Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84740 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edward Wongso
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai permasalahan sertipikat ganda atas suatu bidang tanah. Seperti kedudukan hukum dari para pihak dan penyelesaian sengketa yang dilakukan para pihak. Beberapa sengketa mengenai sertipikat ganda sering terjadi. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor yang belum mendukung sistem administrasi di Indonesia. Bahkan penyelesaian sengketa tersebut lewat pengadilan terkadang belum memberikan solusi apapun. Seperti hal nya kasus yang dibahas penulis yaitu Putusan MA No. 1502k/ Pdt/ 2013. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, dengan menggunakan metode eksplanatoris. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebenarnya, pihak penggugatlah yang seharusnya menang dalam perkara di Pengadilan dikarenakan semua fakta-fakta hukum mengenai kepemilikan tanah tersebut lebih kuat. Hakim seharusnya mempertimbangkan fakta-fakta hukum daripada sebaliknya mempermasalahkan kewenangan dalam menangani sengketa tersebut, Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini harus ikut bertanggung jawab dalam menyelesaikan perkara ini.

ABSTRACT
This thesis discusses the problem of multiple certificates on a plot. As the legal position of the parties and the dispute settlement done by the parties. Disputes regarding double certificates often occur on any land issues. This is due to several factors that do not support administration system in Indonesia. Even the dispute resolution through the courts sometimes do not provide any solution. Consequently, many of the rights of someone who is lost. This research was conducted by the research literature normative, using explanatory. The plaintiff should have won the case in court because all the facts of the law on land ownership is stronger. The judge should consider the facts of law than concerned authority in dealing with the dispute, the National Land Agency in this regard must take responsibility in resolving this matter."
2017
T46931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Israviza Notaria
"

Salah satu akibat hukum dari perkawinan berdasarkan KUHPerdata adalah terciptanya harta percampuran bulat/harta bersama antara suami dan istri secara otomatis sejak ikatan perkawinan terjadi. Salah satu cara bagi seseorang mengalihkan haknya secara hukum adalah dengan dihibahkan kepada seseorang yang dikehendakinya dengan membuat akta hibah dihadapan PPAT untuk barang-barang tidak bergerak seperti tanah. Pelaksanaan atas pemberian hibah dapat menimbulkan sengketa, terutama menyangkut pembagian harta warisan yang ditinggalkan. Oleh karena itu, pemberian hibah kepada pihak lain tidak boleh melanggar dan merugikan bagian ahli waris menurut undang-undang, karena ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) yang sama sekali tidak dapat dilanggar bagiannya. Maka, para ahli waris memiliki suatu hak khusus yaitu hak hereditatis petitio dimana tiap-tiap ahli waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum akta hibah yang dibuat PPAT yang objeknya harta warisan yang belum dibagi dan bagaimana akibat hukum akta hibah yang objeknya harta warisan yang belum dibagi waris dan melebihi legitieme portie. Melalui penelitian yuridis normatif dan bersifat analitis preskriptif ini, penulis dengan menggunakan data sekunder berusaha menganalisis kedudukan akta hibah dan memberikan solusi serta saran atas pembagian harta warisan dengan dibatalkannya akta hibah tersebut. Simpulannya, kedudukan akta hibah yang dibuat oleh PPAT adalah cacat secara hukum karena tidak terpenuhinya syarat fomil dan syarat materil sehingga dibatalkan oleh hakim yang mengakibatkan batal demi hukum dan atas pembatalan akta hibah tersebut maka perhitungan pembagian waris seharusnya berdasarkan ahli waris golongan I. 


