Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154317 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rio Marta Irawan
"Latar belakang: Penglepasan ion kalsium oleh material bioaktif dapat berperan penting dalam peningkatan pH yang diperlukan dalam aktivitas antibakteri dan remineralisasi jaringan keras gigi.
Tujuan: untuk menganalisis pelepasan ion kalsium dan peningkatan pH dari MTA modifikasi dan Bioceramic pada periode waktu 1,48,168 jam.
Metode: Sampel n=30 dipersiapkan dengan ukuran diameter 3 mm tinggi 3 mm, terdiri dari 15 sampel MTA modifikasi, 15 sampel Bioceramic direndam dalam air deionisasi 1,48,168 jam diukur kadar pelepasan ion kalsium menggunakan AAS dan nilai pH menggunakan pHmeter, Uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney.
Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna diantara semua kelompok dengan nilai signifikansi p le;0,05.
Kesimpulan: Bioceramic terbukti melepaskan ion kalsium dan peningkatan pH lebih besar dibandingkan dengan MTA modifikasi pada waktu pengukuran 1,48,168

Background: Calcium ion release can promote alkalinizing activity and regeneration.
Objective: To analyze calcium ion release and pH changes from modified MTA and Bioceramics as bioactive material.
Methods: 30 samples are prepared with the size of 3 mm in diameter and 3 mm in height. The samples are consist of 15 of modified MTA and 15 of bioceramics. And then immersed in deionized water for an hour which will then be measured in 1, 48, and 168 hours period. And measured atom absorption sphectropometer and pHmeter.
Result: Mann Whitney post hoc rsquo s statistic test result showed a significant discrepancy among all groups, with the significant value of p le 0,05.
Conclusion: Bioceramics was proven to release more calcium ions and more pH elevation compared to modified MTA during the 1 hour, 48 hour, and 168 hours measurements.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ersya Widya Prahesti
"Kondensasi kromosom memainkan peran penting dalam pembelahan mitosis. Ion Ca2+ diketahui berperan penting dalam proses kondensasi kromosom. Sejauh ini, studi tentang peran Ca2+ dalam kromosom sel hewan telah dilaporkan melalui penggunaan 1,2-bis (2- aminophenoxyethane-N,N,N′,N-tetraacetic acid) (BAPTA) dan Ethylenediamine- tetraacetic acid (EDTA) sebagai agen pengkelat ion Ca2+. Namun, penelitian tentang peran Ca2+ pada kromosom tanaman masih sangat terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Ca2+ terhadap kromosom gandum (Triticum aestivum) dengan pemberian 1mM BAPTA sebagai agen pengkelat ion Ca2+, 1mM EDTA sebagai agen pengkelat kation divalen umum, dan phosphate buffered saline (PBS) sebagai kontrol menggunakan mikroskop cahaya. Preparasi kromosom dilakukan dengan cara akar gandum dipotong dan diberi perlakuan colchicine sebelum dilarutkan dalam 2% Paraformaldehyde (PFA). Kemudian diinkubasi dengan 2,5% selulase dan 2,5% enzim pectoliase pada suhu 37°C selama 1 jam. Sampel kemudian disaring dan disentrifugasi untuk memperoleh sampel yang mengandung kromosom. Sampel kemudian diberi perlakuan dengan 1 mM BAPTA, 1 mM EDTA, dan PBS, dan diwarnai dengan Aceto orcein. Kromosom kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya. Struktur dan kepadatan warna kromosom, serta panjang, lebar dan luas kromosom diamati dan diukur. Hasil pengamatan kualitatif menunjukkan bahwa struktur kromosom pada kontrol lebih rapat dan pendek sedangkan kromosom yang diberi perlakuan 1 mM BAPTA dan 1 mM EDTA mengalami dekondensasi, melebar, dan berwarna pucat. Hasil pengukuran kuantitatif menunjukkan bahwa kromosom Kontrol, BAPTA, dan EDTA masing-masing memiliki panjang 10.763 m, 14.845 m, 17.154 m, lebar 1.570 m, 1.637 m, 1.723 m, dan luas 18.172 m, 24.644 m, 29.687 M. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengaruh BAPTA dan EDTA terhadap panjang dan luas kromosom berbeda nyata (α < 0,05). Hal ini membuktikan bahwa Ca2+ memiliki peran penting dalam menjaga struktur kromosom gandum.

