Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185190 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Samsul Mustofa
"Latar belakang: Penelitian mengenai manfaat kedelai dalam penyembuhan penyakit diabetes mellitus DM sudah banyak dilakukan, namun belum diketahui pengaruh ekstrak kedelai terhadap peran protein TERT sel - pankreas. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan ekstrak kedelai dalam meningkatkan ekspresi TERT sel - pankreas pada tikus diabetes melitus.
Metode Penelitian: Eksperimental dengan Randomized block design. Enam puluh tikus putih jantan galur Sprague-Dawley dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok: 1 tikus normal, 2 tikus DM diinduksi aloksan , 3 tikus DM glibenklamid, 4 tikus DM ekstrak kedelai 1 mg/kgBB/hari, 5 tikus DM ekstrak kedelai 5 mg/kgBB/hari, 6 tikus DM ekstrak kedelai 25 mg/kgBB/hari. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS 20. Variabel yang diukur yaitu glukosa darah puasa, ekspresi TERT dan jumlah sel - pankreas.
Hasil: glukosa darah puasa pada perlakuan dengan ekstrak kedelai menurun secara bermakna p < 0,05 dibandingkan dengan tikus diabetes mellitus. Ekspresi TERT pada DM 25 mg/kgBB/hari lebih tinggi secara bermakna p < 0,05 dibanding tikus diabetes, jumlah sel ? pankreas pada tikus perlakuan ekstrak kedelai lebih tinggi secara bermakna p < 0,05 dibanding tikus diabetes.
Kesimpulan: Ekstrak kedelai 1, 5 dan 25 mg/kgBB/hari dapat meningkatkan ekspresi TERT sel b pankreas pada tikus diabetes mellitus yang diinduksi aloksan.

Background: Studies on the benefit of soybean as a treatment for diabetes mellitus DM have been largely performed however, the effect of soybean extracts on the role of TERT protein in pancreatic cells has not been known. The aimed of this study is to measure the capacity of soybean extracts in increasing the TERT expression of pancreatic cells in rats with diabetes mellitus.
Methods: It was an experimental study with randomized block design. Sixty white male Sprague Dawley rats were randomly categorized into 6 groups 1 normal rats 2 rats with DM induced by alloxan 3 rats with DM glibenclamide 4 rats with DM 1 mg kgBW day soybean extracts 5 rats with DM 5 mg kgBW day soybean extracts 6 rats with DM 25 mg kgBW day soybean extracts. Statistical analysis was performed using SPSS software program version 20.0. The measured variables included fasting blood glucose level, TERT expressions and the number of pancreatic cells.
Results: The fasting blood glucose level in rats treated with soybean extracts was reduced significantly p 0.05 compared to rats in diabetic control group. There was a significantly higher TERT expression in rats with DM 25 mg kgBW day soybean extracts p 0.05 compared to rats in diabetic control group moreover, the number of pancreatic cells was also significantly higher in rats treated with soybean extracts p 0.05 than the diabetic rats.
Conclusion: Soybean extracts of 1, 5 and 25 mg kgBW day can increase the TERT expression of pancreatic cells in rats with diabetes mellitus induced by alloxan.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Nurlaila Dewi
"Prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun baik di negara maju juga tidak berkembang. Di Indonesia diperkirakan ada 12 juta orang berusia 15 tahun yang menderita diabetes mellitus pada tahun 2013. Pengobatan diabetes mellitus menggunakan ekstrak tumbuhan dilaporkan memiliki hasil yang baik cukup bagus. Salah satu tanaman yang memiliki efek antidiabetes adalah Annona muricata. Ekstrak daun Annona muricata ditemukan meningkat regenerasi sel beta pankreas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (EEDS) pada diameter pulau Langerhans, ekspresi insulin, dan kadar plasma glukagon-like peptide-1 (GLP-1) pada tikus diinduksi aloksan. Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. Sampel yang digunakan adalah mencit Swiss Webster sebanyak 30 ekor jantan dengan umur 12-14 minggu dan berat badan 20-30 gram. Sampel dibagi dengan diacak menjadi 5 kelompok, diinduksi dengan aloksan, dan diberi perlakuan 14 hari. Kelompok terdiri dari: kontrol negatif, kontrol positif yang diberi perlakuan glibenklamid 0,65 mg/kgBB, pengobatan dengan EEDS 150 mg/kgBB (P1), 300 mg/kgBB (P2), dan 600 mg/kgBB (P3). Diameter pulau-pulau Langerhans dan Ekspresi insulin diukur dengan pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan hematoxylin-eosin (HE) dan imunohistokimia (CPI), sedangkan GLP-1. level plasma diukur dengan ELISA. Data yang berdistribusi normal dianalisis dengan uji ANOVA satu arah, diikuti oleh Tukey HSD post hoc. Data dengan distribusi. Kelainan dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil: Analisis bivariat menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemberian EEDS dengan diameter Pulau Langerhans (p = 0,001) tetapi perbedaannya tidak signifikan dengan ekspresi insulin (p = 0,539) dan kadar GLP-1 plasma (p = 0,122). Kesimpulan: EEDS yang diberikan dalam dosis 300 mg/kgBB paling efektif dalam memperbesar diameter pulau langerhans. Sebaliknya, ketiga dosis ekstrak tidak dapat meningkatkan ekspresi insulin dan kadar GLP-1 plasma.

