Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153452 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sophika Umaya
"Homeostasis protein berperan penting dalam memperlambat proses malnutrisi dan dalam mempertahankan massa bebas lemak pasien kanker. Kehilangan signifikan massa bebas lemak terutama massa otot skelet akan mengurangi mobilitas fisik, kapasitas fungsional, dan skor kualitas hidup pasien kanker. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara asupan protein dengan massa bebas lemak dan kapasitas fungsional pada pasien kanker paru di poli onkologi RS Persahabatan Jakarta. Didapatkan 52 subjek laki-laki dengan rerata usia 55,63 6,77 tahun. Jenis dan stadium kanker yang terbanyak ditemukan adalah adenokarsinoma 63,5, stadium IV 65,4. Status nutrisi kurang berdasarkan IMT ditemui pada 21,2 subjek, dan berdasarkan kadar albumin serum didapatkan 30,8 subjek dengan hipoalbuminemia. Lebih dari 50 subjek dengan asupan energi dan protein dibawah rekomendasi asupan untuk pasien kanker. Pada pemeriksaan komposisi tubuh didapatkan rerata massa bebas lemak 47,20 6,28 kg, dengan 48,1 indeks massa bebas lemak rendah, massa otot rerata 44,74 5,98 kg dengan 40,4 massa otot tergolong kurang. Nilai kapasitas fungsional skala Karnofsky.

The homeostasis of protein plays an important role in decreasing the process of malnutrition and in maintaining fat free mass in cancer patients. The significant loss of fat free mass, especially skeletal muscle mass could decrease physical activity, functional capacity, and quality of life of cancer patients. This was a cross sectional study aimed to investigate the correlation of protein intake, fat free mass and functional capacity in lung cancer patients in the Oncology Unit of Persahabatan Hospital Jakarta. Obtained 52 male subjects with a mean age of 55,63 6,77 years old. The most cancers type were adenocarcinoma 63,5 and most of subjects were at stage IV 65,4 . Nutritional status of the subjects 21,2 were in undernutrition based on body mass index parameter, and 30,8 of the subjects were in hypoalbuminemia. More than 50 of the subjects had low energy and protein intake. The mean of fat free mass was at 47,20 6,28 kg, that 48,1 of fat free mass index were in low categorized, and 40,4 of muscle mass were also in small categorized, that the mean was at 44,74 5,98 kg. Functional capacity Karnofsky scale of the subjects 26,9 showed less than 70. The data showed that the subjects had nutrition problems. This study showed positive and significant correlations between protein intake with fat free mass index r 0,379, p "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Krisna Yunda
"Malnutrisi dan Tuberkulosis (TB) memiliki hubungan bidireksional, dimana saling berinteraksi satu sama lain. Pada kondisi infeksi kronis, terjadi ketidakseimbangan antara pemecahan protein dan sintesis protein yang ditandai dengan menurunnya massa bebas lemak. Malnutrisi juga menyebabkan atrofi timus sehingga terjadi penurunan proliferasi limfosit. Kondisi malnutrisi pada pasien TB akan menurunkan kualitas hidup. Kualitas hidup yang baik akan meningkatkan keberhasilan pengobatan, menurunkan mortalitas dan morbiditas. Short Form-36 (SF-36) merupakan kuesioner untuk menilai kualitas hidup yang dapat menilai 2 komponen yaitu komponen fisik (PCS) dan mental (MCS).  Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk menilai hubungan asupan protein, massa bebas lemak dan hitung limfosit total dengan kualitas hidup pada pasien TB paru fase intensif di 12 puskesmas yang dipilih secara random di Kota Pekanbaru, Riau. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling, dan didapatkan 72 subjek yang memenuhi kriteria penelitian. Hasil penelitian didapatkan nilai tengah usia adalah 33 tahun dengan usia terendah 18 tahun dan tertinggi 59 tahun. Sebanyak 56,9% subjek adalah laki-laki, sebagian besar berpendidikan menengah dengan pendapatan kurang, perokok aktif dan dengan status gizi kurang (underweight). Sebanyak 59,7% subjek memiliki asupan protein yang kurang, 86,1% dengan massa bebas lemak yang rendah, dan 88,9% subjek memiliki hitung limfosit yang normal. Sebagian besar subjek memiliki kualitas hidup PCS dan MCS yang baik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi dengan kekuatan lemah yang bermakna secara statistik antara massa bebas lemak dengan PCS (r = 0,239, p = 0,044), sedangkan asupan protein dan hitung limfosit total tidak ditemukan adanya korelasi baik terhadap PCS maupun MCS.

