Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158702 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Wijaya
"ABSTRAK
Latar Belakang. Visual Evoked Potentials VEP digunakan untuk menilai jaras visual dari nervus optikus hingga korteks visual. Respon VEP normal terhadap stimulus adalah munculnya gelombang defleksi positif pada latensi sekitar 100 milidetik. Gelombang VEP dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisiologis dan non-fisiologis yang sebagian dapat dikontrol sebagian lagi tidak, sehingga diperlukan referensi nilai normal latensi dan amplitudo gelombang VEP untuk di setiap laboratorium.Metode. Studi ini dilakukan secara potong lintang pada 110 subyek sehat yang terdiri dari 55 subyek laki-laki dan 55 subyek perempuan berusia antara 18 hingga 55 tahun.Hasil. Pada perekaman dengan ukuran kotak 32 rsquo;, nilai batas atas latensi gelombang P100 pada adalah 117 milidetik pada laki-laki dan 119 milidetik pada perempuan. Nilai batas atas perbedaan latensi interokular pada perekaman dengan ukuran kotak yang sama adalah 10,96 milidetik untuk laki-laki dan 10,2 milidetik untuk perempuan. Tidak ada perbedaan bermakna antara latensi gelombang P100 pada kelompok laki-laki dan perempuan, tetapi terdapat perbedaan amplitudo P100 yang bermakna antara kelompok laki-laki dan perempuan.Kesimpulan. Pada penelitian ini, jenis kelamin mempengaruhi amplitudo gelombang P100 tetapi tidak mempengaruhi latensi. Kata kunci: Visual Evoked Potentials, P100, latensi, amplitudo

ABSTRACT
Background. Visual Evoked Potentials VEP are used to assess the visual pathways through the optic nerves and brain. A normal VEP response to a stimulus is a positive occipital peak that occurs at a mean latency of 100 ms. The value of VEP parameters can be affected by physiological and non physiological factors that some can be controlled, some others not. Thus, every laboratory need its own normative values.Methods. The study was a cross sectional study involving 110 normal healthy subjects consist of 55 males and 55 females which age ranging from 18 to 55.Results. Upper normal limit of P100 latencies values in recording at checker size of 32 rsquo are 117 ms in male and 119 ms in female. Upper normal limit of interocular latencies difference values in recording at checker size of 32 rsquo are 10,96 ms in male and 10,2 ms in female. No significant differences of P100 latencies between male and female but there is significant differences in amplitudes.Conclusions. In our population, gender is an important factor affecting P100 amplitudes but not P100 latencies. Keywords Visual Evoked Potensials, P100, latency, amplitude "
2016
T55591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rommel Aleddin
"ABSTRAK
Tujuan: Mengetahui perubahan nilai latensi dan amplitudo VEP pada berbagai tingkat tajam penglihatan subjektif. Metode: Dilakukan pengukuran nilai latensi dan amplitudo menggunaan pattern reversal visual evoked potential berdasarkan tajam penglihatan normal dan tajam penglihatan yang dilakukan induksi defocus sehingga menghasilkan visus 6/18, 6/30, dan 6/60 menggunakan checkerboard berukuran kecil dan besar. Hasil Terdapat pemanjangan nilai latensi dan penurunan nilai amplitudo pada kelompok pria dan wanita seiring dengan perburukan visus. Penggunaan checkerboard 18 min arc dan 48 min arc memberikan hasil yang paling mendekati nilai rujukan. Simpulan: Perbedaan nilai VEP berdasarkan jenis kelamin didapatkan pada nilai amplitudo, namun tidak pada nilai latensi.

