Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124287 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cahya Wulandari
"Berkas elektron memiliki distribusi dosis yang uniform di permukaan sehingga sering digunakan sebagai terapi kanker di permukaan. Kanker yang lokasinya dekat dengan organ sehat memerlukan terapi menggunakan lapangan yang kecil, sehingga dosimetri yang akurat untuk berkas elektron lapangan kecil menjadi suatu tantangan tersendiri. Pengukuran persentase dosis kedalaman PDD dilakukan dengan menggunakan radiochromic film Gafchromic EBT-3, sedangkan pengukuran keluaran berkas elektron dilakukan dengan menggunakan detektor Exradin A11 plan-parallel ion chamber, Exradin A16 micro ion chamber, PTW Freiburg T60010M-4 silicon diode, and Gafchromic EBT-3 film yang diletakkan pada slab fantom pada kedalaman maksimum lapangan referensi dan kedalaman maksimum lapangan kecil. Keempat detektor diradiasi dengan berkas elektron energi 6, 8, 10, 12, dan 15 MeV pada ekuivalen lapangan berukuran 1 x 1, 2 x 2, 3 x 3, 5 x 5, 8 x 8, dan 10 x10 cm2 yang terbuat dari cerrobend. Faktor keluaran ditentukan dengan rasio perbandingan antara hasil pengukuran pada kedalaman maksimum di lapangan kecil dan hasil pengukuran pada kedalaman maksimum di lapangan referensi. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa dosis kedalaman maksimum dan faktor keluaran bergerak mendekati permukaan dan menurun seiring dengan penurunan energi dan ukuran lapangan. Terdapat juga perbedaan nilai hasil keluaran keempat detektor tersebut diantaranya maksimum sebesar 49.5 - 87.6 pada lapangan 1 x 1 cm2 di energi 6 MeV, dan minimum sebesar 0.49 - 1.21 pada 8 x 8 cm2 di energi 15 MeV. Berdasarkan hasil pada penelitian ini, detektor PTW Freiburg T60010M-4 silicon diode dan film Gafchromic EBT-3 sanngat baik digunakan untuk pengukuran berkas elektron lapangan kecil.

The electron beam has a uniform dose distribution on the surface so that it is often used in superficial cancer treatment. Cancers located close to organs at risk require treatment using small fields, where dosimetry accuracy becomes a challenge. Measurement of the Percentage Depth Dose PDD was performed using radiochromic film Gafchromic EBT 3, while the output measurement of electron beam were performed using Exradin A11 plan parallel ion chamber, Exradin A16 micro ion chamber, PTW Freiburg T60010M 4 silicon diode, and Gafchromic EBT 3 film positioned on solid water phantom slabs at the maximum depth of the reference field and maximum depth of small field. The four detectors were irradiated with an electron beam energy of 6, 8, 10, 12, and 15 MeV at an equivalent field cerrobend blocked measuring 1 x 1, 2 x 2, 3 x 3, 5 x 5, 8 x 8 and 10 x 10 cm2. Output factor was determined by the ratio of the maximum dose output on the central axis of the field of interest to that of the reference field size. Maximum depth dose and output factor shifted toward to the surface and decrease with decreasing field size and energy. There are also differences in the values of the output factor of the four detectors with a maximum value of 49.5 87.6 on field 1 x 1 cm2 in energy 6 MeV, and a minimum value of 0.49 1.21 in 8 x 8 cm2 at energy 15 MeV. As a result of this study, measurement using PTW Freiburg T60010M 4 silicon diode detector and Gafchromic EBT 3 yielded on best results for small field electron beam.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifatul Ulya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dosimetri film EBT3 pada berkas elektron lapangan kecil dengan mengimplementasikannya pada kasus karsinoma nasofaring dan sinonasal. Penelitian ini dilakukan menggunakan Linac Synergy Platform yang memproduksi berkas elektron dengan energi 6, 8, 10, 12, 15 MeV. Film EBT3 dengan ukuran 3.2×2.5 cm2 diiradiasi menggunakan range dosis 0-500 cGy. Penelitian ini menggunakan lapangan radiasi 1×1, 2×2, 3×3, 5×5, 8×8 dan 10×10 cm2. Film dipindai menggunakan flatbed scanner Epson Perfection V700 dalam evaluasi pixel value. Perhitungan dan plot antara netOD dan dosis untuk mendapatkan kurva kalibrasi. Evaluasi uncertainty dan sensitivitas film EBT3 dilakukan dengan ImageJ dan MatLab. Hasilnya menunjukkan uncertainty tertinggi pada lapangan 1x1 cm2 dengan nilai 4.6%. Nilai sensitivitas film EBT3 konstan ketika dosis yang diberikan >100 cGy, namun berbeda untuk lapangan kecil yang sensitivitasnya sangat dipengaruhi oleh energi yang diberikan. Selain itu, pixel value yang diperoleh dipengaruhi oleh selang waktu antara iradiasi dengan pemindaian dan rotasi film EBT3 pada saat pemindaian. Namun, pixel value film EBT3 tidak dipengaruhi oleh pembalikan (flipped) film EBT3. Homogenitas scanner Epson V700 arah longitudinal lebih tinggi daripada arah transversal. