Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105262 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tinuk Agung Meilany
"ABSTRAK
Dehisensi luka secara klinis diamati sebagai terbukanya kembali luka operasi yangtelah dipertautkan secara primer dan mengalami kegagalan pertautan luka padafase inflamasi. Risiko penyebab terjadinya dehisensi luka operasi pada anak adalahmultifaktorial. Salah satu faktor yang mungkin berperan adalah polimorfisme genGlutation S-transferase P1 GSTP1 . Tujuan penelitian ini adalah untuk menilaiperan faktor risiko polimorfisme genetik GSTP1 I105V terhadap terjadinyakomplikasi dehisensi luka operasi pada anak yang menjalani operasi mayor. Penelitian ini menggunakan desain studi kohort secara prospektif yang dilakukandi Pusat Pelayanan Bedah Anak RSAB Harapan Kita. Sebanyak 116 individumemenuhi kriteria inklusi. Semua subjek menjalani pemeriksaan darah rutin untukpersiapan bedah mayor, pemeriksaan rasio GSH:GSSG dan kadar senyawa proteinkarbonil untuk identifikasi stres oksidatif, serta pemeriksaan genotyping PCR ndash;RFLP. Sebanyak 30 subjek dilakukan pemeriksaan TcPO2. Hasil sebarangenotipe masing-masing Ile/Ile, Val/Val dan Ile/Val adalah 56/116 48,3 ,15/116 12,9 , dan 45/116 38,7 . Polimorfisme GSTP1 I105V menunjukkanhasil peningkatan stres oksidatif tidak berbeda bermakna dengan wildtype. Hasilpemeriksaan TcPO2pasca operasi turun lebih tajam dan berbeda bermakna padasubjek dengan genotipe Ile/Val dan Val/Val. Selain itu, polimorfisme GSTP1Ile/Val dan Val/Val pada subjek dengan komplikasi operasi anemia, hipoalbumindan sepsis, mengalami peningkatan risiko dehisensi luka dengan risiko relatifberturut-turut: RR 2,86, IK 0,647 ndash;12,66, p 0,166; RR 3, IK 1,829 ndash;10,85, p 0,037;RR 3,2, IK 2,876 ndash;11,27, p 0,015. Polimorfisme GSTP1 I105V memengaruhi peningkatan kejadian dehisensi lukapada keadaan hipoksia pasca operasi yang ditunjukkan dengan penurunan TcPO2lebih tajam, dan pada subjek dengan komplikasi hipoalbumin.

ABSTRACT
Wound dehiscence is a leakage of a surgical suture at the surgical site incision.The risks associated with wound dehiscence are multifactorial. One of thepossible underlying mechanisms that increase the risk of wound dehiscence is thepresence of Glutation S transferase P1 GSTP1 I105V gene polymorphism. Theaim of this study is to evaluate the role of GSTP1 I105V genetic polymorphism inthe development of surgical wound dehiscence in pediatric patient who underwentmajor abdominal surgery.This is a prospective cohort study conducted at Harapan Kita Mother and ChildHospital. A total of 116 individuals fulfilled the criteria with 3 different genotypesincluding Ile Ile, Val Val and Ile Val, consisting of 56 116 48.3 , 15 116 12.9 and 45 116 38.7 subjects, respectively, which are stated by PCRRFLP.All subjects underwent routine blood test in preparation for surgery,GSH GSSG ratio and carbonyl protein measurement to evaluate the presence ofoxidative stress. Measurement of TcPO2 was done in 30 of subject.GSTP1 I105V polymorphism did not increase oxidative stress significantly.However, post operative TcPOmeasurement was significantly reduced inpatients with Ile Val and Val Val genotype. Furthermore, Ile Val dan Val ValGSTP1 polymorphism in subject having surgical complications anemia,hypoalbumin and septicemia , increased the risk of wound dehiscencerespectively RR 2,86, CI 0,647 ndash 12,66, p 0,166 RR 3, CI 1,829 ndash 10,85, p 0,037 RR 3,2, CI 2,876 ndash 11,27, p 0,015. Of note, the RR for septicemia were statisticallysignificant in both the group with polymorphism and in the group with nopolymorphism.GSTP1 I105V polymorphisms increases the risk of wound dehiscence in hipoxicstate showed by a decrease in post operative TcPO2 and in patients withhypoalbuminemia "
