Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203949 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Rachmaniyah Fauziah
"TUJUAN: Mengetahui prevalensi serta karakteristik yang berhubungan dengan DDP, termasuk kasus POP, IU dan IF di poliklinik rawat jalan RSCM.
LATAR BELAKANG: Disfungsi dasar panggul DDP termasuk prolaps organ panggul POP. inkontinensia urin IU dan inkontinensia fekal IF. Prolaps organ panggul prevalensinya semakin meningkat seiring dengan usia. Perubahan pada demografi populasi dunia akan menghasilkan pula dampak yang lebih besar pada perempuan, yang akan meningkatkan kelainan ginekologi salah satunya adalah terhadap permintaan pelayanan kesehatan terkait DDP. Diperkirakan peningkatan jumlah permintaan akan pelayanan DDP pada 30 tahun mendatang akan meningkat sebanyak dua kali lipat dari populasi. Rasa malu dan tidak nyaman pada saat pemeriksaan dasar panggul merupakan batasan yang signifikan bagi perempuan yang datang ke poliklinik.
DESAIN DAN METODE: Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang, dengan populasi terjangkau yang dipilih secara konsekutif, berlangsung pada bulan Januari hingga April 2016 di poliklinik rawat jalan ginekologi, uroginekologi dan endokrinologi RSCM. Data diambil dari subjek penelitian menggunakan form penelitian serta dilakukan pemeriksaan dasar panggul menggunakan formulir POP-Q.
HASIL: Sebanyak total 197 subjek, didapatkan prevalensi pasien DDP di poliklinik rawat jalan RSCM sebesar 33. Prevalensi kasus POP adalah 26,4. kasus IU sebesar 15,3 serta kasus IF sebesar 2,5. Dilakukan uji Chi square untuk menilai hubungan antara masing-masing karakteristik dengan kejadian DDP didapatkan kelompok usia. 60 tahun sebanyak 69 kali berisiko terjadinya DDP dan 14 kali pada kelompok usia 40-56 tahun; sebanyak 76 kali risiko terjadinya DDP pada kelompok multiparitas dan 14,2 kali pada primiparitas. Kelompok perempuan dengan persalinan pervaginam mempunyai risiko sebanyak 1,9 kali terjadinya DDP. Kelompok postmenopause mempunyai risiko terjadinya DDP sebesar 18 kali. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DDP ddidapatkan terbesar adalah usia diikuti oleh paritas, suku, cara persalinan dan menopause.
KESIMPULAN: Disfungsi dasar panggul mempunyai pengaruh cukup besar terhadap perempuan dan meningkat dengan usia, paritas serta penuaan.

AIM: To determine the prevalence and characteristics related to pelvic floor dysfunction PFD. including pelvic organ prolapse POP. urinary incontinence UI. and fecal incontinence FI in RSCM outpatient clinic.
BACKGROUND: Pelvic floor dysfunction including pelvic organ prolapse, urinary incontinence and fecal incontinence. Prevalence of pelvic organ prolapse increasing with age. Changes in the demographics of the world population will generate. greater impact on women, which will increase gynecological disorders which will impact the services demand related to PFD. It is estimated that demand of DDP services in the next 30 years will increased as much as twice of the population. The embarrassment and discomfort during the pelvic floor examination is. significant limitation for those who come to the clinic.
DESIGN AND METHODOLOGY: Cross sectional study was conducted in the RSCM outpatient clinic, patients selected using consecutively sampling lasted from January until April 2016 at the gynecology, endocrinology and uroginekologi RSCM outpatient clinic. Data were taken from the study subjects using research form and pelvic floor examination using POP. form.
RESULTS: total of 197 subjects obtained in this study, the prevalence of patients with PFD found 33. The prevalence of POP was 26.4 UI case of 15.3 and the case of FI of 2.5. Chi square test performed to assess the relation between individual characteristics and PFD, found women aged 60 years and aged 40 59 years have probability 69 and 14 times respectively to developed PFD.The probability of developing PFD are 76 and 14,2 times in multiparity and primiparity. Woman with vaginal delivery had. change to developed PFD 1,9 times. Postmenopausal woman had. probability 18 times developing PFD. Strongest risk factor in PFD are age parity, race, mode of delivery and postmenopausal women.
