Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127411 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Antonio Beniah Hotbonar
"Alih kode dan campur kode merupakan istilah umum untuk menyebut pergantian pemakaian dua bahasa atau lebih. Penelitian ini akan membahas penggunaan campur kode berbahasa Indonesia dalam tayangan televisi berbahasa Belanda The Late Late Lien Show episode ldquo;De Verhuizing rdquo;. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif, dengan menyaksikan tayangan tersebut kemudian menganalisis campur kode yang muncul. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan gejala-gejala campur kode yang terjadi serta menjelaskan tujuan penggunaanya. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat penggunaan campur kode yang digunakan untuk tujuan berbeda-beda.
Code mixing and code switching are the general terms to refer to mixing two or more languages. This research examines the use of Indonesian code mixing on Dutch television program The Late Late Lien Show episode De Verhuizing . The method used in this research was the descriptive qualitative, by watching the whole show then analyzing every code mixing that occured. The goal of this research is to explain symptoms of code mixing, along with explaining the purpose. The result of this research proves that code mixing might apply for various purposes."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Faiqah Farras Syahirah
"Penelitian ini menelusuri bagaimana representasi nostalgia Hindia Belanda melalui memori kolektif pada program televisi ‘The Late Late Lien Show’, sebuah program televisi yang ditujukan untuk mengenang warisan budaya serta sejarah Hindia Belanda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap bagaimana sensory inputs di dalam program ini berhasil menghidupkan memori kolektif yang mengaktifkan perasaan nostalgia Hindia Belanda di antara audiensnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menganalisis sensory inputs berdasarkan konsep nostalgia Routledge (2016) dan teori memori kolektif Halbwachs (1980). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ‘The Late Late Lien Show’ berhasil menciptakan sebuah narasi nostalgia Hindia Belanda dengan cara menghidupkan kembali memori tentang masa lalu Hindia Belanda melalui bahasa, interaksi antar pemain, dekorasi, pakaian, serta musik dan lagu. Penelitian ini memberikan kontribusi pada kesusastraan Belanda dengan memperlihatkan bagaimana elemen-elemen budaya dan sejarah Hindia Belanda yang diintegrasikan dalam narasi media populer dapat mengaktifkan nostalgia melalui memori kolektif.
This research explores how Dutch East Indies nostalgia is represented through collective memory in 'The Late Late Lien Show', a television program aimed at remembering the cultural heritage and history of the Dutch East Indies. The purpose of this research is to reveal how the sensory inputs in the program succeed in bringing to life the collective memory that activates feelings of Dutch East Indies nostalgia among its audience. This research uses a qualitative descriptive method by analyzing the sensory inputs based on Routledge's (2016) concept of nostalgia and Halbwachs' (1980) collective memory theory. The results showed that 'The Late Late Lien Show' succeeded in creating a nostalgic narrative of the Dutch East Indies by reviving memories of the Dutch East Indies past through language, interaction between performers, decorations, clothing, and music and songs. This research contributes to Dutch literature by showing how elements of Dutch East Indies culture and history integrated into popular media narratives can activate nostalgia through collective memory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fitri Wulandari
"Masyarakat multilingual yang memiliki berbagai bahasa memungkinkan seseorang menjadi dwibahasawan Seorang dwibahasawan akan sering melakukan percampuran antara bahasa satu dengan bahasa yang lain Salah satu akibat dari terjadinya percampuran antarbahasa adalah campur kode Jurnal ini akan membahas campur kode bahasa Indonesia dalam bahasa Belanda yang terdapat pada film Soegija 2012 dengan menggunakan metode deskriptif analisis Masalah yang akan dianalisis adalah tipe proses campur kode dengan melihat teori Muysken dan ketiga tipe proses campur kode tersebut akan dianalisis pada tataran kata frasa dan kalimat Jurnal ini juga menganalisis faktor pemicu campur kode dengan menggunakan teori Janet Holmes Dari analisis data yang dilakukan ditemukan ketiga proses campur kode dan sebagian besar campur kode terjadi pada tataran kalimat Faktor pemicu campur kode yang muncul adalah solidaritas topik dan perbedaan status Penggunaan campur kode pada film ini sangatlah efektif untuk menggambarkan latar waktu pada masa kolonial.