Introduction: Malnutrition and Tuberculosis (TB) have bidirectional relationship, which interact between each other. In chronic infection, there is an imbalance between protein degradation and protein synthesis which marked with the loss of fat free mass (FFM). Malnutrition can cause the atrophy of thymus gland resulted in the reduction of lymphocyte production. Malnutrition in TB patients will reduce quality of life. On the other hand, a good quality of life will increase treatment success rate and decrease the risk of morbidity and mortality. Short Form-36 (SF-36) is a questionnaire used to assess quality of life consists of two different components, physical component score (PCS) and mental component score (MCS).
Methods: This cross-sectional study aimed to assess correlation between protein intake, fat free mass, and total lymphocyte count with quality of life among intensive phase lung tuberculosis patients. Data collected from May to July 2019 in 12 primary health centers chosen randomly in Pekanbaru, Riau Province. Samples selected using consecutive sampling method and 72 subjects fulfilled all research criteria. Interview was used to collect basic characteristic data, dietary intake data, and quality of life score. Anthropometric measurement (body weight, body height, and fat free mass) and laboratory examination (total lymphocyte count) were done. Spearman, Pearson, Mann-Whitney, and Kruskall Wallis test were used in this study.
Results: Research showed median age subjects was 33 years old (18-59 years old). Most of the subjects were male (56.9%), had middle level of education, had low income, were active smoker with underweight nutritional status. Around 59.7% subjects had low protein intake, 86.1% subjects had low fat free mass, and 88.9% subjects had normal lymphocyte count. Most of the subjects had good physical and mental component score of quality of life assessment.
Conclusion: There was a statistically significant weak correlation between fat free mass with PCS (r = 0.239, p = 0.044). However, there was no correlation found between protein intake or total lymphocyte count with PCS or MCS.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fannie Fauzarianda
"Latar Belakang: Penurunan massa bebas lemak dan status fungsional akan mempengaruhi prognosis pada pasien kanker kepala leher. Pembentukan massa bebas lemak dipengaruhi berbagai hal termasuk nutrisi. Salah satu zat gizi yang berperan dalam adalah asam amino rantai cabang. Karnofsky Performance Scales (KPS) adalah salah satu parameter status fungsional yang dinilai secara rutin untuk pasien kanker Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan asam amino rantai cabang dengan massa bebas lemak dan status fungsional pada pasien kanker kepala dan leher.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek dewasa dengan kanker kepala leher secara consecutive sampling method di poliklinik radioterapi RSCM. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data karakteristik dasar, data asupan zat gizi dan penilaian status fungsional. Pengukuran komposisi tubuh massa bebas lemak dengan alat bioimpedance analysis single Frequency. Pengukuran status fungsional dengan KPS.
