Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181264 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manalu, Erida
"ABSTRAK
Pemeriksaan koagulasi rutin PT dan APTT sangat dipengaruhi oleh variabel pra analitik yaitu perbandingan darah dengan antikoagulan sitrat 0,109 M adalah 9:1. Kurangnya volume darah dalam tabung menyebabkan rasio berubah sehingga terjadi pengenceran sampel disebut underfilling. Underfilling pada tabung sitrat 0.109 M menyebabkan nilai PT dan APTT memanjang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan underfilling menyebabkan pemanjangan PT dan APTT, melihat adakah perbedaan rerata PT dan APTT antar berbagai volume dalam tabung, sekaligus menentukan volume minimal spesimen dalam tabung sitrat yang direkomendasikan untuk pemeriksaan PT dan APTT. Desain penelitian potong lintang dengan 38 subjek sehat dan 38 pasien dengan warfarin. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa underfilling menyebabkan pemanjangan PT dan APTT. Terdapat perbedaan rerata PT dan APTT pada berbagai volume spesimen, dan volume minimal spesimen dalam tabung sitrat yang direkomendasikan untuk pemeriksaan PT dan APTT adalah 90 untuk subjek sehat dan 100 untuk pasien dengan warfarin.Kata kunci: pra analitik; pemeriksaan koagulasi; underfilling; pemanjangan PT dan APTT; volume minimal spesimen

ABSTRACT
The routine coagulation measurement PT and APTT are highly influenced by pre analytical variables, one of which is the ratio of 9 1 between blood and citrate 0.109 M as anticoagulant. Lesser than minimum amount of blood volume in sample tube causes sample dilution known as underfilling. Underfilling of citrate 0.109 M tube results in prolonged PT and APTT. This study aims to prove that underfilling leads to prolonged PT and APTT by comparing mean PT and APTT value between sample tubes with different volume of blood. Furthermore, the recommended minimal volume of specimen in citrated tube would be sought. The study design was cross sectional with 38 healthy subjects and 38 patients on warfarin. This study indeed found that underfilling causes prolonged PT and APTT. There were significant mean difference of each PT and APTT for various specimen volumes. The recommended minimum specimen volume in citrate tube for PT and APTT measurement was 90 for healthy subject and 100 for patients on warfarin.Keywords pra analytic, coagulation measurement, underfilling, prolonged PT APTT, minimum specimen volume."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Utomo Nusantara
"ABSTRAK
Hemolisis merupakan masalah yang umum dijumpai dalam praktik laboratorium dengan prevalensi 3,3 dari total spesimen yang diterima di laboratorium. Hemolisis memiliki pengaruh yang berbeda pada pemeriksaan PT dan APTT pada subyek sehat dan pasien Sysmex CS2100i merupakan alat koagulometer yang menggunakan prinsip deteksi koagulasi dengan transmisi cahaya foto-optikal yang dilengkapi dengan detektor hemolisis ikterik dan lipemik HIL dan multiple wavelength detector. Aspek terpenting dalam praktik laboratorium terkait hemolisis adalah mengetahui batasan indeks hemolisis yang dapat menimbulkan bias bermakna di dalam suatu pemeriksaan dalam hal ini PT dan APTT. Jumlah subyek penelitian sebesar 70 orang yang dibagi dua yaitu, kelompok sehat sebesar 35 orang dan kelompok sakit dengan warfarin sebesar 35 orang. Pembuatan hemolisat dilakukan dengan metode trauma mekanik menggunakan syringe insulin dengan jarum 30G. Pada hasil PT dan APTT subyek sehat didapatkan uji repeated measures ANOVA bermakna, p=0,001 dan subyek sakit dengan warfarin didapatkan uji Friedman bermakna, p=0,001. Uji post-hoc Dunnett subyek sehat untuk hasil PT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 150, 200, 250, 330 dan 500 mg/dL, sedangkan hasil APTT didapatkan hasil bermakna pada konsentrasi hemolisis 250, 330, dan 500 mg/dL. Uji post-hoc Wilcoxon subyek sakit untuk hasil PT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 100, 150, 200, 250, 330 dan 500 mg/dL, sedangkan hasil APTT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 250, 330 dan 500 mg/dL.Bias hemolisis maksimal yang masih dapat diterima dengan kriteria Ricos dkk