One of the legal consequences of marriage according to the Civil Code is the creation of a mixed property/joint property between a husband and a wife which occurred automatically since the marriage bond takes place. One way for a person to legally transferred their rights is by granting it to another person based on their will through a grant deed in front of the PPAT for immovable goods such as land. However, the implementation of giving grants can lead to disputes particularly regarding the distriburion of inheritance of the deceased. Therefore, giving grants to another party should not infringed and harm the portion of the heirs by law since each one of them has a legitieme portie rights that cannot be excluded by any means. Thus, the heirs also have a special rights namely hereditatis petitio where each heir is entitled to file a lawsuit to claim their inheritance. The main problem in this research is how is the legal position of grant deed made by PPAT which object of inheritance has not been distributed and how is the legal consequences of grant deed made by PPAT which object of inheritance has not been distributed and exceeding the legitieme portie. Through a normative legal research particulary prescriptive research, the writer using secondary materials to analyze the position of grant deed and to find a solution to the distribution of inheritance by the cancellation of grant deed. In conclusion, the position of the grant deed made by PPAT is legally flawed due to the non-fulfillment of formal and material conditions, therefore, it is canceled by the judge which results in null and void and for the cancellation of the grant deed, the calculation of inheritance should be based on heirs of group I.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katrine Novia
"PPAT dalam menjalankan jabatannya seharusnya bekerja dengan penuh tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak dalam proses pemecahan sertipikat hak atas tanah. PPAT juga harus bertanggung jawab atas akta autentik yang dibuatnya, yaitu salah satunya Akta Pembagian Hak Bersama dan Akta Jual Beli. Salah satu permasalahan yang ditemui terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 990 PK/PDT/2020 dimana adanya keterlibatan PPAT dalam proses pemecahan sertipikat dan pembuatan akta autentik. Hal ini menimbulkan permasalahan dimana PPAT melakukan perbuatan melawan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya dimana dalam Akta Pembagian Hak Bersama tanda tangan para pemilik sertipikat hak atas tanah dipalsukan oleh penghadap yang datang sehingga menimbulkan suatu perbuatan hukum bersama-sama dengan salah satu pemilik sertipikat hak atas tanah. Atas permasalahan tersebut, dalam penelitian ini akan menganalisis mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam proses pemecahan sertipikat hak milik yang dilanjutkan dengan akta pembagian hak bersama dan akta jual beli dan akibat hukum jika akta pembagian hak bersama sebagai dokumen rujukan tidak ditandatangan oleh seluruh ahli waris dalam proses pemecahan sertipikat hak milik. Penelitian ini mengunakan metode penelitian doktrinal yang ditinjau dari sudut sifatnya merupakan penelitian deskriptif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa PPAT bertanggung jawab secara pidana, perdata dan administratif serta dalam proses pemecahan sertipikat hak atas tanah PPAT TN bertanggung jawab sebatas kuasa untuk melakukan pengurusan ke Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional dan akibat hukum yang ditimbulkan bahwa Akta Pembagian Hak Bersama dapat dibatalkan dengan dasar penyimpangan syarat formil tata cara pembuatan akta autentik dan Akta Jual Beli dapat dibatalkan dengan dasar adanya penyimpangan dalam pembuatan akta autentik serta pembeli NA tidak termasuk dalam kriteria pembeli yang beritikad baik.

Land Deeds Officials in its position should work responsibilty, independently, honestly and impartially in the process of splitting freehold title. Also Land Deeds Officials must be responsible for the authentic deeds, namely the Deed of Sharing of Shared Rights and the Deed of Sale and Purchase. The problems is found in the Supreme Court Decision Number 990 PK/PDT/2020 where there is involvement of Land Deeds Officials in the process of splitting freehold title and authentic deeds. This raises problem where the Land Deeds Officials commits an unlawful act against the authentic deed he made where in the Deed of Sharing of Joint Rights the signatures of the owners of the freehold title are falsified by one of the owners who come to sign, causing a legal action. This study will analyze the responsibilities of the Land Deed Official in the process of splitting freehold title followed by the deed of sharing of joint rights and the deed of sale and purchase and the legal consequences if the deed of sharing of joint rights as a reference document is not signed by all the heirs in the process of splitting freehold title. This research uses doctrinal research method which in terms of its nature is descriptive research. The results shows Land Deeds Officials is liable criminally, civilly and administratively and in the process of splitting freehold title, Land Deeds Officials TN is only responsible as power to go to the Land Office and the resulting legal consequences that the Deed of Sharing of Shared Rights can be canceled on the basis of deviation from the formal requirements of the procedure for making an authentic deed and the Deed of Sale and Purchase can be canceled on the basis of irregularities in making an authentic deed and the buyer is not included in the criteria for a good faith buyer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najiana Daroini
"Dalam penelitian ini dibahas tentang akta jual beli PPAT yang menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dimana dalam konteks tersebut PPAT menjadi pihak berperkara di pengadilan baik yang disebabkan oleh akta yang dibuatnya maupun perselisihan para pihak terkait akta itu sendiri. Oleh karena itu permasalahan pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah suatu penyangkalan para pihak dalam akta jual beli yang dibuat oleh PPAT sehingga menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan serta pertanggungjawaban PPAT terhadap pihak-pihak yang dirugikan atas akta yang dibuatnya. Untuk dapat menjelaskan permasalahan pokok dari penelitian ini maka dipergunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dari analisis yang dilakukan secara kualitatif diketahui bahwa PPAT yang membuat akta jual beli dalam kasus tersebut tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembuatan akta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga berakibat merugikan Penggugat sebagai pemegang hak atas tanah yang menjadi objek perkara. Dengan demikian PPAT harus mempertanggung jawabkannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Sehingga akta dibuat sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat memberikan perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi para pihak.