Hasil: Sebanyak 77 subjek penelitian dengan rerata usia 52 tahun, dengan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, 61 % berpendidikan menengah dan sebagian besar bekerja. Lokasi kanker terbanyak pada nasofaring dengan jenis karsinoma sel skuamosa dan stadium IV. Rerata subjek memiliki status gizi normal. Penilaian 3 x24-h Food Recall didapatkan dengan rerata asupan energi 27,44 kkal/kgBB dan protein 1,33 g/kgBB. Penilaian rerata asupan AARC dengan FFQ semi kuantitatif pada subjek penelitian didapatkan sebesar 10,99 gram. Pada penelitian ini didapatkan rerata nilai massa bebas lemak 42,10 kg dengan sebanyak 46 % subjek penelitian laki- laki memiliki index massa bebas lemak < 17 kg/m2 sedangkan pada subjek penelitian wanita terdapat 16 % dengan index massa bebas lemak <15 kg/m2 Status fungsional dengan menggunakan KPS subjek penelitian dengan median 90 dengan nilai minimum 40. Sekitar 11,6% subjek penelitian yang memiliki nilai KPS kurang dari sama dengan 70. Terdapat korelasi lemah antara asupan asam amino rantai cabang dengan massa bebas lemak (r=0,238, p=0,037).Tidak terdapat korelasi antara asupan AARC dengan status fungsional (r=0.147; p>0.05)
Kesimpulan: Terdapat korelasi bermakna yang lemah antara asupan AARC dengan massa bebas lemak dan tidak terdapat korelasi antara asupan AARC dengan status fungsional pada subjek kanker kepala leher

Background: Decreased fat-free mass and functional status will affect the prognosis in head and neck cancer patients. The formation of fat-free mass is influenced by various things including nutrition. One of the nutrients that play a role in is branched chain amino acids. Karnofsky Performance Scales (KPS) is a functional status parameter that is routinely assessed for cancer patients.
Methods: This cross-sectional study was conducted on adult subjects with head and neck cancer by consecutive sampling method at the radiotherapy polyclinic RSCM. Interviews were conducted to collect data on basic characteristics, data on nutrient intake and assessment of functional status. Measurement of body composition fat-free mass using a single Frequency bioimpedance analysis tool. Functional status measurement using the KPS.
Results: A total of 77 study subjects with an average age of 52 years, with most of them being male, 61% having secondary education and most of them working. Most cancer locations in the nasopharynx with the type of squamous cell carcinoma and stage IV. On average, the subjects had normal nutritional status. The 3 x24-h Food Recall assessment was obtained with an average energy intake of 27.44 kcal/kgBW and protein 1.33 g/kgBW. The assessment of the average BCAA intake with semi-quantitative FFQ on research subjects was 10.99 grams. In this study, the average fat-free mass value was 42.10 kg with as many as 46% of male research subjects having a fat-free mass index <17 kg/m2 while in female research subjects there were 16% with a fat-free mass index <15 kg/m2. Functional status using KPS of research subjects with a median of 90 with a minimum value of 40. Approximately 11.6% of study subjects had a KPS value of less than 70. There was a weak correlation between intake of branched-chain amino acids and fat-free mass (r=0.238, p=0.037. There was no correlation between BCAA intake and functional status (r=0.147; p>0.05)
Conclusion: There is a weak significant correlation between BCAA intake and fat-free mass and there is no correlation between BCAA intake and functional status in head and neck cancer subjects
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Gabriela Widyakarin T.K.
"Latar Belakang: Indeks massa bebas lemak (IMBL) merupakan salah satu marker komposisi tubuh yang mudah dan relatif murah untuk dilakukan serta berhubungan dengan kapasitas fungsional pascaoperasi. Kurangnya asupan, peningkatan inflamasi serta status cairan pada pasien kanker gastrointestinal yang menjalani operasi dapat menyebabkan perubahan IMBL yang mungkin berperan terhadap kapasitas fungsional pascaoperasi. Kekuatan genggam tangan merupakan salah satu marker kapasitas fungsional yang mudah, murah dan cepat dapat dilakukan pada pasien kanker gastrointestinal pascaoperasi. Hingga saat ini belum banyak penelitian yang menilai korelasi antara perubahan indeks massa bebas lemak dengan perubahan kekuatan genggam tangan pada pasien kanker gastrointestinal yang menjalani operasi.
Metode: Studi potong lintang ini melibatkan pasien kanker gastrointestinal dewasa yang akan menjalani pembedahan elektif di salah satu RS tersier di Indonesia. Dilakukan pengukuran IMBL dan kekuatan genggam tangan pascaoperasi pada pascaoperasi hari ke-5 (POD-5) sedangkan data praoperasi diambil dari data rekam medik. Penilaian perubahan IMBL dan kekuatan genggam tangan dilakukan menggunakan excel, dan pengolahan data secara statistik dilakukan menggunakan SPSS 20.
