Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141551 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shahnaz Safitri
"Disabilitas intelektual dikarakteristikkan dengan adanya keterbatasan yang signifikan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang muncul sebelum usia 18 tahun. Dampak disabilitas intelektual yang menonjol pada remaja penyandangnya ialah kegagalan untuk membangun hubungan interpersonal yang diharapkan lingkungan berikut pencapaian prestasi akademis yang rendah. Sementara itu, diketahui bahwa penguasaan keterampilan regulasi emosi dapat menunjang keberfungsian individu, baik dengan mendukung berkembangnya keterampilan sosial yang bersangkutan maupun memfasilitasi kelancaran proses belajar dan adaptasi di sekolah.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas program pelatihan keterampilan regulasi emosi berdasarkan metode Dialectical Behavior Therapy pada remaja dengan disabilitas intelektual. Kekhususan Dialectical Behavior Therapy dalam mengikutsertakan lingkungan sosial dan memperhitungkan kondisi biologis klien ditengarai menjadi kunci untuk mengembangkan kapasitas regulasi emosi pada subjek dengan disabilitas intelektual.
Melalui observasi yang dilakukan terhadap tingkah laku subjek antara sebelum dan sesudah mengikuti program intervensi, ditemukan bahwa terdapat peningkatan dalam hal pengetahuan dan sikap subjek terkait aspek-aspek penguasaan keterampilan regulasi emosi. Lebih lanjut, keterampilan untuk menerapkan teknik regulasi emosi secara konsisten pada subjek dengan disabilitas intelektual sangat terkait dengan dukungan lingkungan sosial yang subjek terima dari sekitarnya.

Intellectual disability is characterized by significant limitations in intellectual functioning and adaptive behavior that appears before the age of 18 years old. The prominent impacts of intellectual disability in adolescents are failure to establish interpersonal relationships as socially expected and lower academic achievement. Meanwhile, it is known that emotion regulation skills has a role in supporting the functioning of individual, either by nourishing the development of social skills as well as by facilitating the process of learning and adaptation in school.
This study aims to look for the effectiveness of Dialectical Behavior Therapy DBT in developing emotion regulation skills for adolescents with intellectual disability. DBT's special consideration toward clients rsquo social environment and their biological condition is foreseen to be the key for developing emotion regulation capacity for subjects with intellectual disability.
Through observations on client's behavior, conducted before and after the completion of DBT intervention program, it was found that there is an improvement in client's knowledge and attitudes related to the mastery of emotion regulation skills. In addition, client's consistency to actually practice emotion regulation techniques over time is largely influenced by the support received from the client's social circles.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T46856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efika Fiona
"Disabilitas intelektual merupakan kondisi dimana seseorang mengalami keterbatasan pada fungsi kognitif, adaptif, dan adanya keterlambatan pada perkembangan yang terjadi sebelum usia 18 tahun. Salah satu hal yang menyangkut fungsi-fungsi tersebut dan biasanya bermasalah pada penyandang disabilitas intelektual ringan adalah regulasi emosi.
Regulasi emosi merupakan kemampuan seseorang untuk menahan diri terhadap perilaku yang tidak sesuai terkait dengan emosi negatif ataupun positif yang dirasakan, mengatur diri supaya tidak tergantung dengan suasana hati, menenangkan diri ketika muncul emosi yang kuat, dan memfokuskan atensi ketika muncul emosi yang kuat.
Regulasi emosi sangat dibutuhkan untuk beradaptasi hingga menjaga hubungan dengan orang lain. Intervensi yang dapat digunakan untuk menangani masalah regulasi emosi adalah pemberian pelatihan sistem keterampilan regulasi emosi. Penelitian ini menggunakan desain single subject.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan sistem keterampilan regulasi emosi memberikan dampak positif pada aspek kognitif dan perilaku subjek. Penggunaan sistem keterampilan dalam keseharian juga berkaitan dengan peranan orang-orang di sekitar subjek yang memahami cara penggunaan keterampilan dan mengingatkannya pada subjek.

