Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80098 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syafira Aulia
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai aspek perlindungan hukum bagi pemegang girik. Adapun permasalahan yang penulis angkat adalah bagaimana aspek perlindungan bagi pemegang girik dalam hal tanahnya telah disertipikatkan oleh orang lain yang tidak memiliki hak, bagaimana pertanggungjawaban Badan Pertanahan Nasional dalam hal sertipikat hak atas tanah yang diterbitkan olehnya diputuskan Majelis Hakim sebagai tanda bukti hak yang cacat hukum, dan kemudian bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 984/K/PDT/2007 ditinjau dari peraturan perundang-undangan, khususnya hukum pertanahan nasional. Pendekatan penelitian ini yuridis normatif dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini terdiri dari tiga kesimpulan. Pertama, perlindungan hukum bagi pemegang girik dapat dilakukan melalui pendaftaran tanah sebagai suatu cara untuk melindunginya dari sengketa kepemilikan atas tanah. Namun, jika sudah terjadi sengketa, maka pemegang girik dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan. Adapun sudut pandang yang dapat digunakan Majelis Hakim untuk memberikan perlindungan hukum dapat dilihat dari 3 tiga sudut pandang, yakni melalui penggunaan sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia, pengakuan eksistensi girik secara tersirat dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA, dan penilaian alat bukti oleh Majelis Hakim. Kedua, pertanggungjawaban Badan Pertanahan Nasional adalah pembatalan sertipikat yang dalam hal ini dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Ketiga, pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 984/K/PDT/2007 sudah tepat, namun Majelis Hakim tidak menggunakan rujukan pengaturan yang berkaitan dengan Hukum Pertanahan Nasional.

ABSTRACT
This thesis discusses about the legal protection of girik holder. The problem that the author adopted is how the law provides protection for girik holder, how liability of the National Land Agency in the case of a certificate which is issued legally flawed, and how the consideration of judges in the Supreme Court of Indonesia Decision Number 984 K Pdt 2007 review of regulations law, particularly national land law. This research uses a method descriptive analysis with yuridis normative approach. Discussion and research results lead to the three conclusions. First, the legal protection for Girik holder can be done through the registration of land as a way to protect them from disputes over land ownership. However, if it happens, Girik holder can file a lawsuit and the judge could provide the legal protection from three points of view. There are land registration publishing system applied in Indonesia, recognition of the existence girik implied in article 19 paragraph 2 c Act Number 5 Year 1960 UUPA , and assessment of the evidence by the Judges, but in this case Judges only using the last one. Second, cancellation of the Certificate of Land Ownership by National Land Agency through the Head of the Regional Office. Furthermore, the consideration of the judge is right, but unfortunately the judges did not use the resourcers of National Land Law. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Suhudi
"Timbulnya sengketa hukum adalah bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Penelitian ini membahas mengenai sengketa kepemilikan tanah sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 9/Ciketing Udik, seluas 32.215 M2 yang terdaftar atas nama PT. Bosaeng Jaya berkedudukan di Jakarta , terhadap sebagian tanah Hak Guna Bangunan tersebut, yaitu seluas 7.300 M2 dipermasalahkan oleh Nyonya Sanem dan Nyonya Samah. Perkara tersebut di atas telah mendapat putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, akan tetapi putusan tersebut belum dapat menyelesaikan sengketa, karena berdasarkan Berita Acara Eksekusi Pengadilan Negeri Bekasi, putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan (non eksekutabel). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi preskriptif. Untuk mengakhiri kasus sengketa tanah tersebut para pihak sepakat menyelesaikan secara damai. Dengan membuat akta perdamaian secara notariil. Akta Perdamaian tersebut selanjutnya didaftarkan di Kantor Pertanahan Kota Bekasi sebagai dasar permohonan penghapusan perkara.