CONCLUSION: Pelvic floor disorder affect. substantial of women and increases with age, parity and aging.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Asrana Baidah
"ABSTRAK
Nama : Priska Asrana BaidahProgram Studi : : Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan GinekologiJudul : Prevalensi dan Faktor-Faktor Risiko Konstipasi pada Wanita Hamil di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Ginekologi RSCM. LATAR BELAKANG: Konstipasi merupakan masalah saluran gastrointestinal yang sering dialami oleh wanita hamil. Adanya konstipasi dapat menghabiskan biaya dan waktu untuk berobat, menurunkan produktivitas dan kualitas hidup serta dapat pula menimbulkan kelainan permanen seperti rusaknya fungsi penyokong otot-otot dasar panggul. Penelitian untuk melihat prevalensi konstipasi pada ibu hamil dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Indonesia belum ada. Padahal dengan mengetahui faktor-faktor risiko konstipasi dalam kehamilan, kualitas perawatan antenatal pada ibu hamil akan lebih baik. TUJUAN: Diketahuinya prevalensi dan hubungan antara usia kehamilan, asupan serat, konsumsi air, dan tingkat aktivitas fisik dengan konstipasi pada ibu hamil di poliklinik rawat jalan obstetric dan ginekologi RSCM. METODE: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan jumlah sampel 174 wanita hamil yang sehat yang berkunjung untuk melakukan pemeriksaan antenatal di poliklinik rawat jalan RSCM. Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner. Diagnosis konstipasi berdasarkan kriteria ROME III, pengukuran asupan serat dengan kuesioner FFQ, pengukuran tingkat aktivitas fisik dengan kuesioner IPAQ. Uji chi square dan Fisher dilakukan untuk menilai hubungan antar variabel. HASIL:Prevalensi konstipasi pada wanita hamil pada penelitian ini 13,2 IK95 8,3-18,1 dengan prevalensi tiap trimester yaitu 5,9 pada trimester 1, 21,4 pada trimester 2, dan 11,3 pada trimester 3. Keluhan tersering yaitu mengedan keras, BAB tidak lampias, dan sensasi tidak dapat mengeluarkan tinja saat BAB. Sebanyak 81,03 subjek asupan serat per harinya kurang dengan rata-rata asupan serat 18,97 gram/hari.Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan konstipasi p=0,776 , konsumsi air dengan konstipasi p=0,485 , dan tingkat aktivitas fisik dengan konstipasi p=0,553 . Namun, terdapat nilai OR yang cukup tinggi antara usia kehamilan dengan konstipasi yaitu OR 4.364 untuk trimester 2 dan OR 2,039 untuk trimester 3 yang menunjukkan kemungkinan ada kebermaknaan secara klinis walaupun tidak bermakna secara statistik p=0,254 KESIMPULAN: Prevalensi konstipasi pada wanita hamil sebanyak 13,2 . Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan, asupan serat, konsumsi air, dan tingkat aktivitas fisik.KATA KUNCI : konstipasi, ROME III, wanita hamil

ABSTRACT
Name Prika Asrana BaidahStudy Program Obstetric and GynecologyTitle Prevalence and Risk Factors Constipation in Pregnancy at Obstetric and gynecology Outpatient Clinic RSCM AIM To estimate constipation prevalence and it rsquo s relation with age of gestation, diet fiber, water consumption, and physical activityBACKGROUND Constipation is a common symptom in pregnancy. The presence of constipation can be costly, reducing the productivity and quality of life and can also cause permanent abnormalities of the pelvic floor muscles. There was no research that looking for prevalence of constipation in pregnant women and it rsquo s risk factors in Indonesia yet. Yet by knowing the risk factors for constipation in pregnancy, the quality of antenatal care for pregnant women would be betterDESIGN AND METHODOLOGY This study is a cross sectional study with a sample of 174 healthy pregnant women who visit to antenatal care at outpatient clinic RSCM. Data were collected through questionnaires. The diagnosis of constipation based ROME III criteria, measurement of fiber intake by FFQ questionnaire, measuring the level of physical activity by questionnaire IPAQ. Chi square test and Fisher conducted to assess the relationship between variables.RESULTS The prevalence of constipation in pregnant women in this study 13.2 CI95 8.3 to 18.1 with each trimester prevalence is 5.9 in the first trimester, 21.4 in the second trimester, and 11.3 in third trimester. The most common complaint are straining, incomplete evacuation, and anorectal obstruction. A total of 81.03 of the subjects was poor on fiber intake with an average fiber intake was 18.97 g day. There were no significant association between fiber intake with constipation p 0.776 , water consumption with constipation p 0.485 , and physical activity levels with constipation p 0.553 . However, there is a clinically significant association between gestational age with constipation with OR 4,364 for second trimester to trimester and 2,039 OR 3. This clinical significancy unfortunately not statistically significant p 0.254 CONCLUSION The prevalence of constipation in pregnant women as much as 13.2 . There were no significant association between gestational age, fiber intake, water consumption, and physical activity levels.Keywords Constipation, pregnancy, ROME III "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyadi Budi Sulistyoaji
"Latar Belakang Jumlah lansia diperkirakan akan terus bertambah setiap tahunnya, dan erat kaitannya dengan perubahan kebutuhan gizi. Malnutrisi dapat terjadi jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dan menjadi faktor risiko frailty pada lansia. Asupan energi adekuat merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan status gizi dan konsumsi produk susu berperan sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral yang berperan dalam memelihara massa otot, kekuatan tulang, dan berat badan lansia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan asupan energi dan konsumsi produk susu dengan status gizi. Metode Penelitian observasional analitik menggunakan desain cross-sectional yang dilakukan pada 104 lansia di komunitas berusia lebih dari 60 tahun yang terdaftar pada Poliklinik Rawat Jalan Geriatri RSCM periode April-Oktober 2019 dengan menggunakan Mini Nutritional Assessment, catatan makan 3 hari, dan semi-quantitative food frequency questionnaire (SQ-FFQ) untuk kategori susu dan olahannya. Analisis hubungan dilakukan dengan uji chi-square. Hasil Sebagian besar responden memiliki asupan energi cukup atau memenuhi 80-110% AKG. Jumlah laki-laki yang memiliki asupan energi cukup (63,2%) dan konsumsi produk susu sesuai kriteria (38,6%) lebih banyak dibandingkan perempuan. Sebanyak 64 (61,5%) partisipan tidak memenuhi konsumsi produk susu sesuai kriteria. Median (min-maks) untuk konsumsi produk susu total sebesar 44 (0-639) gram/hari. Uji chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi lansia (p = 0,339) dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi produk susu dengan status gizi lansia (p = 1,000). Kesimpulan Tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan konsumsi produk susu dengan status gizi lansia.