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza Sarasvati
"Sebuah penelitian menyatakan bahwa Interleukin-6 dapat memicu peningkatan diferensiasi osteoklas sehingga menurunkan bone mineral density (BMD). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara polimorfisme genetik IL-6 dengan risiko osteoporosis pada wanita pascamenopause. 100 sampel DNA wanita pascamenopause (23 sampel dengan BMD normal dan 77 sampel berisiko osteoporosis) dianalisis dengan PCR-RLFP. 96 (96%) sampel terdapat genotip GG dan 4 (4%) sampel terdapat genotip GC, tidak ditemukan genotip CC pada penelitian ini. Terjadi polimorfisme genetik IL-6 ?G174C pada wanita pascamenopause, namun dari uji statistik tidak terdapat hubungan antara polimorfisme IL-6 ?G174C dengan risiko osteoporosis pada wanita pascamenopause (p = 0,571).

A study reported that Interleukin-6 triggered an increase in osteoclast number that lead to lower bone mass density (BMD). The aim of this study was to examine the relationship between IL-6 gene polymorphism with osteoporosis risk in postmenopausal women. We used 100 samples of postmenopausal women (23 with normal BMD and 77 osteoporosis), which were analyzed by using PCR-RFLP. 96 (96%) carried GG genotype, 4 (4%) carried GC genotype and there is no detection for CC genotype in this study population. From statistical analysis there was no significant association between osteoporosis risk in postmenopausal women and SNP of IL-6 -G174C (p= 0.571)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S44231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muzdalifah
"Latar Belakang: Karies gigi adalah penyakit dan infeksi rongga mulut yang paling umum
terjadi di dunia. Karies merupakan penyakit yang multifaktorial yang dipengaruhi oleh faktor
host, agent, lingkungan dan waktu. Kondisi dari suatu host dipengaruhi oleh gen yang dimiliki
host, seperti gen TFRC rs3178762. Gen TFRC rs3178762 menginstruksikan pembentukan
kompleks protein yang akan berikatan dengan patogen dan bekerja sama dengan sistem imun
menghancurkan patogen pada lingkungan oral. Penelitian mengenai polimorfisme gen TFRC
rs3178762 pada penderita karies telah dilakukan di berbagai negara, akan tetapi penelitian
tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan gen TFRC rs3178762 pada penderita karies di Indonesia. Tujuan:
Mengetahui hubungan antara polimorfisme gen TFRC rs3178762 pada penderita karies di
Indonesia. Metode: Analisis polimorfisme gen TFRC rs3178762 dilakukan dengan metode
PCR-RFLP dengan enzim restriksi MspI. Hasil: Dalam penelitian ini, pada kelompok karies
ditemukan enam sampel dengan genotip GG, 29 sampel dengan genotip GA, dan 15 sampel
dengan genotip AA. Sedangkan pada kelompok kontrol, ditemukan 43 sampel dengan genotip
GG, tujuh sampel dengan genotip GA, dan tidak ditemukan genotip AA. Pada kelompok karies
ditemukan 42 alel G dan 59 alel A, dan pada kelompok kontrol ditemukan 93 alel G dan 7 alel
A. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna pada distribusi polimorfisme gen TFRC
rs3178762 antara penderita karies dengan kelompok kontrol (p = 0.001).

Background: Dental caries is the most common disease and infection of the oral
cavity in the world. Caries is a multifactorial disease that is influenced by host,
agents, environment and time factors. The condition of a host is influenced by the
host's genes, such as the Gen TFRC rs3178762 gene. The Gen TFRC rs3178762 instructs
the formation of a protein complex that binds to pathogens and works together with
the immune system to destroy pathogens in the oral environment. Research on the
Gen TFRC rs3178762 gene polymorphism in caries patients has been carried out in
various countries, but such research has never been conducted in Indonesia.
