Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ummi Fatia
"Stereotip merupakan salah satu bentuk prasangka antar etnik/ras. Orang cenderung membuat kategori atas tampilan karakteristik perilaku orang lain berdasarkan kategori, ras, jenis kelamin, kebangsaan, dan tampilan komunikasi verbal maupun non verbal. Dalam stereotip ada pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena dia berasal dari kelompok tersebut. Novel Ca-Bau-Kan: Hanya Sebuah Dosa adalah novel yang berisikan bantahan atau perlawanan mengenai wacana stereotip yang memojokkan dan mengeneralisir Tionghoa--bahwa semua Tionghoa adalah sama, yaitu korup, jahat, kolutif, dan tidak nasionalis. Tan Peng Liang merupakan tokoh utama di dalam novel yang menjadi alat pembantah akan stereotip-stereotip Tionghoa yang selama ini beredar di kalangan masyarakat. Perlawanan atas stereotip etnis Tionghoa di dalam Ca-Bau-Kan akan dianalisis dari sudut pandang sosio-kultural.
Stereotyping is one form of prejudice between ethnic racial. People tend to create a category on the display characteristics of the behavior of others based on category, race, gender, nationality, and appearance of verbal an non verbal communication. In stereotypes, there is the provision of certain properties of an individual based categories are subjectives, just because he comes from the group. The novel Ca Bau Kan Hanya Sebuah Dosa is a novel that contains a denial or resistance on the discourse stereotype the Chinese cornered and generalize that all Chinese are the same, corrupt, evil, collusive, and not nationalist. Tan Peng Liang is the main character in the novel that became the tool exceptant of Chinese stereotypes that had been circulating among people. Resistance to Chinese ethnic stereotypes in the novel Ca Bau Kan will be analyzed from the socio cultural 39 s point of view."
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Setyarini
"Pada abad ke-19, perdagangan candu marak terjadi di Nusantara. Konsumen candu sendiri berasal dari berbagai golongan, mulai dari kaum/clan Tionghoa hingga kaum pribumi. Dalam mengatur perdagangan candu di masyarakat, Pemerintah Kolonial Belanda yang berkuasa di Nusantara pada masa tersebut menerapkan sistem pacht. Sistem pacht memberikan keuntungan bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama kaum Tionghoa. Dalam lelang pacht, kaum Tionghoa banyak yang memenangkan lelang tersebut dan mendapatkan hak sebagai pachter/ penyewa tanah usaha dalam sistem pacht. Potret kehidupan kaum Tionghoa sebagai pachter telah dituangkan dalam berbagai literatur, salah satunya dalam novel karya Gouw Peng Liang yang berjudul Lo Fen Koei. Novel yang ditulis pada tahun 1903 tersebut menyoroti sisi lain kehidupan pachter bernama Lo Fen Koei yang menyalahgunakan kekuasaannya demi memuaskan segala keinginannya. Selain menyajikan kisah tentang karakter Lo Fen Koei, novel ini juga menyajikan interaksi antara tokoh-tokoh Tionghoa dan tokoh-tokoh pribumi. Dengan penggambaran yang dibuat semirip mungkin dengan peristiwa di kehidupan nyata (baik penggambaran karakter pachter dalam tokoh Lo Fen Koei dan penggambaran interaksi sosial antara kaum Tionghoa dan pribumi dalam novel ini), pembaca dapat memperoleh informasi mengenai gambaran sosial dan interaksi antar-golongan masyarakat yang terjadi di Nusantara pada masa tersebut.