The arise of legal dispute begins from a complaints from such party (person / body of law) which contains of objections and indictment for land rights either on the status of land, priority or its ownership in the expectation for administrative settlement in accordace with the pertaining regulations. This research discusses the dispute over land ownership on the certificate of the Rights
to Build number 9/Ciketing Udik, covering an area of 32 215 m2 which registered in the name of PT. Bosaeng Jaya located in Jakarta, topartial of land of such rights to build of 7.300 m2, disputed by Mrs Sanem and Mrs Samah. The above case has received a verdict has not been able to resolve the dispute, because based on the Minutes Execution of Districh Court of Bekasi, such decition cannot be executed (non executable). This study uses the method of juridical normative with prescriptive typology. To end such land dispute case the parties agree resolve peaceful term. By produce settlement agreement in a notary deed. Such settlement agreement is then registered to the Land Office of
Bekasi as the foundation of case nullification petition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Khusuma Putra
"Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 merupakan suatu tonggak sejarah dalam Hukum Pertanahan Nasional. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menjelaskan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, maka Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pendaftaran tanah, dan atas tanah yang telah didaftarkan tersebut selanjutnya diterbitkan tanda bukti kepemilikan atas tanah yang berguna sebagai alat bukti yang kuat. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah merupakan awal dasar hukum yang menjadi pendukung atas berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, yang kemudian digantikan oleh PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai kepastian dan perlindungan hukum dari sertipikat tanah. Dengan adanya kedua peraturan yang memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi Warga Negara Indonesia ditandai dengan terbitnya sertipikat. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menilai bahwa begitu banyak kesalahan serta kecurangan yang terjadi dalam mencapai perlindungan serta kepastian hukum tersebut. Kita dapat melihat dalam hal terbitnya Sertipikat Hak Milik ganda atas sebidang tanah yang sama yang dimiliki oleh Tuan OR. Penerbitan Sertipikat Hak Milik yang kedua dilakukan oleh Nyonya RMH yang berkedudukan sebagai saudara ipar dari Tuan PM. Sertipikat merupakan salah satu alat bukti yang kuat, tetapi harus diingat bahwa sertipikat bukan merupakan alat bukti yang mutlak, selama dapat dibuktikan sebaliknya didalam persidangan, maka perlindungan serta kekuatan hukumnya akan hilang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan cara mengkaji suatu kasus dalam suatu putusan, kemudian diterapkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif analitis mengenai pembahasan dari suatu permasalahan yang terjadi.

In 1960, Agrarian Law Number 5 Year 1960 was a pioneer and a foundation of our National Land Law. In article 19th explained that to create the certainty of land law, the Government hold the land registration system, so that for which land that was already registered, must have published with a certificate as a solid or strong evidence. Government Regulation number 10 Year 1961 about Land Registration was a beginning of the basic of law which have been supporting the operation of the Agrarian Law. This regulation was then replaced with Government Regulation Number 24 Year 1997. In article 32th of that new government regulation sets about the legal certainty and the legal protection on a land certificate. But nowadays, we could evaluate that there’re so many mistakes and fraudulence happening in reaching the legal certainty and legal protection. Let us see in writer’s case that there are double certificate published on a land owned by Mr. OR. The second certificate publishing was done by Mrs. RMH whom was Mr. OR’s sister in law. Certificate is a solid or strong evidence, but we should remind that it isn’t an absolute evidence as long as it can be proved in reverse when in trial, so that the legal protection and the legal power vanished. This research was using juridical normative method by researching a case of a court decision, and then arranged with the positive regulation and manifested it in analytical - descriptive written form about researching the problem which occurred.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Ayu Sartika
"Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Namun dalam kenyataanya sekarang tidak jarang terjadi terbitnya dua atau lebih sertipikat diatas sebidang tanah yang sama, lazim dikenal dengan overlapping, seperti kasus dalam Putusan MA No 2651 K/Pdt/2014. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan sifat eksplanatoris dan menggunakan data sekunder. Kesimpulan penelitian ini yaitu Kantor Pertanahan Kota Surabaya yang tidak teliti dan tidak cermat pada waktu dilakukan pengukuran, penelitian di lapangan atau pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan objek sengketa sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan juga kerugian kepada pemegang hak. Upaya penyelesaian dalam Putusan MA No 2651 K/Pdt/2014 dilakukan melalui pengadilan.