untuk PT dan APTT subyek sehat masing-masing adalah 100 mg/dL, sedangkan subyek sakit dengan warfarin adalah 50 mg/dL dan 200 mg/dL. Batasan dengan kriteria CLIA untuk PT dan APTT subyek sehat adalah 330 mg/dL dan 250 mg/dL, sedangkan subyek sakit dengan warfarin adalah 330 mg/dL baik untuk PT maupun APTT. Dari grafik scatter didapatkan tren pemanjangan hasil PT dan APTT subyek sehat, sedangkan pada subyek sakit dengan warfarin didapatkan tren pemanjangan hasil PT dan pemendekan hasil APTT. Penerapan batasan bias hemolisis maksimal memungkinkan praktisi laboratorium untuk tetap menerima spesimen dengan interferensi hemolisis pada pemeriksaan PT dan APTT, memastikan hasil yang dikeluarkan tetap akurat, tanpa menunda penatalaksanaan terhadap pasien dan mengurangi biaya dan ketidaknyamanan yang timbul akibat pengambilan kembali spesimen.

ABSTRACT
Hemolysis is a common problem in laboratory practice with a prevalence of 3.3 of the total specimens received in the laboratory. Haemolysis have a different influence on the examination of the PT and APTT in healthy and patients subjects. Sysmex CS2100i is a coagulometer with the photo optical method, equipped with hemolysis, icteric and lipemic detector HIL and multiple wavelength. The most important aspect in laboratory practice is to know the limits associated with haemolysis that can cause significant bias in PT and APTT assay. The total number of research subjects are 70 people, divided into 35 healthy subjects and 35 patient subject undergoing warfarin therapy. Hemolysate was conducted using a mechanical trauma using insulin syringe with 30G needle.. Repeated measures ANOVA test of PT and APTT on healthy subjects obtained a significant statistical result, p 0.001. The warfarin users also had a significant statistical result with Friedman test, p 0.001. Post hoc Dunnett test on PT values of healthy subjects, obtained a statisticaly significant results in hemolysis concentration of 150, 200, 250, 330 and 500 mg dL, while the APTT results obtained significant statistical results in haemolysis concentration of 250, 330, and 500 mg dL. Wilcoxon post hoc test of PT on patient subjects obtained significant result in the haemolysis concentration of 100, 150, 200, 250, 330 and 500 mg dL, while the APTT values obtained significant results in hemolysis concentration 250, 330 and 500 mg dL. The maximum bias that still could acceptable by Ricos et al criteria for PT and APTT on healthy subjects for both were 100 mg dL, whereas patient subjects undergoing warfarin therapy was 50 mg dL and 330 mg dL. Using CLIA criteria for PT and APTT on healthy subjects resulted maximum bias was 330 mg dL and 250 mg dL, whereas warfarin users was 330 mg dL for PT and APTT. There was a trend of increase in the readings of PT and APTT on healthy subjects, while on patient subjects undergoing warfarin there was a trend of increase in PT and decrease of APTT results. The application of acceptable hemolysis bias limit, enable laboratory practitioners to process hemolysis specimens in PT and APTT assays, ensuring the results is still accurate without delaying clinical decision and to reduce the cost and inconvenience arising from the specimen recollection. "
2017
T55610
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Winarni
"Koagulasi terjadi karena adanya interaksi antara produk hidrolisa aluminum dengan kontaminan seperti partikel koloid. Berbagai spesies aluminum yang mungkin hadir pada kondisi tertentu perlu diperhatikan, mengingat bahwa mekanisme penurunan kekeruhan sangat tergantung pada spesies tersebut. PACl terdiri dari produk hidrolisa aluminum yang telah dibuat terlebih dahulu, dimana produk ini stabil pada pH di bawah 6 serta kurang sensitif dibandingkan dengan produk hidrolisa in situ yang dihasilkan dari alum. Keuntungan PACl dibandingkan alum diteliti sebagai fungsi dari pH dan dosis Al. Juga dibahas tentang kondisi spesifik dan spesies aluminum yang hadir dalam mekanisme koagulasi tertentu. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa PACl lebih efektif daripada alum pada rentang pH yang rendah dan pH tinggi, sedangkan penggunaan alum optimum pada kondisi netral.

