dari analisis distribusi dan frekuensi diperoleh rata-rata persentase persepsi efektifitas otomasi adalah sekitar 21% responden menyatakan baik dan sekitar 79% responden menyatakan tidak baik. Dari rata-rata persepsi efektifitas tersebut lebih jauh diketahui bahwa untuk pengembangan aplikasi perangkat lunak hanya sekitar 8% responden menyatakan baik sedangkan sisanya menyatakan tidak baik.

ABSTRACT
Intellectual property administration automation was started since 1990 with the established of the master plan (blue print) management information system of copyrights, patent, and trademark. According to the master plan, automation was started with feasibility study in the system development of patent administration, trademark administration, and copyrights administration.
Focus of this study is the analysis of effectivities perception of intellectual property administration automation_ Further, the effectivities perception were analyzed included its distribution and frequency to the automation that have established, which is by collecting the answering from internal Directorate General of Intellectual Property via questionnaire with purposive sampling.
The study result are disclosed that the level of effectivities perception of intellectual property administration automation in the Directorate General of Intellectual Property based on the system development cycle as follows: system investigation have mean score -1,300 is the most effective, in addition system design (mean score= -1,380), system analysis (mean score = -1,513), system maintenance .(mean score = -1,670), and system implementation (mean score = -1,951), respectively. System implementation is the Iowest effectivities, particularly in the variable indicator of the software application development (mean score = -1,990), evaluation of each software application module (mean score = -1,058), and data validation (mean score = -2,000).
The result of distribution and frequency analysis are average presentation of effectivities perception of automation about 21% respondent give good respond (positive) and around 79% respondent give negative respond. In the system implementation, software application development is the lowest effectivities perception that is only 8% respondent give positive respond and others are give negative respond.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atik Rachmi Kunhandayani
"Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analistik yang dirancang dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan pendaftaran merek. Hasil analisis data menunjukkan bahwa telah terjadi kesenjangan antara harapan pemohon dengan penilaian mereka tentang kualitas pelayanan yang diterima pada seluruh dimensi. Selain itu telah terjadi pula kesenjangan atau gap dalam organisasi yang menjadi penyebab adanya kesenjangan antara harapan konsumen dengan pelayanan yang diterimanya. Kesenjangan tersebut ialah kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen tentang harapan konsumen tersebut (gapl), dengan nilai rata-rata gap sebesar (-0.53), artinya pihak manajemen belum dapat memahami apa yang diinginkan/diharapkan pemohon. Gap yang kedua ialah gap atau kesenjangan yang terjadi antara persepsi manajemen tentang kualitas pelayanan yang diharapkan konsumen dengan standarisari kualitas layanan yang ditetapkan, dengan nilai gap rata-rata sebesar (-1.01), artinya pihak manajemen belum dapat menerjemahkan secara tepat apa yang menjadi harapan pemohon kedalam standarisasi layanan. Gap yang ketiga adalah kesenjangan antara standarisasi kualitas layanan dengan penyampaian/pelaksanaan layanan. Nilai rata-rata gap yang terjadi adalah sebesar (0.84). Gap ketiga nilai mempunyai nilai positip, artinya penyampaian/pelaksanaan layanan sudah melebihi standarisasi layanan yang telah ditetapkan. Gap keempat adalah kesenjangan antara penyampaian layanan dengan dan komunikasi eksternal. Nilai rata-rata gap 4 sebesar (-0.15), artinya janji-janji yang diberikan kepada pemohon melebihi pelaksanaan/penyampaian layanan tersebut. Berdasarkan temuan- temuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan pendaftaran merek belum berhasil memuaskan pemohon. Oleh karena itu saran yang perlu dilakukan adalah mengenai pembenahan dan perbaikan dalam proses pelayanan, yang tentunya dimulai dari dalam organisasi dulu. Direktorat Merek harus punya komitmen untuk mengembangkan sumber daya manusia, maupun sumber-sumber daya lainnya, agar tercipta kualitas pelayanan yang prima.