Chromosomal condensation plays an important role in the mitotic division. Ca2+ ions are known to play an important role in the chromosome condensation process. So far, studies on the role of Ca2+ in animal cell chromosomes have been reported using 1,2-bis (2-amino phenoxy ethane N, N, N′, N-tetraacetic acid) (BAPTA) and Ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) as Ca2+ ions chelating agents. However, research on the role of Ca2+ on plant chromosomes is still very limited. This study was conducted to determine the effect of Ca2+ on wheat chromosomes (Triticum aestivum) by administering 1mM BAPTA as a Ca2+ ion chelating agent, 1 mM EDTA as a general divalent cation chelating agent, and phosphate-buffered saline (PBS) as a control using a light microscope. For chromosome preparation, the root tips of wheat were cut and pretreated with colchicine before being dissolved in 2% Paraformaldehyde (PFA). The roots were then incubated with 2.5% cellulase and 2.5% pectoliase enzyme at 37°C for 1hour. The sample is then filtered and centrifuged to obtain a sample containing chromosomes. Samples were then treated with 1 mM BAPTA, 1 mM EDTA, and PBS and stained with Aceto orcein. Chromosomes were then observed under a light microscope. The structure and color density of the chromosomes were observed. The length, width, and area of the chromosomes were also measured. The qualitative observations showed that the chromosome structure in control was denser and shorter while the chromosomes treated with 1 mM BAPTA and 1 mM EDTA were decondensed, widened, and had pale color. The quantitative measurement showed that length, width, and area of chromosomes for in control, BAPTA, and EDTA were 10.763 m, 14.845 m, 17.154 m; 1.570 m, 1.637 m, 1.723 m; and 18.172 m, 24.644 m, 29.687 M respectively. The statistical results showed that the effect of BAPTA and EDTA on the length and area of chromosomes were significantly different (α < 0.05). This result proves that Ca2+ has a vital role in maintaining the chromosomal structure of wheat."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syavana Levaretna Arsy
"Ion kalsium (Ca2+) adalah salah satu kation divalen yang berperan dalam proses kondensasi kromosom. Pengaruh Ca2+ pada kondensasi kromosom dengan melihat pola banding dan nilai kromosom belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ion kalsium (Ca2+) pada kondensasi struktur kromosom sel HeLa dengan teknik G-banding-trypsin-Leishman (GTL-banding) dan karyotyping. Sebaran kromosom pada tahap metafase diperoleh dengan mengkultur sel HeLa pada suhu 37 °C (5% CO2). BAPTA 1 mM sebagai chelator spesifik Ca2+ dan EDTA 1 mM sebagai chelator kation diberikan sebelum pemanenan kromosom. Kromosom yang telah dipanen selanjutnya dilakukan banding dengan pewarna Leishman. Pengaruh Ca2+ pada kondensasi kromosom diamati dengan membandingkan kromosom pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Data dianalisis secara kualitatif dengan mengamati struktur kromosom dan pola banding kromosom, serta secara kuantitatif dengan mengacu pada Quality Assessment (QA) berdasarkan International System for Human Cytogenetics Nomenclature (ISCN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kromosom pada kelompok kontrol memiliki struktur yang padat dengan pola banding yang jelas teramati dengan nilai kromosom 2 hingga 5. Kelompok perlakuan 1 mM BAPTA memiliki struktur kromosom yang tidak padat dengan ukuran yang lebih besar dari kelompok kontrol dan memiliki pola banding yang kurang jelas dengan nilai kromosom 2 hingga 5. Kelompok perlakuan 1 mM EDTA memiliki struktur kromosom yang tidak padat dan fibrous dengan ukuran yang lebih besar dan panjang dari kelompok kontrol serta memiliki pola banding yang kurang jelas dengan nilai kromosom 2 hingga 6. Kromosom pada kelompok perlakuan 1 mM BAPTA dan 1 mM EDTA memiliki struktur lebih tidak padat dan pola banding yang kurang jelas jika dibandingkan dengan kelompok kontrol sehingga mengindikasikan peran Ca2+ dalam kondensasi struktur kromosom.