Its prevalence continues to increase from year to year both in developed countries also not growing. In Indonesia, it is estimated that there are 12 million people aged 15 years who suffer from diabetes mellitus in 2013. Treatment of diabetes mellitus using plant extracts is reported to have good results. One of the plants that have an antidiabetic effect is Annona muricata. Annona muricata leaf extract was found to increase pancreatic beta cell regeneration. This study aimed to determine the effect of soursop leaf ethanol extract (EEDS) on the diameter of the islets of Langerhans, insulin expression, and plasma levels of glucagon-like peptide-1 (GLP-1) in rats. alloxan induced. Methods: This study used an experimental design. The samples used were 30 male Swiss Webster mice, aged 12-14 weeks and weighing 20-30 grams. Samples were divided randomly into 5 groups, induced with alloxan, and treated for 14 days. The group consisted of: negative control, positive control that was given treatment glibenclamide 0.65 mg/kgBW, treatment with EEDS 150 mg/kgBW (P1), 300 mg/kgBW (P2), and 600 mg/kgBW (P3). The diameter of the islets of Langerhans and insulin expression were measured by histopathological examination with hematoxylin-eosin (HE) and immunohistochemical (CPI) staining, while GLP-1 . plasma levels were measured by ELISA. Data that were normally distributed were analyzed by one-way ANOVA test, followed by Tukey HSD post hoc. Data with a distribution that Abnormalities were analyzed by the Kruskal-Wallis test. Result: Bivariate analysis showed a significant difference between the administration of EEDS and the diameter of the Islets of Langerhans (p = 0.001) but the difference was not significant with insulin expression (p = 0.539) and plasma GLP-1 levels (p = 0.122). Conclusion: EEDS given in a dose of 300 mg/kgBW was most effective in increasing the diameter of the islets of Langerhans. In contrast, the three extract doses did not increase insulin expression and plasma GLP-1 levels."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Andriani Wisaksono
"Latar Belakang: Kanker kepala dan leher merupakan penyakit yang disebabkan oleh proliferasi sel tidak terkontrol yang terpicu oleh faktor genetik dan lingkungan. Telomerase Reverse Transcriptase (TERT) merupakan gen untuk menginstruksikan pembuatan telomerase yang mencegah terjadinya pemendekan telomer. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi polimorfisme gen TERT pada kanker kepala dan leher dan non-kanker kepala dan leher. Metode: 50 sampel kanker kepala dan leher sebagai kelompok kasus dan 50 sampel non-kanker kepala dan leher sebagai kelompok kontrol. TERT VNTR MNS16A dicampur dengan ddH2O, enzim polimerase dan template DNA, lalu dianalisis menggunakan teknik PCR-VNTR dilanjutkan dengan elektroforesis untuk dianalisis. Dilanjutkan dengan analisis statistik menggunakan uji Continuity Correction. Hasil: Genotip LL ditemukan lebih tinggi pada kanker kepala dan leher dan non-kanker kepala dan leher. Genotip dan alel polimorfik ditemukan lebih tinggi pada kanker kepala dan leher (100% dan 88%) daripada nonkanker kepala dan leher (82% dan 47%). Uji Continuity Correction antara kanker kepala dan leher dan non-kanker kepala dan leher menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna (p-value=0.242). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara polimorfisme TERT VNTR MNS16A dan kanker kepala dan leher.