Certificate is a letter of proof of rightsserves as a strong evidence of the physical data and juridical data in accordance with the measurement letter and land certificate of the concerned. The certificate also proves that land registration has been done. But in reality, it is not uncommon to have 2 (two) or more land certificates issued for the same part of land, commonly known as land overlapping, such as the solved case registered in Supreme Court Decision No. 2651 K / Pdt / 2014. The purpose of this study was to determine the legal certainty of the issuance of dual certificates by the Land Office of Surabaya and to determine whether the basic consideration of the judge in deciding the dispute in the Supreme Court No. 2651 K / Pdt / 2014 was consistent with the regulations. This study is a normative juridical research with explanatory and analytical prescriptive typology nature features, and is using secondary data. The author concluded that Surabaya Land Office was careless and inaccurate in doing the measurement, field research or related documents examination that it caused legal uncertainty and also loss to the rights holder. Also, consideration of the judge in deciding the dispute in Supreme Court Decision No. 2651 K/Pdt / 2014 was not in accordance with the applied regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marindi Cintyana
"Girik adalah alat bukti tanda membayar pajak. Sebelum berlakunya UUPA, hukum tanah yang berlaku bersumber hanya hukum adat. Girik digunakan oleh pemilik tanah sebagai tanda bukti hak atas tanah, karena hanya pemilik tanah yang wajib membayar pajak. Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria terjadi perubahan secara fundamental di bidang hukum tanah dan hak- hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat di Indonesia terutama di Jakarta yang menganggap Girik adalah bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik tidak kuat untuk menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah apabila terjadi sengketa di Pengadilan. Oleh karena itu perlunya sosialisasi dari pihak pemerintah untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah adalah berupa Sertipikat, bukanlah Girik. Banyak masyarakat yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan Girik, karena didalam literatur ataupun Perundangundangan mengenai pertanahan sangatlah jarang dibahas dan dikemukakan. Tanah Girik bukan merupakan bentuk kepemilikan hak sesuai dengan UUPA, melainkan hanya bukti pembayaran pajak tanah saja. Namun demikian , Petuk Pajak Bumi/ Landrentee, Girik, Pipil,Verponding Indonesia ini adalah salah satu bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Seperti permasalahan dalam penulisan tesis ini mengenai sengketa tanah girik yang telah mendapat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 166/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. pemilik dari Girik C nomor 1349 tidak dapat membuktikan kepemilikannya yag sah di pegadilan, karena kurangnya alat bukti yang lain. Girik dapat menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah dengan didukung alat bukti yang lain yang menguatkan. Oleh sebab itu, perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah agar masyarakat melakukan pendaftaran pertama kali atas tanah yang masih berstatus hak milik adat.

Girik is proof of payment of tax. Before Act Number 5 of 1960 regarding Agrarian Law, the prevailing law on land was bassed on common law. Girik used by the land owner as a proof of the land, because only a landholder who is obliged to pay taxes. Since Act Number 5 Year 1960 regarding Agrarian Law promulgated, land law and personal rights on land in Indonesia fundamentally changed.. In fact, Some of Indonesian people especially in Jakarta still thought that Girik is an evidenceof land ownership. Because of that, need for socialization of the government to tell people that the proof of ownership land rights is a Sertipikat. Many people do not understand what is referred about Girik, because in literature or regulations of land is very rarely discussed and presented about that.Girik certificate is not propietary right as pointed out in Basic Agrarian Law (UUPA). It only indicates tax payment receipt. Nevertheless, there are other [less formal] land certificate of Petuk Pajak Bumi, Landrentee, Girik, Pipil, verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation (PP) No.24 of 1997 concerning Land Regisration. Shown in land dispute case on Court of Central JakartaDecision Number 166/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST. This research uses a method of a descriptive analysis with yuridis normative approach."