Calcium ion (Ca2+) is one of the divalent cations involved in the chromosome condensation process. The effect of Ca2+ on chromosome condensation by observing banding patterns and chromosome value has yet known. This study aimed to determine the effect of calcium ion (Ca2+) on HeLa cell chromosome structure condensation using G-banding-Trypsin-Leishman (GTL-banding) technique and karyotyping. Metaphase chromosome spreads were obtained by culturing the HeLa cell at 37 ℃ (5% CO2). 1 mM BAPTA as Ca2+ chelator and 1 mM EDTA as cation chelator was added prior to the chromosome harvest. G-banding was carried out on harvested chromosomes using Leishman dye. The effect of Ca2+ on chromosome condensation was determined by comparing the treated chromosome to the control chromosome. The data were obtained and analyzed qualitatively by observing chromosome structure and banding pattern, as well as quantitatively by referring to the International System for Human Cytogenetics Nomenclature (ISCN). The result showed that the chromosome in the control group had a condensed structure with a clear banding pattern and chromosome value ranged from 2 to 5. Chromosome treated with 1 mM BAPTA had a less condensed structure with a bigger size compared to the control group and had chromosome value ranged from 2 to 5. Chromosome treated with 1 mM EDTA was also less condensed with longer and fibrous structure and had chromosome value ranged from 2 to 6. BAPTA-treated and EDTA-treated chromosomes had a less condensed structure with less clear banding pattern compared to the control which indicated the role of Ca2+ in the chromosome condensation process."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuncoro Budy Prayitno
"Aktivasi Ca-bentonit dapat dilakukan dengan cara merendam 5 % Ca-bentonit dalam larutan asam H2S04 10 % kemudian dipanaskan sampai mendidih di atas plat pemanas selama 2 jam dan dikeringkan dalam oven listrik pada temperatur 200 °C selama 1 jam. Ca-bentonit hasil aktivasi tersebut di atas memiliki luas permukaan 103,89 m2/gram dengan kapasitas adsorpsi optimum terhadap gas N2 sebesar 0,48 %, relatif lebih besar dari bentonit yang diaktifkan dengan cara pengeringan pada 200 °C dimana memiliki luas permukaan sebesar 92,50 m2/gram dan kapasitas adsorpsi terhadap gas N2 sebesar 0,21 %. Ca-bentonit aktif (adsorben) dengan kapasitas adsorpsi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan (padatan) penunjang katalis (catalyst support). basil pengamatan dengan alat spektroskopi infra merah (IR) menunjukkan impregnasi Cu(NO3)2 terhadap Ca-bentonit aktif mampu mengkonversi sampai dengan 8,51 % CO gas buang kendaraan bermotor."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Rositha Hakiki
"Latar Belakang: Karies merupakan penyakit kronik tidak menular yang umum terjadi pada manusia. Dibutuhkan suatu bahan varnish yang memiliki kemampuan sebagai agen antibakteri dan agen remineralisasi dengan efek samping yang minimal untuk menghentikan proses karies dentin.
Tujuan: Menganalisis potensi remineralisasi bahan varnish mengandung fluor: SDF, NSF, dan PPF pada dentin demineralisasi.
Metode: Dentin disc dari gigi manusia dibagi menjadi kelompok kontrol kontrol negatif dan kontrol positif dan kelompok perlakuan SDF Ag 25,4 F- 4,48 , NSF Ag 1,4 F- 2,26 , NSF Ag 1,9 F- 2,26 , PPF Propolis 6,67 F- 1,19 , dan PPF Propolis 10 F- 1,19 . Dentin disc kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan dilakukan demineralisasi dengan larutan demineralisasi pH 4.4 selama 96 jam. Masing-masing dentin disc kelompok perlakuan diaplikasikan bahan varnish berbasis fluor. Dentin disc ini kemudian dilakukan pH-Cycling dengan larutan demineralisasi pH 5 dan larutan remineralisasi pH 7 selama 8 hari. Jumlah ion kalsium pada permukaan dentin disc dievaluasi dengan menggunakan alat Energy Dispersive X-ray Spectroscopy EDX.
Hasil: Terdapat peningkatan jumlah ion kalsium secara signifikan pada perlakuan NSF Ag 1,4 F- 2,26 dan PPF Propolis 10 F- 1,19 dibandingkan dengan kontrol positif. Tidak terdapat perbedaan signifikan jumlah ion kalsium pada perlakuan SDF Ag 25,4 F- 4,48 , NSF Ag 1,9 F- 2,26 , PPF Propolis 6,67 F- 1,19 dibandingkan dengan kontrol positif.