Background: Head and neck cancer is a disease caused by uncontrolled cell proliferation triggered by genetic and environmental factors. Telomerase Reverse Transcriptase (TERT) is a gene to instruct the manufacture of telomerase which prevents telomere shortening. Objective: This study aimed to analyze the distribution of the TERT gene polymorphisms in head and neck cancer and non-head and neck cancer. Methods: 50 samples of head and neck cancer as the case group and 50 samples of non-head and neck cancer as the control group. TERT VNTR MNS16A was mixed with ddH2O, polymerase enzyme and DNA template, then analyzed using PCR-VNTR technique followed by electrophoresis for analysis. Followed by statistical analysis using the Continuity Correction test. Results: The LL genotype was found to be higher in head and neck cancer and non-head and neck cancer. Polymorphic genotypes and alleles were found to be higher in head and neck cancers (100% and 88%) than in non-head and neck cancers (82% and 47%). Continuity Correction test between head and neck cancer and non-head and neck cancer showed no significant difference (p-value=0.242). Conclusion: There is a relationship between the TERT VNTR MNS16A polymorphism and head and neck cancer."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Perkasa Rosari
"Melanoma malignum (MM) kulit merupakan tumor ganas dengan mortalitas tinggi. Karakteristik histopatologik merupakan faktor prediktif prognostik MM kulit, tebal tumor >2 mm dan jumlah mitosis ≥5/mm2 berkorelasi dengan angka kesintasan yang lebih buruk. Mutasi pada MM antara lain terjadi pada promoter telomerase reverse transcriptase (TERT), sehingga proliferasi sel menjadi tidak terbatas. Telomerase juga meningkatkan risiko metastasis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik histopatologik dan imunoekspresi TERT dengan angka kejadian metastasis pada MM kulit. Sampel penelitian adalah 30 kasus MM kulit dengan metastasis dan 30 kasus tanpa metastasis di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM, periode Januari 2011 sampai Juli 2023. Dilakukan penilaian karakteristik histopatologik (tebal tumor, indeks mitosis, invasi limfovaskular, invasi perineural) dan pulasan imunohistokimia TERT menggunakan antibodi TERT. Data karakteristik histopatologik dan imunoekspresi TERT dianalisis untuk mengetahui hubungannya dengan angka kejadian metastasis. Karakteristik histopatologik yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian metastasis adalah tebal tumor >2 mm (p=0,006) dan indeks mitosis ≥5/mm2 (p=0,008). Hasil analisis multivariat mendapatkan hubungan antara imunoekspresi TERT tinggi dengan metastasis yang bermakna secara statistik (p<0,001, aOR=56,1). Kesimpulan penelitian ini adalah imunoekspresi TERT tinggi meningkatkan angka kejadian metastasis pada MM kulit. Terdapat hubungan antara tebal tumor dan indeks mitosis dengan angka kejadian metastasis pada MM kulit.

Cutaneous malignant melanoma (MM) is a malignant tumor with high mortality rate. Histopathological characteristics are prognostic predictive factors of cutaneous MM, tumor thickness >2 mm and mitotic rate ≥5/mm2 correlate with worse survival rate. Mutation in MM can occur at telomerase reverse transcriptase (TERT) promoter, which lead to unlimited cell proliferation. Telomerase also increases metastatic risk. This study aims to determine the association between histopathological characteristics and TERT immunoexpression with metastasis in cutaneous MM. The study samples are 30 metastatic and 30 non-metastatic cutaneous MM in Anatomical Pathology Department FKUI/RSCM, from January 2011 to Juli 2023. Histopathological characteristics (tumor thickness, mitotic index, limfovaskular invasion, perineural invasion) were assessed and anti-TERT antibodies were used for immunohistochemistry staining. Histopathological characteristics and TERT immunoexpression data were analyzed to determine their association with metastasis. Histopathological features that correlate significantly with metastasis are tumor thickness >2 mm (p=0,006) and mitotic index ≥5 mitosis/mm2 (p=0,008). Multivariate analysis showed significant association between high TERT immunoexpression and metastasis in cutaneous MM (p<0,001, aOR=56,1). This study concludes that high TERT immunoexpression increases metastatic rate in cutaneous MM. Tumor thickness and mitotic index are associated with metastasis in cutaneous MM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anasya Diandra Atmadikoesoemah
"Latar Belakang: Hibiscus sabdariffa Linn dikenal sebagai herbal yang memiliki efek antioksidan dan antiinflamasi. Inflamasi merupakan salah satu mekanisme terjadinya diabetes mellitus, sebuah penyakit metabolik yang terjadi akibat gangguan pada insulin dan fungsi sel beta pancreas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Hibiscus sabdariffa Linn. terhadap kadar HOMA-IR (Homeostasis Model Assessment-Insulin Resistance) dan Interleukin-6 pada kondisi diabetes mellitus.