Alum and PACl Coagulation. Coagulation occurs by interaction of aluminum hydrolysis products with the contaminant such as colloidal particles. It is necessary to consider the different aluminum species that may present during specific conditions, since the mechanism of turbidity removal is dependent upon them. PACl consists of preformed aluminum hydrolysis products, which are stable below pH 6 and less sensitive than in situ hydrolysis product, alum. The benefits of PACl relative to alum have been investigated as a function of pH and Al dosages. Specific conditions and aluminum species that exist during the certain mechanisms of coagulation are discussed. Results suggest that PACl is more effective than alum in lower pH range and high pH range, whereas alum is optimum in the neutral condition."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Agus Putera Hardijanto
"Metode pengambilan sampel melalui Dried Blood Spot DBS terus dikembangkan. DBS memiliki banyak kelebihan seperti kemudahan penyimpanan sampel dan sampel yang dibutuhkan lebih kecil. Walau demikian, analisis dalam sampel DBS lebih sulit dilakukan karena banyaknya faktor yang mempengaruhi analisis sehingga diperlukan penyelidikan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya perbedaan hasil yang diakibatkan jenis kertas, hematokrit darah, volume penotolan, pemberian baku dalam, dan suhu penyimpanan yang berbeda terhadap analisis sampel. Sampel darah dengan hematokrit tertentu yang mengandung 6-merkaptopurin 6-MP dan 6-tioguanin 6-TG pada konsentrasi 25 ng/ml dan 1000 ng/ml ditotolkan dengan volume yang berbeda pada kertas CAMAG DBS dan Perkin Elmer 226. Setelah kering, kertas dipotong dengan diameter 8 mm dan diekstraksi dengan metanol yang mengandung baku 5-fluorourasil 5-FU . Selain di dalam larutan pengekstraksi, baku dalam diberikan di dalam darah dan ditotolkan ke dalam kertas untuk dilihat perbedaan kromatogramnya. Pemisahan dilakukan dengan kolom Waters Acquity UPLC Class BEH Amide 1,7 ?m 2,1 x 100 mm dengan fase gerak berupa asam format 0,2 dalam air ndash; asam format 0,1 dalam asetonitril ndash; metanol dengan elusi gradien dan laju alir 0,2 mL/menit. Hasil penelitian ini memperlihatkan perbedaan pemberian baku dalam mempengaruhi puncak baku dalam. Perbedaan jenis kertas mempunyai korelasi.

The collection method of dried blood spot DBS is being developed. DBS offers a number of advantages over conventional blood collection such as easier storage and smaller samples. However, the analysis of the DBS sample is more difficult due to many factors that affect the analysis so that further investigation is needed. The aim of this study was to saw the presence of differences in results because of paper type, hematocrit, blood volume, provisions of internal standard, and temperature of sample storage differences. Blood samples with specific hematocrit containing 25 and 1000 ng ml 6 mercaptopurine 6 MP and 6 thioguanine 6 TG were spotted at the different volume of blood on CAMAG DBS paper and Perkin Elmer 226. The DBS paper was punched with a diameter of 8 mm and extracted using methanol containing internal standard 5 fluorouracil 5 FU . In addition in the methanol, the internal standard was also added in the blood and spotted into the paper to see the chromatogram difference. The separation was carried out using a Waters Acquity UPLC Class BEH Amide 1.7 m 2.1 x 100 mm column with a mobile phase of 0.2 formic acid in water 0.1 formic acid in acetonitrile methanol with gradient elution at flow rate 0.2 mL minute. The results of this study indicated the differences provisions of internal standard affected the chromatogram of the internal standard. Different types of paper and blood volume affected."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Ratri
"ABSTRAK
Mikroalga Chiorella pyrenoidosa merupakan salah satu mikroaiga yang digunakan sebagal bahan makanan tambahan (food supplement) maupun
campuran pakan ternak.