Kesimpulan: Bahan varnish mengandung fluor NSF Ag 1,4 F- 2,26 dan PPF Propolis 10 F- 1,19 berpotensi sebagai agen remineralisasi pada permukaan karies dentin.

Backgorund: Dental caries are the most common non communicable chronic diseases in human beings. Fluoride based varnishes which can act as antibacterial and remineralisation agents with minimal side effect are needed to arrest dentine caries.
Aim: To analize remineralizing potency of fluoride based varnishes SDF, NSF, and PPF on demineralized dentine.
Methods: Human dentin discs were divided into control groups negative and positive control and treatment groups SDF Ag 25,4 F 4,48 , NSF Ag 1,4 F 2,26 , NSF Ag 1,9 F 2,26 , PPF Propolis 6,67 F 1,19 , and PPF Propolis 10 F 1,19 . The dentine discs of control positive and treatment group were demineralized using demineralization solution pH 4,4 for 96 hours. Each dentine disc in treatment group received topical application of fluoride based varnish. They were subjected to pH cycling using demineralization solution pH 5 and remineralization solution pH 7 for 8 days. The quantity of calcium ion on dentine discs surface were detected using Energy Dispersive X ray Spectroscopy EDX.
Results: The quantity of calcium ion on NSF Ag 1,4 F 2,26 and PPF Propolis 10 F 1,19 have increased significantly compared to positive control. There are insignificant difference of calcium ion quantity between SDF Ag 25,4 F 4,48 , NSF Ag 1,9 F 2,26 , PPF Propolis Propolis 6,67 F 1,19 F 1,19 compared to positive control.
Conclusion: Fluoride based varnishes NSF Ag 1,4 F 2,26 and Ag 1,9 F 2,26 have potency as remineralizing agent on the surface of dentine caries.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Riastuti Iryaningrum
"ABSTRAK
Latar belakang : Penggunaan konsentrasi kalsium dialisat ([Ca-D]) masih kontroversi. Di Indonesia masih digunakan [Ca-D] yang berbeda-beda antara 1,25 mmol/L ? 1,85 mmol/L. Studi DOPPS mendapatkan kegagalan dalam pencapaian kadar kalsium (Ca), fosfat (PO4), produk CaxP dan hormon paratiroid (HPT) sesuai yang ditargetkan K/DOQI dan semua penyebab risiko mortalitas secara signifikan berhubungan dengan tingginya [Ca]-D

Tujuan : Mengetahui perbedaan kadar Ca darah, PO4, HPT dan kalsifikasi vaskular pada penggunaan [Ca]-D tinggi dan rendah.
Metode : Penelitian adalah studi potong lintang analitik dilakukan di Unit Hemodialisis Divisi Ginjal-Hipertensi RS Cipto Mangunkusumo, Jumlah subyek 46 orang. Dua puluh tiga pasien menggunakan [Ca]-D rendah (1,25 mmol/L) dan 23 pasien menggunakan [Ca]-D tinggi (1,85 mmol/L). Penelitian dilakukan Oktober 2013 ? Mei 2014. Analisis statistik dengan uji Mann Whitney dan uji Chi square. Menggunakan SPSS 20.0.
Hasil : Sebanyak 46 pasien, terdiri dari 25 laki-laki dan 21 perempuan, dengan rerata usia 50,87 + 12,74 tahun. Lama HD 45,50 (6-168 bulan). Subyek penelitian yang mencapai target kontrol metabolisme sesuai panduan K/DOQI 2002 pada [Ca]-D rendah : Ca terkoreksi, PO4, produk Ca xPO4, dan HPT yang mencapai target sebanyak 8(34,8%), 10(43,5%), 15(65,2%) dan 2(8,7%) pasien. Pada [Ca]-D tinggi didapatkan 10(43,5%), 8(34,8%), 15(65,2%), 8(34,8%) pasien. Penelitian kami mendapatkan dengan [Ca]-D tinggi hasil lebih baik, hal ini tidak sama dengan hasil penelitian DOPPS. Berbeda dengan PO4 yang hasilnya lebih baik dengan [Ca]-D rendah, namun hasil kami juga lebih baik dari penelitian DOPPS. Hasil pada HPT lebih buruk pada [Ca]-D rendah dibandingkan DOPPS, hal ini mungkin disebabkan kami tidak menggunakan vitamin D untuk mengatasi hiperparatiroid sekundernya. Kalsifikasi vaskular dengan metode KAA pada [Ca]-D tinggi sebanyak 13(48,1%) sedangakan pada [Ca]-D rendah sebanyak 14(51,9%). Dengan metode KAAb pada [Ca]-D tinggi didapatkan kalsifikasi sebanyak 16(47,1%) dan pada [Ca]-D rendah didapatkan 18(52,9%) kalsifikasi.