2015
T43965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ratih
"Kebiasaan menitipkan sertipikat hak atas tanah kepada PPAT dalam proses pengalihak hak belum diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menganalisis terkait penitipan sertipikat kepada Notaris ketika PPJB telah dibuat, dengan tujuan peningkatan menjadi AJB berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 28/Pdt.G/2022/PN.Krg. Rumusan masalah pertama adalah bagaimana ketentuan hukum terkait hak dan kewenangan PPAT dalam menerima penitipan sertipikat tanah yang menjadi objek PPJB lunas dan belum ditingkatkan menjadi AJB dan rumusan masalah kedua yaitu bagaimana perlindungan hukum terhadap PPAT dalam hal penitipan sertipikat sebagai permintaan dari penjual untuk peralihan hak milik dengan AJB terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nomor 28/Pdt.G/2022/PN.Krg. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian berbentuk preskriptif yang merupakan penelitian dengan memberikan arahan teori hukum dan peraturan perundang-undangan terhadap suatu masalah serta memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hasil penelitian menyatakan tidak terdapat pasal yang secara nyata menyebutkan bahwa Notaris/PPAT berhak dan berwenang untuk menerima atau meminta penitipan sertipikat, namun hal tersebut tidak dilarang oleh Undang-undang dan tidak terdapat peraturan perundang-undangan yang dilanggar dengan tindakan tersebut. Nyatanya PPAT berhak untuk menerima penitipan sertipikat dengan maksud untuk pengecekan sertipikat kepada badan pertanahan sebagai salah satu prosedur dalam pembuatan AJB. Perlindungan hukum bagi Notaris/PPAT dalam menerima penitipan sertipikat adalah melalui UUJN, Kode Etik, dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai aturan yang berlaku. Sehingga dalam pelaksanaan jabatan tetap berada pada ranah dan koridor yang semestinya dan dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 28/Pdt.G/2022/PN.Krg terjadi penitipan sertipikat pada saat berlangsungnya PPJB dengan tujuan agar AJB dapat dilakukan tanpa perlu kehadiran penjual karena terdapat pasal terkait pemberian hak kepada pembeli dalam PPJB untuk bertindak sebagai penjual dalam AJB. Namun PPAT menolak pembuatan AJB karena terdapat jaminan terhadap tanah tersebut yang dibuat oleh Notaris yang sama.

The custom of entrusting certificates of land rights to PPAT in the process of transferring rights has not been clearly regulated in statutory regulations. This research analyzes the deposit of certificates with Notaries when PPJB has been made, with the aim of upgrading to AJB based on District Court Decision Number 28/Pdt.G/2022/PN.Krg. The first problem formulation is what the legal provisions are regarding the rights and authority of PPAT in receiving custody of land certificates which are the object of PPJB in full and have not been upgraded to AJB and the second problem formulation is how the legal protection of PPAT is in terms of custody of certificates as a request from the seller for the transfer of ownership rights with AJB regarding District Court Decision Number 28/Pdt.G/2022/PN.Krg. The research method used is doctrinal research with a prescriptive research typology, which is research that provides direction on legal theory and statutory regulations on a problem and provides solutions to resolve the problem. The research results stated that there were no real articles [SLA3] states that the Notary/PPAT has the right and authority to receive or request safekeeping of certificates, but this is not prohibited by law and there are no statutory regulations that are violated by this action. In fact, PPAT has the right to receive custody of the certificate with the aim of checking the certificate with the land agency as one of the procedures in making the AJB. Legal protection for Notaries/PPATs in receiving custody of certificates is through the UUJN, Code of Ethics, and Government Regulation Number 37 of 1998 concerning Position Regulations for Land Deed Officials as applicable regulations. So that the implementation of office remains in the proper domain and corridor and can provide legal certainty to the public. In the District Court Decision Number 28/Pdt.G/2022/PN.Krg, custody occurred certificates at the time the PPJB takes place with the aim that the AJB can be carried out without the need for the seller to be present because there is an article related to giving the buyer the right in the PPJB to act as a seller in the AJB. However, PPAT refused to make the AJB because there was a guarantee for the land made by the same Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sijabat, Dony Hariyanto