Hasil: Dari total 32 subjek yang direkrut, tidak terdapat drop out. Didapatkan nilai rerata delta IMBL adalah 1,41,9 kg/m2 dengan nilai tengah delta kekuatan genggam tangan adalah –2,1(–7,5)–10) kg. Terdapat peningkatan persentase pasien yang memiliki IMBL normal pada pascaoperasi dari 69% menjadi 84%. Data karakteristik didapatkan rerata peningkatan TBW sebesar 3,1±4,3% pascaoperasi. Hasil analisis statistik korelasi delta IMBL dan delta kekuatan genggam tangan menggunakan Spearman menghasilkan korelasi sedang negatif dengan koefisien korelasi (r) –0,437 dengan nilai p=0,012.
Kesimpulan: IMBL dan kekuatan genggam tangan merupakan marker komposisi tubuh dan kapasitas fungsional yang cukup baik, relatif murah dan mudah dilakukan pada pasien kanker gastrointestinal pascaoperasi. Banyak faktor yang memengaruhi IMBL pascaoperasi antara lain massa otot dan status cairan tubuh, penilaian IMBL pascaoperasi memerlukan pertimbangan marker lainnya yang juga dapat memengaruhi kekuatan genggam tangan pascaoperasi.

Background: Fat-free mass index (FFMI) is an accessible and relatively cost- effective body composition marker that correlates with post-operative functional capacity. Insufficient intake, increased inflammation, and fluid status in gastrointestinal cancer patients undergoing surgery can lead to FFMI changes that may affect post-operative functional capacity. Handgrip strength serves as an accessible, cost-effective, and rapid marker of functional capacity for post- operative gastrointestinal cancer patients. Currently, there is limited research examining the correlation between changes in fat-free mass index and handgrip strength in gastrointestinal cancer patients undergoing surgery.
Methods: This cross-sectional study involved adult gastrointestinal cancer patients scheduled for elective surgery at a tertiary hospital in Indonesia. FFMI and handgrip strength measurements were taken on post-operative day 5 (POD-5), while pre-operative data was collected from medical records. Changes in FFMI and handgrip strength were assessed using Excel, and statistical analysis was performed using SPSS 20.
Results: Of the 32 recruited subjects, there were no dropouts. The mean FFMI delta was 1.4±1.9 kg/m2, with a median handgrip strength delta of –2.1(–7.5)–10) kg. There was an increase in the percentage of patients with normal FFMI post- operation from 69% to 84%. Characteristic data showed a mean total body water (TBW) increase of 3.1±4.3% post-operation. Statistical analysis of the correlation between FFMI delta and handgrip strength delta using Spearman's test showed a moderate negative correlation with a correlation coefficient (r) of –0.437 and p- value=0.012.
Conclusion: FFMI and handgrip strength are reliable, relatively cost-effective, and easily implemented markers of body composition and functional capacity in post-operative gastrointestinal cancer patients. Multiple factors influence post- operative FFMI, including muscle mass and body fluid status. Post-operative FFMI assessment requires consideration of other markers that may also affect post-operative handgrip strength.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Rahmah Ayu Anggrenani
"Kanker kolorektal diketahui berhubungan dengan massa otot yang rendah. Massa otot yang rendah dihubungkan dengan luaran klinis yang buruk. Telah diketahui bahwa asupan protein adalah salah satu faktor yang berperan dalam mempertahankan massa otot. Namun, studi-studi yang ada mengenai efek pemberian protein tinggi pada pasien kanker kolorektal terhadap massa otot belum dapat disimpulkan karena kurangnya bukti dari penelitian berkualitas baik dan intervensi pada studi yang berbeda-beda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara asupan protein dengan indeks massa otot skelet pada pasien kanker kolorektal yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Penelitian menggunakan desain potong lintang pada subjek dewasa kanker kolorektal yang dirawat inap di RSCM. Asupan protein dinilai menggunakan multiple 24 hour recall. Indeks massa otot skelet didapatkan dari pengukuran massa otot skelet dalam kilogram menggunakan BIA multifrequency, lalu dibagi dengan tinggi badan dalam meter yang dikuadratkan. Sebanyak 52,5% subjek berjenis kelamin perempuan dan 50% subjek berada pada stadium IV. Terapi yang paling banyak telah dijalani subjek adalah kombinasi pembedahan dan kemoterapi (n=16, 40%). Tidak ditemukan korelasi antara asupan protein dan indeks massa otot skelet (r = -0,04, P=0,795).