The research discusses the sale and purchase deed made by the Land Deed Official (PPAT) to execute land transfer, which is the cause of the land dispute in the Decision of South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. In the case, PPAT deeds as the defendant due to the misrepresented deed led to the dispute. The main issue raised in this research is a claim from the plaintiffs about the sale and purchase deed made by defendant result in the loss and damages as well as the PPAT’s responsibility to the party for the deed it made. To be able to explain the main problem of this research, a normative juridical research method is used through a statute analysis and a case analysis based on the Decision of the South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. From those analysis, it is determined that the defendant (PPAT) has violated the rules for making enforcable deeds as stipulated in the statutory regulations, which resulted in plaintiffs loss and damages.. Thus, the defendant (PPAT) must be responsible for remidies and charges of administrative, civil and criminal provisions. In conclusion the deed has to be made in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations to provide legal protection and legal certainty for all parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Dede Murry Anto
"emerintah menerapkan pembatasan terhadap kepemilikan tanah di Indonesia. Pembatasan tersebut dikenakan kepada Warga Negara Asing yang berkaitan dengan hak atas tanah yang dapat dimiliki. Untuk dapat menghindari pembatasan itu, Warga Negara Asing biasanya meminjam nama Warga Negara Indonesia untuk melakukan perbuatan hukum atas tanah. Pinjam nama ini biasa dituangkan dalam suatu perjanjian dengan nama perjanjian nominee. Untuk lebih menguatkan perjanjian nominee, maka dilibatkanlah Notaris dalam pembuatannya. Berdasarkan ketentuan pada buku III KUHPerdata, perjanjian nominee dimungkinkan sepanjang memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Berhubung pengaturan mengenai perjanjian nominee ini belum ada di Indonesia, perjanjian jenis ini cenderung digunakan dengan maksud untuk menyeludupkan hukum. Yang menjadi pertanyaan kemudian bagaimanakah keberadaan perjanjian nominee ini ditinjau dari peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia, serta bagaimana pertanggung-jawaban Notaris yang terkait dalam pembuatan perjanjian nominee. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis dan data yang digunakan merupakan data sekunder. Perjanjian nominee yang dibuat oleh Notaris, selain melanggar ketentuan yang mengatur diri Notaris itu sendiri (UUJN dan Kode Etik Notaris) juga sangat mungkin melanggar ketentuan hukum lainnya yang berlaku di Indonesia (ketentuan hukum pertanahan, ketentuan hukum perdata, ketentuan hukum pidana dan ketentuan hukum administrasi), sehingga Notaris dapat dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut.