Therefore, this study was conducted to determine the relationship of the Gen TFRC
rs3178762 gene in caries patients in Indonesia. Objective: To determine the
relationship between the Gen TFRC rs3178762 gene polymorphism in caries patients
in Indonesia. Methods: Analysis of the Gen TFRC rs3178762 gene polymorphism
was carried out by the PCR-RFLP method with the MspI restriction enzyme.
Results: In this study, in the caries group there were six samples with GG genotype,
29 samples with GA genotype, and 15 samples with AA genotype. Whereas in the
control group, there were 43 samples with GG genotype, seven samples with GA
genotype, and no AA genotype. In the caries group found 42 G alleles and 59 A
alleles, and in the control group 93 G alleles and 7 A alleles were found.
Conclusion: There were significant differences in the distribution of the Gen TFRC
rs3178762 gene polymorphism between caries and control groups (p = 0.001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Purnamasari
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil polimorfisme I/D gen ACE, konsentrasi ACE serum, tebal KIM Arteri Karotis serta hubungan antara ketiganya pada populasi anak kandung DM tipe 2 di Jakarta.
Metode yang digunakan adalah potong lintang, melibatkan 96 anak kandung subjek DM tipe 2 berusia 20-40 tahun. Dilakukan pengumpulan data berupa karakteristik subjek, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah (polimorfisme I/D gen ACE, aktivitas ACE, TTGO) dan pemeriksaan tebal KIM Arteri Karotis menggunakan ultrasonografi (USG) B-mode.
Analisis polimorfisme I/D gen ACE dilakukan pada 73 sampel. Pemeriksaan tebal KIM Arteri Karotis dilakukan pada 62 sampel. Proporsi alel D dan alel I secara berturutan adalah 28,8 % dan 71,2 %. Proporsi genotip DD, ID dan II secara berturutan adalah 9,6 %; 38,4 % dan 52 %. Konsentrasi ACE serum pada genotip DD lebih tinggi daripada genotip II (2,66±0,38 IU/L v 2,10±0,33 IU/L, p<0,01).
Konsentrasi ACE serum pada genotip ID lebih tinggi daripada genotip II (2,76±0,43 IU/L vs 2,10±0,33 IU/L, p<0,01). Tidak ada perbedaan konsentrasi ACE serum yang bermakna antara genotip DD dan ID (p=0,528). Tidak ada perbedaan tebal KIM arteri karotis yang bermakna antara ketiga genotip gen ACE (p=0,984).
Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah polimorfisme I/D gen ACE berhubungan dengan konsentrasi ACE serum, namun tidak dengan tebal KIM arteri karotis pada populasi anak kandung subjek DM tipe 2 di Jakarta.

The aims of this research are to determine the ACE gene I/D polymorphism profile, serum ACE level, the carotid intima media thickness and the association of them among offspring of type 2 DM in Jakarta.
Cross sectional study was conducted among 96 offspring of type 2 DM whose aged 20-40 years. Data collection consists of characteristics of subjects, physical examination, laboratory examination (ACE gene I/D polymorphism, serum ACE level and oral glucose tolerance test) and ultrasonography examination to evaluate the carotid intima media thickness.
Analysis of ACE gene I/D polymorphism was done among 73 subjects. The carotid intima media thickness examination was done among 62 subjects. Proportion of D alel and I alel were 28,8 % and 71,2 % respectively. Proportion of DD, ID and II genotypes were 9,6 %; 38,4 % and 52 % respectively. Serum ACE level among DD genotype was higher than that of II genotype (2,66±0,38 IU/L vs 2,10±0,33 IU/L, p<0,01).
Serum ACE level among ID genotype was higher than that of II genotype (2,76±0,43 IU/L vs 2,10±0,33 IU/L, p<0,01). There was no significant difference of serum ACE level between DD genotype and ID genotype (p=0,528). There was no difference of the carotid intima media thickness among the ACE gene genotypes (p=0,984).