Colorectal cancer is known to be associated with low muscle mass. Low muscle mass is associated with poor clinical outcome. It is known that protein intake is one of the factors that play a role in maintaining muscle mass. However, the existing studies on the effect of administering high protein in colorectal cancer patients on muscle mass have not been definitively concluded due to the lack of evidence from good quality studies and differences of intervention in existing studies. The purpose of this study was to determine the correlation between protein intake and skeletal muscle mass index in colorectal cancer patients who were hospitalized at the RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). The study used a cross-sectional design on adult subjects with colorectal cancer who were hospitalized at RSCM. Protein intake was assessed using multiple 24 hour recalls. Skeletal muscle mass index was obtained from the measurement of skeletal muscle mass in kilograms using BIA multifrequency, then divided by height in meters squared. A total of 52.5% of the subjects were female and 50% of the subjects were in stage IV. The most common therapy that the subject had undergone was a combination of surgery and chemotherapy (n=16, 40%). No correlation was found between protein intake and skeletal muscle mass index (r = -0.04, P=0.795)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Fadhilah
"Stroke iskemik merupakan penyebab utama disabilitas jangka panjang dengan beban ekonomi serta angka kematian yang tinggi di Indonesia. Malnutrisi pada pasien stroke iskemik berhubungan dengan masa rawat inap lebih lama, luaran fungsional lebih buruk, dan mortalitas yang lebih tinggi. Malnutrisi ditandai oleh adanya penurunan massa otot yang dapat dinilai dengan pemeriksaan indeks massa bebas lemak (fat free mass index, FFMI) menggunakan bioelectrical impedance analysis (BIA). Inflamasi sebagai salah satu penyebab malnutrisi pada pasien stroke iskemik dapat ditandai oleh peningkatan rasio neutrofil terhadap limfosit (neutrophil-to-lymphocyte ratio, NLR). Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk melihat korelasi antara FFMI dan NLR pada 47 subjek dengan stroke iskemik akut berusia >18 tahun hingga 65 tahun yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan RS Universitas Indonesia (RSUI) selama bulan November–Desember 2023. Hasil penelitian menunjukkan rerata usia subjek adalah 57±7,1 tahun dan sebagian besar subjek adalah laki-laki (61,7%). Hipertensi merupakan faktor risiko tertinggi yang ditemukan pada subjek penelitian (83%). Sebagian besar subjek memiliki status gizi berat badan normal (31,9%) dan obesitas (31,9%), sedangkan subjek dengan malnutrisi sebesar 8,5%. Rerata nilai FFMI pada subjek penelitian adalah 18±2,2 kg/m2 dan diperoleh 12,8% subjek dengan kategori FFMI rendah. Rerata nilai NLR adalah 3,7±1,3 dan diperoleh 36,2% subjek dengan kategori NLR tinggi. Nilai FFMI dan NLR pada subjek penelitian memiliki korelasi negatif signifikan dengan nilai korelasi r=-0,38, p<0,01.