Multilingual society has a variety of languages which allows someone to be bilingual. A bilingual person will often do a mixture of one language with another language. One of the results of the mix between languages is code mixing. Code mixing in the movie Soegija (2012) will be discussed in this journal by using descriptive analysis method. The issue which will be analyzed is the types of code mixing process, by looking over Muysken theory, and these types of code mixing process will be analyzed in the level of words, phrases, and sentences. This journal also analyzes the triggering factors of code mixing by using Janet Holmes theory. From the data analysis done, the three types of code mixing process are found and most of the code mixing occur on the sentence level. Triggering factors of code mixing that appear are solidarity, topic, and status differences. The use of code mixing in this movie is very effective to depict the background of time in colonial era.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Meidita Kusuma Wardhani
"Tesis ini bertujuan untuk menjelaskan pemicu tawa dalam percakapakan humor antara David Letterman dan John Oliver pada gelar wicara Late Show with David Letterman yang ditayangkan pada 29 Januari 2015. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis percakapan (Conversation Analysis (CA)). Penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam percakapan yang mengandung pemicu tawa, terdapat beberapa pelaku percakapan yang terlibat dengan peran dan kontribusi masing-masing. Kemudian, ada empat bentuk pemicu tawa yang ditemukan, yaitu penggunaan kata-kata tertentu, simile, dialog dalam dialog, dan gabungan dialog dalam dialog dan penggunaan kata. Keempat bentuk pemicu tawa tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya karena adanya konteks yang relevan. Hal ini menunjukkan bahwa konteks memiliki kedudukan penting dalam memicu tawa.

The purpose of this study is to illuminate triggers of laughter found in a conversation between David Letterman and John Oliver in a talk show, Late Show with David Letterman on January 29th, 2015. This study is conducted using qualitative method and Conversation Analysis (CA) approach. It shows that in the conversation, there are some participants who have certain roles and contributions. It also shows that there are four types of triggers of laughter found in the conversation which are the use of certain words, simile, dialog in dialog, and the combination between dialog in dialog and the use of certain words. Those types of triggers of laughter can function well because of relevant context. It means that context plays a prominent role in making people laugh.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T46145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Izzatul Yazidah
"Mencampurkan dua bahasa dalam percakapan sudah bukan hal yang asing lagi, begitu pula dengan memasukkannya ke dalam lirik lagu. Meski begitu, belum banyak penelitian yang mengkaji campur kode dalam lagu, terutama antara bahasa Belanda dan bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menambah sumber informasi dengan mengkaji campur kode bahasa Indonesia dalam lirik lagu karya Wouter Muller. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi ketimpangan informasi dalam bidang linguistik, terutama campur kode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan. Data berupa lirik lagu diambil dari situs pribadi milik Wouter Muller. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat jenis insersi, alternasi juga leksikalisasi kongruen berupa kata, frasa, dan kalimat dalam sembilan lirik lagu karya Wouter Muller. Faktor penyebab terjadinya campur kode dalam lirik-lirik lagu ini di antaranya untuk menambah kesan estetis dan kesan retoris, kehadiran peserta lain, menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi, dan menyesuaikan topik.