This research concluded that there is association between ACE gene I/D polymorphism and serum ACE level but not with the carotid intima media thickness among offspring of type 2 DM in Jakarta
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Wardhana
"Konversi luka bakar merupakan perubahan zona kedalaman dari dangkal menjadi dalam pada 3–7 hari pasca luka bakar. Saat ini, proses autofagi, inflamasi, iskemia, infeksi, dan reactive oxygen species dianggap berperan dalam patogenesis konversi luka bakar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor risiko terjadinya konversi luka bakar pada pasien dewasa dan mengembangkan sistem skor untuk memprediksi kejadian konversi luka bakar sebagai acuan tatalaksana konservatif dan operatif.
Penelitian dilaksanakan dengan metode nested case control pada pasien luka bakar dewasa yang dirawat di Unit Luka Bakar RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Islam Jakarta Cempaka Putih. Subjek direkrut dengan metode consecutive sampling pada Februari 2019–Agustus 2020. Faktor risiko yang diteliti adalah karakteristik klinis, pemeriksaan klinis lokal, dan pemeriksaan klinis sistemik. Faktor risiko dianalisis secara bivariat dan multivariat regresi logistik.
Terdapat 40 subjek kelompok kasus dan 20 subjek kelompok kontrol. Luka bakar di regio trunkus (OR = 3,67; p = 0,028), regio tungkai (OR = 6,93; p = 0,001), luas luka bakar yang dihitung dengan ImageJ ³ 9,49 %TBSA (OR = 32,11 p < 0,001), suhu permukaan luka yang diukur dengan termografi FLIR ONE® ≤ -1,55 oC (OR = 13,78; p < 0,001), kadar prokalsitonin ≥ 0,075 ng/mL (OR = 12; p < 0,001), dan kadar laktat darah ≥ 1,75 mmol/L (OR = 7; p = 0,001) memiliki hubungan bermakna dengan konversi luka bakar. Dikembangkan 3 model konversi luka bakar dari variabel bermakna. Model 1 diterapkan di fasilitas kesehatan tersier dengan sensitivitas dan spesifisitas sebesar 92,5% dan 85% (IK95% 0,835–1,00; p < 0,001). Model 2 dan 3 dapat diterapkan di fasilitas kesehatan primer dan sekunder dengan model 2 memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 95% dan 70% (IK95% 0,830– 1,00; p < 0,001) dan model 3 memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 92,5% dan 85% (IK95% 0,832–1,00; p < 0,001).
Model skor yang dibuat dapat dipertimbangkan digunakan dalam praktek seharihari terutama sebagai acuan tatalaksana konservatif dan operatif.

Burns are a global public health problem with high morbidity and mortality rates. Burn wound conversion describes the process by which superficial-partial thickness burns convert into deeper burns within 3–7 days after the burn. Currently, autophagy, inflammation, ischemia, infection, and reactive oxygen species are thought to play a role in the pathogenesis of burn wound conversion. This study aims to assess risk factors for burn wound conversion and develop a scoring system to predict burn conversion as a reference for burn wound management.
The study was conducted using the nested case control method, in adult burn patients who were treated at Dr. Cipto Mangunkusumo and Jakarta Islamic Hospital Cempaka Putih. Subjects were recruited by consecutive sampling method in February 2019–August 2020. The role of clinical characteristics, local clinical examination, and systemic examination as predictors of burn wound conversion were assessed. The risk factors were analyzed using bivariate and logistic regression multivariate analysis.