Intellectual disability is a condition where someone experiences deficits in intellectual functions, adaptive functions, and onset of these deficits during the developmental period before the age of eighteen . One of the things that are related to the functions and become problems for children with mild intellectual disability is the emotion regulation.
Emotion regulation is someone rsquo s ability to refrain himself from improper behavior concerning negative and positive emotions that he feels, to manage himself so that he does not depend on his mood condition, to calm down himself when strong emotion arises, and to focus his attention when strong emotion appears.
Emotion regulation is extremely needed for adaptation in order to maintain relations with other people. Intervention that can be used to handle emotion regulation problem for children with intellectual disability is by giving emotion regulation skills system training. This research uses single subject design.
The result of this research shows that emotion regulation skills system training gives positive impacts on cognitive and behavior aspects of the subject. The application of these skills in daily life is also related to the roles of people around the subject who can understand how to apply the skills and remind the subject.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T49680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Mulya Liansari
"Latar belakang: Metamfetamin merupakan salah satu narkotika yang terbanyak digunakan di Indonesia. Hal ini menimbulkan kondisi ketergantungan metamfetamin yang jumlahnya semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Pasien dengan ketergantungan metamfetamin mengalami banyak efek serius yang mencakup kondisi fisik, kondisi psikologis, keuangan, hubungan dengan orang lain, kinerja pekerjaan atau akademik, dan fungsi sehari-hari. Saat ini penanganan terhadap ketergantungan metamfetamin bervariasi jenisnya dan belum ada terapi spesifik untuk mengatasinya di Indonesia. Dialectical Behavior Therapy (DBT) dipertimbangkan untuk digunakan pada ketergantungan metamfetamin karena tujuannya pada perbaikan disregulasi emosi, suatu kondisi yang menjadi salah satu ciri khas ketergantungan metamfetamin. Studi ini bertujuan untuk membuat modul yang diadaptasi dari DBT skills training dengan sasaran mengurangi craving pada pasien ketergantungan metamfetamin.
Metode: Pembuatan modul menggunakan metode studi kualitatif yang terbagi menjadi 3 tahap, yaitu Focus Group Discussion (FGD) dengan 10 orang partisipan studi, diskusi ahli, dan uji coba modul secara kelompok pada 15 orang partisipan studi yang dilakukan dua kali seminggu sebanyak 8 pertemuan. Modul yang digunakan adalah modul DBT skills training pada studi tatalaksana pasien dengan adiksi internet.
Hasil: Penelitian dilakukan sejak Agustus 2023 hingga November 2023 bertempat di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido (tahap 1 dan 3) dan secara daring (tahap 2). Tahap 1 mendapatkan hasil berupa 1) modul dianggap dapat mengurangi craving 2) keterampilan DEAR MAN dianggap tidak perlu diajarkan karena sudah mahir dilakukan, dan 3) pada beberapa lembar kerja perlu ditambahkan keterangan agar jelas hubungannya dengan tujuan mengurangi craving. Tahap 2 berupa diskusi dengan 3 orang ahli menghasilkan kesepakatan bahwa modul dianggap dapat mengurangi craving dan keterampilan DEAR MAN tetap perlu diajarkan dengan pertimbangan aplikasinya tidak hanya dalam konteks mendapatkan zat seperti anggapan peserta FGD, namun lebih luas hingga ke kondisi pemicu craving. Terdapat perubahan kata remaja dan keluarga sebagai subjek dalam modul diganti menjadi pengguna metamfetamin serta penambahan kalimat pembuka pada lembar kerja orientasi dan Interpersonal Effectiveness. Tahap 3 mendapatkan kesimpulan berupa 1) modul dapat membantu mengelola emosi yang pada akhirnya dapat mengurangi craving, 2) tujuan dan kalimat dalam modul dapat dipahami, 3) isi modul tidak ada yang spesifik terkait ketergantungan metamfetamin sehingga dapat saja digunakan untuk ketergantungan zat lainnya, 4) jumlah sesi sebanyak 2 kali untuk setiap lembar kerja dianggap terlalu sedikit karena keterampilan yang diajarkan tidak semuanya dapat langsung dipahami dan dipraktikkan, 5) urutan dari empat latihan keterampilan sebaiknya berurutan sesuai dengan yang diajarkan, 6) lembar kerja regulasi emosi dianggap menjadi yang tersulit untuk dipahami terutama model emosi, dan 7) lembar kerja distress tolerance merupakan bagian yang paling mudah dipahami dan diterapkan. Terdapat saran di latihan paced breathing (nafas teratur) agar dapat diajarkan berbagai metode.
