Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13271 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Syatori
"Penelitian ini adalah kajian tentang gerakan perlawanan rakyat Cirebon 1802-1818. Setelah dilakukan kajian secara mendalam, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa gerakan perlawanan rakyat Cirebon ini terjadi dalam empat periode selama rentang waktu 16 tahun mulai 1802 hingga 1818. Periode pertama terjadi pada 1802. Tokoh utama gerakan ini adalah Bagus Sidong, Bagus Arisim, Bagus Suwasa, dan Bagus Rangin. Periode kedua terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels. Tokoh utama gerakan perlawanan pada periode ini masih sama dengan periode sebelumnya, yakni Bagus Rangin yang menolak untuk berunding. Periode ketiga terjadi pada masa pemerintahan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles. Pada periode ini, gerakan perlawanan masih dipimpin oleh tokoh yang sama, Bagus Rangin. Periode keempat gerakan perlawanan terjadi pada 1816-1818. Periode gerakan perlawanan ini terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama pada 1816-1817 dan tahap kedua pada 1818. Perlawanan tahap kedua juga terjadi dalam dua fase, pada Januari-Februari 1818 dan Juli-Agustus 1818. Gerakan perlawanan 1816-1817 bermula di Keresidenan Krawang. Tokoh utama gerakan perlawanan ini adalah Bagus Jabin, putera Bagus Sanda, pamannya Bagus Rangin. Selain Bagus Jabin, tokoh lainnya adalah Bagus Bulun, pamannya, Bagus Urang, kakenya, dan beberapa anggota keluarganya yang lain seperti Bagus Wangsa, Bagus Asidin, Bagus Brata, Candra Wijaya dan Talok. Semuanya adalah saudara atau saudara tiri Bagus Jabin. Sebab-sebab yang melatar belakangi gerakan perlawanan ini berbeda-beda pada setiap fase. Akan tetapi, perbedaan latar belakang itu bisa ditarik benang merah bahwa semuanya disebabkan oleh kebijakan pemerintah kolonial yang diambil pada setiap periode terjadinya peristiwa. Pada periode pertama, sebab utama terjadinya pergolakan adalah karena kebijakan pemerintah yang mencampuri urusan internal keraton Cirebon dalam suksesi pergantian Sultan. Selain itu, faktor lain yang tidak kalah penting adalah karena kebijakan pemerintah terkait persewaan desa yang melibatkan orang-orang Cina, yang pada akhirnya memberatkan dan menyengsarakan rakyat. Pada periode kedua, latar belakang terjadinya pergolakan juga disebabkan karena Daendels belum memenuhi tuntutan rakyat. Sementara itu, latar belakang terjadinya pergolakan pada periode ketiga, terutama karena berbagai kebijakan Raffles yang menekan dan beban berat yang dirasakan oleh rakyat, terutama kebijakan tentang penjualan tanah, pemborongan/persewaan monopoli, dan kerja wajib. Sebab utama gerakan perlawanan pada periode keempat juga sangat terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang berakhir dengan perlakukan yang dialami penduduk baik di tanah pemerintah maupun di tanah partikelir, sehubungan dengan kerja wajib dan penyetoran wajib yang dipungut dari mereka. Pemerintah masih membiarkan praktek-praktek lama orang Cina berupa persewaan desa-desa Sultan dan penjualan kredit terhadap penduduk. Di Indramayu dan Karawang para pemilik tanah-tanah partikelir menuntut hasil panen yang melebihi kemampuan penduduk, bahkan dituntut melakukan kerja wajib tanpa upah. Kata Kunci: Gerakan perlawanan, rakyat Cirebon. Bagus Rangin, Bagus Jabin, Bagus Serrit, Bantarjati, Kedongdong.