There were 40 subjects in case group and 20 subjects in control group. Involvement of trunk (OR = 3.67; p = 0.028), limbs (OR = 6.93; p = 0.001), burn extent measured using ImageJ ³ 9.49 %TBSA (OR = 32.11 p < 0.001), wound surface temperature measured using FLIR ONE® thermography ≤ -1.55 oC (OR = 13.78; p < 0.001), procalsitonin level ≥ 0.075 ng/mL (OR = 12; p < 0.001), dan blood lactate level ≥ 1.75 mmol/L (OR = 7; p = 0.001) had significant relationship with burn wound conversion. Three scoring models were developed based on the significant variables with model 1 to be applied in tertiary health facilities and model 2 and 3 to be applied in primary and secondary health facilities with sensitivity and specificity of 92.5% and 85% (95% CI 0.835–1,00; p < 0.001)), 95% and 70% (95% CI 0.830–1.00; p < 0.001) and 92,5% and 85% (95% CI 0.832–1.00; p < 0.001), respectively).
The scoring models can be considered to be used in daily practice, especially as a reference for conservative and operative management.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Putu Pitawati
"ABSTRAK
Tesis ini meneliti perbandingan efektivitas antara antibiotik topikal dengan vaselin
album untuk mencegah infeksi pada luka superfisial pasca tindakan bedah listrik (BL)
tumor jinak kulit berdiameter 1-3 mm. Penelitian analitik dengan rancangan uji klinis
acak buta ganda ini dilakukan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FKUI/RSCM pada tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik
topikal dan vaselin album memiliki efektivitas yang sama untuk mencegah terjadinya
infeksi pada luka superfisial pasca tindakan BL tumor jinak kulit berdiameter 1-3
mm. Antibiotik topikal tidak diperlukan untuk mencegah infeksi pada luka superfisial
pasca tindakan BL, khususnya pada tumor jinak kulit berdiameter 1-3 mm.

ABSTRACT
This thesis compares the effectiveness between topical antibiotics and vaseline album
to prevent superficial wound infection post electrosurgery benign skin lesions,1-3 mm
in diameter. The Analytical research, double blind randomized clinical trial was
conducted in dermatovenerology outpatient clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital,
Jakarta. The results showed that topical antibiotics as effective as vaseline album for
preventing superficial wound infection post electrosurgery benign skin lesions, 1-3
mm in diameter. Topical antibiotics may not be necessary to prevent superficial
wound infection post electrosurgery, especially for benign skin lesions, 1-3 mm in
diameter."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Uji Tesli Haralini Br.
"Latar Belakang: Gen Wnt3a berperan pada pembentukan orofacial cleft.
Tujuan: Melihat distribusi polimorfisme gen Wnt3a rs 752107 pada penderita OFC.
Metode: Menggunakan teknik PCR-RFLP pada 30 sampel DNA penderita OFC dan 70 DNA kontrol, diperoleh gambaran polimorfisme gen tersebut.
Hasil: 100% sampel penderita OFC memiliki genotip CC (wildtype). Selanjutnya, dengan uji chi-square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara distribusi polimorfisme gen Wnt3a rs 752107 pada penderita OFC dan kontrol (p>0.05).
Kesimpulan: Pada penelitian ini tidak ditemukan distribusi polimorfisme gen Wnt3a rs 752107 pada penderita OFC.

Background: Wnt3a plays role in the process orofacial cleft.
Aim: to observe the distribution of Wnt3a rs 752107 gene polymorphism in OFC.
Methods: This research were used PCR-RFLP technique of 30 OFC and 70 control DNA samples, obtained a description of the gene polymorphism.
Results: 100% OFC samples have CC genotype (wildtype). Then, with chi-square test in SPSS 22 there were found no significant differences between the distribution of the gene polymorphism in OFC and control (p>0.05).