Introduction The number of elderly people is expected to keep growing annually, which is closely related to changes in nutritional needs. Malnutrition can occur if these needs are not met and become a risk factor for frailty in the elderly. Adequate energy intake is one of the factors associated with nutritional status and dairy consumption serves as a source of protein, vitamin, and mineral that play a role in maintaining muscle mass, bone strength, and the weight of the elderly. This research is conducted to analyze the relationship between energy intake and dairy consumption with nutritional status. Method An analytical observational study with cross-sectional design was conducted on 104 community-dwelling older adults aged over 60 years who were registered at the Outpatient Geriatric Clinic RSCM during April to October 2019. This study used Mini Nutritional Assessment, 3-day food record, and semi-quantitative food frequency questionnaire (SQ-FFQ) specifically for dairy products. Analyses of the relationship between variables were performed using the chi-square test. Results The majority of respondents had sufficient energy intake, meeting 80-110% of the Recommended Daily Allowance (RDA). The number of males with adequate energy intake (63.2%) and dairy consumption meeting the criteria (38.6%) was higher than that of females. A total of 64 participants (61.5%) did not meet the criteria for dairy consumption. The median (min-max) for total dairy consumption was 44 (0-639) grams per day. Chi-square tests indicated no significant relationship between energy intake and the nutritional status of the elderly (p = 0.339). Additionally, there was no significant relationship between dairy consumption and the nutritional status of the elderly (p = 1.000). Conclusion There was no association between energy intake and dairy consumption with the nutritional status of the elderly in this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yovania Agatha Seremian
" Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sering dikaitkan dengan peningkatan risiko penggunaan zat, yang dapat memperburuk prognosis pasien. Berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial, termasuk jenis kelamin, usia mulai menggunakan zat, dan jenis zat yang digunakan, memengaruhi kerentanan ini. Meskipun pentingnya faktor-faktor ini, penelitian di Indonesia yang mengeksplorasi peran mereka pada pasien skizofrenia masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara jenis kelamin, usia mulai menggunakan zat, jenis zat, dan penggunaan zat pada pasien skizofrenia. Metode Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengumpulan data primer melalui wawancara dan kuesioner terstruktur. Variabel independen meliputi jenis kelamin, usia mulai menggunakan zat, dan jenis zat, sementara variabel dependen adalah penggunaan zat, yang semuanya dinilai menggunakan kuesioner demografis. Sebanyak 78 pasien skizofrenia dari Klinik Rawat Jalan RSCM berpartisipasi. Data dianalisis menggunakan aplikasi SPSSv25 for macOS dengan Chi-square Test dan Fisher’s Exact Test. Hasil Studi ini menemukan adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan penggunaan zat, di mana pasien laki-laki delapan kali lebih mungkin menggunakan zat daripada pasien perempuan. Meskipun 91,2% pengguna zat sebagian besar menggunakan stimulan, tidak ditemukan hubungan signifikan antara penggunaan stimulan dan skizofrenia. Selain itu, 88,2% pengguna zat mulai menggunakan zat sebelum usia 18 tahun, meskipun hubungan ini tidak signifikan secara statistik. Kesimpulan Penelitian ini menyoroti adanya hubungan kuat antara jenis kelamin laki-laki dan penggunaan zat, yang menekankan perlunya intervensi khusus berdasarkan jenis kelamin. Meskipun penggunaan stimulan umum, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi kaitannya dengan skizofrenia. Intervensi dini yang menargetkan usia mulai penggunaan zat penting dalam mencegah gangguan penggunaan zat pada pasien. skizofrenia