This research is an analytical descriptive study designed with the aim to determine the level of quality Service on mark registration. The restdls of analysis shows that there has been a gap between the expectations of applicants and their assessment of the quality of Services received in all dimensions. Also has occurred also gaps or gaps in the organization of the cause of the gap between consumer expectalions with the Service received. That gap is the gap between customer expectations with management's perception of the consumer expectations (gapl), with an average value of the gap (-0.53), meaning that the management could not understand what is wanted/expected the applicant. The second gap is the gap or gaps between management perceptions of Service quality expe.cted by consumers standardization defined Service quality, with a gap value of the average (-1.01), meaning that the management can not accurately translate what the applicant hopes standardization into the service. The third gap is the gap between standardization of Service quality in the delivery/implementation Services. The average value of the gap that occurs is for (0.84). The third gap value has a positive value, meaning the delivery/ implementation of Services has exceeded the Service Standard has been set. The fourth gap is the gap between the Service delivery and eztemal Communications. The average value of 4 gap (-0.15), meaning the promises given to the applicant exceeds the implementation/delivery service. Based on these findings, it can be concluded that the quality of the service on mark registration has not succeeded in satisfying the applicant. Therefore, suggestions that need to be done is about reform and improvement in the service process, which must start from within the organization frst. Brand Directorate should have a commitment to develop human resources, or resources, other resources, to create excellent quality of service."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26869
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maryeti Pusporini
"Tesis ini membahas tentang kualitas pelayanan Direktorat Hak cipta, Desain Industri,Desain Tata Letak sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan yang telah diberikan terhadap tingkat kepuasan pelanggan, serta kemampuan manajemen dalam mengelola pelayanan pendaftaran hak cipta berdasarkan gap 1 sampai dengan gap 4.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan konsep Service guality dari Zeithaml, Parasuraman dan Berry dilakukan analisis terhadap persepsi dan harapan pelanggan pendaftaran Hak Cipta Desain Industri, Desain Tata Letak sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang serta analisis terhadap persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan, persepsi manajemen terhadap spesifikasi kualitas pelayanan, analisis spesifikasi kualitas pelayanan terhadap penyampaian layanan dan analisis penyampaian layanan terhadap komunikasi eksternal.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan dinilai masih kurang karena masih ada kesenjangan antara harapan pelanggan terhadap pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan. Hal tersebut tercermin dari nilai servqual kualitas pelayanan yang bemilai negatif dan tingkat kepuasan yang berada dibawah seratus persen menunjukkan bahwa pelanggan masih belum puas terhadap pelayanan hak cipta yang diberikan oleh Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang. Dan dari hasil penelitian terhadap kemampuan manajemen dalam mengelola pelayanan hak cipta diketahui bahwa pihak manajemen belum mampu memahami apa yang diharapkan oleh pelanggan, belum menetapkan standar kualitas pelayanan dan juga belum dapat memenuhi kualitas pelayanan yang baik karena masih ada kesenjangan dalam penyampaian layanan, serta belum dapat memenuhi ketepatan waktu pemberian hak cipta kepada pelanggan. Hal ini dikarenakan belum adanya orientasi pada riset yaitu belum adanya pengumpulan informasi tentang kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan dan survey kepuasan pelanggan secara teratur,belum adanya standarisasi tugas, kurangnya kerjasama tim, serta ketidaksesuaian pekerjaan dengan pendidikan yang dimiliki oleh pegawai. Sehingga perlu lebih meningkatkan pengumpulan informasi tentang kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan serta penetapan standar kualitas pelayanan sesuai dengan harapan pelanggan.

This thesis describes the Service quality of Copyright Directorate, industrial design, layout designs of integrated circuits, and trade secrets that aims to determine the level of Service quality that has been given to the level of customer satisfaction, as well as management's ability to manage the Copyright registration Service based on the gap 1 up to 4.
This research is a descriptive study using a quantitative approach that is supported by a qualitative approach. Using the concept of Service quality ftom Zeithaml, Parasuraman and Berry, the study performed an analysis of the customer perceptions and expectations on industrial design copyrights registration, layout designs of integrated circuits and trade secrets, and also management perceptions on customer expectations, Service quality specification, Service quality specification analysis of Service delivery and Service delivery analysis for extemal communication.
From the research results it can be seen that there is still a gap between customer expectations and Service perceived by customers. This is reflected in the negative value of SERVQUAL Service quality. That the satisfaction levels are below one hundred per cent indicates that the customer is still not satisfied with the Copyright Services provided by the Directorate of Copyright, Industrial Design, Layout Designs of Integrated Circuits and Trade Secret. From the findings of management's ability to manage the Copyright Service is known that the management has not been able to understand what is expected by the customer, standards of quality Service has not been set and also not able to meet good quality Service because there are still gaps in Service delivery, and can not be meet the delivery timeliness Copyright to the customer. This is due to the lack of research orientation in the absence of information collection of Service quality expected by customers and customer satisfaction surveys on a regular basis, yet the standardization of tasks, lack of teamwork, and incompatibility with the educational work that is owned by employees. Thus there is a need to further improve the collection of Information about the quality of Service expected by customers and setting standards of Service quality in accordance with customer expectations.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26863
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>