Conclusion: In this research found no distribution of Wnt3a rs 752107 gene polymorphism in orofacial cleft.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhanti
"Ectonucleotide pyrophosphatase/phosphodiesterase1 (ENPP1) merupakan protein yang memiliki peran sebagai modulator mineralisasi pyrophosphate (PPi) yang merupakan struktur anorganik yang dapat menghambat proses minerlisasi tulang karena pembetukannya berlawanan dengan pembentukan hiroksiapatit. Ketidakseimbangan dalam mineralisasi tulang akan menghambat proses remodeling tulang dan berakibat pada penurunan Bone Mineral Density (BMD). Osteoporosis merupakan penyakit kerangka sistemik yang ditandai dengan kepadatan mineral tulang yang kurang dari 2,5 dan diukur oleh dual-emission x-ray absorptiometry (DXA). Selain berpengaruh pada osteoporosis, ENPP1 juga dicurigai memiliki pengaruh terhadap regulasi zat-zat yang memodulasi terjadinya Penyakit Neurodegeneratif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis distribusi polimorfisme gen ENPP1 K121Q rs1044498 pada penyakit Osteoporosis dan keterkaitannya dengan penyakit Neurodegenertif. ENPP1 K121q rs1044498, ddH2O, dan MyTaq dicampur pada DNA template (sampel osteoporosis dan non-osteoporosis), kemudian dianalisis menggunakan teknik PCRRFLP menggunaan AVAII sebagai enzim restriksi dan dielektroforesis untuk melihat hasilnya. Selanjutnya dianalisis menggunakan uji Pearson Chi - Square dan Continuity Correction. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dalam distribusi frekuensi polimorfisme genotipe ENPP1 K121Q antara osteoporosis dan nonosteoporosis. Kesimpulannya, polimorfisme gen K121Q berkaitan dengan penurunan BMD dan merupakan faktor predisposisi osteoporosis.

Ectonucleotide pyrophosphatase / phosphodiesterase1 (ENPP1) is a protein that has a role as a modulator of pyrophosphate mineralization (PPi), which is an inorganic structure that can inhibit the bone mineralization process because its formation opposite to hydroxyapatite. Imbalances in bone mineralization will inhibit the bone remodeling process and resulting decrease in Bone Mineral Density (BMD). Osteoporosis is a systemic skeletal disease with a bone mineral density less than 2.5 and measured by dual-emission x-ray absorptiometry (DXA). Besides the effect on osteoporosis, ENPP1 is also suspected of having an influence on the regulation of substances that modulate the incidence of neurodegenerative diseases. The purpose of this study is to analyze the polymorphism distribution of the ENPP1 K121Q (rs1044498) gene in osteoporosis and its association with neurodegenerative diseases. ENPP1 K121Q (rs1044498), ddH2O, and MyTaq are mixed on the DNA template (osteoporosis and non-osteoporosis samples), then analyzed using the PCR-RFLP technique using AVAII as a restriction enzyme and electrophoresis to see the results. Then analyzed using the Pearson Chi - Square test and Continuity Correction. The results showed that there was a significant difference in the frequency distribution of the ENPP1 K121Q genotype polymorphism between osteoporosis and non-osteoporosis. In conclusion, ENPP! K121Q gene polymorphism is associated with decreased BMD and is a predisposing factor for osteoporosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Waryudi
"Pendahuluan: Osteomyelitis adalah penyakit inflamatorik akibat bakteri patogen yang melibatkan struktur tulang. Prioritas penanganan osteomyelitis adalah dengan menggunakan antibiotik, baik sistemik maupun lokal, serta dilakukannya operasi sebagai penanganan suportif. Salah satu metode penggunaan antibiotik lokal yaitu melalui dilusi intralesi. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektifitas dari pemberian dilusi gentamycin intralesi dalam menangani osteomyelitis.
Metode: Desain penelitian ini adalah post-test only control group dan menggunakan 24 tikus putih galur Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan. Kelompok 1 dilakukan debridement menggunakan normal saline 100 ml (kelompok kontrol), kelompok 2 debridement dengan dilusi gentamycin 10mg/kgBB intramedulla, kelompok 3 dengan dilusi gentamycin 25mg/kgBB, dan kelompok 4 dengan dilusi gentamycin 50mg/kgBB. Setelah 3 minggu pasca perlakuan, dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan patologi anatomi.