Kesimpulan: Modul adaptasi DBT skills training untuk tatalaksana ketergantungan metamfetamin yang dihasilkan pada penelitian ini dapat membantu mengurangi craving pada pasien dengan ketergantungan metamfetamin.

Background: Methamphetamine is one of the most widely used narcotics in Indonesia. This creates a condition of methamphetamine dependence, the amount of which increases over time. Patients with methamphetamine dependence experience many serious adverse effects including physical condition, psychological condition, finances, relationships with others, work or academic performance, and daily functioning. Currently, there are various types of treatment for methamphetamine dependence and there is no specific therapy to overcome it in Indonesia. Dialectical Behavior Therapy (DBT) is considered for use in methamphetamine dependence because it aims to improve emotional dysregulation, a condition that is one of the hallmarks of methamphetamine dependence. This study aims to create a module adapted from DBT skills training with the target of reducing cravings in methamphetamine-dependent patients.
Method: Module development uses a qualitative study method divided into three stages, namely Focus Group Discussion (FGD) with ten study participants, discussion with three experts, and testing the module on fifteen study participants twice a week for eight meetings . The module used is the DBT skills training module in the study of managing patients with internet addiction.
Result: The research was conducted from August to November 2023 at Balai Besar Badan Rehabilitasi Nasional (BNN) Lido (stages 1 and 3) and online (stage 2). Stage 1 resulted in 1) the module being considered to be able to reduce craving, 2) the DEAR MAN skill does not need to be taught because it is already proficient in doing it, and 3) some worksheets need additional information to make it clear its relationships with craving. Stage 2 resulted in an agreement that the module considered to be able to reduce craving and that the DEAR MAN skill still needed to be taught with consideration that its application not only in the context of obtaining substances but also in conditions that trigger cravings. There is a change in the words youth and family as subjects in the module to methamphetamine users and the addition of an opening sentence to the orientation and Interpersonal Effectiveness worksheet. Stage 3 consists of testing the module which concluded that: 1) the module can help manage emotions which ultimately reduces craving, 2) the objectives and sentences in the module are understandable, 3) the module content is not methamphetamine dependence-specific so it could be used for other substances dependence, 4) the number of sessions which are two times for each worksheet is considered too few, 5) the order of skills training in the module should be sequential according to what is taught, 6) the emotion regulation worksheet is the most difficult to understand, especially the emotion model, and 7) the distress tolerance worksheet is the easiest part understood and applied. There are suggestions for paced breathing exercises so that various methods can be taught.