.Introduction Schizophrenia is a mental disorder often linked to an increased risk of substance use, which can worsen the patient's prognosis. Various biological, psychological, and social factors, including gender, substance use onset age, and type of substance, influence this vulnerability. Despite the significance of these factors, there is limited research in Indonesia that explores their role in schizophrenic patients. This study investigates the association between gender, substance use onset age, type of substances, and substance use among schizophrenic patients. Method This cross-sectional study collected primary data through interviews and structured questionnaires. The independent variables were gender, substance use onset age, and type of substance, while the dependent variable was substance use, all assessed using a demographic questionnaire. Seventy-eight schizophrenic patients from the Outpatient Clinic RSCM participated. Data were analyzed using the SPSSv25 for macOS, with the Chi-square Test and Fisher’s Exact Test applied. Result This study found a significant association between gender and substance use was found, with male patients being over eight times more likely to use substances than females. Although 91.2% of substance users primarily consumed stimulants, no significant link was found between stimulant use and schizophrenia. Additionally, 88.2% of substance users began using substances before the age of 18, though this association with schizophrenia was not statistically significant. Conclusion This study underscores the strong link between male gender and substance use, highlighting the need for gender-specific interventions. While stimulant use was common, further research is needed to explore its connection to schizophrenia. Early interventions targeting substance use onset are crucial in preventing substance use disorders in this population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kemal Fariz Kalista
"Latar Belakang: Saat ini insidens infeksi jamur invasif yang disebabkan oleh Candida semakin meningkat. Candida merupakan genus jamur yang paling sering menyebabkan infeksi jamur invasif. Kandidiasis invasif berdampak pada meningkatnya angka mortalitas dan meningkatnya masa rawat dan biaya perawatan. Sampai saat ini di Indonesia belum ada studi yang meneliti tentang prevalensi, karakteristik klinis pasien dan pola sebaran spesies jamur pada pasien kandidiasis invasif dewasa.
Tujuan: Mengetahui prevalensi dan karakteristik klinis pasien kandidiasis invasif dewasa di RSCM serta mengetahui pola penyebabnya.
Metodologi: Penelitian ini bersifat retrospektif, menggunakan desain potong lintang, berdasarkan data sekunder (rekam medis) pasien sepsis yang dirawat di RSCM sejak bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2014. Dari rekam medik, dicari pasien kandidiasis invasif (KI) berdasarkan kriteria EORTC/MSG tahun 2008. Pada pasien kandidiasis invasif, selanjutnya dilakukan pencatatan data demografis, data klinis dan penunjang, diagnosis, spesies penyebab, jenis obat antifungal dan antibiotik yang diberikan, luaran klinik serta masa rawat.
Hasil: Prevalensi pasien kandidiasis invasif di RSCM adalah 12,3%, yakni 91 pasien KI dari 738 pasien sepsis yang rekam mediknya dapat diteliti. Dari 91 pasien KI yang memenuhi kriteria diagnosis EORTC/MSG tahun 2008, didapatkan 35 pasien dengan kategori proven, 31 pasien probable dan 25 pasien possible. Manifestasi klinik KI yang paling sering ditemukan adalah kandidemia dengan penyebab utama Candida albicans. Rerata usia pasien adalah 47,9 tahun yang didominasi oleh pasien medis, dirawat di ruang rawat biasa, non-neutropenia dan menderita syok sepsis. Kebanyakan pasien menderita keganasan, yang seringkali disertai infeksi paru, sedangkan piranti medik yang paling sering digunakan adalah kateter urin. Umumnya pasien mendapat antibiotik cefalosporin generasi tiga, sementara antifungal yang paling sering digunakan adalah flukonazol. Sebagian pasien KI (44%) tidak mendapatkan pengobatan antifungal sistemik. Mortalitasnya sebesar 68,4% dan median masa rawat total adalah 27 hari.
Kesimpulan: Prevalensi kandidiasis invasif sebesar 12,3%. Mortalitas akibat kandidiasis invasif cukup tinggi dan C. albicans merupakan spesies yang paling sering ditemukan.

Background: Recently, incidence of invasive fungal infection is rising. Candida is the most common cause of invasive fungal infection. Invasive candidiasis contribute to high mortality, prolonged hospitalization and high cost. Until now in Indonesia, there is no study about the prevalence, clinical characteristic and etiologic pathogen of invasive candidiasis in adults.
Objective: To study the prevalence, clinical characteristic and etiologic pathogen in adult patients with invasive candidiasis at RSCM.
Methods: Retrospective, cross sectional, based on the medical record sepsis patients which hospitalized in January 2012 until June 2014. We traced candidiasis invasive (IC) patients which fulfill EORTC/MSG 2008 diagnostic criteria for IC. We recorded demographic data, clinical and supporting data, diagnosis, etiologic pathogen, antibiotic, antifungal, outcome and length of stay.