Ischemic stroke is a leading cause of long-term disability with a high economic burden and mortality rate in Indonesia. Malnutrition in ischemic stroke patients is associated with longer hospitalization, worse functional outcomes, and higher mortality. Malnutrition is characterized by a decrease in muscle mass that can be assessed by examining the fat free mass index (FFMI) using bioelectrical impedance analysis (BIA). Inflammation as one of the causes of malnutrition in ischemic stroke patients can be characterized by an increase in the neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR). This study is a cross-sectional study to see the correlation between FFMI and NLR in 47 subjects with acute ischemic stroke aged >18 years to 65 years who were admitted to Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) and University of Indonesia Hospital (RSUI) during November-December 2023. The results showed that the mean age of the subjects was 57±7.1 years and most of the subjects were male (61.7%). Hypertension was the highest risk factor found in the study subjects (83%). Most subjects had a nutritional status of normal weight (31.9%) and obesity (31.9%), while subjects with malnutrition amounted to 8.5%. The mean FFMI value in the study subjects was 18±2.2 kg/m2 and 12.8% of subjects with low FFMI category were obtained. The mean value of NLR was 3.7 ± 1.3 and 36.2% of subjects with high NLR category were obtained. The FFMI and NLR values in the study subjects had a significant negative correlation with a correlation value of r = 0.38, p <0.01."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Amanda
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara asupan karbohidrat, protein dan lemak dengan kadar C-Reactive Protein pada pasien kanker paru stadium IIIB-IV. Progresivitas kanker paru dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh, faktor genetik dan respon inflamasi. CRP sebagai salah satu marker inflamasi dapat diandalkan sebagai salah satu parameter untuk memprediksi perkembangan kanker. Subjek didapatkan melalui consecutive sampling yang melibatkan 49 subjek kanker paru stadium IIIB ndash; IV yang tidak sedang menjalani terapi di RS Kanker 'Dharmais'. Hasil penelitian didapatkan rerata usia 55,82 12,26 tahun, sebanyak 63,3 berjenis kelamin laki-laki. Nilai median CRP yaitu 23,82 0,30 - 207,29 mg/L. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya korelasi yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan kadar CRP serum p = 0,919 , asupan protein dengan kadar CRP serum p = 0,257 dan asupan lemak dengan kadar CRP serum p = 0,986 . Kesimpulan: pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara asupan karbohidrat, protein dan lemak dengan kadar CRP serum sebagai penanda perkembangan kanker.

The aim of the study was to determine the correlation between carbohydrate, fat and protein intake with the serum C Reactive Protein level in lung cancer patients stage IIIB ndash IV. The progression of lung cancer is influenced by immune system, genetic factors and inflammatory response, therefore CRP can be relied as one of the parameters for predicting cancer cell growth. Subjects were recruited by consecutive sampling, 49 subjects with lung cancer stage IIIB IV who currently not receving any treatment in Dharmais Cancer Hospital participating in this study. The mean age of subject was 55,82 12,26 years old and 63,3 were male. The median value of CRP was 23,82 0,30 207,29 mg L. This study did not showed significant correlation between carbohydate, protein and fat intake with serum CRP value p 0,919 p 0,257 p 0,986, respectively. In conclusion, there is no correlation between carbohydrate, protein and fat intake with serum CRP level in lung cancer stage IIIB ndash IV."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vikie Nouvrisia Anandaputri
"Latar Belakang. Pasien kanker laring dapat mengalami malnutrisi sebelum
menjalani radioterapi yang ditandai dengan penurunan berat badan yang tidak
disengaja akibat penurunan massa bebas lemak. Kasus serial ini bertujuan untuk
mengamati kaitan asupan protein dengan perbaikan fat free mass index (FFMI).
Metode. Empat pasien pada serial kasus ini didiagnosis karsinoma sel skuamosa
laring pascalaringektomi total dan diseksi leher stadium III dan IV dengan status
gizi malnutrisi berat dan sedang, berat badan normal, dan obes I, berusia 51-62
tahun yang dikonsulkan ke dokter Gizi Klinik pada bulan Agustus sampai
November 2019 sejak awal radioterapi. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan
kondisi klinis melalui jalur oral. Pemantauan dilakukan pada minggu pertama
radiasi, selama radiasi, minggu terakhir radiasi, dan pascaradiasi.