ABSTRACT
Purpose To study changes in VEP latency and amplitude value according to various subjective visual acuity levels. Methods Latency and amplitude values were measured with pattern reversal visual evoked potential. Measurement was performed on normal visual acuity and defocus induced visual acuity to the value of 6 18, 6 30, and 6 60, using small and large sized checkerboard stimuli. Results Prolonged latency and decreased amplitude were found on both male and female subject groups, which corresponded with decreasing visual acuity levels. Usage of 18 min arc and 48 min arc sized checkerboards gave results approximating to reference value. Conclusions Difference in VEP value according to subjects 39 gender was found in amplitude, but not on latency."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Kartika Nursyahbani
"Latar belakang: Pemeriksaan Subjective Visual Vertical (SVV) dan Vestibular Evoked Myogenic Potential (VEMP) adalah pemeriksaan fungsi organ otolith yang dinilai cukup nyaman bagi usia lanjut karena dilakukan dalam posisi duduk. Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi antara nilai rerata SVV metode bucket dengan oVEMP dan cVEMP. Metode penelitian: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 41 subyek geriatri tanpa keluhan gangguan keseimbangan di poliklinik geriatri dan neurotologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Subyek menjalani pemeriksaan SVV metode bucket dan VEMP dengan stimulus tone burst pada intensitas 95 dB dan 100 dB. Hasil penelitian: Nilai median SVV adalah 1,8° (0,8°–3,8°). Rerata masa laten awal dan akhir oVEMP adalah 11,7±2,6 ms dan 16,5±3,8 ms. Rerata masa laten awal dan akhir cVEMP adalah 16,4±3,9 ms dan 25,0±4,2 ms. Terdapat korelasi antara pemeriksaan SVV dengan asimetri cVEMP pada intensitas 95 dB (r = 0,310; p = 0,049) dan 100 dB (r = 0,586; p = 0,001). Tidak ditemukan korelasi SVV dengan pemeriksaan oVEMP. Kesimpulan: Terdapat korelasi antara rerata SVV dengan cVEMP pada subyek geriatri tanpa keluhan gangguan keseimbangan.

Introduction: Subjective Visual Vertical (SVV) and Vestibular Evoked Myogenic Potential (VEMP) examinations evaluated otolith organ function which were considered comfortable for the elderly because they were carried out in a sitting position. This research aims to determine the correlation between the SVV value of the bucket method with oVEMP and cVEMP. Methods: A cross-sectional study on 41 geriatric subjects without complaints of balance disorders at the geriatrics and neurotology clinic at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Subjects underwent bucket method SVV and VEMP examinations with tone burst stimuli at 95 dB and 100 dB intensity. Results: The median SVV value was 1,8° (0,8°–3,8°). The mean n1 and p1 of oVEMP were 11,7 ± 2,6 ms and 16,5 ± 3,8 ms. The mean p1 and n1 of cVEMP were 16,4 ± 3,9 ms and 25,0 ± 4,2 ms. There was a correlation between SVV and cVEMP asymmetry at intensities of 95 dB (r = 0,310; p = 0,049) and 100 dB (r = 0,586; p = 0,001). No correlation was found between SVV and oVEMP examination. Conclusion: There was a correlation between the mean SVV value and cVEMP in geriatric subjects without complaints of balance disorders."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nieza Femini Rissa
"Latar Belakang: Pada lansia, gangguan fungsi pendengaran ditandai dengan berkurangnya sensitivitas pendengaran dan pemahaman tutur pada suasana bising. Hal tersebut akibat gangguan pada penerimaan informasi akustik dan kemampuan melokalisir sumber suara pada proses pendengaran sentral.
Tujuan: Mengetahui nilai rerata ambang dengar, Speech Reception Threshold(SRT), Speech Discrimination Score(SDS), signal-to-noise ratio(SNR) dari audiometri nada murni, audiometri tutur, tutur dalam bising dan korelasinya, serta pengaruh faktor usia, jenis kelamin dan sisi telinga.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, melibatkan 40 percontoh lansia di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. Percontoh yang memenuhi kriteria inklusi dilanjutkan dengan pemeriksaan audiometri tutur dan tutur dalam bising.
Hasil: Didapatkan nilai rerata ambang dengar sebesar 30,7±9,4dB, SRT50%33,2±12,0dB, SDS100%62,1±13,8dB pada audiometri tutur, SRT50%68,6±2,9dB, dan SDS100%83,7±6,6dB pada tutur dalam bising. Median SNRSRT50% -2,0dBSL(-7–14dBSL) dan SNRSDS100% 15,0(0–30dBSL). Terdapat korelasi sedang dan bermakna antara SRT50%(r=0,67) dan SDS100%(r=0,59) dengan audiometri nada murni(p<0,05). Selain itu, korelasi lemah(r=0,3) namun bermakna pada SRT50% dalam bising dengan audiometri nada murni (p<0,05). Didapatkan perbedaan bermakna pada SDS100% dan SNRSDS100% antar kelompok usia 60-69 dan 70-80 tahun(p<0,05).
Kesimpulan: Pemeriksaan audiometri nada murni, tutur dan tutur dalam bising sebaiknya menjadi pemeriksaan rutin pada lanjut usia, terutama yang mengalami gangguan pendengaran.