Metode: Dua puluh empat tikus Sprague-Dawley ditempatkan secara acak menjadi enam kelompok; kontrol normal, normal dengan 200mg/kgBB Hibiscus, normal dengan 500mg/kgBB Hibiscus, kontrol diabetes, diabetes dengan 200mg/kgBB Hibiscus, dan diabetes dengan 500mg/kgBB Hibiscus. Hibiscus sabdariffa Linn diberikan selama 5 minggu kepada kelompok Hibiscus, dan sampel darah dari tiap kelompok diambil untuk menilai kadar gula darah, insulin, dan IL-6. Kadar IL-6 diukur menggunakan ELISA. HOMA-IR dicek menggunakan tes non-parametrik Kruskal-Wallis dan IL-6 dicek menggunakan one-way ANOVA untuk menilai signifikansi statistik.
Hasil: Tikus di kelompok diabetes yang diberikan 200mg/kgBB dan 500mg/kgBB Hibiscus memiliki nilai HOMA-IR dan kadar IL-6 yang lebih rendah walau tidak ada signifikansi statistik antar kelompok HOMA-IR (p= 0.127) dan IL-6 (p = 0.760).
Kesimpulan: Penelitian ini tidak menghasilkan signifikansi statistik terhadap penurunan HOMA-IR dan IL-6.

Introduction: Hibiscus sabdariffa Linn. is known as one of the herbs that possess antioxidant and anti-inflammatory benefits. Inflammation has been long suggested to be one of the pathophysiology of diabetes mellitus, a metabolic disorder that is rooted from insulin impairment and beta cell dysfunction. This study objective is to explore the antiinflammatory effect of Hibiscus sabdariffa Linn towards HOMA-IR (Homeostasis Model Assessment-Insulin Resistance) and Interleukin-6 in diabetes mellitus condition.
Methods: Twenty four Sprague-Dawley rats were randomly allocated into six different group; normal control group, normal with 200mg/kgBW of Hibiscus, normal with 500mg/kgBW of Hibiscus, diabetic control, diabetic with 200mg/kgBW of Hibiscus, and diabetic with 500mg/kgBW of Hibiscus. Hibiscus sabdariffa Linn. was administered for 5 weeks for the Hibiscus group, and the blood samples of each group are drawn to obtain blood glucose, insulin, and IL-6. IL-6 level was measured using ELISA kit. HOMA-IR statistical significance was checked using non-parametric Kruskal-Wallis test and IL-6 statistical significance was calculated using one-way ANOVA.
Results: Rats in diabetic group that are treated with 200mg/kgBW and 500mg/kgBW had lower value of HOMA- IR and IL-6 although there were no statistical significance between both HOMA-IR (p = 0.127) and IL-6 (p = 0.760) group.
Conclusion: This study does not yield statistically significant decrease of both HOMA-IR and IL-6.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina
"Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang disebabkan berkurangnya sekresi hormon insulin, menurunnya sensitivitas insulin atau kombinasi keduanya. DM tipe
2 merupakan salah satu jenis diabetes melitus yang paling banyak penyandangnya. Defisiensi vitamin D sering dikaitkan dengan kejadian DM tipe 2. Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang berpotensi untuk memperbaiki sintesis dan sekresi insulin. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh suplementasi vitamin D 5.000 IU/hari selama 3 dan 6 bulan terhadap fungsi sel beta pankreas yang dilihat dari penanda antioksidan (SOD), inflamasi (IL-6), PDX-1, HbA1c dan resistensi insulin (HOMA-IR) serta keamanan pemberian vitamin D yang dilihat dari peningkatan kadar 25-(OH)D dan ekspresi VDR.
Penelitian ini menggunakan desain double blind randomized controlled trial mengikutsertakan 94 penyandang DM tipe 2 dengan usia 35‒80 tahun di Puskesmas Kecamatan Mampang Jakarta Selatan. Hasil randomisasi terdapat 47 subjek kelompok kontrol dan 47 subjek kelompok vitamin D. Kelompok kontrol mendapatkan plasebo sedangkan kelompok vitamin D mendapatkan plasebo dan vitamin D 5.000 IU selama 6 bulan. Studi dilakukan mulai bulan Januari─Desember 2022. SOD, IL-6, PDX-1, VDR, HbA1c, glukosa darah, insulin puasa, 25-(OH)D, HOMA-IR diperiksa pada awal penelitian, pascasuplementasi 3 dan 6 bulan. Analisis statistik dengan SPSS 20 menggunakan uji ANOVA general linear repeated measurement dan Mann Whitney.