Conclusion: The adapted DBT skills training module for managing methamphetamine dependence produced in this study can help reduce cravings in patients with methamphetamine dependence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vitriyanti
"Latar Belakang: simtom psikotik tidak hanya ditemukan pada populasi klinis, tetapi juga pada populasi non-klinis. Simtom psikotik yang muncul pada remaja dapat berkembang menjadi berbagai macam gangguan mental di masa mendatang dan diketahui sebagai faktor risiko berbagai gangguan mental. Orang yang menunjukkan minimal satu simtom psikotik namun tidak memenuhi kriteria untuk ditegakkan diagnosa mengalami psikotik dikategorikan sebagai psychotic like experience (PLE). Penelitian sebelumnya menemukan prevalensi PLE pada remaja anak buruh migran sebesar 78.3%-81.9% sedangkan pada populasi umum sekitar 7-8%. Intervesi dini pada remaja yang menunjukkan simtom PLE dianggap menguntungkan untuk mencegah PLE berkembang menjadi gangguan mental. Dialectical Behavior Therapy (DBT) diketahui efektif membantu mengatasi kekambuhan pada skizofrenia yang memiliki simtom yang mirip dengan PLE sehingga DBT juga diprediksi efektif menurunkan simtom PLE.
Tujuan: menguji penerapan DBT untuk memurunkan simtom PLE pada remaja anak buruh migran di Karawang.
Metode: partisipan pada penelitian merupakan murid SMP di Karawang dengan rentang usia 14 sampai 16 tahun dan merupakan anak buruh migran. Desain penelitian ini adalah repeating treatments within subject. Intervensi terdiri dari satu sesi individu untuk wawancara awal dan 6 sesi kelompok untuk meningkatkan skill behavioral. Skill mindfulness merupakan skill utama yang diajarkan sepanjang latihan skill distress tolerance, regulasi emosi, dan relationship effectiveness. Pengukuran dilakukan degan menggunakan alat skrining PLEs dan SGABS.
Hasil: Peserta menunjukkan penurunan skor pada alat skrining PLEs dan SGABS setelah dilakukan intervensi DBT. Hasil kualitatif menunjukkan peserta mendapatkan manfaat setelah mengikuti kegiatan intervensi. Peserta memiliki skill baru yang efektif dan bermanfaat untuk menghadapi masalahnya.
Kesimpulan: penerapan DBT membantu remaja anak buruh migran dalam mengatasi PLE.

Background: psychotic symptoms have been found in a wide range of population, not only among clinical population but also among non-clinical population. Psychotic symptoms on adolescents could lead to several serious mental illnesses in the future and is attributable as a risk factor to numerous forms of mental illnesses. People who shows minimum one psychotic symptom but do not meet criteria for clinical diagnosis are categorized as having psychotic like experience (PLE). Previous studies revealed that the prevalence of PLEs among left-behind early adolescents was around 78.3 % - 81.9 %, while the prevalence of PLEs among non-left behind children was around 7-8%. Early intervention program for adolescents exhibiting PLE symptoms will be beneficial prevent PLE develop into disorder. Dialectical Behavior Therapy (DBT) has been identified as an effective treatment to prevent relapse on schizophrenia which has similar symptoms with PLE. Hence, it is reasonable to expect that DBT would also be effective to reduce symptoms of PLEs.
Objective: examine the implementation of DBT in managing PLE.
Methods: the participants of this study were junior high school student age between 14 to 16 years old and having status as left-behind early adolescents. This study was a repeating treatments within subject. This intervention was contains of one individual session in initial interview and six group sessions of behavioral enhancement which was mindfulness as a core skill that also learn through skill for distress tolerance, skill for regulation emotion, and skill of relationship effectiveness. The PLEs screening tool and SGABS screening tool were administered to measure the outcomes.
Results: participants showed a decrease on PLEs score and SGABS score after undergoing the DBT intervention. Qualitative inquiries suggest that participants get benefit from participating in the intervention program. Participant gain a new skill that effective and useful to dealing with the problems.
Conclusion: the implementation DBT help left-behind early adolescents in managing PLE.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safer, Debra L.