This study considers about the Ressistance Movement of Cirebonese People from 1802 to 1818. After considering deeply, this study has been concluded that this movement happened in four periods it had been six teen years from 1802 to 1818. The first period happened in 1802. The main actors of this movement were Bagus Sidong, Bagus Arisim, Bagus Suwasa, and Bagus Rangin. The second period happened when General Governor Daendels administered Cirebon. The main actors were actually the same as the previous period, Bagus Rangin. He definitely refused to confer with. The next period happened when Cirebon was administrating by Sir Thomas Stamford Raffles. In this period, Bagus Rangin still leaded the movement. The last period was from 1816 to 1818. However, this ressistance movement is divided into two phases the first phase was from 1816 to 1617 and the second phases was in 1818. In the second phase, the movement is divided into two stages the first stage was on January ndash February in 1818, and the second stage was on July ndash August 1818. This last movement had begun in Keresidenan Krawang. The main actors on this movement were Bagus Jabin, the son of Bagus Sanda, Bagus Rangin rsquo s uncle. Besides Bagus Jabin, the other ones were Bagus Bulun and his uncle, Bagus Urang and his grandfather and other members of family Bagus Wangsa, Bagus Asidin, Bagus Brata, Candra Wijaya and Talok. All of them were brothers and brothers in law of Bagus Jabin. The grounded causes of these ressistance movements were actually different in every single phase. However, the different background can be considered that, all these movements were caused of the colonial policy taken in every single period of evidence. In the first period, the main causes happened when the colonial policy officiously meddled with internal business of Cirebon Palace in taking role of changing Sultan. The other significant problem was caused of the policy related to hiring villages which involved Chinese people, in which eventually, burdened native people. In the second period, the problem grounded was caused of General Governor Daendels un filled the native people in need. Meanwhile, in the next period, the problem grounded was caused of the policy taken by Raffles, in which pressing upon the people. Particularly, the policy about land selling, monopoly hiring, and obligatory working. The main problem of the last movement was also related to the government policy, in which finally the treatments suffered by the people, even in government or private territory, in relation to obligatory working and paying taken from them. The government still allowed the old schools practiced by Chinese people, as hiring Sultan rsquo s villages, and selling lands on credit to them. In Indramayu and Karawang, the owners of private lands demanded harvest over the capability, even obligated working without commission."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D1703
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Roseno
"Perang Kedondong meletus sebagai akibat campur tangan penguasa Belanda dalam urusan keraton, mulai dari soal etika sampai campur tangan dalam penentuan siapa yang akan menjadi sultan, Sejak akhir abad tujuh belas, ketidakpuas_an rakyat Cirebon telah terbentuk akibat politik pemerasan yang dijalankan oleh Belanda, berupa banyaknya pajak yang harus dipikul. Perang Kedondong atau Perang Cirebon (1818) di daerah Cirebon dipimpin oleh Bagus Serit atau Rama Gusti. Tokoh ini menghimpun kekuatan rakyat untuk menyerang benteng dan markas besar Belanda di Palimanan dan membunuh Residen serta orang-orang yang dianggap berkhianat. Perang Kedondong di Cirebon membawa dampak yang luas; kekuasaan dan wilayah sultan-sultan di Cirebon dikurangi, sehingga kerajaan yang sudah kecil itu menjadi semakin sempit. Jumlah kerugian jiwa maupun harta di pihak Bagus Serit, yang sebenarnya cukup besar, tak dapat diketahui dengan pasti karena pada waktu itu belum terasakan pen_tingnva catatan atau dokumentasi. Skripsi ini mendeskrip_sikan dan menganalisis peristiwa-peristiwa panting yang berkaitan dengan Perang Kedondong atau Perang Cirebon, serta hubungan sebab-akibatnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Heru Poppy
"Penelitian ini membahas mengenai gerakan masyarakat adat BPRPI (Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia) pada masa reformasi. Masyarakat adat yang dikenal dengan sebutan rakyat penunggu mengklaim tanah yang dikelola PTPN II sebagai tanah adat rakyat penunggu. Atas dasar sejarah penguasaan tanah rakyat penunggu, rakyat penunggu melakukan gerakan perlawanan terhadap PTPN II. Redistribusi tanah yang dilakukan pada masa orde baru tidak tepat sasaran sehingga masyarakat adat tidak mendapatkan tanah yang diredistribusi. Perlawanan selalu dilakukan untuk memenuhi tuntutan masyarakat adat mengenai hak atas tanah adat mereka. Pada masa reformasi BPRPI juga melakukan gerakan perlawanan untuk memenuhi tuntutan masyarakat adat BPRPI. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Fokus dari penelitian ini adalah penguatan gerakan yang dilakukan masyarakat adat BPRPI dan dampak penguatan gerakan sosial pada masa reformasi. Hasil penelitian memperlihatkan penguatan identitas adalah salah satu cara BPRPI melakukan perlawanan.

