Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ika Surya Agustiningsih
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis desain kurikulum perpajakan pada jenjang strata 2 S2 di Indonesia dan membandingkannya dengan kurikulum perpajakan di Amerika, Eropa, dan Australia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kurikulum perpajakan di Amerika, Eropa, dan Australia lebih bersifat multidisiplin jika dibandingkan dengan kurikulum perpajakan di Indonesia. Hal ini didukung dengan adanya program studi perpajakan dan kerjasama antar fakultas sehingga lebih mudah memasukkan multidisiplin ilmu dalam kurikulum perpajakan. Dari sisi pendekatan pengajaran yang dilakukan, kurikulum perpajakan di Indonesia belum banyak menggunakan pendekatan komparatif.

ABSTRACT
The objective of this research is to analyze design of graduate tax curriculum in Indonesia, and compare it to the taxation curriculums in the US, Europe, and Australia. This research uses qualitative approach. The result of this assessment shows that taxation curriculums in The US, Europe, and Australia are more multidisciplinary than taxation curriculum in Indonesia. This is supported by the existence of Taxation Program and collaboration between faculties, so that it is more easily to incorporate multidisciplinary science in the taxation curriculum. From the side of the approach of the teaching, the taxation curriculum in Indonesia has not been much to use comparative approach."
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janice Fitri Piekarsa
"Di Indonesia, istilah yang bersifat deskriptif tidak dapat didaftarkan sebagai merek yang dilindungi oleh hukum merek di Indonesia. Meskipun demikian, pada kenyataannya banyak merek yang bersifat deskriptif berhasil didaftarkan. Hal ini menimbulkan ketidakselarasan antara hukum tertulis dan prakteknya. Larangan untuk mendaftarkan istilah deskriptif sebagai merek ini memiliki alasannya tersendiri. Istilah deskriptif tidak dapat didaftarkan sebagai merek karena adanya kemungkinan terjadinya persaingan usaha tidak sehat apabila istilah umum yang bersifat deskriptif dimiliki secara eksklusif oleh satu pihak. Sebagai akibat dari banyaknya merek deskriptif yang berhasil didaftarkan di Indonesia, dibutuhkan ketentuan yang dapat mengatur pendaftaran merek deskriptif agar tetap dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dalam skripsi ini, Penulis akan menganalisa ketentuan di Amerika Serikat dan Uni Eropa yang mengatur terkait merek deskriptif yang dapat didaftarkan karena telah memiliki daya pembeda yang kuat. Analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengaturan di Indonesia.

In Indonesia, descriptive terms cannot be registered as a trademark protected by Indonesian trademark law. However, in reality, many descriptive terms have been successfully registered as a trademark. This creates a discrepancy between written law and its practice. This prohibition to register descriptive terms as trademarks has its own reasons. Descriptive terms cannot be registered as trademarks because of the possibility of unfair business competition if general descriptive terms are owned exclusively by one party. As a result of the large number of descriptive marks that have been successfully registered in Indonesia, provisions are needed to regulate the registration of descriptive marks to minimize the potential of unfair business competition occuring. In this thesis, the author will analyze the provisions in the United States and the European Union that regulate the registration of descriptive trademarks based on their distinguishing power. This analysis is expected to provide input for regulation in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raya Adhani
"Syarat sahnya suatu perjanjian yang berlaku di Indonesia diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehingga, segala perjanjian yang dibuat di antara para pihak baru dinyatakan sah apabila telah memenuhi semua syarat yang tertera dalam Pasal tersebut. Namun demikian, dapat diketahui bahwa terdapat banyak jenis-jenis perjanjian yang terdapat dalam praktiknya, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, diatur mengenai perjanjian yang dilarang yaitu salah satunya perjanjian penetapan harga. Di Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha seringkali menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang diduga telah melakukan perjanjian penetapan harga. Dalam hal ini, perjanjian penetapan harga dibuktikan berdasarkan sebuah konsep yaitu concerted action atau yang dikenal sebagai tindakan yang dilakukan secara bersama oleh para pelaku usaha. Namun demikian, Undang-Undang tidak mengatur secara jelas apa yang dimaksud dengan concerted action itu sendiri, sehingga menimbulkan kerancuan dalam praktiknya. Penulisan skripsi ini mencoba untuk melakukan analisa tentang concerted action, apakah concerted action dapat dikatakan sebagai perjanjian yang sah berdasarkan hukum Indonesia? Tidak hanya di Indonesia, concerted action juga diatur dan digunakan di Uni Eropa berdasarkan Treaty on The Functioning of The European Union dan Amerika Serikat berdasarkan Sherman Act. Sehingga, dalam penulisan ini juga akan dilakukan perbandingan dasar hukum serta penerapan concerted action dalam beberapa studi putusan antara Indonesia, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.