Hasil. Kadar albumin serum keempat pasien dalam batas normal dan meningkat
saat akhir radiasi pada tiga orang pasien. Pasien malnutrisi sedang mengalami
penurunan FFMI dengan asupan protein <2 g/kg BB, pasien malnutrisi berat
mengalami peningkatan FFMI dengan asupan protein 1,1-1,4 g/kg BB. FFMI
pasien obes meningkat lalu menurun dengan asupan protein 0,8-1,7 g/kg BB.
FFMI pasien BB normal meningkat dengan asupan protein 2 g/kg BB. Rentang
asupan protein adalah 0,7-1,5 g/kg BB saat awal radiasi, selama radiasi 0,8-2 g/kg
BB, akhir radiasi 1,1-2 g/kg BB.
Kesimpulan. FFMI cenderung mengalami peningkatan sampai akhir radiasi pada
asupan protein yang mencapai 2 g/kg BB pada pasien BB normal. Perlu penelitian
lebih lanjut mengenai hubungan asupan protein dan FFMI pada pasien KSS laring
yang menjalani radioterapi.

Bacground. Laryngeal cancer patients can experience malnutrition before
undergoing radiotherapy characterized by unintentional weight loss due to a
reduction in fat free mass. Aim of the case series to observe protein intake with fat
free mass index (FFMI) improvement.
Method. Four patients were diagnosed with laryngeal squamous cell carcinoma
post total laryngectomy and neck dissection with nutritional status of severe and
moderate malnutrition, normal weight, and obese grade I, aged 51-62 years who
were consulted to Clinical Nutrition physician in August to November 2019 which
underwent radiotherapy. Medical nutrition therapy is given according to the
clinical condition of each patient through oral. Monitoring was carried out in the
first week, during, the end, and after radiation.
Results. Serum albumin were within normal level and increased at the end of
radiation in 3 patients. FFMI of malnourished patients was decreased with
protein intake <2 g/kg BW. FFMI of severely malnourished patients increases
with protein intake from 1.1 to 1.4 g/kg body weight. FFMI of obese patients
increases then decreases with protein intake from 0.8 to 1.7 g/kg body weight.
FFMI of normoweight patients increases with a protein intake of 2 g/kg BW. The
range of protein intake is 0.7-1.5 g/kg BW at first week, 0.8-2 g/kg BW during,
and 1.1-2 g/kg BW at the end of radiation.
Conclusion. FFMI tends to increase on protein intake 2 g/kg BW in normoweight
patients. Further research is needed regarding the relationship of protein intake
and FFMI in laryngeal patients undergoing radiotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muningtya Philiyanisa Alam
"Proses inflamasi pada kanker kepala dan leher menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi dan sintesis protein fase akut c-reactive protein, CRP yang kemudian menyebabkan perubahan metabolisme dan anoreksia pada penderitanya. Seng merupakan zat gizi yang memiliki peran penting dalam menekan inflamasi, namun dilaporkan sekitar 65 pasien kanker kepala dan leher mengalami kekurangan seng. Penelitian potong lintang ini bertujuan mengetahui korelasi antara asupan seng dan kadar seng serum dengan kadar c-reactive protein CRP sebagai upaya menekan inflamasi sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien kanker kepala leher. Dari 49 subyek yang dikumpulkan secara konsekutif di Poliklinik Onkologi RS Kanker Dharmais, 67,3 adalah laki-laki, rentang usia subyek 46 ndash;65 tahun. Frekuensi terbanyak 65,3 adalah kanker nasofaring dan 69,4 berada pada stadium IV. Seratus persen subyek memiliki asupan seng dibawah nilai angka kecukupan gizi. Rerata kadar seng serum subyek adalah 9,83 2,62 mol/L. Sebanyak 51 subyek memiliki kadar CRP yang meningkat. Terdapat korelasi negatif yang lemah antara kadar seng dengan kadar CRP subyek r =-0,292, p =0,042, namun tidak terdapat korelasi antara asupan seng dengan kadar CRP subyek p =0,86.