This thesis discusses about indigenous people movement BPRPI (Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia) at the time of reformation. Indigenous people that are known as rakyat penunggu claim land managed by PTPN II as indigenous people?s land. Based on the history of rakyat penunggu land ownership, they commit contentious movement toward PTPN II. Land redistribution is done in the new order, is not right on target so indigenous people do not get that land. The contentious is always done to fulfill indigenous people claims about the right on their indigenous land. In reform era, BPRPI also commit contentious movement getting their claims. This thesis is using qualitative method and descriptive research?s type. This thesis focuses on movement of BPRPI reinforcement and impact of the social movement reinforcement. The result of research is showing that recognition of identity is one of way to make contentious."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S45035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tussy Mutyandini
"ABSTRAK<>br>
Islamophobia merupakan salah satu masalah yang terjadi di Prancis dalam waktu yang lama. Rasa takut dan benci yang diberikan kepada umat Muslim di Prancis selalu datang dan sulit untuk dihindari. Hal ini jelas membuat kehidupan umat Muslim di Prancis terancam. Seiring dengan serangan yang terus diberikan, umat Muslim di Prancis pun tidak tinggal diam. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperlihatkan bagaimana aksi perlawanan yang diberikan oleh umat Muslim di Prancis dalam memerangi islamophobia di Prancis. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bentuk gerakan-gerakan perlawanan terhadap islamophobia yang terus bermunculan untuk melindungi umat Muslim sebagai warga negara Prancis dan mewujudkan keadilan di Prancis.

ABSTRACT<>br>
Islamophobia is one of the problems that occurred in France for a long time. Fear and hatred given to Muslims in France are always coming and difficult to avoid. This obviously makes the life of Muslims in French threatened. Along with the attacks that always happened, Muslims in France did not stay silent. The purpose of this study is to show how the insurgency by Muslims in the fight against islamophobia in France. The results obtained in this study is a resistance movements against islamophobia in the beginning of 21st century that keeps popping up to protect Muslims as French citizens and deliver justice in the country."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Usep Saepul Ahyar
"ABSTRAK
Studi ini membahas gerakan sosial masyarakat Padarincang, Serang,
Banten yang menentang dikeluarkannya Ijin pembangunan dan eksplorasi sumber
air kepada PT. Tirta Investama. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji latar
belakang, faktor penyebab, dinamika dan proses gerakan sosial tersebut serta
menganalisis dinamika dan karakter gerakan sosial tersebut.
Landasan teoritik studi ini adalah Teori Mobilisasi Sumberdaya/Resaurces
Mobilization Theory (RMT) yang dipadukan dengan Teori Orientasi Identitas/The
Identity Oriented Theory (IOT). Pendekatan RMT lebih menekankan pada
tindakan rasional yang memandang masing-masing aktor dalam tindakan kolektif
mempunyai kepentingan. Sementara pendekatan teori Identitas lebih menekankan
kepada identitas, solidaritas dan komitmen bersama.
Hasil penelitian menunjukan faktor penyebab munculnya gerakan sosial di
Padarincang dikarenakan dua alasan berbeda. Pertama, alasan yang bersifat
material dan ideologis, seperti kelompok yang menghitung untung rugi secara
ekonomi. Kedua, alasan yang bersifat gagasan/ide kemanusiaan, seperti alasan
pelestarian lingkungan hidup dan keadilan dalam pembangunan. Dengan
demikian, karakteristik gerakan sosial tidak dapat dikategorikan gerakan sosial
baru secara utuh, tetapi juga karakteristik gerakan sosial lama masih tetap
nampak. Karakter gerakan lama terutama lebih didominasi oleh kalangan
masyarakat petani, kyai dan santri pondok pesantren. Sementara karakter gerakan
sosial baru nampak pada aktivis gerakan, baik aktivis lokal ataupun dari kalangan
NGO yang terlibat dalam gerakan sosial ini.