The government applies restrictions on land ownership in Indonesia. These restrictions are imposed to foreign nationals regarding interest in land that can be owned. To avoid such restrictions, foreign nationals are normally borrowing the names of an Indonesian citizen to carry out legal acts on land. These names borrow are normally poured into an agreement termed as the Nominee agreement. To further affirm the Nominee agreement, a Notary would be involved on its arrangements. Based upon the provisions in the Book III of the Indonesian Civil Code, the Nominee agreement is allowed as long as it complies with the legal requirements of an agreement. Since no regulation over this Nominee agreements have yet been issued in Indonesia, at many times this kind of agreement tend to be used with intent to deviate the law. The question afterwards is on how then this Nominee agreement should be viewed from any other applied regulations in Indonesia, and how is the accountability of the Notary in regards to the arrangement of the Nominee agreement. This research is a normative juridical research, are analytically descriptive and the data being used is a secondary data. The Nominee agreement of which commissioned by Notaries, besides violating the rules which govern the Notary itself (UUJN and Notary Ethics Code) are also very likely to violates other legal provisions applied in Indonesia (land law provisions, civil law provisions, criminal law provisions and administrative law provisions), thereby the Notary could be sanctioned according to those provisions.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkita Widya Murwani
"Akta Notaris di dalam UUJN didefinisikan sebagai akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN. Notaris dalam melaksanakan jabatannya, termasuk membuat akta autentik tersebut, harus dapat bersikap profesional dan mematuhi peraturan yang berlaku, dimana peraturan yang harus dijadikan pedoman oleh Notaris adalah UUJN serta Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia. Maka dari itu, Notaris harus bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya, baik secara hukum maupun moral. Apabila di kemudian hari akta yang dibuatnya ternyata mengandung cacat hukum, maka perlu ditelaah kembali apakah kecacatan tersebut merupakan kesalahan Notaris, atau kesalahan pihak yang tidak memberikan dokumen dan/atau keterangan yang sebenarnya dalam proses pembuatan akta tersebut. Akibat dari kelalaian Notaris dalam membuat akta autentik sesuai dengan peraturan yang berlaku, acapkali akta tersebut dipermasalahkan di pengadilan, sehingga berakibat pada degradasi dalam kekuatan pembuktian akta tersebut, yang berarti bahwa akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian yang setara dengan akta yang dibuat di bawah tangan, atau bahkan dapat menjadi batal demi hukum. Salah satu permasalahan yang diangkat adalah akta Pelepasan Hak yang dibuat oleh seorang Notaris, dimana landasan yang digunakan untuk membuat akta dipertanyakan kebenarannya, dan menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Objek dari akta tersebut merupakan tanah yang pemiliknya berdasarkan akta tersebut, melepaskan haknya kepada pihak lain. Namun, pada saat tanah hendak dijual oleh pemilik tersebut dan dilakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional, diketahui bahwa tanah tersebut telah beralih kepemilikannya berdasarkan akta tersebut, yang ternyata pemilik merasa tidak pernah menandatangani aktanya. Kasus tersebut kemudian diangkat ke pengadilan setempat hingga ke tingkat kasasi. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menelaah sejauh mana tanggung jawab seorang Notaris dalam pembuatan akta, serta mengungkap prosedur yang paling efisien yang dapat ditempuh oleh pemilik sah objek. Metode penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan secara yuridis normatif diaplikasikan dalam rangka melakukan peninjauan dari segi hukum yang berlaku di Indonesia, baik tertulis maupun tidak tertulis, untuk menjawab permasalahan, yang didukung dengan teori lainnya, atau dengan kata lain sumber sekunder. Adapun dirasa bahwa dalam permasalahan ini, dapat dicegah dengan kehati-hatian Notaris sesuai dengan kewajibannya, serta adanya integrasi antara basis data pada sistem Peradilan umum dengan basis data pada lembaga lainnya di Indonesia.