Simpulan : Terdapat perbedaan kadar Ca, PO4, produk Ca x PO4, HPT dan kalsifikasi vaskular, pada penggunaan [Ca]-D tinggi dan rendah, tetapi yang berbeda bermakna hanya Ca dan HPT.


ABSTRACT
Background : The use of calcium dialysate is still controversial. In Indonesia, the dose for [Ca-D] still varies between 1,25 mmol/L ? 1,85 mmol/L. DOPPS study shows failure in achieving optimal calcium, phosphate as well as parathyroid hormone level in the blood as targetted by K/DOQI and is related to significantly increased mortality and is closely related with increased [Ca]-D.
Aim : Evaluate the difference in Serum Ca, PO4, PTH levels and vascular calcification in concentrations of [Ca]-D high and low.
Methods : This is a cross sectional study done in Hemodialysis unit in Nephrology Division of Cipto Mangunkusumo hospital. Total subject recruited was 46 patients, 23 patient using low concentration [Ca]-D (1.25 mmol/L) and 23 patients using high concentration [Ca]-D (1.85mmol/L). Research was conducted in October 2013 until May 2014. Analysis was performed using Mann Whitney test and Chi Square, statistical analysis was done using SPSS 20.0.
Result : A total of 46 patients consisting of 25 men and 21 women, with mean age of 50,87 + 12,74 years. Mean length of Dialysis was 45,50 months (6-168 months). Subjects using low concentration [Ca]-D who reached target concentration according to K/DOQI consisted of : corrected Ca in 8 (34,8%) patients while in high concentration [Ca]-D consisted of 10(43,5%) patients, better than DOPPS study. In terms of phosphate levels, low concentration [Ca]-D achieved target PO4 level in 10(43,5%) patients while high concentration [Ca]-D achieved target in 8(34,8%) patients. Corrected Ca x PO4 target levels were obtained equally in both groups which was 15(65,2%) patients. Target PTH level was achieved in low concentrated [Ca]-D up to 2(8,7%) patients, very low may be caused we did not use vitamin D and 8(34,8%) patients in high concentrated [Ca]-D. Vascular calcification using KAA method showed incidence of 13(48,1%) in high concentrated [Ca]-D and 14(51,9%) in low concentrated [Ca]-D group. On the other hand, KAAb methods revealed calcification of 16(47,1%) in high concentrated [Ca]-D and 18(52,9%) calcification in low concentrated [Ca]-D.
Conclusion : There is a difference in Ca, PO4, Ca X PO4 product serum level and vascular calcification in high and low [Ca]-D in both group however, statistically significant difference was found only in serum Ca and PTH levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyazmi
"Penelitian ini mengenai teknik pemisahan pemisahan ion Hg (II) menggunakan sistem Membram Cair Emulsi (MCE) yang komponen penyusunnya adalah fasa akuatik dalam fasa organik dan surfaktan. Fasa akuatik dalam adalah H2SO4 6N. Fasa organik terdiri dari ekstraktan (asam oleat), peiarut organik (kerosin). Surfaktan yang digunakan terdiri dari span-80 sebagai surfaktan tunggal, span-80 dengan tween (20,80,81,85 ) dan triton X-100 sebagai surfaktan campuran.
Untuk memperoleh suatu membran cair emulsi yang stabil dilakukan beberapa pengamatan yaitu penentukan nilai HLB campuran surfaktan yang tepat berdasarkan kelarutan maksimum fasa air dalam fasa minyak, penentuan nilai tegangan permukaan dan tegangan antarmuka cairan yang digunakan serta pengamatan terhadap kestabilan emulsi emulsi yang dihasilkan dengan variasi jenis dan konsentrasi surfaktan, waktu pengadukan dan konsentrasi ekstraktan.