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan persamaan kalibrasi lapangan 10×10 cm2 dapat digunakan untuk membaca dosis sampai lapangan 5×5 cm2, dan khusus untuk energi 15 MeV dapat digunakan sampai lapangan 2×2 cm2. Pada kasus karsinoma nasofaring, semakin kecil lapangan berkas elektron maka nilai presentase diskrepansi dosisnya semakin besar dengan nilai terbesarnya -16.47% (6 MeV) pada lapangan 1×1 cm2. Sedangkan pada OAR spinal cord pada energi rendah dan lapangan kecil nilai nilai dosis yang terukur 0 cGy atau berkas elektron jangkauannya tidak sampai pada spinal cord (OAR). Namun untuk kasus sinonasal selain ukuran lapangan, nilai diskrepansi dosis juga dipengaruhi oleh ketidakhomogenan pada target dengan nilai terbesarnya 10.66% (12 MeV) pada lapangan 2×2 cm2. Hasil koreksi matriks pada scanner rata-rata dapat meningkatkan pembacaan dosis pada implementasi energi berkas elektron lapangan kecil pada kasus karsinoma nasofaring dan sinonasal.

This study aimed to determine the dosimetry characteristics of the EBT3 film on a small field electron beam and implementation in nasopharyngeal carcinoma and sinonasal case. The experiments were done using Linac Synergy-Platform which produces an electron beam with the energy of 6, 8, 10, 12, 15 MeV. EBT3 films with the size of 3.2×2.5 cm2 was irradiated using dose in the range of 0 to 500 cGy. We did the experiments using radiation field size of 1×1, 2×2, 3×3, 5×5, 8×8 and 10×10 cm2. The irradiated film was scanned using Epson Perfection V700 flatbed scanner to evaluate the pixel value. We calculated the NetOD (NOD) and plotted the characteristics curve between dose and NOD. We compared the uncertainty and sensitivity of characteristics curve of the EBT3 film between MatLab and ImageJ software. The results show the largest Uncertainty of characteristics curve around of 4.6% at 1×1 cm2. Sensitivity value was constant when film irradiated with >100 cGy, it's influenced much by the energy for small field. In addition, the pixel value obtained is influenced by the time interval between irradiation by scanning and rotation EBT3 film at the time of scanning. However, the pixel value is not influenced by the film EBT3 flipped. Epson V700 scanner homogeneity in the longitudinal direction is higher than the transverse direction. Based on the results of field testing using calibration equation 10×10 cm2 can be used to read the dose until 5×5 cm2 field, and specifically to the energy 15 MeV can be used to read doses a 2×2 cm2. In cases of nasopharyngeal carcinoma, the smaller the field of electron beam then the value of the dose the greater the percentage of discrepancy with the greatest value of -16.47% (6 MeV) on 1×1 cm2 field size. While in OAR spinal cord at low energy and small field values measured dose of 0 cGy or electron beam not coverage to the spinal cord (OAR). But for cases of sinonasal with addition of field size, dose discrepancy value is also affected by irregularities on the target with the greatest value of 10.66% (12 MeV) in 2×2 cm2 field size. The result of the matrix correction increase accuration on implementing electron small field beam in the case of nasopharyngeal carcinoma and sinonasal.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T45837
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Dede Handika
"Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan faktor keluaran dari berkas foton lapangan kecil pada medium homogen dan inhomogen dengan berbagai variasi pengukuran. Variasi pengukuran faktor keluaran yang dilakukan pada penelitian ini yaitu variasi medium (homogen dan inhomogen), detektor, kedalaman ekuivalen (5 g/cm2 dan 10 g/cm2), energi (6 MV dan 10 MV), teknik (SSD dan SAD), dan bentuk lapangan (square dan circular). Pengukuran faktor keluaran dilakukan dengan menggunakan detektor bilik ionisasi Exradin A16, bilik ionisasi Semiflex, dan Film Gafchromic EBT3 pada ukuran lapangan ekuivalen 0.8 cm. 2.4 cm, 4 cm, dan 10 cm. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa pengaruh medium homogen menghasilkan deviasi kurang dari 6% ketika menggunakan detektor Exradin A16 dan kurang dari 4% ketika menggunakan Film Gafchromic EBT3. Pada medium inhomogen deviasi >10% ketika ukuran lapangan 0.8 cm dan 2.4 cm. Perbedaan kedalaman menghasilkan deviasi kurang dari 3% untuk medium homogen kurang dari 10% untuk medium inhomogen. Pengaruh teknik penyinaran terhadap faktor keluaran menghasilkan perbedaan deviasi kurang dari 4%. Pengaruh bentuk lapangan terhadap faktor keluaran menghasilkan deviasi sebesar -22.24% ketika menggunakan detektor bilik ionisasi Semiflex dengan ukuran lapangan ekuivalen 0.8 cm dan bentuk lapangan circular.

This study was aimed to determine output factors of small field for photon beams in homogeneous and inhomogeneous medium. The variations are consist of a variation of medium (homogeneous and inhomogeneous), detector, equivalent of depth (5 g/cm2 and 10 g/cm2), energy (6 MV and 10 MV), technique (SSD and SAD), and shape of field (square and circular). The output factor measurements are using Exradin A16 and Semiflex ionization chamber beside Gafchromic EBT3 Film and various equivalent field sizes of 0.8 cm, 2.4 cm, 4 cm, and 10 cm. Result shown that deviations of output factor for homogeneous medium being less than 6% when using Exradin A16 ionization chamber and less than 4% when using Gafchromic EBT3 Film. Deviation for inhomogeneous medium >10% in the field size of 0.8 cm and 2.4 cm. Difference of depth produce a deviation less than 3% for homogeneous medium and less than 10% for inhomogeneous medium. The influence of technique to output factor shown difference of deviation less than 4%. The influence of the shape of field to output factor shown that deviation -22.24% when using Semiflex ionization chamber with equivalent field size 0.8 cm and the shape of field is circular.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64714
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyanto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
15-25-19298961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Prasetio
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39755
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilbert Then Sebastian
"Penggunaan plastik sehari-hari meningkatkan sampah plastik sulit terurai, sementara limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dari industri minyak kelapa sawit juga menjadi masalah lingkungan signifikan. Penelitian ini mengkaji pengaruh iradiasi electron beam terhadap sifat kimia dan fisik recycled polyethylene (rPE) serta kompatibilitasnya dengan TKKS dalam komposit Wood Plastic Composite (WPC). Iradiasi electron beam digunakan untuk memodifikasi rPE agar lebih kompatibel dengan TKKS. RPE diiradiasi dengan dosis 0, 100, 200, dan 300 kGy, kemudian dikarakterisasi menggunakan Melt Flow Index (MFI) dan pengukuran sudut kontak. Hasil menunjukkan dosis iradiasi mempengaruhi viskositas dan sifat permukaan rPE. Pada dosis 100 kGy, terjadi peningkatan hubung silang yang menurunkan MFI, sementara pada 300 kGy, chain scission dominan meningkatkan MFI. Pengukuran sudut kontak menunjukkan peningkatan sifat hidrofilik hingga dosis 200 kGy, namun sedikit meningkat pada 300 kGy. Uji mekanik menggunakan Universal Testing Machine (UTM) menunjukkan WPC dengan iradiasi 100 kGy memiliki tensile strength dan elongation at break lebih tinggi dibandingkan tanpa iradiasi. Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan peningkatan adhesi antara serat TKKS dan matriks rPE pada sampel dengan iradiasi 100 kGy, menghasilkan struktur yang lebih homogen dan kuat. Penelitian ini menunjukkan iradiasi electron beam pada dosis optimal dapat meningkatkan sifat mekanik dan kompatibilitas WPC, menjadikannya alternatif potensial untuk mengatasi masalah lingkungan.