Results: IC prevalence at RSCM was 12,3%. We have found 91 IC patients from 738 sepsis patients which has complete medical record. The proportion is 35 proven patients, 31 probable patients and 25 possible patients. Candidemia was the most common form of IC and C. albicans was the most common etiologic pathogen. Mean age were 47,9 years, dominated with medical patient, non-neutropenic and septic shock. Most patients had malignancy with lung infection. The most common medical intervention was application of urinary catheter. Most patient was given cephalosporin 3rd generation and the most common antifungal used was fluconazole. Most patient (44%) didn?t get systemic antifungal treatment. Mortality was 68,4% and median length of stay were 27 days.
Conclusions: IC prevalence was 12,3%. Mortality because of IC is high and C. albicans is most common etiologic pathogen.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Maya Sandy
"Latar belakang: Limfadenopati servikal merupakan pembesaran kelenjar getah bening >1 cm di regio servikalis. Etiologi bervariasi, di negara maju 70% merupakan kasus limfadenitis reaktif, sedangkan di negara berkembang 56,67% merupakan infeksi tuberkulosis. Belum ada penelitian di Indonesia tentang hal ini.
Tujuan: Mengetahui profil kejadian limfadenopati servikal pada anak di Klinik Rawat Jalan RSCM Kiara, Jakarta.
Metode: Desain potong lintang deskriptif pada 6126 subyek usia 1 bulan – 18 tahun, didapatkan 93 subyek mengalami limfadenopati servikal. Subyek kemudian dianamnesis dan diikuti proses diagnosisnya.
Hasil: Prevalens limfadenopati servikal adalah 1,5%. Dari 93 subyek, 70% limfadenopati servikal bukan sebagai keluhan utama. Gejala konstitusional tersering adalah demam (43%), malaise (37,6%) dan penurunan berat badan (36,5%). Sebagian besar limfadenopati berukuran 1,1-2 cm, jamak, lokasi di anterior, 25,8% teraba berkonglomerasi dan terfiksasi, nyeri tekan hanya 2,1%. Diagnosis medis terbanyak adalah infeksi tuberkulosis (35,5%), keganasan (20,5%) dan hanya 2,1% yang merupakan kasus limfadenitis servikal akut. Biopsi dilakukan pada 28 subyek (FNAB/biopsi jaringan), 35,7% merupakan infeksi tuberkulosis, 25% kasus keganasan dan 14,2% merupakan radang kronik non-spesifik.
Kesimpulan: Prevalens limfadenopati servikal pada anak sebesar 1,5% dengan diagnosis medis dan hasil biopsi terbanyak adalah kasus infeksi tuberkulosis.

Background: Cervical lymphadenopathy is an enlargement of lymph node > 1 cm in the cervical region. Etiology varies, in developed countries 70% are reactive lymphadenitis, whereas in developing countries 56.67% are tuberculosis infections. No studies in Indonesia about this topic.
Aim: To know the profile children with cervical lymphadenopathy in Outpatient Clinic, RSCM Kiara, Jakarta.
Method: Descriptive cross-sectional design on 6126 subjects aged 1 month – 18 years, found 93 subjects experiencing cervical lymphadenopathy. These subjects underwent interviews and the diagnosis process observed.
Result: Prevalence of cervical lymphadenopathy is 1.5%. From 93 subject, 70% cervical lymphadenopathy is not the main complaint. The most often constitutional symptoms are fever (43%), malaise (37.6%) and weight loss (36.5%). Most of the lymphadenopathy are 1.1-2 cm in size, multiple, location in anterior, 25.8% felt to be conglomerated and fixed, only 2.1% are tenderness. Most common medical diagnoses were tuberculosis infections (35.5%), malignancies (20.5%) and only 2.1% are acute cervical lymphadenitis. Biopsy was done to 28 subject (FNAB/open biopsy) 35,7% are tuberculosis infections, 25% are malignancies and 14,2% are non-specific chronic inflammation.
Conclusion: Prevalence of cervical lymphadenopathy in children is 1,5% and the most often medical diagnose and biopsy profile are tuberculous infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Priyatini
"Disfungsi dasar panggul adalah komplikasi persalinan per vaginam dengan manifestasi utama prolaps organ panggul (POP), inkontinensia urin dan inkontinensia fekal sehingga menurunkan kualitas hidup. Diduga terdapat peran jaringan ikat kolagen dan elastin, namun biopsi berulang memiliki risiko perdarahan, nyeri serta infeksi. Oleh karena itu, dipikirkan produk metabolitkolagen dan elastin serum untuk mewakili kadar kolagen dan elastin di jaringan penunjang dasar panggul. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan penanda serum produk metabolit kolagen dan elastin untuk memprediksi disfungsi dasar panggul setelah persalinan per vaginam.