Dari sisi proses dan dinamika gerakan, mengikuti RMT terlihat bahwa
faktor determinan gerakan sosial di Padarincang adalah adanya organisasi
(GRAPPAD dan AMPL), kepemimpinan, mobilisasi sumberdaya, jaringan dan
partisipasi yang luas serta mampu menggunakan peluang politik yang ada.
Analisis ini diperkuat dengan adanya kesamaan identitas kelompok, dalam hal ini
ikatan keagamaan dan kekeluargaan yang kental yang membangunkan komitmen
dan solidaritas sosial yang tinggi di kalangan masyarakat.
Secara teoritik, penelitian gerakan sosial di Padarincang tidak dapat
dijelaskan dengan satu teori RMT saja. Perpaduan antara RMT dan IOT dapat
menjelaskan secara lebih baik gerakan sosial tersebut. Dengan demikian terdapat
sejumlah konsep yang baik, tetapi tidak mampu menjelaskan realitas secara
konprehenship dan memerlukan teori lain untuk menjelaskannya.

ABSTRACT
This study discusses social movements in rural people of Padarincang,
Serang, Banten, which oppose the issuance of the construction and the exploration
permit of water resources to PT. Tirta Investama. This study aims to assess the
background, causes, dynamics and processes of their resistance.
This study based on Resource Mobilization Theory (RMT) combined with
The Identity Oriented Theory (IOT). RMT approach is more emphasis on rational
action that sees each actor has an interest in collective action. The other theory,
Identity theory, stresses to identity, solidarity and commitment of the group.
The results of study showed that there are two factors causing the rise of
social movements in Padarincang. First, the reason for that movement is material
and ideological, as a group economically calculate profit and loss. The second
reason is they consider the idea / ideas of humanity, such as environmental
conservation reasons and fairness in development. Thus, the characteristics of a
social movement can’t be categorized as new social movements as a whole, but
also the characteristics of the old social movements are still visible. Old social
movement character is dominated by, especially the farming community, religious
scholars and boarding school students (santri). On the other side, the character of
this new social movements seem in activists, both local and NGO activists that
involved in this social movement.
In terms of the process and the dynamics of movement, based on RMT is
seen that the determinant factor in Padarincang social movement is in the
organization (GRAPPAD and AMPL), leadership, resource mobilization,
networking and wide participation and be able to use the existing political
opportunities. This analysis is reinforced by the similarity of group identity, in this
case religious and kinship ties viscous built commitment and high social solidarity
among the rural people.
Theoretically, the study of social movements in Padarincang can not be
explained by the theory of RMT only. The mix theory between RMT and IOT can
be better explain the social movements. Although there a number of good concept,
but it can not be able to explain the case completly and need another theory to
explain it."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andro Riyadi Darmawan
"Penelitian ini akan melihat perbandingan strategi Liga Muslim dan Gerakan Rakyat Pattani sebagai faktor penentu keberhasilan upaya perjuangan. Strategi merupakan salah satu faktor yang diungkapkan oleh Sidney Tarrow sebagai penentu keberhasilan suatu gerakan. Penelitian menggunakan studi kasus Perbandingan Strategi Gerakan Liga Muslim di India dan Gerakan Rakyat Pattani di Thailand Dalam Upaya Memperoleh Kemerdekaan Wilayah Kelompok Minoritas Tahun 1902-1954. Pertanyaan penelitian yang dipilih adalah Bagaimana perbedaan strategi perjuangan oleh Liga Muslim di India dan Gerakan Rakyat Pattani di Thailand bagian Selatan dapat mempengaruhi perbedaan hasil upaya kemerdekaan wilayah kelompok minoritas? Argumentasi penelitian ini adalah strategi yang digunakan oleh Liga Muslim dan Gerakan Rakyat Pattani memiliki perbedaan yang mengakibatkan hasil yang berbeda. Liga Muslim menggunakan strategi yang lebih diplomatis dalam perjuangannya, berbeda dengan Gerakan Rakyat Pattani yang lebih menekan pemerintah. Argumentasi tersebut akan coba dibuktikan dengan menganalisis perbandingan kedua konflik yang terjadi dan strategi yang diterapkan oleh kedua upaya gerakan tersebut sehingga tujuan dari penelitian ini dapat tercapai yaitu menjelaskan bahwa strategi merupakan faktor yang penting dalam sebuah gerakan perlawanan dari kelompok minoritas untuk mencapai tujuannya.