Notarial Deed under UUJN is defined as an authentic deed made by or before a Notary in a form specified under UUJN. In the commencement of their duty that includes creating authentic deeds, a Notary shall act professionally with due observance to governing law, which consists of UUJN and the Code of Notary. Respectively, a Notary shall be held responsible of their deeds, legally and morally. Shall there be found any legal flaws in the aforementioned deed, it is deemed necessary to determine whether the error is created by the Notary or any other party that did not provide the true copy of documents required in this matter. In effect of the negligence of the Notary in drafting an authentic deed subject to governing law, it is common for the deed to be brought as a case in a court, causing a degradation in the power of authentication of the deed, or even for the deed to be claimed null and void. In other words, the aforementioned deed has the same level of power of authentication as a private deed. One of the issues raised is the creation of a Deed of Relinquishment of Rights on land by a Notary, in which are made based on a reserved (counterfeited) documents and resulted in loss for certain parties. The object of the deed is a land whose owner relinquished their right to other party. However, when the owner meant to sell the object and commenced data verification to the National Land Agency, it is revealed that the right of the object has been transferred to another party based on the aforementioned deed, in which the owner claims to never have signed. The case then was brought to the court up to the appeal of the supreme court. The purpose of this research is to examine the length of the responsibility of the Notary in creating the deed, and also to reveal the most efficient resort that could be made by the owner in order to sell the land. A normative juridical approach is applied in this research as a method in order to conduct a legal review of the governing law, both written and unwritten, of Indonesia, to overcome the issues, supported by other theories (secondary source of theory). The issue of negligence could have been prevented by prudential of the Notary as required by the law, as well as an integration among database of the general judicative system and other institutions in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachma Anindita Larasati
"Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan dengan cara jual beli. Dalam proses jual beli diperlukan akta autentik sebagaialat bukti untuk mewujudkan kepastian hukum terhadap peralihan hak atas tanah. Dalam hal ini yang berwenang untuk membuat akta autentik adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). PPAT memiliki tugas pokok untuk membuat akta autentik di bidang pertanahan, salah satunya adalah akta jual beli. Proses pembuatan akta jual beli harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Salah satu syarat dalam pembuatan akta jual beli adalah penyerahan sertipikat asli hak atas tanah kepada PPAT untuk dilakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan setempat. Jika syarat untuk pembuatan akta jual beli belum terpenuhi tetapi PPAT telah membuat akta jualbelidanmenyerahkan lembar salinan akta jual beli kepada para pihak, maka akta tersebut dapat dibatalkan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka masalah yang diteliti adalah terkait prosedur penyerahan salinan akta jual beli yang dilakukan oleh PPAT serta proseduruntuk mengubah akta jual beli yang dapat dilakukan oleh PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif. Hasil dari penelitianini adalah PPAT tidak melakukan pengecekan terhadap sertipikat asli hak atas tanah. Jika sertipikat asli hak atas tanah tidak diserahkan, maka PPAT tidak dapat membuat akta jual beli. Dengan tidak dapat dibuatnya akta jual beli, maka PPAT tidak dapat mengeluarkan lembar salinan akta jual beli kepada para pihak. Proses untuk mengubah akta yang dapat dilakukan oleh PPAT adalah dengan melakukan perubahan atau renvoi.Renvoi dilakukan pada saat akta belum ditandatangani. Jika akta telah ditandatangani, maka notaris berwenang melakukan pembetulan terhadap akta tersebut.

The transfer of land rights can be done by buying and selling. In the buying and selling process, authentic certificates are neededas evidence to realize legal certainty regarding the transfer of land rights. In this case the authorized person to make an authentic deed is the Official Certifier of Land Deed(PPAT). PPAT has the main task of making authentic certificates in the land sector, one of which is a sale and purchase deed. The process of making a sale and purchase deed must meet the conditions that have been determined. One of the requirements in making a sale and purchase deed is the submission of the original certificate of land rights to the PPAT to be checked at the local Land Office. If the conditions for making a sale and purchase deed have not been fulfilled but the PPAT has made a sale and purchase deed and submitted a copy of the sale and purchase deed to the parties, then the deed can be canceled. Based on the explanation, the problem studied was related to the procedure for submitting a copy of the sale and purchase deed carried out by PPAT and the procedureto change the sale and purchase deed that could be done by PPAT. This study uses juridical-normative research methods. The result of this research is that PPAT does not check the original certificate of land rights. If the original certificate of land rights is not submitted, PPAT cannot make a sale and purchase deed. By not being able to make a sale and purchase deed, PPAT cannot issue a copy of the sale and purchase deed to the parties. The process to change the deed that can be done by PPAT is to make changes or renvoi. Renvoi is done when the deed has not been signed. If the deed has been signed, the notary is authorized to make corrections to the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellatric Andini Putri