On nineteenth century, opium business became widely promised business in Nusantara. Opium consumers came from any social class, from aristocrate to poor, from Chinese people to local people called pribumi. To managed opium trade in Nusantara, Colonial Dutch Government that ruled Nusantara (on that time) applied opium-pacht system. This system promised big profit for everyone who took a part on it, especially for Chinese people. On opium-pacht auction, Chinese people often became the winner and have a right to be an opium-pachter/ land renter on opiumpacht system. The life of Chinese opium-pachter has been illustrated on any works and written, for example the novel Lo Fen Koei. This novel written by Tionghoa’s author named Gouw Peng Liang. Written on 1903, this novel potrayed the life of Lo Fen Koei, a fictitious Chinese opium-pachter that manipulated his power to get anything he wants. This novel not only tells about Lo Fen Koei’s character, but also described about the interaction of people from any social class in Nusantara, especially interaction between Chinese people and pribumi. With the resemblances between Lo Fen Koei’s story and real events (such as the portrayal of opium-pachter that illustrated on Lo Fen Koei’s character and interaction between the Chinese and the pribumi), the readers could get a lot of information about social interaction and any events that happened in Nusantara on that time.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56445
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurinwa Ki S. Hendrowinoto
Jakarta: Puspa Swara, 1993
899.232 NUR k
Koleksi Publik  Universitas Indonesia Library
cover
Nurinwa Ki S. Hendrowinoto
Jakarta: Puspa Swara, 1993
899.232 NUR k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Luli Lusdiana Awaliah
"Tugas akhir ini membahas tentang peran organisasi Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia dalam mempertahankan kebudayaan Tionghoa di Kota Sukabumi pada tahun 2008-2019. PSMTI cabang Kota Sukabumi didirikan pada tahun 2008 oleh Robert Charly. Berdirinya PSMTI di Kota Sukabumi memiliki tujuan untuk menginventarisasi budaya Tionghoa di Indonesia. Hal ini dilakukan karena masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Sukabumi masih memiliki rasa khawatir yang berlebih ketika menunjukan identitasnya sebagai etnis Tionghoa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh PSMTI dalam mempertahankan kebudayaan masyarakat Tionghoa di Kota Sukabumi. Pada penelitian ini digunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya yang dilakukan oleh PSMTI Kota Sukabumi dalam mempertahankan budaya Tionghoa berdampak pada kembalinya tiga pilar kebudayaan Tionghoa yang sebelumnya dilarang. Selain itu, rasa khawatir yang berlebih dari masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Sukabumi berangsur pulih, sehingga mereka berani untuk memperlihatkan kembali identitasnya sebagai Etnis Tionghoa. Adapun upaya tersebut dilakukan dengan cara pembentukan Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI) cabang Sukabumi, membuka kursus bahasa mandarin secara gratis bagi masyarakat Kota Sukabumi, memeriahkan kembali perayaan hari besar masyarakat Tionghoa, dan pembangunan Anjungan Taman Tionghoa Sukabumi di TMII.

This final project discusses the role of the Indonesian Chinese Clan Social Organization in maintaining Chinese culture in Sukabumi City from 2008 to 2019. PSMTI in Sukabumi City branch was founded in 2008 by Robert Charly. PSMTI has goal as to take an inventory of Chinese culture in Indonesia. This activity was carried out because the Chinese community in Sukabumi City still had an inflated sense of worry when they showed their identity as Chinese ethnic. Therefore, this research intends to describe the efforts made by PSMTI to maintain the culture of the Chinese community in Sukabumi City. The research uses historical researchmethods, which consist of four stages: heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The results of this research indicate that the efforts made by PSMTI Sukabumi City in maintaining Chinese culture impact the return of the three pillars of Chinese culture, which the New Order government previously prohibited. In addition, the excessive anxiety of the ethnic Chinese in Sukabumi gradually recovered, so they dared to show their identity as ethnic Chinese again. These efforts were carried out by establishing the Sukabumi branch of the Indonesian Barongsai Sports Federation (FOBI), opening a free Mandarin language course for the people of Sukabumi City, enlivening the Chinese community's celebration day, and building the Sukabumi Chinese Pavilion Park around the complex located at TMII."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Rahmawati
"Skripsi ini membahas keberbedaan stereotip etnis Tionghoa yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh utama dalam novel Gelang Giok Naga karya Leny Helena. Ketiga tokoh tersebut adalah A Lin, A Sui, dan Swanlin. Ketiganya merupakan etnis Tionghoa yang mewakili sifat-sifat stereotip yang selama ini dikenal oleh masyarakat Indonesia. A Lin merupakan seorang perempuan Tionghoa totok yang mewakili stereotip kaya, pelit, dan licik. Tokoh A Sui yang juga Tionghoa totok mewakili masyarakat Tionghoa yang miskin meskipun sudah bekerja keras. Tokoh peranakan, Swanlin, mewakili kaum muda Tionghoa yang sering dianggap eksklusif, dan tidak nasionalis. Selain memiliki sifat-sifat stereotip, ketiga tokoh ini menunjukkan sisi kemanusiaaan etnis Tionghoa yang belum banyak dibahas, yakni sifat baik dan buruk mereka yang muncul secara manusiawi, bukan stereotip yang dapat dikenakan ke semua anggota etnis.