The use of plastic in daily life has led to an increase in non-degradable plastic waste, while empty fruit bunch (EFB) waste from the palm oil industry also poses a significant environmental problem. This study examines the effects of electron beam irradiation on the chemical and physical properties of recycled polyethylene (rPE) and its compatibility with EFB in the formation of Wood Plastic Composite (WPC). Electron beam irradiation is used to modify rPE to improve compatibility between hydrophobic rPE and hydrophilic EFB. In this study, rPE was irradiated at doses of 0, 100, 200, and 300 kGy, followed by characterization using Melt Flow Index (MFI) and contact angle measurements. Results showed that irradiation doses affect the viscosity and surface properties of rPE. At a dose of 100 kGy, increased hubung silang reduced MFI, while at 300 kGy, chain scission was dominant, significantly increasing MFI. Contact angle measurements indicated increased hydrophilicity up to a dose of 200 kGy, with a slight increase at 300 kGy. Mechanical testing using a Universal Testing Machine (UTM) showed that WPC irradiated at 100 kGy had higher tensile strength and elongation at break compared to non-irradiated samples. Scanning Electron Microscopy (SEM) analysis revealed improved adhesion between EFB fibers and the rPE matrix in samples irradiated at 100 kGy, resulting in a more homogeneous and robust structure. This study demonstrates that optimal electron beam irradiation doses can enhance the mechanical properties and compatibility of WPC, making it a potential alternative for addressing environmental issues."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Aprilia Mahfirotin
"Pengukuran standar dosimetri referensi berkas elektron di seluruh dunia hingga kini mengacu pada protokol IAEA TRS-398 dan AAPM TG-51. Kedua protokol ini tidak merekomendasikan penggunaan detektor silinder untuk kalibrasi berkas elektron pada energi rendah. Namun, perkembangan standar dosimetri ini terus dikembangkan guna meningkatkan akurasi kalibrasi dosimetri berkas elektron dalam bidang radioterapi. Terdapat penelitian terbaru yang didasarkan pada AAPM TG-51 yaitu modifikasi kalibrasi berkas elektron. Pada metode tersebut digunakan detektor silinder pada energi rendah dan faktor konversi kualitas berkas terbaru menggunakan simulasi Monte Carlo. Pada studi ini dilakukan implementasi modifikasi kalibrasi berkas elektron dengan energi sebesar 6, 8, 10, 12, dan 15 MeV. Berkas elektron yang digunakan berasal dari dua jenis linear accelerator yaitu Elektra Synergy Platform dan Versa HD. Hasil bacaan muatan diukur dengan detektor PTW 30013, IBA CC13, Extradin A1Sl, dan Extradin A11 yang terhubung pada elektrometer. Dosis serap elektron disajikan dalam bentuk dosis per monitor unit pada kedalaman maksimum (Zmax). Pada studi ini modifikasi kalibrasi dibandingkan dengan TRS-398 untuk mengetahui akurasi hasil pengukuran kalibrasi dosis serap berkas elektron. Hasil pengukuran faktor konversi kualitas berkas antara TRS-398 dengan modifikasi kalibrasi menghasilkan perbedaan sebesar 11,12%. Perbandingan dosis serap antara modifikasi kalibrasi terhadap TRS-398 (Dw) untuk detektor silinder sebesar 1,002 cGy/MU pada Synergy Platform dan 1,000 cGy/MU pada Versa HD sedangkan untuk detektor plan-paralel sebesar 1,013 cGy/MU pada Synergy Platform dan 1,014 cGy/MU pada Versa HD. Metode modifikasi kalibrasi menghasilkan variabilitas hasil yang baik berdasarkan hasil standar deviasi dari pengukuran dosis rata-rata yang diperoleh dari berbagai detektor sebesar 0,5% pada Synergy Platform dan 0,8% pada Versa HD. Oleh karena itu, metode modifikasi kalibrasi dapat meningkatan akurasi hasil pada detektor silinder yang lebih baik dan lebih sederhana untuk diterapkan secara klinis