New York: The Guilford Press, 2009
616.852 6 SAF d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Suci Amini
"Remaja dengan disabilitas intelektual sedang diharapkan untuk menguasai keterampilan esensial bagi keberlangsungan hidup mereka di lingkungan sosial dan keterampilan yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Keterampilan membaca jam analog adalah keterampilan untuk membaca isyarat visual yang ditunjukkan jam analog sebagai informasi penunjuk waktu. Sementara keterampilan berbelanja adalah keterampilan menghitung uang dan menggunakannya untuk melakukan transaksi jual-beli. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas program Telling Time dan One-More-Than dalam meningkatkan keterampilan membaca jam analog dan berbelanja pada remaja dengan disabilitas intelektual sedang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat peningkatan persentase skor keterampilan membaca jam analog dan berbelanja dari semula hanya 11,1% dan 0% menjadi 100%. Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perubahan yang signifikan secara statistik dalam keterampilan membaca jam analog (Z = -2,333, p <0,05) dan berbelanja (Z = -2,000, p <0,05). Dengan demikian, program Telling Time dan One-More-Than dapat dikatakan efektif dalam mengembangkan keterampilan membaca jam analog dan berbelanja pada remaja dengan disabilitas intelektual sedang. Implikasi, limitasi, dan saran untuk penelitian selanjutnya didiskusikan.

Adolescents with moderate intellectual disabilities are expected to master essential skills for their survival in a social environment and skills that can improve their quality of life. Telling time are skills to read visual cues that are shown by analog watch as timekeeping information. While shopping skills are the skills to count money and use it to make buying and selling transactions. The purpose of this study was to determine the effectiveness of Telling Time and One-More-Than programs in improving telling time and shopping skills for adolescents with moderate intellectual disabilities. Based on the results of the research conducted, there was an increase in the percentage of the score for telling time and shopping skills from 11.1% and 0% to 100%. The Wilcoxon test also shows that there is a statistically significant change in telling time of analog watch skill (Z = -2,333, p <0.020) and shopping skill (Z = -2,000, p <0.046). Thus, the Telling Time and One-More-Than programs can be said to be effective in developing telling time and shopping skills for adolescents with moderate intellectual disabilities. Implications, limitations, and suggestions for future research are discussed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisa Alif Amalia
"Beberapa remaja mengalami kesulitan untuk meregulasi emosi. Regulasi emosi yang buruk berhubungan dengan munculnya gangguan psikologis, salah satunya adalah gejala depresi. Ciri khas dari ganggguan depresi atau Major Depressive Disorder (MDD) adalah kesulitan untuk meregulasi emosi, yaitu perasaan negatif yang cenderung menetap dan sulit memiliki perasaan positif. Oleh karena itu diperlukan intervensi yang tepat, yaitu Dialectical Behavior Therapy (DBT), yang bertujuan untuk membantu klien mengatur emosi negatif yang dirasakan dengan menggunakan prinsip dasar dialectical (menerima dan mengubah suatu masalah).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat penerapan prinsip Dialectical Behavior Therapy (DBT) dalam menurunkan gejala Major Depressive Disorder (MDD) pada remaja. Intervensi dilakukan dalam 12 sesi dengan memberikan lima keterampilan dasar DBT dan melibatkan orang tua pada sesi intervensi. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner Hopelessness Scale of Children (HSC), Child Depression Inventory (CDI), dan kriteria depresi pada DSM-5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip Dialectical Behavior Therapy (DBT) dapat menurunkan gejala Major Depressive Disorder (MDD) pada remaja perempuan. Penurunan gejala depresi terlihat melalui menurunnya kriteria MDD pada DSM-5, kuesioner self-report (HSC dan CDI), dan pikiran atau percobaan bunuh diri yang dimiliki, pada saat sebelum (pre-) dan sesudah (post-test dan follow-up) intervensi.

Some adolescents have difficulty in regulating emotions. Poor emotional regulation associated with psychological disorders, one of them is depression symptoms. The hallmark of Major Depressive Disorder (MDD) is the difficulty in regulating emotions, such as difficult to resolve the negative feelings and difficult to have positive feelings. Therefore, an appropriate intervention is needed. One of effective intervention is Dialectical Behavior Therapy (DBT), which aims to help clients regulate perceived negative emotions by using basic dialectical principles (accepting and changing a problem).