The validity of agreement that applies in Indonesia is regulated in Article 1320 Indonesian Civil Code. Therefore, every agreement made between parties is only valid if it fulfils the requirements based on such Article. However, there are many kinds of agreements that occur in real life. Based on Law Number 5 of 1999 on Prohibition of Monopoly and Unfair Competition, it regulates prohibited agreements one of which is price fixing agreement. In Indonesia, The Business Competition Supervisory Commission often sanctioned business actors who allegedly have conducted price fixing agreement. In this case, price fixing agreement is proofed based on the concept of concerted action or known as actions that are done by business actors in a similar manner. However, Indonesian Law does not specifically regulate or define what concerted action is, this cause ambiguity. This writing will analyze on the concerted action, whether or not concerted action can be classified as valid agreement based on Indonesian Law? Not only in Indonesia, concerted action is also regulated and used in European Union based on Treaty on The Functioning of The European Union and United States of America based on Sherman Act. Therefore, this writing will also compare the legal basis and the implementation of concerted action based on court decision between Indonesia, European Union, and United States of America."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ukhti Dyandra Sofianti
"Dalam menghadapi Pandemi COVID-19, Pemerintah memberikan relaksasi kemudahan bagi para pelaku usaha agar perekonomian dapat berjalan dan mencegah krisis sistem keuangan. Pengecualian Prinsip Keterbukaan Informasi di bidang Pasar Modal merupakan salah satu relaksasi yang diatur dalam POJK No.37/POJK.04/2020, untuk memperbolehkan Emiten atau Perusahaan Publik Tertentu untuk tidak melakukan keterbukaan informasi. Namun, kebijakan ini dianggap menyalahkan prinsip keterbukaan informasi yang selama ini dikenal di bidang Pasar Modal dan melahirkan permasalahan hukum yaitu sensitivitas informasi dan perlindungan investor. Kebijakan ini juga dikenal di negara Amerika Serikat dan Australia, yang dinilai lebih memberikan perlindungan hukum kepada investor. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas dan menganalisis perbandingan pengaturan pengecualian prinsip keterbukaan informasi yang diatur di negara Amerika Serikat dan Australia, yang dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan peraturan di Indonesia. Bentuk penelitian dari skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang didukung oleh studi bahan pustaka dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Berdasarkan perbandingan dengan Amerika Serikat dan Australia, dapat disimpulkan bahwa pengaturan Pengecualian Prinsip Keterbukaan Informasi di Indonesia belum melindungi pemegang saham dan memberikan kepastian hukum bagi Emiten. Selain itu, POJK No.37/POJK.04/2020 juga bertentangan dengan UU Pasar Modal yang merupakan peraturan inti pasar modal Indonesia. Oleh karena itu, disarankan perbaikan dan perubahan pengaturan pengecualian prinsip keterbukaan informasi pasar modal di Indonesia yang lebih komprehensif, jelas dan menyeluruh.