Penggunaan Chiorella pyrenoidosa sebagai bahap makanan terutama disebabkan karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi yaitu 60 % berat kering sel.
Mikroalga Chiorella pyrenoidosa dapat dikembangbiakkafl di dalam medium Iimbah organik industri makanan seperti Iimbah call tahu, Iimbah tempe , Iimbah cair gula clan Iimbah cair kecap.Penggunaan Iimbah sebagal medium pertumbuhan adaah karena Iimbah tersebut masih mengandung berbagai protein clan mineral yang dierIukan untuk pertumbuhan mikroalga. Selain itu penggunaan Iimbah sebagal medium pertumbuhan merupakan satah satu cara pengolahan Iimbah secara biologis sehingga Iimbah tersebut tidak mencemari lagi saat dibuang ke Iingkungan.
Di dalam medium Iimbah call tahu Chiore/la pyrenoidosa membentuk sistem koloid berwarna hijau yang bermuatan negatif. Cara pemanenan yang biasa dilakukan adalah secara koagulasi dan flokulasi yaitu dengan menambahkan koagulan.
Dalam penelitian mi dilakukan penentuan kondisi optimum proses flokulasi dan koagulasi dengan rnenggunakan PAC ( Poly Aluminium Chloride) yang merupakan koagulan sntetik dan chitosan yang merupakan koagulan alam. Chitosan yang digunakan dibuat darl kulit udang dengan menggunakan metode yang diperoleh pada penelitian sebelumya. Dari 200 g Wit udang setelah mengatami proses deproteinasi dengan menggunakan NaOH 3,5 % (w/v) , demineralisasai dengan menggunakan HC I 1,25 M dan deasetilasi dengan menggunakan NaOH 60 % ( w/v) diperoleh chitosan sebanyak 53,26 g. Karakterisasi chitosan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer IR.
Kondisi pertumbuhan yang optimal untuk Chiorella pyrenoidosa diperoleh pada konsentrasi Iimbah cair tahu 75% (v/v) yang dilengkapi dengan penerangan dan aerasi. Sedangkan kondisi optimal proses flokulasi dan koagulasi adalah pada pH 4 dan konsentrasi koagulan 50 ppm dengan menggunakan PAC serta pada pH 8 clan konsentrasi koagulan 50 ppm dengan menggunakan chitosan.
Di akhir percobaan dilakukan pengukuran beberapa parameter dalam limbah cair tahu (COD,BOD, pH. zat organik clan padatan tersuspensi) Hasil pengukuran menunjukkan terjadinya penurunan nilai parameter-parameter tersebut sesuai dengan standar baku mutu Iingkungan untuk limbah cair tahu, kecuali nilai pH pada penggunaan PAC sebagal koagulan.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maylina Chandra Puspita
"Krisis air bersih yang terjadi akibat pencemaran air mendorong dilakukannya suatu upaya pengolahan air untuk mendapatkan air bersih, salah satunya adalah dengan proses filtrasi. Namun, adanya fouling factor dan ketidakstabilan dari fluks menyebabkan kemampuan membran untuk menyeleksi zat yang melewatinya menjadi berkurang, sehingga kualitas hasil filtrasi menjadi tidak stabil dan cenderung menurun. Untuk mengatasi masalah tersebut, air perlu dipretreatment dengan proses koagulasi sebelum memasuki membran. Pada penelitian kali ini, tiga jenis koagulan yaitu aluminium sulfat, polialuminium klorida, dan polialuminium silikat klorida dengan variasi dosis, yaitu 10, 30, 50, dan 70 ppm diuji dan dibandingkan untuk mendapatkan jenis dan dosis koagulan yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas air berdasarkan parameter total dissolved solid, kekeruhan, dan pH. Efektifitas koagulasi dan kinerja membran filtrasi meningkat dengan penambahan koagulan polialuminium silikat klorida dengan dosis 50 ppm. Efektifitas koagulasi pada koagulan ini berdasarkan penurunan total dissolved solid sebesar 49.16 % dan kekeruhan sebesar 64.29%. Hasil akhir dari pengolahan air dengan koagulan polialuminium silikat klorida 50 ppm yang dipadu dengan proses ozonasi dan filtrasi menghasilkan air dengan pH 6.95, total dissolved solid sebesar 8.06 ppm dengan penurunan total sebesar 87.90% dan kekeruhan sebesar 0 FAU dengan penurunan total sebesar 100%.