Karakteristik subjek penelitian pada kelompok vitamin D dan kelompok kontrol pada awal penelitian menunjukkan kedua kelompok setara baik pada karaktersitik demografis, laboratorium, dan asupan nutrien. Pascasuplementasi vitamin D selama 3 dan 6 bulan terdapat perbedaan bermakna kadar 25-(OH)D (p = 0,000), tidak terdapat perbedaan bermakna HbA1c dan glukosa darah (p = 0,360 dan p = 0,296) antara kelompok kontrol dan kelompok vitamin D. Terdapat perbedaan bermakna kadar insulin pasca suplementasi 3 dan 6 bulan (p = 0,034 dan p = 0,013) serta perbedaan bermakna HOMA-IR pasca suplementasi 3 dan 6 bulan (p = 0,033 dan p = 0,031) antara kelompok kontrol dan kelompok vitamin D. Kadar insulin pada kedua kelompok mengalami peningkatan tetapi peningkatan kadar insulin pada kelompok kontrol lebih tinggi. HOMA-IR pada kedua kelompok mengalami peningkatan tetapi peningkatan HOMA-IR pada kelompok kontrol lebih tinggi. Terdapatnya kadar insulin dan HOMA-IR yang lebih rendah pada kelompok vitamin D menunjukkan adanya perbaikan resistensi insulin.Untuk PDX-1 tidak terdapat perbedaan bermakna pasca suplementasi 3 dan 6 bulan (p = 0,464 dan p = 0,499) antara kelompok kontrol dan kelompok vitamin D. Vitamin D tidak terbukti meningkatkan SOD dan VDR serta tidak terbukti menurunkan IL-6.
Simpulan: Suplementasi vitamin D 5.000 IU/hari selama 6 bulan dapat meningkatkan kadar 25-(OH)D dalam batas normal, serta dapat memperbaiki resistensi insulin melalui penurunan HOMA-IR dan penurunan sekresi insulin. Efek terhadap HbA1c, SOD, IL-6, PDX-1, dan VDR tidak terbukti.

Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease that is caused by reduced insulin secretion, reduced insulin sensitivity, or a combination of the two. Type 2 DM is one of the types of diabetes mellitus with the greatest number of cases. Vitamin D deficiency is frequently associated with the incidence of type 2 DM. Vitamin D is one of the vitamins with the potential to improve insulin synthesis and secretion. This study aimed to evaluate the effect of supplementation of vitamin D at 5.000 IU/day for 3 and 6 months on pancreatic beta cell function from the perspective of antioxidant (SOD) and inflammatory (IL-6) markers, PDX-1 expression, HbA1c concentration, and insulin resistance (HOMA-IR), and the safety of vitamin D administration as shown by 25-(OH)D concentration and vitamin D receptor (VDR) expression. This study was a double blind randomized controlled trial involving 94 patients with type 2 DM aged 35‒80 years at Mampang District Public Health Center, South Jakarta. Randomization resulted in 47 subjects in the control group and 47 subjects in the vitamin D group. The control group received placebo whereas the vitamin D group received placebo and vitamin D at 5.000 IU for 6 months. The study was conducted from January‒December 2022. SOD, IL-6, PDX-1, VDR, HbA1c, blood glucose, fasting insulin, 25-(OH)D, and HOMA-IR were determined at baseline and after supplementation for 3 and 6 months. Statistical analysis by SPSS 20 used ANOVA general linear repeated measurement and Mann-Whitney tests. Characteristics of study subjects in the vitamin D and control groups at baseline showed that both groups were similar in demographic characteristics, laboratory measures, and nutrient intake. After supplementation of vitamin D for 3 and 6 months there were significant differences in 25-(OH)D concentration (p = 0.000), but no significant differences in HbA1c and blood glucose (p = 0.360 and p = 0.296) between control and vitamin D groups. There were significant differences in insulin concentration after supplementation for 3 and 6 months (p = 0.034 and p = 0.013) and significant differences in HOMA-IR after supplementation for 3 and 6 months (p = 0.033 and p = 0.031) between control and vitamin D groups. Insulin concentrations increased in both groups but the increase insulin concentrations was higher in the control group. HOMA-IR increased in both groups but the increase in HOMA-IR was higher in the control group. The lower insulin concentrations and decreased HOMA-IR in the vitamin D group indicated improve insulin resistance. With regard to PDX-1 there were no significant differences after supplementation for 3 and 6 months (p = 0.464 and p = 0.499) between control and vitamin D groups. Vitamin D was not proven to increase SOD and VDR, and was not proven to reduce IL-6.