The government provides relaxation policies for businesses to prevent financial system crises due to the Pandemic. The exclusion of the information disclosure principle in the capital market is one of the relaxations regulated in POJK No.37/POJK.04/2020, to allow Listed Companies not to disclose all the information about the company. However, the policy is considered to blame the information disclosure principle that has been known in the Capital Markets. The policy also gives legal problems, such as information sensitivity and investor protection. This policy is also known in the United States of America and Australia, which provides more legal protection to investors. Therefore, this thesis will discuss and analyze the comparison of regulations convened by the United States and Australia, which can provide Indonesia's regulatory improvement. The research form of this thesis is juridical-normative with a descriptive research typology supported by library study materials and interviews as a tool for collecting data. This research found that based on comparisons with the United States and Australia, it concludes that the exception of the information disclosure principle in Indonesia has not protected shareholders and provides legal certainty for issuers. In addition, POJK No.37/POJK.04/2020 is also contrary to the Indonesia Capital Market Law, the core regulation of Indonesia's capital market. Therefore, it is recommended that improvements and changes in the arrangement of exclusion arrangements for the information disclosure principle of capital market in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melinda Agustina
"[ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang penyajian laporan keuangan pemerintah pusat dengan
studi banding pada 5 negara, yaitu Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia,
Selandia Baru, dan Indonesia sebagai objek utama penelitian. Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan melihat komponen
laporan keuangan pemerintah di masing-masing negara dan membandingkannya
dengan IPSAS serta membandingkan antara GFS dengan komponen dalam laporan
keuangan seperti pengklasifikasian pendapatan, beban, aset, liabiltias dan belanja
fungsional. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa penyajian laporan
keuangan pemerintah Indonesia sudah cukup baik jika dibandingkan dengan negara
lain dan standar Internasional, namun diperlukan peningkatan dalam beberapa hal
seperti kelengkapan standar akuntansi keuangan dan penyajian informasi nonkeuangan.
ABSTRACT
The focus of this study is to analyze the presentation of central government financial
statements in 5 countries, which are South Africa, United States, Australia, New
Zealand, and Indonesia as a main object of this study. This research is qualitative
descriptive. This research was conducted by analyzing the component of
government financial statement in each country and comparing them with IPSAS
and also comparing GFS with components in financial statements, such as
classification of revenue, expense, asset, liabilities, and expenditure. The result of
this research revealed that the presentation of Indonesian central government
financial statements is quite good compared to others and International standard,
but still needs some improvements on several things, such as financial accounting
standard and presentation of non-financial information.;The focus of this study is to analyze the presentation of central government financial
statements in 5 countries, which are South Africa, United States, Australia, New
Zealand, and Indonesia as a main object of this study. This research is qualitative
descriptive. This research was conducted by analyzing the component of
government financial statement in each country and comparing them with IPSAS
and also comparing GFS with components in financial statements, such as
classification of revenue, expense, asset, liabilities, and expenditure. The result of
this research revealed that the presentation of Indonesian central government
financial statements is quite good compared to others and International standard,
but still needs some improvements on several things, such as financial accounting
standard and presentation of non-financial information., The focus of this study is to analyze the presentation of central government financial
statements in 5 countries, which are South Africa, United States, Australia, New
Zealand, and Indonesia as a main object of this study. This research is qualitative
descriptive. This research was conducted by analyzing the component of
government financial statement in each country and comparing them with IPSAS
and also comparing GFS with components in financial statements, such as
classification of revenue, expense, asset, liabilities, and expenditure. The result of
this research revealed that the presentation of Indonesian central government
financial statements is quite good compared to others and International standard,
but still needs some improvements on several things, such as financial accounting
standard and presentation of non-financial information.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S62281
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sashika Azalia
"Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia belum menjalankan kegaiatan usahanya secara maksimal, sesuai dengan apa yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Selain itu, penanganan pembiayaan bermasalah yang dialami oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia diatur oleh sebuah peraturan internal lembaga yang bersangkutan. Peraturan internal tersebut didasarkan oleh sebuah Peraturan Menteri Keuangan yang diudangkan pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2015, Otoritas Jasa Keuangan mengundangkan suatu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang menggantikan Peraturan Menteri Keuangan tersebut. Namun, sampai saat penulisan skripsi ini, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia masih berpedoman kepada peraturan internal yang didasarkan oleh Peraturan Menteri Keuangan yang sudah digantikan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini menunjukkan bentuk-bentuk pemberian fasilitas yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia beserta dengan bentuk-bentuk pemberian fasilitas yang secara riil diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Setelah itu, penelitian ini akan menunjukkan perbandingan bentuk-bentuk fasilitas yang diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dengan Export-Impot Bank of The United States dan Export, Finance, and Insurance Corporation untuk menemukan bentuk-bentuk fasilitas yang belum diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Selanjutnya, penelitian ini menunjukkan bahwa penanganan pembiayaan bermasalah yang dialami oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia diatur oleh sebuah peraturan internal lembaga yang didasarkan oleh Peraturan Menteri Keuangan yang sudah digantikan. Konsekuensinya terdapat kekosongan pengaturan mengenai pembinaan dan pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, yang mempengaruhi prosedur penilaian dan penanganan pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

Indonesia Eximbank has yet to conduct its business activities to the maximum extent that has been allowed by the Indonesia Eximbank Act. Moreover, the handling of non performing loans by Indonesia Eximbank is governed by an internal guidance manual of the related institution. This internal guidance manual is based on a Ministry of Finance Regulation that was promulgated in 2009. Whereas in 2015, the Financial Services Authority (Otoristas Jasa Keuangan) of Indonesia enacted a Financial Services Authority Regulation, which replaces the aforementioned Ministry of Finance Regulation. Nevertheless, up to the creation of this study, Indonesia Eximbank remains to rely on the internal guidance manual that is based on the Ministry of Finance Regulation that has since been replaced. By using a normative judicial research method, this study shows the forms of facilities that are allowed to be carried out by the Indonesia Eximbank on the basis of the Indonesia Eximbank Act and compares it to the forms of facilities that are actually being carried out by the Indonesia Eximbank. Next, this study will show the comparison of facilities being carried out by the Indonesia Eximbank, the Export-Import Bank of the United America and the Export, Finance, and Insurance Corporation of the Commonwealth of Australia to find forms of facilities that have not yet been conducted by the Indonesia Eximbank. In addition to that, this study shows the handling of non performing loans by Indonesia Eximbank is governed by an internal guidance manual based on a Ministry of Finance Regulation, which has since been replaced. Consequently, there is an absence of a guidance manual that is applicable for the guidance and supervision of Indonesia Eximbank, where the absence take effect to the procedure of the assessment and handling of non performing loans conducted by the Indonesia Eximbank."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Pratama
"Tulisan ini menganalisis bagaimana keterbukaan informasi pada pengaturan mengenai dokumen keterbukaan waralaba melalui perbandingan pengaturan di Indonesia, Amerika Serikat, dan Australia. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal. Pengaturan mengenai kewajiban memberikan Prospektus Penawaran Waralaba oleh Pemberi Waralaba merupakan suatu bentuk upaya pemberian perlindungan kepada Penerima Waralaba pada tahap pra kontrak yang diadopsi dari Uniform Franchise Offering Circular (UFOC) di Amerika Serikat. Penyampaian Prospektus Penawaran Waralaba kepada Calon Penerima Waralaba merupakan suatu faktor penting dalam sebuah bisnis waralaba, di mana keberadaannya dapat menunjukkan layak atau tidaknya usaha yang diwaralabakan. Berdasarkan pada klausul atau materi dari suatu Prospektus Penawaran Waralaba, dapat diketahui bahwasanya tujuan penyampaiannya adalah agar sebelum membuat suatu keputusan terhadap penawaran usaha waralaba, calon penerima waralaba dapat menimbang atau menguji kelayakan bisnis yang direncanakan akan dijalani dengan melihat track record daripada si Pemberi Waralaba. Pengaturan mengenai dokumen keterbukaan waralaba di Indonesia masih memiliki ruang untuk peningkatan yang signifikan. Meskipun telah ada peraturan yang mengatur materi-materi dalam Prospektus Penawaran Waralaba, penegakan kepatuhan terhadap pengaturan ini masih terbatas pada aspek administratif dan materi yang diatur juga belum sepenuhnya berisi penjelasan detail untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi para Calon Penerima Waralaba. Perbandingan dengan pengaturan di negara lain dapat menjadi acuan dalam pembaruan dan perbaikan pengaturan dokumen keterbukaan waralaba di Indonesia. Melalui penelitian ini, dapat diketahui persamaan maupun perbedaan pengaturan dokumen keterbukaan waralaba di Indonesia, Amerika Serikat, dan Australia.