Sistem Membran Cair Emulsi (MCE) dengan komposisi asam oleat 0,5 M, kerosin, 3% (w) surfaktan campuran span-80 dan tween-20 pada nilai HLB campuran 4,8, dapat menghasilkan suatu emulsi yang stabil selama 4 jam. Emulsi ini dapat mengektraksi ion Hg (H) dari larutan umpan sebanyak 97,3%. dengan menggunakan kecepatan pengadukan 300 rpm, rasio volume membran emulsi dengan fasa umpan sebesar 3:8 dan waktu pengadukan 35 menit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Fabrianne
"Gemuk bio overbased kalsium sulfonat kompleks dibuat dari minyak kelapa sawit terepoksidasi yang digunakan sebagai base oil dan overbased kalsium sulfonat kompleks sebagai thickening agent. Thickening agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalsium sulfonat, kalsium karbonat, dan kalsium hidroksida sebagai sabun utama (overbased kalsium sulfonat) serta kalsium oleat terepoksidasi dan kalsium asetat (kalsium oleat-asetat) sebagai pengompleksnya. Perbandingan campuran kalsium sulfonat-karbonat-hidroksida sebagai overbased kalsium sulfonat dengan kalsium oleat terepoksidasi-asetat sebagai pengompleks yaitu 5% : 95% dan 50% : 50%.
Gemuk ini dihasilkan dari proses saponifikasi yang menggunakan reactor batch tertutup, dilanjutkan dengan proses pendinginan, dan terakhir proses homogenisasi. Pengaruh variasi komposisi pengompleks sebagai thickener dapat dilihat dari pengujian karakteristik gemuk bio yang terdiri dari uji sifat fisik dan kimia seperti uji tampilan gemuk, uji mulur, uji penetrasi, dan uji dropping point, serta uji four ball untuk mengetahui performa dari gemuk.
Hasil terbaik yang didapat pada perbandingan overbased kalsium sulfonat : kalsium oleat-asetat sebesar 5% : 95% yaitu gemuk dengan komposisi thickening agent 35% dengan rentang penarikan mulur 9.5 cm, tingkat konsistensi NLGI #2, nilai dropping point 250˚C, dan nilai keausan sebesar 0.2 mg. Untuk gemuk dengan perbandingan overbased kalsium sulfonat : kalsium oleat-asetat sebesar 50% : 50% yaitu gemuk dengan komposisi thickening agent 50% dengan rentang penarikan mulur 7 cm, tingkat konsistensi NLGI #2, nilai dropping point 269˚C, dan nilai keausan sebesar 0.3 mg.

Overbased calcium sulfonate grease bio complex is made from palm oil epoxidized as a base oil and overbased calcium sulfonate complex as a thickening agent. Thickening agent used in this study is calcium sulfonate, calcium carbonate, and calcium hydroxide as a major soap (overbased calcium sulfonate) and epoxidized oleic calcium and acetate calcium (oleic-acetate calcium) as complexing. Comparison of a mixture of calcium sulfonate-carbonate-hydroxide as overbased calcium sulfonate with epoxidized oleic calcium-acetate calcium as complexing is 5% : 95% and 50% : 50%.
This grease is produced from the saponification process which uses a closed batch reactor, followed by a cooling process, and the final homogenization process. Effect of complexing composition variations as a thickener can be seen from the test characteristics of bio grease, consisting of physical and chemical properties test such as a test to see grease, creep testing, penetration testing, dropping point testing, and four ball test to determine the performance of the grease.