Conclusion: Supplementation of vitamin D at 5.000 IU/day for 6 months was able to increase 25-(OH)D concentration within normal limits and was able to improve insulin resistance through reduction in HOMA-IR and decreased insulin secretion . Effects on HbA1c, SOD, IL-6, PDX-1, and VDR were not proven.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Andika
"Penyakit diabetes melitus (DM) meningkatkan produksi reactive oxygen species yang meyebabkan peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan fragmentasi DNA dan apoptosis sel-sel dalam testis sehingga terjadi komplikasi berupa infertilitas. Daun jati diketahui mengandung metabolit aktif dengan aktivitas antihiperglikemik dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengamati pengaruh ekstrak etanol daun jati terhadap organ testis. Sampel yang digunakan adalah tikus jantan Wistar yang diinduksi DM dengan Streptozotocin (STZ). Sampel terbagi menjadi kelompok normal, kontrol positif, kontrol negatif, dan tiga kelompok perlakuan dengan dosis 200mg/kgBB, 400mg/kgBB, dan 800mg/kgBB. Dilakukan pengamatan terhadap preparat jaringan testis untuk mengukur diameter tubulus seminiferus, jumlah sel Sertoli, dan sel Leydig. Kelompok kontrol negatif memiliki perbedaan signifikan dibandingkan kelompok normal pada diameter tubulus seminiferus (p = 0,002) dan jumlah sel Sertoli (p = 0,028). Pemberian ekstrak etanol daun jati 800mg/kgBB menunjukkan perbedaan signifikan pada diameter tubulus seminiferus dibandingkan kelompok kontrol negatif (p = 0,005). Tikus DM memiliki diameter tubulus seminiferus, jumlah sel Sertoli, dan jumlah sel Leydig yang lebih rendah dibandingkan tikus tanpa DM. Pemberian ekstrak etanol daun jati pada seluruh kelompok dosis menunjukkan perbaikan diameter tubulus seminiferus, jumlah sel Sertoli, dan sel Leydig pada tikus DM.

Diabetes mellitus increases reactive oxygen species production which in turn results in increase of oxidative stress. Fragmentation of DNA and apoptosis of testicular cells caused by oxidative stress leads to infertility. Teak leaves are known to contain active metabolites with antihyperglycemic and antioxidant activities. This study aims to observe the effect of ethanol extract of teak leaves on the testicles. The samples used in this study are STZ-induced male Wistar rats. Samples are divided to positive control group, negative control group, and three trial groups with dosage of 200mg/kg, 400mg/kg, and 800mg/kg. Testicular tissue was observed to measure diameter of seminiferous tubules and amount of Sertoli and Leydig cells. Negative control group showed significantly lower seminiferous tubules diameter (p = 0,002) and Sertoli cells count (p = 0,028) compared to normal group. Ethanol extract of teak leaves with dose of 800mg/kg showed significant difference in seminiferous tubules diameter compared to negative control group (p = 0,005). Diabetic rats have lower seminiferous tubules diameter, Sertoli cell count, and Leydig cell count compared to non-diabetic rats. Administration of teak leaves ethanol extract from each dosage group improve seminiferous tubules diameter, Sertoli cell count, and Leydig cell count in diabetic rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hibban Heldian
"Latar belakang: Prevalensi diabetes di dunia dan Indonesia tinggi. Gula darah yang tidak terkontrol akan menyebabkan komplikasi berupa kerusakan organ-organ. Obat diabetes harus digunakan dalam waktu lama sehingga membutuhkan biaya besar serta memiliki beberapa efek samping. Pengobatan diabetes menggunakan daun Ficus carica menjadi alternatif potensial dalam pengobatan diabetes karena mudah didapatkan dan memiliki efek antidiabetes dan antioksidan, tetapi masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitasnya dalam pencegahan komplikasi diabetes. Penelitian ini menelusuri hubungan ektrak etanol daun Tin terhadap pencegahan komplikasi diabetes dilihat dari kerusakan yang terjadi pada sel Langerhans pankreas dan Tubulus ginjal. Metode: Tikus Wistar jantan dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kelompok normal, kontrol negatif, kontrol positif (metformin), dan tiga kelompok daun Tin (200 mg/KgBB, 400 mg/KgBB, 800 mg/KgBB), semuanya diinduksi dengan Streptozotocin (STZ) dosis tunggal 40 mg/KgBB kecuali kelompok normal. Setelah 4 minggu, dilakukan terminasi tikus untuk diambil organnya. Pengamatan histologi menggunakan pewarnaan Hematoxylin Eosin (H&E) dilakukan untuk mengamati kerusakan sel Langerhans pankreas, mengamati ukuran, jumlah, dan sel dominan, serta tubulus ginjal, mengamati dilatasi dan nekrosis. Selanjutnya dikelompokkan menjadi tidak ada kerusakan, kerusakan kecil, kerusakan sedang, dan kerusakan berat. Hasil: Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan secara statistik pada semua kelompok tikus baik pada kerusakan pankreas (p=0,239), kerusakan terkecil Tin 800 mg/KgBB, maupun ginjal (p=0,116), kerusakan terkecil Tin 400 mg/KgBB. Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol daun Tin tidak memberikan efek penurunan yang berbeda pada kerusakan pankreas tikus, kerusakan paling kecil pada Tin 800 mg/KgBB, dan ginjal tikus, kerusakan paling kecil pada Tin 400 mg/KgBB.