This thesis talks about the differentness of Chinese stereotype shown by the main characters in the novel "Gelang Giok Naga", a works from Leny Helena. Those characters are A Lin, A Sui and Swanlin. All three are Chinese that represents stereotyped personality, which is widely known by Indonesian people. A Lin, a full blooded (totok) Chinese woman represents the stereotypical rich, stingy and cunning. Also a full blooded (totok) Chinese character, A Sui, a poor Chinese despite working hard. A half-blood figures (peranakan), Swanlin, representing the Chinese youth who are often considered exclusive and not nationalist. Besides having the stereotyped personality, all three figures also shows their humanitarian side of Chinese people who have not been widely discussed, the nature of good and bad which appears humanely, not a stereotype that can be charged to all members of the ethnic."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifky Adinda Putri
"Konfusianisme merupakan ajaran yang masih dianut oleh masyarakat Cina di seluruh dunia, tidak terkecuali oleh etnis Tionghoa di Indonesia. Dalam Ajaran Konfusianisme terdapat ajaran pokok kebajikan mengenai kebaktian 孝Xiao. Selain itu, terdapat pula dua prinsip pokok yaitu prinsip Wulun 五论 dan Wuxing 五行 . Prinsip Wulun mengatur hubungan dan perilaku antar manusia, sedangkan prinsip Wuxing berperan dalam pembentukan moral manusia. Ketiga ajaran Konfusianisme ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Tugas akhir ini akan membahas mengenai tindakan apa saja yang mencerminkan kebajikan Xiao, serta peranan Wulun dan Wuxing dalam pembentukan moral di kehidupan keluarga etnis Tionghoa di Indonesia. Berdasarkan kuesioner yang diisi para informan, penelitian kualitatif ini akan mengungkapkan bagaimana ajaran Konfusianisme tersebut dijalankan oleh etnis Tionghoa di Indonesia. Melalui metode deskriptif analitis, penelitian ini juga akan menjelaskan peranan penting prinsip Wulun dan Wuxing dalam pembentukan moral di lingkungan keluarga etnis Tionghoa di Indonesia.