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembuatan akta hibah oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang digugat oleh para ahli waris dari si penghibah setelah si penghibah meninggal dunia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah keabsahan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah dan pertanggungjawaban Camat sebagai PPATS terkait pembatalan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksploratif dengan meneliti data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan hibah bagi umat muslim wajib mengikuti ketentuan berupa rukun dan syarat hibah yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, termasuk ketentuan mengenai batas maksimum pelaksanaan hibah sebesar 1/3 (sepertiga) bagian harta benda si penghibah. Tidak dibenarkan bagi seorang penghibah untuk menyerahkan seluruh harta kekayaannya. Hal ini dikarenakan walaupun hibah dilakukan saat hidup, penghibah harus memperhatikan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan saat ia meninggal. Tidak hanya berdampak bagi pemberi hibah, hibah juga akan berdampak pada eksistensi ahli waris dan perhitungan harta warisan. Haram hukumnya apabila hibah yang dilakukan merugikan hak-hak atau bagian yang seharusnya didapatkan oleh ahli waris. Dengan demikian, pemberian hibah yang melanggar ketentuan Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, berarti hibah tersebut telah melanggar syarat objektif perjanjian serta melanggar syarat seorang penghibah sebagaimana ditentukan dalam Hukum Islam sehingga hibah batal demi hukum. Dengan demikian, PPATS yang membuat akta hibah tersebut dapat bertanggung jawab secara administratif dan perdata. Adapun tanggung jawab PPATS secara administratif ialah berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat, sedangkan secara perdata ialah PPATS dapat dimintakan ganti kerugian. Selain itu, tanggung jawab Camat yang juga merupakan PNS dapat diberikan Hukuman Disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis atau pernyataan tidak puas secara tertulis.

The background of this research is the making of a grant deed by the sub-district head as Temporary Land Deeds Official (PPATS) which was sued by the heirs of the grantor after the grantor died. The problems studied in this research are the validity of the grant deed that exceeds the maximum grant limit and how is the responsibility of the sub-district head as PPATS regarding the cancellation of the grant deed that exceeds the maximum grant limit. The research was conducted using doctrinal research with an analytical exploratory research typology by examining secondary data, which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the study show that the implementation of grants for Muslims must follow the provisions in the form of pillars and conditions for grants that have been determined in the Compilation of Islamic Law, including provisions regarding the maximum limit for the implementation of grants of 1/3 (one third) of the grantor's assets. It is not permissible for a benefactor to give up all of his wealth. This is because even though the grant was made while alive, the donor must pay attention to the welfare of the family left behind when he dies. Not only has an impact on the grantor, the grant will also have an impact on the existence of heirs and the calculation of inheritance. It is unlawful if the grant made harms the rights or portion that should be obtained by the heirs. Thus, giving a gift that violates the provisions of Article 210 paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law means that the grant has violated the terms of the purpose of the agreement and violated the conditions of a donor as stipulated in Islamic Law so that the grant is null and void. Thus, the PPATS who made the grant deed can be responsible administratively and civilly. Administratively, PPATS' responsibilities are in the form of written warning, temporary dismissal, respectful dismissal, or dishonorable discharge, while civilly, PPATS can be asked for compensation. In addition, the responsibilities of the sub-district head, who is also a civil servant, can be given disciplinary punishment in the form of an oral warning, a written warning, or a written statement of dissatisfaction."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarah Meiriska Dewi
"Tanggung jawab melekat pada setiap individu untuk melakukan semua tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Dalam Perbankan Syariah, akta akad yang dibuat Notaris dapat dikatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat sah serta tidak melanggar ketentuan syariah seperti gharar, riba, maisir, haram, atau zalim. Pada praktiknya masih terdapat penyimpangan tanggung jawab sehingga berakibat akta akad menjadi fasakh dan membawa kerugian bagi salah satu pihak. Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 401 K/Ag/2020 terbukti Notaris (Tergugat II) dengan Bank (Tergugat I), bersama-sama telah mengubah isi dan halaman Akta Akad Murabahah secara sepihak. Melalui penelitian doktrinal dengan jenis data sekunder, bentuk data dengan dokumen dan wawancara sehingga dihasilkan tanggung jawab Notaris tidak hanya secara formil mengenai isi dan bentuk akta, namun Notaris juga bertanggung jawab secara materil memberikan penyuluhan hukum pada para pihak dalam setiap tahapan Akta Akad Murabahah. Notaris yang melanggar dapat dikenakan denda, sanksi, hingga hukuman penjara. Secara Perdata melalui gugatan pada Pengadilan Agama, Pidana melalui pelaporan ke Kepolisian dan pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Negeri, atau secara Administratif oleh Majelis Pengawas. Notaris wajib memperhatikan unsur syariah pada setiap akta yang dibuatnya agar terhindar dari fasakh, dan Hakim wajib menguasai Hukum Ekonomi Syariah terutama pada Perbankan Syariah agar memberikan putusan yang adil.