Background: In elderly, hearing impairment is characterized by reduced hearing sensitivity and speech recognition in noisy situations. 
Objectives: To determine the hearing threshold, SRT, SDS, and SNR from pure tone, speech and speech-in-noise audiometry and their respective correlation, also the influences of age, gender and ear side factors. 
Methods: A cross-sectional study involving 40 elderly samples in RSCM. Forty samples to meet the inclusion criteria were examined with speech audiometry and speech-in-noise audiometry. 
Results:  The mean hearing threshold is 30.7±9.4dB, SRT50% 33.2±12.0dB, SDS100% 62.1±13.8dB in speech audiometry and the SRT50% 68.6±2.9dB, and SDS100% 83.7±6.6dB in speech-in noise audiometry examination,. The median SNRSRT 50% in noise -2.0dBSL (-7 - 14dBSL) and SNRSDS100% in noise 15.0 (0-30 dB SL). There was moderate correlation between SRT50% (r=0.67) and SDS100% (r=0.59) with pure tone audiometry (p<0.05). In addition, a weak (r=0.3) but significant correlation was found at SRT50% in noise with pure tone audiometry (p<0.05). There were significant differences in SDS and SNRSDS in noise based on the age group (p<0.05). 
Conclusion: Examination of pure tone, speech and speech-in-noise audiometry should be a routine examination for the elderly, especially those with hearing loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta : Taman Budaya Yogyakarta , Yogyakarta : Taman Budaya Yogyakarta
050 VIA
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Rose, Gillian
London: SAGE, 2012
302.222 ROS v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rose, Gillian
London: Sage Publications, 2005
302.23 ROS v (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Corbeil, Jean Claude
Montreal: QA Internasional, 2004
R 031 Cor k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Meltiara
"Berdasarkan CPOB, produk parenteral harus terjamin kualitas dan keamanannya, terutama karena produk tersebut masuk dan berinteraksi langsung dengan jaringan dalam tubuh. Bila terdapat suatu kontaminan atau pengotor dalam produk, akan sangat membahayakan keselamatan pasien. Industri farmasi harus mempertimbangkan dan mengkaji berbagai potensi sumber partikulat, metode analitik yang tepat untuk memantaunya, dan strategi mitigasi untuk mencegah keberadaannya dalam produk akhir. Salah satu cara PT. Kalbio Global Medika menjamin produk bersih dari pengotor adalah melalui sejumlah pengujian pasca produksi. Salah satu pengujian awal sebelum produk jadi diedarkan yang paling sederhana adalah dengan melakukan manual inspeksi oleh operator dengan mendeteksi pengotor yang dapat terlihat. Divisi Quality Assurance memastikan bahwa standard kit terkualifikasi melalui Knapp Test dengan menentukan masing-masing produk ke dalam 3 zona (hitam, abu-abu dan putih) dimana produk dengan zona putih dan abu-abu dapat digunakan dalam test kit. Dari 3 batch (300 produk) dalam standard kit, didapatkan hasil 9 produk termasuk dalam zona hitam, 17 produk termasuk dalam zona abu-abu dan 274 produk termasuk dalam zona putih.

Based on CPOB, the quality and safety of parenteral products must be guaranteed, especially because these products enter and interact directly with tissues in the body. If there is a contaminant or impurity in the product, it will seriously endanger patient safety. The pharmaceutical industry must consider and assess the various potential sources of particulates, appropriate analytical methods to monitor them, and mitigation strategies to prevent their presence in the final product. PT. Kalbio Global Medika guarantees that products are free from impurities through a number of post-production tests. One of the simplest initial tests before the finished product is distributed is to carry out a manual visual inspection by the qualified operator to detect visible impurities. The Quality Assurance Division ensures that standard kits are qualified through the Knapp Test by determining each product into 3 zones (black, gray and white) where products with white and gray zones can be used in test kits. From the 3 batches (300 products) in the standard kit, the results showed that 9 products were included in the black zone, 17 products were included in the gray zone and 274 products were included in the white zone."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vadapalani: SSi Press, Tt
R 005.118 VIS
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>