Confucianism is a teaching that is still adhered by Chinese people around the world including Chinese Ethnicity in Indonesia. In confucianism teaching there is teaching core virtue about filial piety (孝 Xiao) . Moreover, there are also two main principles such as the Wulun 五 论 and Wuxing 五行 principles. The Wulun principle arranges relationship and behavior between humans, while the Wuxing principle plays a role in shaping human moral. These three confucianism teaching are related to one another. This study will discuss what behavior reflects Xiao’s virtue, as well as the role of Wulun and Wuxing in shaping morals in the life of Chinese ethnic families in Indonesia. Based on the questionnaire filled out by the informants, this qualitative research will reveal how confucianism is practiced by Chinese ethnic in Indonesia. Through the analytical descriptive method, this study will also discuss the important role of Wulun and Wuxing’s principles in shaping moral in the Chinese ethnic families in Indonesia."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Soetoyo Hadi Saputro
"ABSTRAK
Tesis ini membahas potensi konflik antara Masyarakat Pribumi Indonesia (MPI)
dengan etnis Tionghoa di Kota Medan, serta mengajukan konsep pencegahan
potensi konflik dan penanganan paska konflik. Penelitian ini menggunakan
qualitative method, diawali pendekatan deskriptif menganalisis potensi konflik,
dilanjutkan analisa penanganan intelijen dengan pendekatan trend analysist untuk
menganalisis jaringan dan kecenderungan potensi konflik dimasa depan. Hasil
penelitian menunjukkan potensi konflik yang terjadi antara MPI dan etnis
Tionghoa cukup besar dan kerawanannya tinggi, hal ini dipicu oleh faktor
ekonomi, budaya dan juga politik. Pencegahan potensi konflik inipun dapat
dilakukan dengan strategi penguatan institusi kelembagaan dan sistem deteksi dini
sementara penanganan konflik dapat dilakukan dengan strategi kolaborasi dan
strategi kompromi-negosiasi

ABSTRACT
This thesis discusses the potential conflict between the Indonesian Indigenous
Peoples (MPI) with ethnic Chinese in Medan, and proposed the concept of the
potential for conflict prevention and post-conflict management. This study uses a
qualitative method, starting descriptive approach to analyze the potential for
conflict,continued handling of intelligence analysist with analysist approach to
analyze network trends and tendencies of potential conflict in the future. The
results show the potential for conflict between MPI and the ethnic Chinese are
quite large and high vulnerability, it is triggered by economic factors, culture and
politics. Preventing potential conflict has to do with the institutional strengthening
of institutional strategies and early warning systems while handling the conflict to
do with the strategy of collaboration and compromise-negotiation strategy"
Lengkap +
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Lindy
"Partisipasi politik etnis Tionghoa di Indonesia diredam selama Orde Baru. Populasi mereka tetap kecil di era Reformasi (setelah tahun 1998) dan berada di bawah ambang batas bawah DPR RI sebesar 4 persen. Representasi politik etnis Tionghoa diwujudkan melalui partai – partai mapan, seperti PDI-P yang bukan partai khusus orang Tionghoa. Satu alternatif etnis Tionghoa memajukan kepentingan mereka adalah melalui PSMTI. Melalui penelitian kualitatif, metode wawancara mendalam dan kerangka teori partisipasi politik Powers et. al (2016) dan pola pergerakan organisasi Tionghoa Tanasaldy (2015), penelitian ini fokus pada peran anggota PSMTI mendorong representasi politik komunitas Tionghoa melalui dukungan pada anggotanya yang menjadi caleg Pemilihan Legislatif DPRD DKI Jakarta 2019. Penelitian ini menemukan peran anggota PSMTI terbatas dukungan personal terhadap sesama berbasis kedekatan pribadi dalam bentuk dana kampanye, dukungan suara, dan menjadi relawan kampanye. Hal ini terjadi akibat larangan PSMTI terlibat politik praktis yang tercantum dalam AD/ART, yang penerapannya rancu oleh PSMTI. Di sisi lain, partai pengusung dan komunitas Tionghoa berbasis daerah memainkan peran terpenting dalam kandidasi pemenang kursi DPRD DKI Jakarta. Penelitian ini menemukan bahwa PSMTI sebagai organisasi Tionghoa terhambat dalam mendorong representasi politik caleg Tionghoa dengan tidak tersedianya wadah diskusi politik bersama anggota PSMTI, terutama menjelang pemilu. Berbeda dari teori partisipasi politik yang ada, penelitian ini menggaris bawahi peran politik PSMTI yang memformalisasikan hubungan mereka dengan pejabat partai melalui jabatan sebagai pengurus maupun anggota dewan yang sah menurut AD/ART.