Clean water crisis caused by water pollution prompted a water treatment efforts to get clean water, one of them by filtration process. However, the presence of fouling factor and flux instability cause a membrane's ability to select the substances that pass through it become less, so the quality of filtration result becomes unstable and tends to decline. To overcome these problems, the water need to be pretreated by coagulation process before entering the membrane. In this research, three types of coagulant are aluminum sulphate, polyaluminium chloride, and polyaluminium silicate chloride with varied dose of 10, 30, 50, and 70 ppm were tested and compared to getting the type and dose of coagulant that is most effective to improve the water quality based on total dissolved solid, turbidity and pH parameters. Coagulation effectivity and membrane filtration performance increase with the addition of polyaluminium silicate chloride coagulant at a dose of 50 ppm. Coagulation effectivity of this coagulant based on reduction of total dissolved solid of 49.16% and turbidity of 64.29%. The final result of water treatment with polyaluminium silicate chloride coagulant at 50 ppm combined with ozonation and filtration process produce water with a pH of 6.95, total dissolved solid of 8.06 ppm with total reduction of 87.90% and the turbidity of 0 FAU with total reduction of 100%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62936
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Rizka Yandri
"Tujuan: Mengetahui pengaruh fotokoagulasi laser terhadap kadar Hypoxia-inducible Factor-1α (HIF-1α) vitreus dan kadar Intercellular Adhesive Molecule-1 (ICAM-1) vitreus pada Retinopati Diabetik Proliferatif.
Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak terbuka. Desain penelitian adalah uji klinis acak terbuka. Dua puluh dua mata dirandomisasi menjadi 2 kelompok, yaitu yang mendapatkan fotokoagulasi laser panretinal 1-2 minggu pre-vitrektomi dan kontrol. Kadar HIF-1α dan ICAM-1 dihitung menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Central macula thickness (CMT) diukur saat baseline, pre-vitrektomi, follow-up 2, 4, dan 12 minggu paska vitrektomi.
Hasil: Analisis hasil didapatkan rerata kadar HIF-1α vitreus (dalam ng/mL) pada kelompok kontrol dan fotokoagulasi laser masing-masing 0,152±0,015 dan 0,164±0,033 sedangkan kadar ICAM-1 vitreus(dalam ng/mL) adalah 17,840±14,140 dan 27,027±10,452. Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata kadar HIF-1α dan ICAM-1 vitreus serta CMT di setiap waktu follow up antara kedua kelompok. Terdapat korelasi antara kadar HIF-1α dan HbA1c (r=0,463, p=0,03). Pengukuran CMT pre-vitrektomi dan kadar HIF-1α vitreus pada penelitian ini mempunyai korelasi positif pada kedua kelompok (r = 0,447 dan r = 0,32).
Simpulan: Fotokoagulasi laser 1-2 minggu pre-vitrektomi tidak menyebabkan kadar HIF-1α dan ICAM-1 yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan laser. Kadar HIF-1α vitreus berkorelasi dengan tebalnya CMT, sedangkan kadar ICAM-1 vitreus tampak tidak berhubungan. Kontrol glikemik yang lebih buruk pada kelompok fotokoagulasi laser mempengaruhi hasil dari kadar HIF-1α maupun ICAM-1 vitreus.

Purpose: to determine the effect of pre-treatment of laser panretinal photocoagulation (PRP) before vitrectomy to Hypoxia-inducible Factor-1α (HIF-1α) and Intercellular Adhesive Molecule-1 (ICAM-1) in the vitreous fluid of patients with diabetic retinopathy proliferative.