Penelitian tahap pertama menggunakan desain prospektif kohort satu sisi untuk mengukur angka kejadian disfungsi dasar panggul 3 bulan setelah persalinan. Penelitian dilakukan di Poliklinik Obstetri Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo dan Puskesmas di lingkungan DKI Jakarta, selama periode Januari 2015 sampai Juli 2019. Tahap kedua menggunakan desain nested case control untuk menganalisis hubungan penanda serum kolagen dan elastin serta aktivitas MMP-9 pada kehamilan dan setelah persalinan dengan disfungsi dasar panggul. Penanda metabolit kolagen dan elastin (ICTP, desmosin), remodeling kolagen dan elastin (PINP, PIIINP, tropoelastin), serta MMP-9 diukur pada saat hamil, 24–48 jam, dan 6 minggu setelah persalinan. Tiga bulan setelah persalinan, inkontinensia urin, tekanan dan POP dinilai berdasarkan gejala, pemeriksaan POP-Q dan tes batuk. Data luaran sebelum dan sesudah persalinan dianalisis dengan uji t tidak berpasangan dan uji Mann Whitney.
Dari 177 calon subjek, 4 subjek dieksklusi dan 113 subjek drop out. Dari 60 subjek yang diinklusi, 38 (63,3%) mengalami POP derajat 2 dan 25 subjek di antaranya (41,7%) mengalami sistokel derajat 2. Tidak ada perbedaan rerata seluruh marker degradasi dan sintesis kolagen 1,3 dan elastin serta MMP-9 antara kelompok POP dan kontrol. Analisis dilakukan dengan analisis kategorik menggunakan titik potong pada variabel yang memiliki AUC > 0.6. Pada hasil analisis bivariat prolaps organ panggul didapatkan hasil yang bermakna adalah yang memiliki nilai variabel p < 0,05 yaitu PINP setelah persalinan dan ICTP setelah persalinan. Setelah itu, dilakukan analisis multivariat dengan mengambil nilai variabel p < 0,25 ditemukan pada biomarker PINP setelah persalinan 106,9 dengan RR = 1,76 (95%CI: 1,14–3,00). Pada hasil analisis bivariat sistokel didapatkan hasil yang bermakna adalah yang memiliki nilai variabel p < 0,05 yaitu PINP kehamilan dan PINP setelah persalinan. Setelah itu, dilakukan analisis multivariat sistokel dengan menggambil nilai variabel p < 0.25 yaitu ditemukan biomarker PINP setelah persalinan 106,9 dengan RR = 2,53 (95%CI: 1,05–6,09).

Pelvic floor dysfunction is a complication of vaginal delivery with the main manifestations of pelvic organ prolapse (POP), urinary incontinence and fecal incontinence, thereby reducing quality of life. It is suspected that there is a role for collagen and elastin connective tissue, but repeated biopsies carry the risk of bleeding, pain and infection. Therefore, it was considered the metabolic products of serum collagen and elastin to represent the levels of collagen and elastin in the pelvic floor supporting tissues. The aim of this study was to obtain serum markers of collagen and elastin metabolism products to predict pelvic floor dysfunction after vaginal delivery.
The first phase of the study used a one-sided prospective cohort design to measure the incidence of pelvic floor dysfunction 3 months after delivery. The study was conducted at the Obstetrics Polyclinic, Department of Obstetrics and Gynecology, FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo and Puskesmas in DKI Jakarta, during the period January 2015 to July 2019. The second phase used a nested case control design to analyze the relationship between serum collagen and elastin markers and MMP-9 activity in pregnancy and after delivery with pelvic floor dysfunction. Markers of collagen and elastin metabolism (ICTP, desmosin), collagen and elastin remodeling (PINP, PIIINP, tropoelastin), and MMP-9 were measured during pregnancy, 24–48 hours, and 6 weeks after delivery. Three months after delivery, urinary incontinence, pressure and POP were assessed on the basis of symptoms, POP-Q examination and cough test. The outcome data before and after delivery were analyzed by unpaired t test and Mann Whitney test.
From 177 prospective subjects, 4 subjects were excluded and 113 subjects dropped out. Of the 60 included subjects, 38 (63.3%) had grade 2 POP and 25 (41.7%) had grade 2 cystocele. There was no difference in the mean of all markers of degradation and synthesis of collagen 1,3 and elastin and MMP-9 between the POP and control groups. The analysis was carried out by categorical analysis using cut points on variables that had AUC > 0.6. In the bivariate analysis of pelvic organ prolapse, significant results were obtained which had a variable value of p < 0.05, there were PINP after delivery and ICTP after delivery. After that, multivariate analysis was carried out by taking the variable value p < 0.25 it was found in PINP biomarkers after delivery ≥ 106.9 with RR = 1.76 (95% CI: 1,14–3,00). In the results of bivariate cystocele analysis, significant results were obtained which had a variable value of p < 0.05, there were PINP during pregnancy and PINP after delivery. After that, multivariate analysis of cystocele was carried out by taking the value of the variable p < 0.25, it was found in PINP biomarkers after delivery ≥ 106.9 with RR = 2.53 (95% CI: 1,05–6,09).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Valenty Togi Marito
"Latar belakang: Pasien kanker rentan mengalami limitasi fisik. Hal tersebut menyebabkan pengukuran tinggi badan menjadi tidak valid dalam menentukan status gizi. Disisi lain, penilaian status gizi menjadi penting karena pasien kanker sering mengalami malnutrisi. Sehingga, diperlukan pengukuran alternatif tinggi badan menggunakan panjang tubuh lainnya. Setengah rentang lengan (demi-span) menjadi pilihan sebab penggunaannya yang praktis dan tidak dipengaruhi usia sehingga lebih stabil. Tujuan studi ini untuk menganalisis korelasi antara demi span dengan tinggi badan. 