The recently worldwide standard measurement of electron beam reference dosimetry refers to the protocols IAEA TRS-398 and AAPM TG-51. Neither of these protocols recommend the use of cylindrical chamber for electron beam calibration at low energies. However, the development of this dosimetry standard continues to improve the accuracy of electron beam dosimetry calibration in the radiation therapy. There is a recent study based on the AAPM TG-51, which is a modified calibration of electron beam. This method uses a low energy cylindrical chamber and the updated beam quality conversion factor using Monte Carlo simulation. In this study, the modified calibration was carried out with energies of 6, 8, 10, 12, and 15 MeV. The electron beam generated from two types of linear accelerator Elektra Synergy Platform and Versa HD. The results of charge readings were measured with PTW 30013, IBA CC13, Extradin A1Sl, and Extradin A11 connected to the electrometer. The absorbed dose to water for electron beam is expressed in dose per unit (cGy/MU) monitor at the maximum depth (Zmax). The result of beam quality conversion factor between TRS-398 with modified calibration showed a difference of 11,12%. The ratio of absorbed dose between modified calibration to TRS-398 (Dw) for cylindrical chamber resulted in an average of 1.002 cGy/MU on Synergy Platform and 1.000 cGy/MU on Versa HD while for plane-parallel chamber it was 1.013 cGy/MU on Synergy Platform and 1.014 cGy/MU on Versa HD. The modified calibration produces good variability in results based on the standard deviation of the average dose per monitor unit obtained from different chambers of 0.5% for Synergy Platform and 0.8% for Versa HD. Therefore, the modified calibration can improve the accuracy of the results on cylindrical chamber which is better and simpler to implement clinically."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rofikoh
"ABSTRAK
Adapun tujuan utama dilakukannya penelitian ini yaitu mengetahui profil dosis lapangan kecil pada medium tulang belakang dengan teknik penyinaran SAD. Selain itu, kami mengevaluasi dan membandingkan dosis perencanaan pada teknik SBRT dan konvensional terhadap hasil pengukuran yang dilakukan menggunakan dosimeter Exradin A16 dan Gafchromic EBT3. Evaluasi perencanaan radioterapi dilakukan dengan menghitung indeks konformitas dan indeks homogenitas untuk daerah toraks dan lumbal. Hasilnya menunjukkan bahwa film EBT3 merupakan dosimeter dengan akurasi dan presisi yang paling tinggi dengan rata-rata standar deviasi sebesar ±1.7 dan diskrepansi maksimum sebesar 2.6%, secara berturut-turut. Deviasi FWHM untuk lapangan 0.8 x 0.8 cm2 sebesar 16.3%, sedangkan untuk lapangan 2.4 x 2.4 cm2 sebesar -3.0%. Perbandingan lebar penumbra terhadap luas lapangan kolimasi untuk lapangan 0.8 x 0.8 cm2 sebesar 37.1%, sedangkan untuk lapangan 2.4 x 2.4 cm2 sebesar 12.4%. Evaluasi indeks konformitas dan indeks homogenitas pada perencanaan menunjukkan bahwa perencanaan pada daerah toraks memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan lumbal.