This paper analyzes how information disclosure in the regulation of franchise disclosure documents through a comparison of regulations in Indonesia, the United States and Australia. This paper is prepared using a doctrinal research method. The regulation regarding the obligation to provide a Franchise Offering Prospectus by the Franchisor is a form of effort to provide protection to Franchisees at the pre-contract stage adopted from the Uniform Franchise Offering Circular (UFOC) in the United States. The delivery of the Franchise Offering Prospectus to prospective franchisees is an important factor in a franchise business, where its existence can indicate whether or not the franchised business is feasible. Based on the clause or material of a Franchise Offering Prospectus, it can be seen that the purpose of its submission is so that before making a decision on a franchise business offer, prospective franchisees can weigh or test the feasibility of the business planned to be undertaken by looking at the track record of the Franchisor. The regulation of franchise disclosure documents in Indonesia still has room for significant improvement. Although there are regulations governing the materials in the Franchise Offering Prospectus, enforcement of compliance with these regulations is still limited to administrative aspects and the regulated materials also do not fully contain detailed explanations to provide adequate legal protection for Prospective Franchisees. Comparison with arrangements in other countries can be a reference in updating and improving the regulation of franchise disclosure documents in Indonesia. Through this research, the similarities and differences in the regulation of franchise disclosure documents in Indonesia, the United States and Australia can be identified."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Arthur Basa Okuli
"Dalam negara yang mengusung prinsip persaingan usaha, campur tangan pemerintah menjadi esensial untuk mengatur sejauh mana sebuah jenis industri, perdagangan, dan jasa dapat bersaing bebas atau perlu diproteksi. Melihat banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, campur tangan pemerintah ini menjadi krusial untuk mencegah persiangan usaha tidak sehat yang merugikan ekonomi, baik kepada sesama pelaku usaha maupun kepada negara. Salah satu bentuk pelanggaran yang jumlahnya signifikan di Indonesia adalah persekongkolan tender, dengan grafik perkara yang terus meningkat menurut data KPPU beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang lebih efektif. Berkaitan dengan hal tesebut, penting bagi Indonesia untuk merujuk pada Amerika Serikat, yakni negara yang menjadi pelopor pengaturan Undang-Undang Persaingan Usaha. Hal ini juga dilakukan oleh Indonesia pada penyusunan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, di mana pengaturan persaingan usaha di Amerika Serikat seperti Sherman Act banyak mempengaruhi pembuatannya. Namun, masih ada pengaturan yang dapat dibuat lebih efektif berkaitan dengan persekongkolan tender. Untuk itu, penelitian ini dilakukan secara doktrinal. Hasil analisis perbandingan konsep penegakan hukum persekongkolan antara Indonesia dan Amerika Serikat, termasuk dengan penerapannya melalui putusan pengadilan, adalah adanya perbedaan yang mencakup kewenangan lembaga penegak hukum persaingan usaha, pendekatan hukum dalam persekongkolan tender, penjatuhan sanksi, serta penerapan leniency program, perlindungan whistleblower, dan consent decree.

In a nation that upholds the principle of fair competition, government intervention becomes essential to regulate the extent to which a particular industry, trade, or service can compete freely or requires protection. Given the numerous violations committed by business entities, government intervention is crucial to prevent unhealthy business competition that adversely affects the economy, both among business entities and the nation as a whole. One significant form of violation in Indonesia is bid rigging, with a continuously increasing case graph according to data from the KPPU in recent years. Therefore, a more effective approach is needed. In connection with this matter, it is crucial for Indonesia to refer to the United States, a pioneer in the regulation of the Antitrust Law. This is also evident in Indonesia's formulation of Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, where the regulation of business competition in the United States, such as the Sherman Act, significantly influenced its creation. However, there are still regulatory aspects that can be made more effective concerning bid rigging. Therefore, this study is conducted in a doctrinal manner. The results of the comparative analysis of the enforcement concept of bid collusion between Indonesia and the United States, including its application through court decisions, reveal differences encompassing the authority of competition law enforcement agencies, legal approaches to bid rigging, imposition of sanctions, as well as the implementation of leniency programs, whistleblower protection, and consent decrees."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Christie Sumarandak
"Skripsi ini membahas tentang studi komparatif pengaturan serta perbandingan penerapanan layanan telemedicine di Indonesia dan Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipe deskriptif. Pengaturan mengenai telemedicine di Indonesia sampai saat ini hanya berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan tentang penyelenggaraan telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan, belum diatur secara menyeluruh dan khusus, sedangkan Amerika Serikat telah memiliki pengaturan mengenai telemedicine yang dikeluarkan oleh pemerintah federal maupun pemerintah negara bagian, namun dalam hal ini yang sangat bervariasi. Hasil dari perbandingan mengenai pengaturan dan penerapan telemedicine dari kedua negara ini memperlihatkan persamaan maupun perbedaan antara Indonesia dengan Amerika Serikat dalam hal praktik layanan telemedicine, dimulai dari sejarah sampai dengan pertanggungjawaban dokter. Kedepan, diharapkan pelaksanaan telemedicine di Indonesia harus selalu diperhatikan demi kepentingan dan keselamatan masyarakat, dalam hal ini pasien dan diharapkan Amerika Serikat dapat menjadi contoh bagi Indonesia agar dalam hal etika kedokteran dalam telemedicine diatur secara jelas.