Metode: Metode penelitian adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain studi potong lintang. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan dilakukan pemilihan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling pada pasien yang terinklusi. Subjek yang diikutsertakan sebanyak 68 pasien. 
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan rerata usia pasien kanker di poliklinik radioterapi RSCM adalah 48.5 tahun dengan mayoritas status gizi merupakan gizi cukup. Rerata demi-span pasien 80.54-5.55 cm dan rerata tinggi badan pasien 157.073-9.65 cm. Terdapat korelasi sangat kuat (r=0.905) antara tinggi badan dengan setengah rentang lengan.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara panjang setengah rentang lengan (demi-span) terhadap tinggi badan pasien dengan korelasi sangat kuat, sehingga panjang setengah rentang lengan dapat digunakan untuk estimasi tinggi badan pada pasien dengan keterbatasan mobilitas. Perhitungan estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi linier.  

Introduction: Cancer patients may experience physical limitations. This causes invalid height measurement so that nutritional status can not be determined. However, nutritional status is important because cancer patients often have malnutrition. Therefore, alternative height measurement with other body parts used to estimate height. The demi-span measurement was chosen over other measures because it can be easily done and does not affected with age. The purpose of this study was to analyze correlation between demi-span and actual height.
Method: This research method is a descriptive analysis with cross-sectional design approach. Secondary data used in this research. There are 68 patients included with simple random sampling method. 
Result: Result of this study showed the average age of cancer patients in department radiotherapy was 48.5 years (pre-elderly) and 35.3% cancer patients presented adequate nutritional status. Patient’s average demi-span was 80.54-5.55 cm and the average height was 157.073-9.65 cm. There are positively and significantly correlated correlation between demi-span to actual stature with strong coefficient correlation (r = 0.905). 
Conclusion: The demi-span length can be used to estimate stature in patient with disability limitation. The equation calculation can be done by using linear regression. 
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajar Ekaputra
"ABSTRAK
Nama Program Studi Judul ABSTRAK : Muhamad Fajar Ekaputra: Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi: Dampak Penyuluhan Disfungsi Dasar Panggul Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil lebih dari 36 minggu dalam Pemilihan Metode Persalinan di Wilayah DKI Jakarta TUJUAN: Mengetahui tingkat pengetahuan ibu mengenai disfungsi dasar panggul sebelum dan setelah penyuluhan dan mengetahui adakah perbedaan perubahan sikap dalam pemilihan metode persalinan sebelum dengan setelah penyuluhan LATAR BELAKANG: Pada negara berkembang sekarang ini, terdapat ketakutan akan proses persalinan secara pervaginam yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan dasar panggul dan prolaps organ panggul di kemudian hari. Alasan ini yang memperkuat seorang wanita untuk memilih persalinan secara seksio cesaria. Sehingga pada negara berkembang, terdapat pandangan bahwa seksio cesaria merupakan jalan yang paling aman untuk melahirkan. Okonkwo melaporkan bahwa terdapat peningkatan permintaan seksio cesaria pada ibu hamil di Nigeria karena ketakutan terjadinya suatu disfungsi dasar panggul berdasarkan informasi yang diberikan oleh dokter. Di Indonesia saat ini masih belum ada penelitian mengenai tingkat pengetahuan wanita tentang disfungsi dasar panggul. Pengetahuan dan pemahaman yang tidak tepat akan menyebabkan pemilihan metode persalinan yang keliru. Peneliti meyakini bahwa dengan suatu pemberian edukasi yang baik, benar dan komprehensif. Seorang wanita dapat memilih metode persalinan yang diinginkannya secara lebih rasional dan bukan karena ketakutan akan terjadinya suatu disfungsi dasar panggul. DESAIN DAN METODE: Penelitian ini menggunakan desain pre ndash; post tes. Pada awal penelitian kita memberikan semacam tes tertulis untuk mengetahui pengetahuan awal peserta sebelum dilakukan penyuluhan dan pemilihan metode persalinan yang diinginkan. Setelah didapatkan hasil tes, dilanjutkan dengan pemberian edukasi tentang disfungsi dasar panggul. Kemudian dilakukan post tes untuk mengetahui tingkat pengetahuan subyek penelitian dan cara persalinan yang akan ditempuh. Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari hingga Mei 2016 di 5 Puskesmas Wilayah DKI Jakarta yaitu PKM Warakas Jakarta Utara , PKM Tanah Abang Jakarta Pusat , PKM Cengkareng Jakarta Barat , PKM Jatinegara Jakarta Timur dan PKM Jagakarsa Jakarta Selatan . Subjek penelitian yang diteliti sebanyak 102 orang. viii HASIL: Sebanyak 102 subjek penelitian yang mengikuti penelitian ini memberikan hasil mean pretes 71 10,49 p