"ABSTRAK
Tesis ini melihat kepada sengketa tanah yang terjadi di Indonesia, salah satunya sengketa tanah dengan alat bukti girik. Dan kemudian dengan permasalahan yang terjadi tersebut, Penulis mengambil kasus yang terjadi di Kelurahan Klender, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur dan telah mendapat putusan Mahkamah Agung Nomor 145/PK/Pdt/2012. Dalam penyelesaian sengketa tanah tersebut, Penulis meneliti tentang kedudukan girik dan perlindungan hukum bagi pemegang girik serta menganalisis putusan tersebut secara deskriptis analisis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, makalah-makalah, dan hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu yang berkaitan dengan sengketa tanah girik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Penulis berpendapat bahwa dalam sengketa tanah, girik tidak dapat dijadikan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik berlaku sebagai tanda bukti pembayaran pajak atas tanah. Untuk itulah perlindungan hukum terhadap girik masih sangat lemah. Perlu didukung oleh alat bukti lainnya untuk membuktikan bahwa tanah girik tersebut adalah miliknya. Hasil akhir dari penyelesaian kasus tersebut yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur memenangkan penggugat. Tetapi Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkannya, yang kemudian dikuatkan oleh Putusan Kasasi dan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung. Dan Penulis berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Negeri yang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

ABSTRACT
This thesis is about the Land Dispute that happened in Indonesia, especially land dispute with girik as the evidence. And then, with the case, the writter took the case where happened in Kelurahan Klender, Kecamatan Jatinegara, East Jakarta dan got the decision of supreme court number 145 PK Pdt 2012. In the settlement of disputes, the writter researched about the position of girik and legal protection to the girik holder, and analyzed the supreme court rsquo s decision with analyze descriptive and use normative juridical that associated with positive law, papers and researched results about land dispute with girik as the evidence. Based on the researched, the writter contended that in the land dispute, girik can not be used as the proof of ownership of land rights. Girik occurred as proof of payment of tax on land. So the legal protection to the girik holder is too weak. It should be supported with the other evidence to prove that girik land is theirs. The final outcome of the case settlement is East Jakarta District Court won the plaintiff. But Jakarta High Court cancelled it, then be reinforced by the Supreme Court. And the writter contended that East Jakarta District Court suited with the law."
2017
T46903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Rachmania
"Sertipikat merupakan tanda bukti hak atas pendaftaran tanah yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pendaftaran tanah, diantaranya yaitu melengkapi bukti-bukti baik tertulis maupun tidak tertulis. Surat keterangan riwayat tanah dan surat keterangan tanah tidak sengketa merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pendaftaran tanah. Peran dari Pejabat Kepala Desa dalam mengeluarkan surat keterangan tanah tersebut, seringkali membutuhkan waktu yang lama dan tidak jarang menimbulkan sengketa di kemudian hari. Permasalahan yang seringkali ditemui yaitu sengketa kepemilikan tanah, dimana pihak yang satu selaku pemegang sertipikat terbukti, bahwa surat keterangan riwayat tanah dan surat keterangan tanah tidak sengketa adalah palsu. Permasalahan ini terjadi karena Pejabat Sementara Kepala Desa berperan dalam pemalsuan tersebut. Pihak lainnya yang telah melakukan jual beli dimana jual beli tersebut, tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap objek tanah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, mengkaji antara ketentuan hukum yang ada dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, sedangkan tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggambarkan dan menjelaskan lebih dalam mengenai keabsahan sertipikat yang dokumen-dokumen pendukungnya yang mempengaruhi pembatalan akta jual beli pihak lain. Hasil dari penelitian ini bahwa para pihak dalam melakukan pendaftaran tanah harus lebih teliti, sehingga pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum dengan diterbitkannya tanda bukti hak.