Methods: This is post-test only randomized clinical trial open label study. Twenty two eyes were recruited, and 11 eyes had pre-treatment of PRP pre-vitrectomy and other 11 eyes were served as control. HIF-1α and ICAM-1 were measured by enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). At the beginning of PRP and just before vitrectomy (1-2 week after PRP), and at the time of follow-up of 2,4, and 12 week after vitrectomy, central macular thickness (CMT) was measured.
Results: Mean of HIF-1α(ng/mL) were 0,152±0,015 and 0,164±0,033in control and photocoagulation group, respectively. Mean of ICAM-1(ng/mL) were 17,840±14,140 and 27,027±10,452. There were no statistically significant differences in the comparison of both HIF-1α and ICAM-1 in each group and CMT at each time of follow up. The positive correlation between ICAM-1 in the vitreous body and HbA1c was clinically significant (r=0,463, p=0,03). The positive correlation between both level of HIF-Iα the vitreous body of both groups and CMT was found (r = 0,447 dan r = 0,32).
Conclusion: Laser photocoagulation 1-2 weeks before vitrectomy did not cause lower concentration of vitreous level of HIF-1α dan ICAM-1. Glycemic control status that worse in laser photocoagulation group could influence the level of HIF-1α and ICAM-1 vitreus.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Fathul Karamah
"Membran mikrofiltrasi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengolahan air bersih. Namun teknologi ini rentan terhadap pengotoran/fouling oleh partikel dalam air limbah yang berupa koloid yang mengakibatkan kinerja dan selektivitas dari membran dapat berkurang. Salah satu proses untuk mengurangi laju pengotoran dalam membran adalah proses koagulasi. Suhu dan pH merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses koagulasi. Variasi suhu yang dilakukan adalah suhu 30, 40 dan 50o C, sedangkan variasi pHnya adalah 5, 7 dan 9. Hasil menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk tahapan koagulasi yang diperoleh adalah pada suhu 40oC dan pH = 5. Dengan bantuan tahapan koagulasi ini maka hasil yang diperoleh dalam proses pengolahan air menggunakan teknologi membran diantaranya fluks permeat tertinggi yang diperoleh mencapai 0,0238 m 3/m2. Jam dan persen rejeksi untuk TDS sebesar 56,52 % sedangkan persen rejeksi untuk COD sebesar 38,9 %.

Microfiltration membrane are widely used in wastewater treatment. However, it is subjected to fouling that is caused by colloid particles in the wastewater. This fouling can affect the performance and selectivity of membrane. To reduce the fouling rate on membrane, pretreatment process is usually used, such as coagulation. Temperature and pH are two factors that affect the coagulation process. Variation of temperature is conducted at 30, 40 and 50oC, while the variation of pH is at 5, 7 and 9. The result shows that the optimum condition for coagulation process is at 40oC and pH of 5. With this coagulation process, the result of water treatment process using membrane technology reaches the highest performances with value of permeate flux is 0,0238 m 3/m2.hour and the % Rejection for TDS is 56,52 % and also % Rejection for COD is 38,9%."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tegar Budi Aguta
"Membran elektrolit padat berbahan selulosa asetat memiliki proses fabrikasi yang lebih ramah lingkungan dan dapat terdegradasi secara alami. Fokus dalam penelitian ini adalah proses fabrikasi separator baterai padat berbasis selulosa melalui metode pemisahan fase terinduksi nonsolvent (NIPS) dengan pelarut aseton dan non-pelarut air. Dalam penilitian ini akan diselidiki pengaruh variasi komposisi aseton dalam bak koagulasi, mulai dari 0%, 25%, 50% hingga 75%(v/v) terhadap morfologi serta performa membran. Pengujian yang dilakukan berupa uji tarik, porositas, rasio penyusutan, penyerapan elektrolit, sudut kontak, Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), dan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan menghasilkan kesimpulan bahwa peningkatan komposisi asetan dalam bak koagulasi meningkatkan terjadinya proses pemisahan, yang memicu peningkatan porositas, penyerapan elektrolit, hidrofisilitas, kemampuan pembasahan, dan konduktivitas ionik, namun menurunkan kekuatan tarik. Perubahan struktur yang terjadi akibat perubahan komposisi aseton dalam bak koagulasi dibuktikan dengan perubahan morfologi membrane melalui Scanning Electron Microscopy (SEM).