Introduction: The diabetes prevalence in the world and Indonesia is high. Blood sugar that is’t controlled will cause complications, organ damage. Diabetic drugs must be used for a long time, hence it will cost a lot and have several side effects. Treatment of diabetes using Ficus carica leaves is a potential alternative treatment of diabetes because it is easy to obtain and has anti-diabetic and antioxidant effects, but further research is still needed to determine its effectiveness in preventing diabetes complications. This study explores the relationship of ethanol extract of tin leaves to the prevention of diabetes complications, the damage that occurs in pancreatic Langerhans cells and kidney tubules. Method: Male Wistar rats were divided into six groups consisted of normal group, negative control, positive control(metformin), and three groups of tin leaves (200 mg/KgBW,400 mg/KgBW,800 mg/KgBW), which were induced with Streptozotocin (STZ) single dose of 40 mg/Kg BW except the normal group. After 4 weeks, the rats were terminated for their organs. Histological Hematoxylin Eosin (H&E) staining were carried out to observe damage to pancreatic Langerhans cells, observe size, number, and predominant cells, as well as renal tubules, observe dilatation and necrosis, grouped into no damage, minor damage, moderate damage, and heavy damage. Result: There were no statistically significant differences found in all groups of rats, both in pancreatic damage (p=0.239), the smallest damage in the 800 mg/KgBW fig group, and in the kidney (p=0.116), the smallest damage in the 400 mg/KgBW fig group. Conclusion: Ethanol extract of fig leaf did not give a different reduction effect on pancreatic damage, the smallest damage was in the 800 mg/KgBW Tin group, and the rat kidney damage, the smallest damage was in the 400 mg/KgBW Tin group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Abdi Zil Ikram
"Stres oksidatif di hati dapat terjadi akibat peningkatan produksi radikal bebas berlebih seperti ROS yang akhirnya menyebabkan kerusakan hepatoseluler. Glutation GSH , antioksidan non enzimatik, berperan dalam memberikan efek proteksi melawan radikal bebas. Selama ini, bekatul diperkirakan mempunyai potensi antioksidan pada hati. Peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bekatul padi Oryza sativa varietas IPB3S terhadap kadar GSH pada organ hati tikus yang diinduksi karbon tetraklorida CCl4 . Dua puluh empat ekor tikus jantan Sprague Dawley dibagi ke dalam enam kelompok yaitu, tanpa perlakuan, CCl4, bekatul 150 mg/kgBB, bekatul 150 mg/kgBB CCl4, bekatul 300 mg/kgBB, dan bekatul 300 mg/kgBB CCl4. Kadar GSH jaringan hati tikus diukur pada tiap kelompok perlakuan menggunakan metode Ellman. Data kemudian dianalisis menggunakan One-way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kadar GSH jaringan hati tikus yang bermakna pada kelompok bekatul 150 mg/kgBB p=0,01 dan bekatul 150 mg/kgBB CCl4 p=0,046 dibandingkan dengan kelompok tanpa perlakuan dan CCl4 saja. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok bekatul 300 mg/kgBB p=0,118 dan bekatul 300 mg/kgBB CCl4 p=0,247 terhadap kelompok tanpa perlakuan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ekstrak bekatul mempunyai potensi sebagai antioksidan terhadap jaringan hati jika dilihat dari adanya peningkatan kadar GSH.