The best results were obtained in comparison overbased calcium sulfonate : oleic calcium-acetate at 5% : 95% are grease with thickening agent composition of 35% with a range of 9.5 cm, the level of consistency of NLGI # 2, the value of dropping point 250˚C, and value of wear 0.2 mg. For the grease by comparison overbased calcium sulfonate : oleic calcium-acetate at 50% : 50% are grease with thickening agent composition of 50% with a range of 7 cm, the level of consistency of NLGI # 2, the value of dropping point 269˚C, and anti-wear value is 0.3 mg.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59352
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saraswati Andani Satyawardhani
"ABSTRAK
Pada pembuatan gemuk bio ini digunakan Kalsium karbonat atau CaCO3 berukuran submikro-mikro sebagai aditif padat untuk meningkatkan sifat antiwear dari gemuk bio yang dihasilkan dengan NLGI #2. Penelitian ini diawali dengan pengepoksidasian minyak sawit pada suhu 65 ˚C; sintesis gemuk bio yang meliputi proses pengadukan, pemanasan, dan saponifikasi pada suhu maksimum 165 ˚C; homogenisasi pada suhu 70 ˚C; serta pengujian karakteristik dan performa gemuk bio yang meliputi uji konsistensi, uji dropping point, serta four ball test untuk menguji sifat antiwear gemuk bio dengan kecepatan putaran sebesar 1150 rpm. Adapun variabel yang terdapat pada penelitian ini yaitu waktu dan suhu selama proses sebagai variabel control; komposisi aditif CaCO3 sebagai variabel bebas; ukuran partikel CaCO3, komposisi base oil, thickener agent, dan BHT serta hasil uji karakteristik sebagai variabel terikat. Hasil yang didapat yaitu gemuk bio NLGI #2 dengan dropping point pada suhu 301 ˚- 317 ˚C. Untuk hasil pengujian antiwear terbaik didapat pada gemuk bio dengan penambahan 3,5% CaCO3 submikro-mikro dengan pengurangan massa ball bearing sebesar 0,7 mg, sementara pada gemuk bio dengan 0% CaCO3 pengurangan tersebut sebesar 250 mg.

ABSTRACT
In the making of this bio grease, calcium carbonate or CaCO3 in submicro-micro size is used as a solid additive to increase its antiwear properties. To start the research, the epoxidation of palm oil in 65 ˚C is done first; and then synthesizing of bio grease which consists of mixing, heating, and saponification with maximum temperature at 165 ˚C; homogenization in 70 ˚C; and characterization tests that includes the concistency test, dropping point test, and four ball test. The variable contained in this research are time and temperature as control variable; composition of CaCO3 as independent variable; CaCO3 particle size, composition of base oil, thickener agent, BHT, and the result of characterization test as dependent variable. To start the research, the epoxidation of palm oil is done first, and then synthesizing of bio grease, and characterization testing that includes the elasticity test, concistency test, dropping point test, and four ball test in 1150 rpm. The results of this research are, the bio grease has NLGI #2 with 301 ˚- 317 ˚C in dropping point test. For the antiwear test, the best result is possessed by bio grease with 3.5% of CaCO3 addition with reduction of mass ball bearing as much as 0.7 mg, meanwhile in bio grease with 0% of CaCO3 gave 250 mg reduction of mass ball bearing."
2015
S59168
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susan Hartono
"Bone mineral content at old age is dependent upon the peak bone mass achieved in youth and subsequent adult bone loss (Matkovic, 1992). Adequate calcium consumption during childhood is beneficial for the acquisition of peak bone mass and density. It is therefore, calcium has been considered to play important role in the pathogenesis of osteoporosis (NIH, 1994), and osteoporosis has been described as a pediatric disease that manifests itself in old age (Lysen and Walker, 1997). If children fail to take in enough calcium, they are more likely to develop osteoporosis later in life (Insel et al., 2002). Nevertheless, calcium is one of the nutrients that most likely to be low or deficient in children's diets (Krause's, 2000). Recently, calcium has been suspected to have a positive effect in preventing some disorders, including diarrhea. Bovee et al., (2003) indicated that low calcium intake has been shown to impair host resistance to food-borne intestinal infections. Because of childhood morbidity and mortality due to infectious diarrhea is very high in developing countries, adequate dietary calcium intakes of the children will likely improve their bone as well as intestinal health (Bovee et al., 2003). Dairy products are always regarded as primary source of calcium. It is difficult to meet the RDA for calcium without milk or milk products (Krause, 1992). Unfortunately, the general Indonesian population does not commonly consume milk.
The results of 1997 national survey on households' food consumption pattern across provinces in Indonesia reveal that milk consumption was zero, or milk product was never consumed in the last three months at the time of survey (Sumarno at al., 1997). In line with the 1997 national survey, Ariani et al., (1997) reported that the level of milk consumption was lower than that of other animal products across the provinces in Indonesia, and in general, milk consumption of Indonesian population was below the standard of adequacy of milk consumption according to Widyakarya National Pangan dan Gizi 1998 (4.6 kg/cap/year). The above facts indicate that many Indonesians may consume calcium-deficient diet.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>