Mixing two languages in conversation is no longer a peculiar thing, as is including it in song lyrics. Nevertheless, there have not been many studies exploring code-mixing in songs, especially between Dutch and Indonesian. This study aims to increase the source of information by examining the code-mixing in Indonesia in the song lyrics written by Wouter Muller. This study also attempts to fill the gap of information in the linguistic field, mainly about code-mixing. The song’s lyrics were taken from Wouter Muller’s website. The method used in this research is library research. The results revealed that there were types of insertions, alternations, and congruent lexicalization in the form of words, phrases, and a sentence in nine song lyrics written by Wouter Muller. The motives of code-mixing in the song lyrics were to add the aesthetic and rhetoric impression, the presence of other participants, showing a strong sense of solidarity, and adjusting to the song’s topic"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Balda Zain Fauziyyah
"Dalam makalah ini, penulis menganalisa penggabungan dua bahasa secara bersamaan oleh para penutur dwibahasa. Penggabungan bahasa ini disebut campur kode. Makalah ini membahas penggunaan campur kode antara dua kelompok penutur yang berbeda dalam acara kompetisi memasak Master Chef Indonesia (RCTI). Dua kelompok tersebut terdiri dari koki amatir dan koki profesional. Para penutur tersebut mencampurkode kata, frase, klausa, dan kalimat dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris. Makalah ini bertujuan untuk membuktikan apakah kecenderungan pemakaian campur kode yang berbeda antara kedua kelompok penutur secara tidak sadar dimaksudkan untuk menunjukkan keakraban dan hubungan kuasa di antara mereka. Dalam pembuktian tersebut, penulis menggunakan pola-pola campur kode dari Musyken dan teori bahasa dan hubungan kuasa dari El-daly. Karena adanya hubungan sosial di antara mereka, yaitu hubungan guru-siswa, ditemukan bahwa koki profesional lebih cenderung menggunakan campur kode dan memiliki kuasa yang lebih tinggi daripada koki amatir dalam kompetisi tersebut.

In bilingual phenomenon in Indonesia it is very common that speakers especially who sn bilingual phenomenon in Indonesia, it is very common that speakers, especially who speak two languages, combine two languages altogether in one sentence. This language combination is called code-mixing. This paper discusses the use of code-mixing between two different groups of speakers in the cooking competition show Master Chef Indonesia (RCTI). They are amateur chefs and professional chefs. The speakers code-mix words, phrases, clauses, and sentences from Indonesian into English. The purpose of this paper is to examine whether the different tendencies of code-mixing between them are unconsciously meant to show their solidarity and power relation by utilizing Muysken's fundamental patterns of code-mixing and El-daly's theory of language and power relationship. Due to their social relationship which is teacher-student relationship, it is found that the professional chefs have more tendencies in using code-mixing and higher power than the amateur chefs in the competition show.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Katya Mazaya Kinanti Santoso
"Campur kode adalah penggabungan dua atau lebih bahasa ke dalam satu tindak tutur dengan syarat masing-masing unsur yang disisipkan sudah tidak lagi mendukung fungsinya sendiri. Memasuki era globalisasi, campur kode menjadi fenomena yang umum ditemukan dalam keseharian masyarakat, termasuk di Korea Selatan. Penelitian ini bertujuan membahas campur kode bahasa Inggris dalam tuturan bahasa Korea pada acara podcast ‘Unboxing’. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana wujud campur kode dalam acara podcast ‘Unboxing’. Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan pendekatan deskriptif-analitis. Sementara itu, pengumpulan data menggunakan teknik simak catat. Dari hasil penelitian, ditemukan 344 data campur kode yang terdiri atas 171 data berwujud kata, 102 data berwujud frasa, 64 data berwujud bastar, 3 data berwujud ungkapan atau idiom, 2 data berwujud reduplikasi kata, dan 2 data berwujud klausa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam menambah wawasan pembaca, serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian terkait sosiolinguistik dan campur kode yang akan datang, khususnya terkait campur kode bahasa Inggris dalam tuturan bahasa Korea.