This bachelor thesis focuses on comparing related to telemedicine regulations and practices in Indonesia and in the United States. This research uses the qualitative method with the form of normative juridicial research with descriptive type. Regulations regarding telemedicine in Indonesia up until today have only been based on the Minister of Health's Regulation regarding the provision of telemedicine between health service facilities, have not been regulated comprehensively and specifically, while the United States already has regulations regarding telemedicine issued by the federal and state governments, but in terms of this which varies greatly. The results of the comparison regarding the regulation and application of telemedicine from the two countries show the similarities and differences between Indonesia and the United States in terms of telemedicine practices, starting from history to doctor's liability. In the future, it is hoped that the implementation of telemedicine in Indonesia must always be considered in the interests and safety of the society, in this case is patients and it is hoped that the United States can become an example for Indonesia so that in terms of medical ethics in telemedicine is clearly regulated"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Zhulia Putri
"Perlindungan merek tiga dimensi, suara dan hologram telah diatur di dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Sejak lima tahun diadopsikannya tiga jenis merek nontradisional tersebut, ketentuan baru mengenai larangan bentuk yang bersifat fungsional baru diberlakukan pada tahun 2021. Berdasarkan statistik, selama lima tahun terakhir terdapat peningkatan permohonan pendaftaran. Oleh karenanya, perlu dilakukan penelitian mengenai bagaimana penerapan perlindungan merek tiga dimensi, suara dan hologram di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif untuk meneliti rumusan permasalahan mengenai topik terkait yang didukung dengan bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan komparatif, yaitu membahas perlindungan merek tiga dimensi, suara dan hologram di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Adapun selama lima tahun mengadopsi merek tiga dimensi, suara dan hologram di Indonesia, terdapat permasalahan yang dihadapi, yaitu mengenai representasi merek, penilaian daya pembedanya dan larangan fungsionalitas. Skripsi ini akan menyimpulkan mengenai perbandingan sistem hukum, penerapan di masing-masing negara. Serta memberikan saran berupa solusi dari permasalahan penerapan perlindungan merek tiga dimensi, suara dan hologram di Indonesia.

The protection of three-dimensional, sound and hologram brands has been regulated in Law no. 20 of 2016 concerning Trademark and Geographical Indications. Five years since Indonesian Government adopted the adoption the three types of non-traditional marks, new provisions regarding the prohibition of functional forms will only be enforced in 2021. Based on statistics, over the last five years there has been an increase in applications for registration. Therefore, it is necessary to conduct research on how Indonesian Government apply the protection of three-dimensional, sound and hologram marks. This research will use normative legal method to seek answers based on presented research questions that is supported by primary, secondary, and tertiary legal materials. This study also uses a comparative approach, which discusses the protection of three-dimensional, sound and hologram marks in the European Union and the United States. In adopting three-dimensional, sound and hologram marks in Indonesia, there have been problems faced, namely regarding the representation, assessing distinctiveness, and functionality exclusion. Furthermore, there will be a conclusion about the comparison of legal systems, their application in each country and solutions to the problems of implementing three-dimensional, sound and hologram marks protection in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>