The certificate is a proof of the rights over the land registry conducted by holders of land rights In the land register there are several requirements that must be met, namely the complete evidence both written and unwritten. Certificate of land history and a non-dispute land certificate are not a requirement that must be fulfilled in land registration. The role of Official Village Chief in issuing the land certificate, often takes a long time and not seldom causes a dispute in the future. Among these problems are often encountered, namely land ownership disputes, where one party as the holder of the certificate is proven that the certificate of land history and a non-dispute land certificate are fake. This problems happen is because of the Acting Village Chief involved in the forgery. And other parties have done selling and buying where it did not a sale and purchase where it did not check the land object in advance. This study uses the juridical normative research, examines existing laws with problems that occur in the community, whereas the research typology used is descriptive analytical research, which is providing data as thoroughly as possible to reinforce the old theories by describing and explaining more about the validity of the certificate in supporting documents which affecting the cancellation of the deed of sale and purchase of another party. The results of this study that the parties in conducting of land registration should be more careful, so the land registration can provide legal certainty with the issuance of entitlement proof."
Universitas Indonesia, 2019
T52450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dias Pasah Ramadhani
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji mengenai permasalahan dari Penerbitan Sertipikat Hak Pakai Nomor 287/Selong atas nama Departemen Pendidikan Nasional, sertipikat tersebut diterbitkan diatas tanah negara bekas Eigendom Verponding Nomor 1684 atas nama Het Gouvernement van Nederlands Indie. Selain itu, sebelum diterbitkan sertipikat tersebut telah dibangun Rumah Negara Golongan II yang telah ditempati penghuni berdasarkan Surat Izin Penghunian. Maka dari itu, terbitnya Sertipikat tersebut telah membuat penghuni merasa hak prioritasnya terlanggar. Pada akhirnya Putusan MA No. 48 PK/TUN/2016 memenangkan Ny. Hadi Susanti Idris selaku penghuni dan membatalkan Sertipikat Hak Pakai Nomor 287/Selong atas nama Departemen Pendidikan Nasional. Penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) pokok pembahasan yakni kedudukan Surat Izin Penghunian dalam kaitannya dengan penguasaan fisik atas tanah bekas Eigendom Verponding, analisis hukum terkait penerbitan Sertipikat Hak Pakai Nomor 287/Selong atas nama Departemen Pendidikan Nasional, dan implikasi pembatalan Sertipikat Hak Pakai Nomor 287/Selong atas nama Departemen Pendidikan Nasional terhadap Rumah Negara Golongan II yang berdiri diatasnya. Adapun untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan ini maka Penulis mempergunakan metode penelitian yuridis normative dengan analisis kualitatif. Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah pemegang Surat Izin Penghuni tidak dapat dikatakan memiliki prioritas untuk mengajukan permohonan hak atas tanah, Kemudian, mengenai penerbitan Sertipikat sudah sesuai prosedur yang ditentukan. Serta terkait dengan implikasi pembatalan sertipikat terhadap bangunan diatasnya adalah pada saat itu belum terdapat mekanisme penghapusan barang berupa rumah negara karena adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

ABSTRACT
This thesis examines the problems of the Issuance of the Right to Usage over land Certificate Number 287/Selong of the Departemen Pendidikan Nasional, the certificate was issued on former Eigendom Verponding state land number 1684 on behalf of the Het Gouvernement van Nederlands Indie. In addition, before the certificate was issued, the state employee house II had been already built by Departemen Pendidikan Nasional and some people had already lived in there based on Residential Permit. Therefore, due to the issuance of the certificate, the residents assume that their priority rights had been violated. Then, the Supreme Court Decision No. 48 PK/TUN/2016 wins the residents and nullify the Certificate of Rights of Usage over land Number 287/Selong in the name of the Department of National Education. This study consists of 3 (three) main topics, which are the position of the Resident Permit in relation to occupation of the former Eigendom Verponding land, legal analysis related to the issuance of Certificate of the Right of usage over land Number 287/Selong in the name of the Departemen Pendidikan Nasional, and the implications of nullification of certificate number 287/Selong in the name of the department of National Education over state employee house II which stands on it. As for conducting research on resolving the problems, the author uses a normative juridical research method with qualitative analysis. The conclusion of this study is that the resident permit holders does not has the priority in submiting land rights application, then, the issuance of the certificate had been already complied to the procedure. Regarding to the implications of the nullification of the certificate against the building above, there was no procedure regarding the removal of state employee house as a state's goods, due to a legally binding court decision."