This study aims to see the effectiveness of the application Dialectical Behavior Therapy (DBT) principles in reducing depressive symptoms in adolescents with Major Depressive Disorder (MDD). This intervention was conducted in 12 sessions by providing five basic DBT skills and involving parents in the intervention session. The instruments of this research are Hopelessness Scale of Children (HSC), Child Depression Inventory (CDI), and depression criteria on DSM-5.
The result of this study indicate that the application of the Dialectical Behavior Therapy (DBT) principles has proven to be effective in reducing depressive symptoms in adolescent girl with Major Depressive Disorder (MDD). A decrease in depressive symptoms is seen through decreasing MDD criteria on DSM-5, self-report questionnaires (HSC and CDI), and thoughts or suicide attempts, before (pre-) and after (post-test and follow-up) intervention.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53985
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamana Ihda Husna Zain
"Disabilitas intelektual ditandai dengan keterbatasan pada fungsi intelektual dan fungsi adaptif, keterbatasan ini menghambat pemenuhan kebersihan diri, yang nantinya akan membentuk perilaku menjaga kebersihan diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kondisi umum dan perilaku kebersihan diri pada anak dengan disabilitas intelektual. Tujuan lain adalah untuk melihat perbedaan perilaku ditinjau dari usia, klasifikasi disabilitas intelektual, dan penghasilan orang tua. Penelitian dilakukan dengan desain Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel total sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 66 anak di Kota Bekasi. Hasil penelitian ini menunjukan presentase sebanding antara anak dengan disabilitas intelektual yang memiliki perilaku menjaga kebersihan diri baik dan kurang baik, serta mayoritas anak memiliki kebersihan diri yang baik (59,1%). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terkait gambaran perilaku menjaga kebersihan diri ditinjau dari usia anak (p = 0,330; α = 0,05) dan penghasilan orang tua (p = 0,371; α = 0,05). Terdapat perbedaan yang signifikan terkait gambaran perilaku menjaga kebersihan diri ditinjau dari klasifikasi disabilitas intelektual yang dimiliki (p = 0,013; α = 0,05). Terdapat perbedaan kondisi umum terkait kebersihan diri ditinjau dari perilaku menjaga kebersihan diri anak (p = 0,02; α = 0,05). Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk membentuk perilaku kebersihan diri yang baik pada anak disabilitas inelektual. Perawat dapat melakukan upaya preventif dan promotif dalam asuhan pada klien dengan disabilitas. Perawat pada layanan kesehatan di puskesmas atau di unit kesehatan sekolah dapat melakukan promosi dan pendidikan kesehatan atau mengambil peran dalam pemberian asuhan.