This research will look at the comparison of the strategy of the Muslim League and the Pattani People's Movement as a critical success factor for the struggle. Strategy is one of the factors expressed by Sidney Tarrow as a determinant of the success of a movement. The study used case studies Comparison of Muslim League Movement Strategy in India and the Pattani People's Movement in Thailand In an Effort to Obtain Independence of the Minority Territory in 1902-1954. The selected research question is How do the differences in the strategy of the struggle by the Muslim League in India and the Pattani People's Movement in Southern Thailand affect the differences in the results of the independence efforts of minority groups The argument of this research is the strategy used by the Muslim League and the People's Movement of Pattani to have differences that result in different results. The Muslim League uses a more diplomatic strategy in its struggle, in contrast to the Pattani People's Movement that is more pressing for government. The argument will be proved by analyzing the comparison of the two conflicts and the strategies adopted by the two movements so that the purpose of this research can be reached that is to explain that strategy is an important factor in a resistance movement of minority groups to achieve its objectives.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munir
Malang: Intrans Publishing, 2014
344.01 MUR g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fuadil `Ulum
"Skripsi ini menganalisis penyebab kegagalan transformasi gerakan sosial menjadi partai politik. Melalui metode kualitatif yang dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi pustaka, penelitian ini mengangkat studi kasus upaya pembentukan partai politik alternatif yang dilakukan oleh Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI). Dalam penelitian ini, kegagalan transformasi KPRI menjadi partai politik dijelaskan dengan menggunakan kerangka analisis regulasi kartel dan mobilisasi sumber daya. Secara spesifik, konsep regulasi kartel yang dikemukakan oleh Pippa Norris dapat menjelaskan hambatan eksternal yang menghalangi pertumbuhan partai-partai di Indonesia. Sedangkan teori mobilisasi sumber daya digunakan untuk mengeksplorasi hambatan internal yang dihadapi KPRI untuk bertransformasi menjadi partai politik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegagalan KPRI dalam bertransformasi menjadi partai politik disebabkan oleh dua hal. Pertama, regulasi yang mengatur mengenai partai politik memberatkan gerakan sosial seperti KPRI untuk bertransformasi menjadi partai politik. Undang-undang tersebut merupakan manifestasi dari politik kartel yang dirancang sedemikian rupa oleh partai-partai yang sudah mendapatkan kursi di legislatif untuk membatasi jumlah partai yang ada di Indonesia. Kedua, KPRI gagal melakukan mobilisasi sumber dayanya untuk mengubah kekuatan gerakan sosial menjadi kekuatan politik formal yang bertarung di pemilihan umum. Hal tersebut dipengaruhi oleh terbatasnya sumber daya, baik sumber daya material maupun nonmaterial yang dimiliki KPRI.

This research analyzed why social movements have failed transforming into political party. By applying qualitative method, with data collection of deep interview and literature study, the study emphasized on case study of KPRI (Indonesian People’s Movement Confederation) attempt to form alternative party. This case is explained by using cartel regulation analysis and resource mobilization as the main framework. The cartel regulation analysis by Pippa Norris can explain external obstacles that prevent inclusive access of political party formation in Indonesia. Furthermore, resource mobilization theory is used to explore internal obstacles that hold up the progress of KPRI to transform themselves becoming a political party.