Hasil: Terdapat penurunan jumlah koloni bakteri setelah perlakuan yang signifikan secara statistik dengan bertambahnya dosis gentamycin (p=0,003). Pada analisis lanjutan, didapatkan perbedaan jumlah koloni kuman antara kelompok kontrol, kelompok gentamycin 10mg/kgBB, dan kelompok gentamycin 25mg/kgBB dengan kelompok gentamycin 50mg/kgBB. Rerata skor Smeltzer menunjukkan perbedaan yang bermakna antar kelompok (p=0,013), yaitu pada kelompok kontrol dengan kelompok gentamycin 25mg/kgBB dan gentamycin 50mg/kgBB. Pada pemeriksaan histomorphometri terdapat perbedaan bermakna antara total area fibrosis (p=0,0065) dan total area kartilago (p=0,031).
Pembahasan: Setelah dilakukan pencucian luka menggunakan dilusi gentamycin didapatkan penurunan koloni kuman, perbaikan derajat inflamasi, dan proses penyembuhan tulang yang lebih cepat. Pencucian luka menggunakan dilusi gentamycin 50mg/kgBB sebagai terapi ajuvan dinilai efektif dalam mengatasi osteomyelitis.

Introduction: Osteomyelitis is an inflammatory disease involving bone structure caused by pathogen. Priority of osteomyelitis treatment is antibiotics (both systemic and local), and the operation as a supportive treatment. The study aimed to examine the effectiveness of intracellular gentamycin dilution administration in dealing with osteomyelitis.
Methods: The study used post-test only control group design and used 24 Sprague-Dawley rats as subjects, that divided into 4 treatment groups. Group 1 was performed debridement using normal saline 100 ml (control group), group 2 was performed debridement using gentamycin dilution 10mg/kgBW intramedulla, group 3 using gentamycin dilution 25mg/kgBW and group 4 using gentamycin dilution 50mg/kgBW. After 3 weeks post-treatment, microbiology and anatomical pathology were examined.
Result: There was significant decrease in the number of bacterial colonies post treatment with increasing doses of gentamycin (p=0.003). In the further analysis, there was difference between control group, gentamycin group 10mg/kgBW, and gentamycin group 25mg/kgBW compare with gentamycin group 50mg/kgBW. Mean of Smeltzer score showed significant difference between groups (p=0,013), showed in control group compare with gentamycin group 25mg/kgBW and gentamycin 50mg/kgBW. In the histomorphometric examination there was significant difference between total area of fibrosis (p=0.0065) and total cartilage area (p=0.031).
Discussion: Wound debridement in osteomyelitis using gentamycin dilution showed decrease in bacterial colonies, an improvement in inflammatory degree, and faster bone healing process. Wound debridement using 50mg/kgBw gentamycin dilution as adjuvant therapy is considered effective in osteomyelitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Anak usia sekolah sangat rentan terhadap Iuka, oleh sebab itu perawatan Iuka sangat
diperlukan pada usia ini. Perilaku anak usia sekolah dalam merawat Iuka dipengaruhi
oleh pengetahuan anak tentang perawatan Iuka. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan anak usia sekolah tentang
perawatan Iuka dengan perilaku merawat Iuka. Desain penelitian yang digunakan
adalah deskriptif koleratif. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 89 orang yang
diminta untuk mengisi kuisioner yang terdiri dari 17 pernyataan untuk variabel
tingkat pengetahuan dan 14 pernyataan untuk variabel perilaku. Responden
merupakan anak usia sekolah kelas III dan IV di SDN Depok Jaya II. Hasil penelitian
mendapatkan bahwa 67,4% responden memiliki tingkat pengetahuan rendah dan
32,6% memiliki tingkat pengetahuan tinggi, sedangkan jumlah responden yang
merawat Iuka dengan baik adalah 48,3%, sedangkan responden masih kurang baik
merawat Iuka sebanyak 51,7%. Analisa lebih Ianjut menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan anak usia sekolah tentang perawatan Iuka
dengan perilaku merawat Iuka di SDN Depok Jaya II tahun 2008. Peneliti
merekomendasikan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku merawat Iuka pada anak usia sekolah."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5602
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>