Oxidative stress in the liver can occur as a result of increased production of excess free radicals such as ROS that eventually cause hepatocellular damage. Glutathione GSH , a non enzymatic antioxidant, plays a role in providing protection against the effects of free radicals. Recently, rice bran has been predicted to have antioxidant potential in the liver tissue. Researcher wanted to determine the effect of rice bran variety IPB3S Oryza sativa extract to level of GSH in the rats liver induced by carbon tetrachloride CCl4 . Twenty four male Sprague Dawley rats were divided into six groups which are control, CCl4, rice bran extract 150 mg kgBW, rice bran extract 150 mg kgBW CCl4, rice bran extract 300 mg kgBW, and rice bran extract 300 mg kgBW CCl4. GSH levels in rats liver tissue in each treatment group were measured using Ellman 39 s method. Data were analyzed using One way ANOVA. The results showed a significant increase in rats liver tissue GSH levels in 150 mg kgBW rice bran extract group p 0.01 and 150 mg kg rice bran extract CCl4 group p 0.046 compared to the control group and CCl4 group alone. In contrast, there were no significant differences in the 300 mg kgBW rice bran extract group p 0.118 and 300 mg kgBW rice bran extract CCl4 group p 0.247 compared to control group. This study suggested that rice bran extracts had antioxidant potential on liver tissue observed from elevated level of GSH.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auvan Lutfi
"Latar Belakang: Potensi lunasin dari ekstrak kedelai telah banyak diketahui memberikan manfaat dalam terapi kanker melalui efek antipoliferatifnya. Bcl-2 merupakan protein antiapoptosis yang ekspresinya meningkat pada kanker payudara dan dapat mencegah kejadian apoptosis dari sel kanker. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kedelai kaya lunasin terhadap ekspresi protein Bcl-2 sel kanker payudara tikus yang diinduksi DMBA. 
Metode: Penelitian menggunakan bahan biologi tersimpan dari jaringan kanker payudara tikus jenis Sprague-Dawley (SD) yang telah diberi perlakuan dalam 5 kelompok percobaan dan dipulas dengan pewarnaan imunohistokimia. Identifikasi ekspresi Bcl-2 dilakukan dengan aplikasi ImageJ dan dikuantifikasi menggunakan metode H-score untuk dianalisis secara statistik. 
Hasil: Hasil H-score setiap kelompok secara berurutan dari tertinggi adalah kontrol negatif (171,61%), lunasin kuratif (156,28%), kontrol positif (147,92%), adjuvan (142,12%), dan kelompok normal (127,22%). Terdapat perbedaan bermakna pada uji perbandingan tiap dua kelompok kecuali pada kelompok normal-adjuvan, kontrol positif-adjuvan, kontrol positif-kuratif, serta adjuvan-kuratif. 
Kesimpulan: Pemberian ekstrak kedelai kaya lunasin mampu menunrunkan ekspresi protein Bcl-2 sel kanker payudara payudara tikus yang diinduksi DMBA. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok lunasin dengan tamoksifen. Kelompok adjuvan lebih efektif dalam menurunkan ekspresi Bcl-2 dengan hasil yang tidak berbeda secara statistik dengan kelompok normal.

Background: The potential of lunasin from soybean extract has been widely known to provide benefits in cancer therapy through its antiproliferative effect. Bcl-2 is an antiapoptotic protein whose expression increases in breast cancer and can prevent apoptosis in cancer cells. The purpose of this study was to determine the effect of administration of lunasin-rich soybean extract on the expression of Bcl-2 protein in DMBA-induced rat breast cancer cells. 
Methods: The study used stored biological material from breast cancer tissue of Sprague-Dawley (SD) rats that had been treated in 5 experimental groups and stained immunohistochemically. Identification of Bcl-2 expression was carried out using ImageJ application and quantified using the H-score method for statistical analysis. 
Results: The results of the H-scores of each group sequentially from the highest were negative control (171.61%), curative lunasin (156.28%), positive control (147.92%), adjuvant (142.12%), and group normal (127.22%). There were significant differences in the comparison test of each of the two groups except for the normaladjuvant, positive-adjuvant control, positive-curative control, and adjuvant-curative group. 
Conclusion: The administration of lunasin-rich soybean extract was able to reduce the expression of Bcl-2 protein in DMBA-induced rat breast cancer cells. There was no statistically significant difference between the lunasin and tamoxifen groups. The adjuvant group was more effective in reducing Bcl-2 expression with results that were not statistically different from the normal group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>