Intellectual disability is the limitation on intellectual and adaptive functions, the limitation limits the fulfillment of personal hygiene, that may shape personal hygiene behavior. This study aims to identify general conditions and personal hygiene behavior on children with intellectual disabilities. Another goal is to see the differences of personal hygiene behavior among age, classification of intellectual disability, and parents' income. The study was conducted on Cross Sectional design and total sampling method. The number of samples required is 66 children in Bekasi. The results showed a comparable percentage of children with intellectual disabilities who have good and poor personal hygiene behavior, and majority had good personal hygiene (59.1%). There were no significant difference on personal hygiene behavior among age (p = 0,330; α = 0,05) and parents' income group (p = 0.371; α = 0,05). There was a significant difference on personal hygiene behavior among intellectual disability classification (p = 0.013; α = 0,05). There was a significant difference on self hygiene general conditions in term of children self care behavior (p = 0.02; α = 0,05). The results of this study recommend us to establish good personal hygiene behavior in children with intellectual disabilities. Nurses are able to take a role. Nurses in all setting such as in health service or school health unit can carry out health promotion, education, or providing direct care."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syadza Andini
"[Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penerapan intervensi Stepping Stones Triple-P pada keluarga yang memiliki anak dengan Mild Intellectual Disability yang memiliki permasalahan perilaku disruptive (agresif dan tidak patuh). Program intervensi ini bertujuan untuk membantu orangtua mengembangkan strategi manajemen yang efektif untuk menangani berbagai masalah perilaku anak dengan developmental disabilities dan isu-isu perkembangan yang terkait. Program intervensi dilaksanakan dalam 7 sesi, yang terdiri dari 5 sesi di klinik, dan 2 sesi observasi di rumah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui metode ceramah, diskusi, worksheet dan
roleplay. Permasalahan perilaku anak diukur dengan menggunakan Child Behavior Checklist (CBCL) yang diisi oleh orangtua pada sesi pertama dan terakhir program dan catatan harian perilaku yang diisi sepanjang program berlangsung. Gaya pengasuhan orangtua diukur dengan menggunakan instrument The Parenting Scale dari Arnold, O’Leary, Wolff, & Acker (1993). Selain itu, pengukuran persepsi orangtua mengenai kompetensinya dalam praktek pengasuhan diukur dengan Parenting Sense of Competence Scale (PSOC) dari
Gibaud-Wallston, J. & Wandersman, L.P.(1978). Partisipan dalam penelitian ini adalah orangtua (Ayah) dari anak laki-laki usia 14 tahun 9 bulan (G) dengan diagnosa Mild Intellectual Disability, yang memiliki permasalahan perilaku disruptive (agresif dan tidak patuh). Ayah sebagai partisipan memiliki karakteristik pola pengasuhan yang keras, mudah marah, dan menggunakan kekerasan fisik sebagai metode pendisiplinan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan program intervensi Stepping Stones Triple-P terbukti efektif dalam mengurangi permasalahan perilaku membantah dan agresif pada G, melalui
peningkatan pengetahuan dan keterampilan orangtua dalam menerapkan gaya pengasuhan yang positif. Pada studi ini, Ayah mengalami perubahan berupa lebih tenang ketika bereaksi terhadap kesalahan-kesalahan G dan tidak langsung memuncak kemarahannya, menerapkan strategi dalam meningkatkan hubungan positif dengan G, dan mampu menerapkan pola disiplin yang tegas dan konsisten, serta tidak menggunakan kekerasan;The study was conducted to determine the effectiveness of Stepping Stones Triple-P intervention on a family who have a child with Mild Intellectual Disability and disruptive behavior problems (aggressive and non-compliant). This program aims to help parent develop effective management strategies for dealing with a variety of behavioral problems of child with developmental disabilities and issues related to the development. This program implemented in 7 sessions, which consist 5 sessions at the clinic, and two observation sessions at home. The method used in this study is through lectures, discussions, worksheets, and role-plays. Child behavior problems were measured by using the Child Behavior Checklist (CBCL) filled out by parents on the first and last session of the program; as well as diaries of problem behavior filled out throughout the program. Dysfunctional
parenting styles were measured using The Parenting Scale (PS) of Arnold, O’Leary, Wolff, and Acker (1993). In addition, the measurement of parental perceptions regarding their competence in parenting practices measured by the Parenting Sense of Competence Scale (PSOC) of Gibaud-Wallston, J. & Wandersman, LP (1978). Both PS and PSOC were filled out by parents on the first and last session of the program. Participant in this study were parents (father) of a boy ages 14 years and 9 months old (G) with a diagnosis of Mild Intellectual Disability, who has disruptive behavior problems (aggressive and non-compliant).