Responsibility is attached to each individual to carry out all their duties and obligations seriously. In Islamic Banking, a contract deed made by a Notary can be said to be valid if it fulfills the legal pillars and conditions and does not violate sharia provisions such as gharar, usury, maisir, haram, or zalim. In practice, there are still irregularities in responsibility that result in the deed of contract becoming fasakh and bringing losses to one of the parties. In the Supreme Court Decision Number 401 K/Ag/2020, it was proven that the Notary (Defendant II) and the Bank (Defendant I) had jointly changed the contents and pages of the Murabahah Deed unilaterally. Through doctrinal research with secondary data types, the form of data with documents and interviews so that the resulting Notary's responsibility is not only formally regarding the content and form of the deed, but the Notary is also materially responsible for providing legal counseling to the parties at every stage of the Murabahah Deed. Notaries who violate can be subject to fines, sanctions, and imprisonment. Civilly through a lawsuit at the Religious Court, Criminally through reporting to the Police and the authorized court is the District Court, or Administratively by the Supervisory Panel of Notary. Notaries are obliged to pay attention to sharia elements in every deed they make in order to avoid fasakh, and Judges are obliged to master Sharia Economic Law, especially in Sharia Banking in order to provide fair decisions. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levy Maulana Muhammad
"Proses pelepasan hak atas tanah sering memunculkan konflik yang dapat memicu terjadinya sengketa di bidang pertanahan. Kasus yang memunculkan sengketa berkaitan dengan proses pelepasan hak atas tanah ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor 27/Pdt.G/2019/PN.Srg. Untuk itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai peran dan tanggung jawab notaris atas pembuatan akta pelepasan hak atas tanah yang tidak sesuai dengan kebenaran materiil dan analisis terhadap pertimbangan hakim dalam Putusan. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif di mana bahan-bahan hukum yang diteliti, dikumpulkan melalui studi kepustakaan, dan dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis terhadap bahan-bahan hukum tersebut dapat dinyatakan bahwa notaris bisa membuat akta pelepasan hak atas tanah yang dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Sementara itu tanggung jawab notaris terhadap akta pelepasan hak atas tanah yang dibuatnya hanya sebatas pada apa yang diketahui dan disaksikan berdasarkan surat- surat dan keterangan para penghadap pada saat akta dibuat. Adapun pertimbangan hakim dalam Putusan a quo yang menolak permohonan ganti rugi terkait pelepasan hak atas tanah tidak memenuhi rasa keadilan karena akta pelepasan hak atas tanah yang dijadikan sebagai dasar permohonan penerbitan sertipikat hak pengelolaan dalam kasus tersebut, semestinya batal demi hukum. 

The process of relinquishment of land rights has created a potential conflict that can trigger disputes in the land sector. The case that related to the process of relinquishment of land rights was found in the Serang District Court’s Verdict Number 27/Pdt.G/2019/PN.Srg. The issues raised in this study are regarding the roles and responsibilities of a notary for making a deed of release of land rights that are not compatible with the material truth and also about the analysis of the judge's considerations in the a quo verdict. This research’s form is a juridical-normative which is the legal materials studied are collected through library research, and analyzed qualitatively. As the results of an analysis of these legal materials, it can be stated that a notary can make a deed of relinquishment of land rights in accordance with applicable regulations. Meanwhile, the notary's responsibility for the deed of release of land rights that he made was limited to what was known and witnessed based on the letters and statements of the appearers at the time the deed was drawn up. The judge's consideration in the a quo verdict which rejected the application for compensation related to the relinquishment of land rights did not fulfill a sense of justice because the deed of relinquishment of land rights which was used as the basis of the application for the issuance of certificates of management rights in that case, should have been null and void by law. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>