Code mixing is the mixing of two or more languages in one utterance under the condition that the elements inserted are no longer supporting their own function. Entering the globalization era, code mixing has become a common phenomenon in our daily life, including in South Korea. This research aims to discuss code mixing cases between English and Korean language found in the podcast show titled ‘Unboxing’. This research also answers the question regarding the forms of code mixing found in the podcast show ‘Unboxing’. The research is done using mixed method with descriptive-analytical approach. The datas are collected using observational note-taking technique. According to the result, there is a total of 344 code mixing cases classified as 171 data in the form of word, 102 data in the form of phrase, 64 data in the hybrid form, 3 data in the form of idiom, 2 data in the form of reduplicative word, and 2 data in the form of clause. Through the result of this research, it is hoped that it will provide readers with additional knowledge and reference materials for upcoming researches regarding sociolinguistics and code mixing, especially code mixing between English and Korean language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Zahrah
"Televisi menampilkan representasi dunia lewat berbagai acaranya seperti sinetron, film, berita, dll. Refleksi stereotip gender pun dapat ditemukan pada televisi. Televisi pun sering mendukung gagasan-gagasan yang beredar dalam masyarakat mengenai apa yang disebut maskulin (yang menunjukkan sifat kelaki-lakian) dan feminin (yang menunjukkan sifat keperempuanan). Hal ini mencakup apa yang boleh/tidak boleh, pantas/tidak pantas dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Kebanyakan masyarakat mengharapkan tidak cukup seseorang tersebut menjadi laki-laki, namun is harus juga terlihat maskulin. Karakter seorang laki-laki umumnya dinilai dan bagaimana mereka bersikap tegas, bagaimana mereka menunjukkan `kejantanannya' dan ketika laki-laki tidak menunjukkan karakter feminin, entah dari cara berpakaian, perilaku, cara bicara maka masyarakat atau lingkungan sosialnya biasanya langsung mengadakan penolakan dengan menghukum, mengejek atau mencerca mereka. Penampilan pria yang feminin sebenarnya tidak asing bagi penonton televisi. Namun laki-laki yang feminin sering kali ditampilkan sebagai suatu yang dianggap lucu karena `Iceanehan' mereka. Tentu saja mereka dianggap sebagai penyimpangan terhadap konsep maskulin yang sudah terkonstruksi secara sosial di masyarakat. Tema-terra yang hadir di televisi biasanya mendukung gagasan tersebut. Televisi sebagai bagian dan kapitalisme sedikit sekali mendukung tema-tema minoritas sebagai wujud keberpihakannya pada yang berkuasa. Penelitian ini mengambil dua episode dari talk show Angin Malam RCTI yaitu "Badan Rambo, Hati ..." dan "Anakku Lain" sebagai kasus yang kan diteliti. Selain dipengaruhi oleh rutinitas media, teks media yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh faktor individu, ideologi yang dimiliki masyarakat serta institusi-institusi lainnya seperti pengiklan. Metode analisis yang dipakai adalah Critical Discourse Analysis (CDA). Dan CDA yang dipakai adalah pada tingkat teks adalah metode analisis Norman Fairclough. Pada tingkat teks, penelitian ini memakai framing Pan dan Kosicki. Teknik ini dipilih karena bisa melihat strukstur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Struktur-struktur tersebut dapat memperlihatkan bagaimana pembuat teks menyusun peristiwa, menceritakan peristiwa, mengungkapkan pandangannya atas peristiwa, serta menekankan arti tertentu ke dalam berita sehingga penelitian ini dapat melihat tanda-tanda simbolik diluar bahasa tertulis, dalam hal ini citra visual yang menjadi karakteristik program televisi. Analisis intertekstual dilakukan untuk melihat bagaimana teks `berdialog' dengan teks yang datang sebelumnya mengenai konsep maskulinitas. Hasil analisis menunjukkan adanya frame Laki-laki tidak harus berotot dan kuat. Ini bertentangan dengan tuntutan bahwa laki-laki harus mempunyai sikap mental yang jantan dan macho. kemudian frame laki-laki tidak harus selalu macho, laki-laki boleh saja menangis hal tidak sesuai dengan nilai-nilai dan sifat kejantanan yang identik dengan lakilaki yaitu laki-laki dianggap harus pemberani, tidak boleh cengeng atau menangis, tidak pengecut, karena laki-laki dianggap bukan makhluk melankolis dan sentimentil. Juga frame laki-laki digambarkan punya sisi feminin dengan pekerjaan yang menurut pandangan publik adalah pekerjaan yang berkarakter feminin, seperti koki, desainer, perias, dll. Hal ini bertentangan dengan norma maskulinitas tradisional yaitu harus menghindari feminitas. Yang terakhir frame laki-laki bisa saja berdandan. Ini bertentangan dengan sifat laki-laki yang di refleksikan