Father as a participant has characteristics of harsh parenting, irritability, and using physical violence as a disciplinary method. The results showed that the implementation of the Stepping Stones Triple-P interventions proved effective in reducing the problem of non-compliant and aggressive behaviors in G, by enhancing the knowledge and skills of parents to implement positive parenting styles. In this study, father experienced changes in parenting attitude that are able
to be calm when reacting to G’s problem behavior, able to implement positive relation strategies with G, and capable of implementing firm and consistent discipline instead of coercive disciplinary method., The study was conducted to determine the effectiveness of Stepping Stones
Triple-P intervention on a family who have a child with Mild Intellectual
Disability and disruptive behavior problems (aggressive and non-compliant). This
program aims to help parent develop effective management strategies for dealing
with a variety of behavioral problems of child with developmental disabilities and
issues related to the development. This program implemented in 7 sessions, which
consist 5 sessions at the clinic, and two observation sessions at home. The method
used in this study is through lectures, discussions, worksheets, and role-plays.
Child behavior problems were measured by using the Child Behavior Checklist
(CBCL) filled out by parents on the first and last session of the program; as well
as diaries of problem behavior filled out throughout the program. Dysfunctional
parenting styles were measured using The Parenting Scale (PS) of Arnold,
O’Leary, Wolff, and Acker (1993). In addition, the measurement of parental
perceptions regarding their competence in parenting practices measured by the
Parenting Sense of Competence Scale (PSOC) of Gibaud-Wallston, J. &
Wandersman, LP (1978). Both PS and PSOC were filled out by parents on the
first and last session of the program. Participant in this study were parents (father)
of a boy ages 14 years and 9 months old (G) with a diagnosis of Mild Intellectual
Disability, who has disruptive behavior problems (aggressive and non-compliant).
Father as a participant has characteristics of harsh parenting, irritability, and using
physical violence as a disciplinary method. The results showed that the
implementation of the Stepping Stones Triple-P interventions proved effective in
reducing the problem of non-compliant and aggressive behaviors in G, by
enhancing the knowledge and skills of parents to implement positive parenting
styles. In this study, father experienced changes in parenting attitude that are able
to be calm when reacting to G’s problem behavior, able to implement positive
relation strategies with G, and capable of implementing firm and consistent
discipline instead of coercive disciplinary method.]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Dwindita
"Regulasi emosi merupakan salah satu aspek perkembangan penting seorang remaja. Kesulitan dalam regulasi emosi menyebabkan munculnya perilaku impulsif, acting-out,
dan berisiko mengalami psikopatologi. Pola asuh menjadi salah satu faktor yang memengaruhi perkembangan regulasi emosi pada remaja karena menjadi early experience dan berhubungan dengan pembentukan core belief, yang juga merupakan faktor yang berkontribusi pada kemampuan regulasi emosi. Adanya core belief yang maladaptif membuat seseorang kesulitan untuk meregulasi emosi sehingga diperlukan intervensi berbasis kognitif, yaitu cognitive behavior therapy (CBT). Penelitian ini merupakan studi kasus (N=1) yang bertujuan untuk melihat apakah penerapan prinsip CBT dapat meningkatkan kemampuan regulasi emosi pada remaja adopsi dengan pola asuh yang overprotective dan overdemanding. Intervensi dilakukan dalam 6 sesi dengan partisipan anak dan 5 sesi parent training. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CBT yang melibatkan orangtua dapat meningkatkan kemampuan regulasi emosi remaja adopsi.

Emotion regulation is one of the important developmental aspects in adolescent. Parenting become one of the factor that associated with the development of emotion regulation in adolescent as an early experience and associated with development of core belief, in which contributed to the emotion regulation ability. The maladaptive core belief makes one find difficulties to regulate ones emotion so the cognitive based intervention is needed, which is cognitive behavior therapy (CBT). The current research is a case study (N=1), which aims to gain evident if the application of CBT principles is able to increase the emotion regulation ability in adopted adolescent raised by the overprotective and overdemanding parenting practice. The intervention consists 6 sessions with adolescent participant and 5 sessions in parent training. The result of this current research shows that CBT with parental involvement could increase the emotion
regulation ability in adopted adolescent.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>