Political participation of Chinese – Indonesians was muted during the New Order. Their population has remained below Indonesia's parliamentary threshold of 4 per cent since the Reformation Era (post – 1998). Political representation of ethnic Chinese is realized through established parties like PDI-P, a party not dedicated to them. One alternative for ethnic Chinese to advance their interests is through PSMTI. Through qualitative research, in-depth interviews, the theories of political participation (Powers et al., 2016) and the movement patterns of Chinese organizations (Tanasaldy, 2015), this study focuses on the role PSMTI members play in encouraging political representation of ethnic Chinese through support for their members who are candidates in the 2019 DKI Jakarta DPRD Election. This research finds that PSMTI members’ support is limited by personal closeness in the form of campaign funds, voting support, and becoming campaign volunteers. This situation is due to PSMTI's abstention from practical politics as stated in their constitution but ambiguous in implementation. Meanwhile, political parties and regional ethnic Chinese communities play the most critical roles in the elicitabilities of DPRD DKI Jakarta winners. This study finds that PSMTI, as a Chinese community organization, faces a challenge in encouraging political representation of Chinese candidates through the availability of political discussion forums with PSMTI members significantly ahead of elections. In contrast with existing political participation theory, this study illuminates PSMTI’s political role in formalizing their relationship with party officials through administrator or board member positions legal according to their constitution. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Ladykia Naftali
"Penelitian ini membahas tentang etnis Tionghoa dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia pada tahun 1966 - 1998. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana etnis Tionghoa dari berbagai bidang dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah. Dalam pengumpulan data akan menggunakan teknik studi pustaka dan wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekalipun di tengah dinamika sosial dan politik pada masa Orde Baru (1966-1998) yang diskriminatif seperti kewajiban memiliki SBKRI dan adanya kekerasan rasial, tetapi etnis Tionghoa dari berbagai bidang tetap melakukan aperannya masing-masing dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia sebagai bentuk rasa nasionalisme untuk menanggapi keadaan yang dialami tersebut. Hal ini dapat diperhatikan dari berbagai bidang, mulai dari atlet yang mengharumkan nama Indonesia di dunia melalui perjuangan prestasi sebagai bentuk menunjukkan identitas nasional, pelatih yang berjuang melatih guna menghasilkan atlet yang berprestasi, organisator yang rela bergerak di bidang politik organisasi bulutangkis demi kepentingan Indonesia, hingga sebagai pengusaha membantu pembinaan bulu tangkis Indonesia melalui pendanaan. Lalu, kesuksesan bulutangkis Indonesia ini berdampak positif terhadap respon yang diberikan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia yaitu berupa dukungan, sambutan, dan apresiasi yang tinggi kepada para kontingen bulutangkis Indonesia.
This study discusses the Chinese ethnicity and its dynamics in the success of Indonesian badminton in 1966 - 1998. The purpose of this study is to explain how the ethnic Chinese from various fields and their dynamics in the success of Indonesian badminton. The method used in this research is a qualitative research method with a historical approach. In data collection will use literature study and interview techniques. The conclusion of this research is that even in the midst of discriminatory social and political dynamics during the New Order (1966-1998) such as the obligation to have an SBKRI and the existence of racial violence, ethnic Chinese from various fields still carry out their respective roles in the success of Indonesian badminton as a form of a sense of nationalism to respond to the circumstances experienced. This can be observed from various fields, start from athletes who makes Indonesia’s name fame in the world through achievement struggles as a form of showing national identity, coaches who struggle to train to produce outstanding athletes, committee who are willing to engage in badminton organization politics for the sake of Indonesia, entrepreneurs assisting the development of Indonesian badminton through funding. Then, the success of Indonesian badminton has a positive impact on the response given by the Indonesian people and government, namely in the form of support, welcome, and high appreciation for the Indonesian badminton contingent."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>