ABSTRACT
The main objective of this study was to know dose profile of small field radiotherapy in the spine case with SAD techniques. In addition, we evaluated and compared the dose planning of SBRT and conventional techniques to measurements with Exradin A16 and Gafchromic EBT3 film dosimeters. Evaluation of radiotherapy planning has been used using both conformity and homogeneity index for thorax and lumbal regions. The results showed that film EBT3 is highest precision and accuracy with average of standard deviation of ±1.7 and maximum discrepancy of 2.6%, respectively. In addition, the deviation of Full Wave Half Maximum (FWHM) in small field size of 0.8 x 0.8 cm2 is 16.3%, while it was found around 3 % for the field size of 2.4 x 2.4 cm2. The comparison between penumbra width and the collimation was around of 37.1% for the field size of 0.8 x 0.8 cm2 is 37.1%, while it was found of 12.4% for the field size of 2.4 x 2.4 cm2. Moreover, the HI and CI evaluation of the planning shows that planning of thorax indicating better results than lumbal regions"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Haristyo
"Pada dosimetri radioterapi lapangan kecil digunakan berbagai jenis detektor, salah satu contohnya adalah detektor bilik ionisasi. Namun, terdapat keterbatasan dimensi detektor yang ideal untuk dosimetri lapangan kecil. Akibatnya, muncul efek volume averaging dimana detektor akan merata-ratakan dosis yang terukur dikarenakan adanya pertubasi fluence foton pada celah disekitar volum aktif detektor yang berisi gas. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor koreksi volume averaging. Pada penelitian ini dilakukan kalkulasi faktor koreksi volume averaging beberapa jenis detektor dari film gafchromic dengan menggunakan algoritma berbasis MATLAB.
Hasil kalkulasi faktor koreksi volume averaging menunjukkan nilai faktor koreksi terendah adalah 1,0086 untuk detektor SFD diode pada lapangan 4 cm x 4 cm, sedangkan faktor koreksi terbesar adalah 1,6083 untuk detektor GD-302 pada lapangan 0,8 cm x 0,8 cm. Semakin besar ukuran detektor yang digunakan untuk dosimetri lapangan kecil, maka semakin besar pula efek volume averaging yang ditimbulkan. Oleh karena itu, dibutuhkan detektor yang cukup kecil dimensinya untuk meminimalisir efek volume averaging.

Various type of detector, such as ionization chamber, has been used in small field radiotherapy dosimetry. There is a limitation in detector's dimension which can produce the volume averaging effect. Detector will average the measured dose because of fluence pertubation that happens in gas-filled cavity around detector's active volume. Purpose of this study is to calculate volume averaging correction factor of some detectors. Volume averaging correction factor can be calculated using MATLAB based algorithm.
The result shows that detector with the lowest volume averaging correction factor is SFD diode detector with volume averaging correction factor value is 1,0086 in 4 cm x 4 cm field size. Whereas GD-302 has the largest volume averaging correction, 1,6083 in 0,8 cm x 0,8 cm field size. The larger size of detector, the greater volume averaging correction factor will be produced. Therefore, detector with small enough dimension is required in order to minimize the effect of volume averaging.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S53263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apriyansah Putera
"Telah dilakukan pengukuran kestabilan keluaran dan energi berkas elektron pada energi 9, 12, 16, dan 20 MeV hasil Linac Varian 210°C di RS. Persahabatan dalam periode pengamatan hampir kontinyu 1,5 bulan. Metode eksperimen dilakukan dengan menggunakan aplikator 10 x 10 cm2, SSD 100 cm dan menggunakan detektor bilik ionisasi Farmer yang diletakkan dalam fantom akrilik. Pengukuran output dilaksanakan pada kedalaman 2,5 cm sedangkan pengukuran energi didasarkan pada rasio output pada 2,5 cm terhadap output pada 3,5 cm. Hasil pengukuran menunjukan output dan energi Linac cukup stabil sesuai batas toleransi ± 2 %. Pengukuran output pada energi 6 MeV tidak dapat dilakukan pengukuran karena telah melampaui jangkauan dari berkas elektron.

Stability of output and energies for Linac Varian 210°C electron beams for energies 9, 12, 16, and 20 MeV at Persahabatan hospital within the period of 1,5 months were measured. Experiments were done at SSD 100 cm using applicator size 10 x 10 cm2 and Farmer ionization chamber in PMMA phantom. Output was measured at 2,5 cm depth while energy was determined as the ratio of outputs at 2,5 and 3,5 cm depths respectfully. Results showed outputs and energies of Linac is within acceptable ± 2% variabilities. Measurements at 6 MeV energy was not possible due to phantom limitation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S28899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>