oleh masyarakat bahwa laki-laki tidak terlalu memperhatikan penampilan. Analisis pada tingkat discourse practice menjelaskan kaitan antara faktor pembuat teks, dalam hal ini Razak Satari, dengan keterbukaan gender yang ditampilkannya dalam kedua episode Angin Malam tersebut. Hasil analisis ini juga menemukan pengaruh kapitalisme dalam penayangan episode-episode Angin Malam. Konteks historic dalam penelitian tampak dalam analisis sociocultural dimana masyarakat patriarki yang masih mengacu pada konsep maskulin dan feminin sebagai logika dualistik dan lingkungan kapital melingkupi media televisi dalam menampilkan program-program di RCTI. Kesimpulannya, dalam tingkat mikro terjadi representasi feminitas pada sosok pria. Hal ini dalam level discourse dipandang sebagai topik yang fenomenal karena terjadi konflik sehingga dianggap akan menarik pemirsa, karena pada tingkat makro (sociocultural) konsep maskulin sudah terlanjur mapan terkonstruksi dan feminitas pada sosok pria masih merupakan tema yang tidak populer di tengah masyarakat. Pada gilirannya kapitalisme turut mendorong lahirnya teks tersebut ditengah-tengah mapannya konsep maskulinitas di tengah masyarakat dan media, dalam kasus ini lewat industri televisi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S4328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angky Ridayana Damayanti
"Pada masyarakat bilingual dan multilingual, sering dijumpai suatu gejala atau fenomena perpindahan kode dalam peristiwa kontak bahasa. Perpindahan dari satu kode ke kode lainnya ini disebut alih kode. Fenomena alih kode ini ditemui di dalam percakapan Adriaan Van Dis, seorang jurnalis dan penulis buku dari Belanda dengan latar belakang Indonesia di dalam acaranya Van Dis in Indonesië pada episode Verloren Taal. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif karena bertujuan untuk memaparkan alih kode yang ada di dalam percakapan Adriaan Van Dis terhadap lawan bicaranya. Terdapat tujuh lawan bicara dari Adriaan Van Dis yang juga menjadi fokus penelitian. Setelah dianalisis alih kode terjadi di beberapa percakapan Adriaan Van Dis terhadap lawan bicaranya.

In bilingual and multilingual society, often encountered code displacement phenomena in a conversation. Switching from one code to the other code is called code switching. Code switching phenomena is also encountered in the conversation Adriaan Van Dis which is a journalist and Dutch author with Indonesian background on the show Van Dis in Indonesië on an episode of Verloren Taal. The research uses descriptive qualitative method because it aims to describe code switching in the conversation Adriaan Van Dis with his interlocutors. There are seven of Van Dis’s interlocutors who also became a focus of the research. After analysis, code switching occurs in several conversations Adriaan Van Dis on his interlocutor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ditya Farrashani Hartono
"Jurnal ini membahas gambaran tayangan kekerasan pada film serial kartun Tom and Jerry. Pemilihan ini didasarkan pada anggapan umum bahwa kartun selama ini dianggap aman dan ditayangkan pada jam-jam aktivitas anak, namun konten film serial tersebut justru mengandung unsur kekerasan. Diharapkan, hasil analisis ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi orang tua untuk melakukan pengawasan terhadap tayangan anak dan bersikap selektif terhadap pemilihan program yang dikonsumsi oleh anak. Adapun teori yang menjadi dasar berpikir adalah teori Kultivasi dari Gerbner, khususnya menganalisis tahap pertama dari empat proses yang disebut message system analysis. Hasil penelitian menemukan adegan kekerasan dalam bentuk penyiksaan lebih dominan ditayangkan dalam film serial kartun, selain itu adegan sadis memiliki durasi lebih lama dengan diperlihatkan jelas proses tindakan kekerasan dan akibat bagi korban.

This journal discusses about portrayal of violence in cartoon as movie television series in Tom and Jerry. This selection is based on the common belief that cartoon has been considered as the safe program for child and aired during the hours of child’s activity, but on the other hand this series contain the violence matter. Hopefully this journal can become material for parent’s consideration for monitoring and being selective when choosing the television program that consumed by children. While, theoretical framework that used is Cultivation Theory from Gerbner, particularly analyzing the first step from four process that called “Message System Analysis”. The result of this research are found that the violence scene that shown in that cartoon predominantly in the torture form, moreover the sadistic scenes have a longer duration and the process of violence scene are shown clearly with that impact for the victims.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>