The inflammatory process of head and neck cancer leads to increase the proinflammatory cytokines and the synthesis of c reactive protein CRP , which then causes metabolic alteration and anorexia in the patients. Zinc is one of nutrient that has an important role in suppressing inflammation. It is reported that about 65 of head and neck cancer patients have zinc deficiency. The aim of this cross sectional study is to determine the correlation between zinc intake and serum zinc levels with CRP level as an effort to reduce inflammation to reduce the morbidity and mortality of head and neck cancer patients. Subjects were collected by consecutive sampling in the Oncology Polyclinic Dharmais Cancer Hospital, from 49 subjects 67,3 were men, most subjects were in the age range between 46 ndash 65 years. The highest frequency 65,3 is nasopharyngeal cancer and 69,4 are already in stage IV. All subjects in this study have a zinc intake below the recommended dietary allowance RDA in Indonesia. The mean serum zinc level of the subjects was 9.83 2.62 mol L. Most subjects have elevated CRP levels. There was a weak significant negative correlation between zinc concentration and CRP levels of subjects r 0.292, p 0.042, but there was no correlation between zinc intake and CRP levels of subjects p 0.86. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wella Angelia
"Tumor sistem saraf pusat (SSP) dapat menurunkan massa otot dan massa bebas lemak akibat defisit neurologis yang terjadi serta efek sistemik karena keganasan. Penurunan massa bebas lemak dan massa otot dengan inflamasi saling memengaruhi serta dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi indeks massa bebas lemak (FFMI) dengan indeks inflamasi imun sistemik (SII) pada pasien tumor SSP. Studi ini merupakan studi potong lintang pada pasien dewasa dengan diagnosis tumor SSP di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengukuran FFMI menggunakan bio impedance analysis (BIA). Nilai SII didapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap. Terdapat 74 pasien tumor SSP dengan mayoritas perempuan (59,5%) dan lokasi tersering adalah tumor di otak (79,7%). Proporsi jenis tumor primer maupun sekunder adalah sama (50%). Median indeks massa tubuh (IMT) yaitu 22,85 kg/m2 (11,99–37,60 kg/m2) dengan kategori IMT terbanyak adalah berat badan normal (33,8%). Rerata FFMI yaitu 16,05±3,12 kg/m2 dengan 51,4% pasien memiliki FFMI yang rendah. Median SII sebesar 1140,9 (103,6–8745,6). Tidak didapatkan korelasi antara FFMI dengan SII pada pasien tumor SSP. Pada analisis tambahan didapatkan korelasi negatif bermakna antara FFMI dengan SII pada wanita (r=- 0,351; p=0,019), sebaliknya pada pria tidak ditemukan adanya korelasi (r=-0,096; p=0,613).

Central nervous system (CNS) tumors can reduce muscle mass and fat-free mass due to neurological deficits and systemic effects of malignancy. Decreased fat-free mass and muscle mass with inflammation are mutually influential and associated with poor prognosis. This study aimed to determine the correlation between fat-free mass index (FFMI) and systemic immune inflammation index (SII) in patients with CNS tumors. This is a cross-sectional study of CNS tumors adult patients at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. FFMI measurements were obtained using bioimpedance analysis (BIA). SII values obtained from complete peripheral blood laboratory examination results. There were 74 patients with CNS tumors, with the majority being female (59.5%), and the most common location was brain tumors (79.7%). The proportion of primary and secondary tumor types was equal (50%). The median body mass index (BMI) was 22.85 kg/m2 (11.99– 37.60 kg/m2), with the majority falling under the normal weight category (33.8%). The mean FFMI was 16.05±3.12 kg/m2, with 51.4% of patients having a low FFMI. The median SII was 1140.9 (103.6–8745.6). There was no correlation between FFMI and SII in patients with CNS tumors. In additional analysis, a significant negative correlation was found between FFMI and SII in women (r=-0.351; p=0.019), whereas in men, no correlation was found (r=-0.096; p=0.613)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>