The result of this research shows that there are two major factors affecting KPRI's failure to transform into political party. First, the existing regulations that address political party have held down social movements chances - in this case KPRI - to become a political party. The law is considered as part of political cartel manifestation by the already existing parties in parliament to limit the number of parties in Indonesia. Second, KPRI has failed to conduct resource mobilization in order to transform social movement power into formal politics which compete in general election. It is mainly caused by the limited resources owned by KPRI, both material and nonmaterial.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainul Milal Bizawie
Jakarta: Samha, 2002
297 ZAI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ficky Utomo
"Penelitian ini membahas mengenai Kegagalan Upaya Pemekaran Daerah di Indonesia (Studi Kasus Gerakan Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon Dalam Upaya Pemekaran Provinsi Cirebon Periode Tahun 2000-2018). Penelitian ini menggunakan Teori Gerakan Sosial, Teori Political opportunity structure, Teori Resources mobilization theory, dan Teori Collective Action Frames di dalam membedah persoalan penelitian yang diajukan perihal apa penyebab gerakan pemekaran Provinsi Cirebon ini mengalami kegagalan. Dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan studi pustaka dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam. Peneliti beragumen bahwa gerakan pemekaran Provinsi Cirebon ini memenuhi semua prasyarat untuk diakui sebagai sebuah gerakan sosio-politik. Peneliti juga berargumen bahwa di dalam kesempatan struktur politik, organisasi Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon (P3C) mengalami keadaan yang disebut sebagai kurvalinier dalam hubungannya dengan struktur politik dan kemunculan gerakan sosial. Peneliti juga berargumen bahwa terjadi instabilitas jejaring elit di dalam pengupayaan pemekaran Provinsi Cirebon ini. Karena disatu sisi gerakan ini disupport oleh beberapa pihak elit, namun di sisi yang lain beberapa elit dilain pihak menolak atau membiarkan gerakan ini dalam situasi yang tidak jelas, dan elit yang membantu pun tidak terlalu signifikan membantu. Dan di dalam pengupayaan pemekaran Provinsi Cirebon, peneliti berargumen bahwa para aktivis penggerak tidak mengalami represi dari negara. Sedangkan di dalam upaya memobilisasi sumberdaya, organisasi P3C dan para elit keraton Cirebon terhalang oleh kondisi finansial yang tidak cukup namun di dalam pengelolaan organisasinya berjalan dengan cukup baik dan tidak menjadi halangan. Dan terkahir, dari sisi framing, peneliti berargumen bahwa aktivitas agitasi dan framing di dalam organisasi ini dapat berjalan dengan baik, baik itu dengan media seminar, demonstrasi, maupun lewat berbagai terbitan tulisan di media.

This study discusses the Failure of Regional Expansion Efforts in Indonesia (Case Study of the Presidium Movement for the Establishment of the Province of Cirebon in the Efforts to Expand Cirebon Province for the Period of 2000-2018). This research uses Social Movement Theory, Political Opportunity Structure Theory, Resource Mobilization Theory Theory, and Collective Action Frames Theory in dissecting the research problems raised regarding what causes the Cirebon Province regional divergence movement to fail. By using a qualitative method that is by library research and collecting data through in-depth interviews. The researcher argues that the Cirebon Province regional divergence movement fulfills all the prerequisites to be recognized as a socio-political movement. The researcher also argues that on the occasion of political structure, the organization of the Presidium for the Establishment of the Province of Cirebon (P3C) experienced a condition called curvalinier in relation to political structure and the emergence of social movements. Researchers also argue that there is instability in elite networks in the efforts to expand the Cirebon Province. Because on the one hand this movement is supported by some elite parties, but on the other hand some elites on the other hand reject or leave this movement in unclear situations, and the elite who help is not too significant to help. And in seeking the expansion of the Cirebon Province, researchers argued that activist activists did not experience repression from the state. Whereas in the effort to mobilize resources, the P3C organization and the elite of the Cirebon palace were hindered by inadequate financial conditions but in managing their organizations well and did not become a hindrance. And finally, in terms of framing, researchers have argued that agitation and framing activities within this organization can run well, be it through media seminars, demonstrations, or through various writing publications in the media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T55233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>