Solid electrolyte membranes made from cellulose acetate have a fabrication process that is more environmentally friendly and can be degraded naturally. The focus of this research is the fabrication process of cellulose-based solid battery separators through the nonsolvent induced phase separation (NIPS) method with acetone as solvent and water as non-solvent. This research will show the effect of variations in the composition of acetone in the coagulation bath, ranging from 0%, 25%, 50% to 75% (v/v) on the morphology and performance of the membrane. The tests carried out were tensile test, porosity, shrinkage ratio, electrolyte uptake, contact angle, Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), and Scanning Electron Microscopy (SEM) and resulted in the conclusion that the composition of the increased acetate in the coagulation bath enhances the demixing process, which increases porosity, electrolyte absorption, hydrophilicity, wetting ability, and ionic conductivity, but decreases tensile strength. Structural changes that occur due to changes in the composition of acetone in the coagulation bath are evidenced by changes in membrane morphology through Scanning Electron Microscopy (SEM)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zamilatul Azkiyah
"ABSTRAK
Intrakranial hemoragik merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan secara intensif. Intrakranial hemoragik dapat bersifat spontan dan dapat disebabkan oleh malformasi pembuluh darah, trauma atau karena penggunaan obat antikoagulan. Tujuan dari penelitian ini adalah menilai efektivitas penggunaan asam traneksamat dan vitamin K terhadap nilai PT dan APTT pada pasien intrakranial hemoragik. Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif, data diambil dari rekam medis pasien di instalasi rekam medis RSUP Fatmawati Jakarta pada Januari 2013 - Desember 2015. Kelompok pertama adalah pasien yang menerima asam traneksamat tunggal dan kelompok kedua adalah pasien yang menerima asam traneksamat dan vitamin K. Sejumlah 125 rekam medis dimasukkan kedalam kriteria inklusi. Analisis statistik menggunakan uji chisquare dan regresi logistik. Pasien yang menggunakan asam traneksamat 2,5 kali berpeluang memendekkan nilai APTT dan 1,2 kali berpeluang memendekkan nilai PT. Pasien yang menggunakan asam traneksamat dan vitamin K 2,7 kali berpeluang memendekkan nilai APTT dan 1,6 kali berpeluang memendekkan nilai PT. Penggunaan asam traneksamat berpeluang menyebabkan terjadinya pemendekan nilai APTT 6 kali setelah dikontrol oleh variabel rentang waktu pengukuran. Penggunaan asam traneksamat dan vitamin k berpeluang menyebabkan terjadinya pemendekan nilai APTT 7,5 kali setelah dikontrol oleh penyakit penyerta.

ABSTRACT
Intracranial hemorrhage is a life threatening condition, the outcome of which can be improved by intensive care. Intracranial hemorrhage may be spontaneous, precipitated by an underlying vascular malformation, induced by trauma, or related to therapeutic anticoagulation. The purpose of this study was to determine the PT and APTT scores in patient with intracranial hemorrhage that received tranexamic acid and vitamin K. This study used observational with cohort retrospective design. The research was conducted in the Installation Medical Records, data takes from patient rsquo s medical records admitted to RSUP Fatmawati Jakarta in January 2013 until Desember 2015.First group is patient who received tranexamic acid alone and the second group is patient who received tranexamic acid and vitamin K. A total of 125 medical records were included in the inclusion criteria. The statistical analysis of the chi square test showed that patient used tranexamic acid shorten the APTT scores 2,5 times and shorten the PT scores 1,2 times. Patients used tranexamic acid and vitamin K shorten the APTT scores 2,7 and 1,6 times. The use of tranexamic acid shorten the APTT scores 6 times after being controlled by the measurement times. The use of tranexamic acid and vitamin k cause shorten APTT scores 7.5 times after being controlled by the comorbidities."
2017
T49695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>