ABSTRACT
ABSTRACT Muhammad Fajar Ekaputra Obstetrics and Gynecology Comparison Level of Knowledge About Pelvic Floor Dysfunction Beforeand After counseling in Term Pregnancy in the Jakarta AIM Knowing the level of knowledge about pelvic floor dysfunction before and after counseling in term pregnancy women and knowing is there a difference a change of attitude in the selection method of delivery before and after counseling BACKGROUND In developing countries today, there is a fear of vaginal childbirth process that will cause damage to the pelvic floor and pelvic organ prolapse later in life. These reason is that reinforces a woman to choose childbirth Cesarian section. So in developing countries, there was supposition that Cesarian section is the safest way to give birth. Okonkwo reported that there is an increasing demand for Cesaria section in pregnant women in Nigeria because of fear of the occurrence of pelvic floor dysfunction based on the information given by the doctor. In Indonesia, there is still no research on the level of knowledge about the female pelvic floor dysfunction. Incorrect education and misunderstanding are will lead to the selection of the wrong method of delivery. Researchers believe that by giving a good education, correct and comprehensive. A woman can choose the method of delivery that wants a more rational and not because of fears of a pelvic floor dysfunction. DESIGN AND METHODOLOGY This study design using pre post test. At the beginning of our study provide some sort of written test to determine the initial knowledge of participants prior to the extension and the selection of the desired method of delivery. Having obtained the results of the test, followed by education about pelvic floor dysfunction. Then do the post test to determine the level of knowledge of the subject and mode of delivery that will be pursued. The study took place between February and May 2016 in 5 Public Health Center PHC in Jakarta that PHC Warakas North Jakarta , PHC Tanah Abang Central Jakarta , PHC Cengkareng West Jakarta , PHC Jatinegara East Jakarta and PHC Jagakarsa South Jakarta . Subjects were examined as many as 102 people. RESULTS A total of 102 study subjects who began the study gives the results of the pretest mean 71 10.49 p "
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Anes Rimu
"Penyakit jantung bawaan dan abnormalitas jalan napas merupakan dua kondisi yang saling berkaitan dan dapat terjadi bersamaan. Terjadinya abnormalitas jalan napas pada pasien penyakit jantung bawaan dapat berpengaruh pada tata laksana serta prognosis pasien. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan melihata data dari rekam medis pasien penyakit jantung bawaan di RSCM tahun 2020–2022. Data yang diambil ialah usia, jenis kelamin, berat badan, diagnosis penyakit jantung bawaan, dan kondisi abnormalitas jalan napas. Data disajikan untuk melihat prevalensi abnormalitas jalan napas pada pasien penyakit jantung bawaan. Dari 69 subjek pasien penyakit jantung bawaan yang memenuhi kriteria inklusi, 15 atau 21,7% diantaranya memiliki abnormalitas jalan napas. Jenis penyakit jantung bawaan yang paling banyak ditemukan ialah Tetralogy of Fallot sebanyak 27 (39,1%) kasus. Jenis abnormalitas jalan napas yang paling banyak ditemukan ialah Laringomalasia sebanyak 9 (13%) kasus. Oleh karena itu, prevalensi abnormalitas jalan napas pada pasien penyakit jantung bawaan ialah sebesar 21,7%, dengan jenis abnormalitas jalan napas terbanyak ialah laringomalasia sebesar 13%. Terjadinya abnormalitas jalan napas pada pasien penyakit jantung bawaan memerlukan perhatian khusus dalam penanganan pasien. 

Congenital heart disease and airway abnormalities are two related conditions that can occur together. The occurrence of airway abnormalities in patients with congenital heart disease can affect patient management and prognosis. The research was conducted retrospectively by looking at data from medical records of congenital heart disease patients at RSCM from 2020–2022. The data collected were age, gender, weight, diagnosis of congenital heart disease, and airway abnormality conditions. The data was presented to see the prevalence of airway abnormalities in patients with congenital heart disease. From 69 subjects of congenital heart disease patients who met the inclusion criteria, 15 or 21.7% of them had airway abnormalities. The most commonly found type of congenital heart disease was Tetralogy of Fallot, with 27 (39.1%) cases. The most commonly found type of airway abnormality was Laryngomalacia, with 9 (13%) cases. Therefore, the prevalence of airway abnormalities in patients with congenital heart disease is 21.7%, with the most common type of airway abnormality being Laryngomalacia at 13%. The occurrence of airway abnormalities in patients with congenital heart disease requires special attention in patient management."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>