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inggri Vinaya
"Penelitian ini membahas mengenai keabsahan sertifikat jaminan fidusia yang merupakan perlindungan hukum bagi penerima fidusia atas perjanjian pembiayaan yang disepakati dengan pemberi fidusia. Dalam hal pemberi fidusia melakukan wanprestasi maka penerima fidusia dapat melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia. Adanya titel eksekutorial pada jaminan fidusia menjadi perlindungan pada penerima fidusia dimanapun objek jaminan fidusia itu berada. Pada pendaftaran objek jaminan fidusia para pihak harus menggunakan objek jaminan milik pemberi fidusia. Hal itu telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Pada putusan Mahkamah Agung Nomor 3584 K/PDT/2018 objek jaminan tidak atas nama pemberi fidusia sehingga berakibat tidak sahnya sertifikat jaminan fidusia dan pemberi fidusia yang cidera janji merugikan penerima fidusia karena tidak dapatnya objek jaminan tersebut dieksekusi oleh penerima fidusia. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah keabsahan sertifikat jaminan fidusia yang objek jaminan tidak atas nama pemberi fidusia dan tanggung jawab debitur atas cidera janji dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Penelitian permasalahan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu analisis berdasarkan teori dan peraturan perundang-undangan tentang jaminan fidusia dan wanprestasi. Analisis data yang dilakukan adalah diagnostik berdasarkan ketentuan mengenai jaminan fidusia, perjanjian pembiayaan konsumen dan wanprestasi. Dalam hal perjanjian pembiayaan, sertifikat jaminan fidusia sah jika objek jaminan merupakan milik pemberi fidusia agar memberi perlindungan kepada para pihak dan untuk mencegah terjadinya permasalahan seharusnya objek jaminan langsung dibaliknamakan kepemilikannya. Kerugian yang dialami kreditur akibat cidera janji harus dipertanggungjawabkan oleh debitur berdasarkan perjanjian pokok yang disepakati para pihak. Oleh karena itu kreditur harus meminta ganti rugi kepada debitur.

This research discusses the validity of the fiduciary guarantee certificate which is a legal protection for the fiduciary recipient of the agreed financing agreement with the fiduciary. In the event that the fiduciary performs default, the fiduciary recipient can execute the fiduciary security object. The existence of the executorial title on the fiduciary guarantee protects the fiduciary recipient wherever the object of the fiduciary guarantee is. In registering the object of fiduciary security, the parties must use the object of the guarantee belonging to the fiduciary. This has been stipulated in Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Security. In the decision of the Supreme Court Number 3584 K / PDT / 2018, the object of guarantee is not in the name of the fiduciary, which results in invalidation of the fiduciary certificate and the fiduciary who fails to promise to harm the fiduciary recipient because the fiduciary recipient cannot execute the guarantee object. The problems discussed in this study are the validity of the fiduciary guarantee certificate, which the object of guarantee is not in the name of the fiduciary and the debtor's responsibility for default in the consumer financing agreement. Research on the problem uses the normative juridical research method, namely analysis based on theory and legislation on fiduciary and default guarantees. The data analysis performed was a diagnostic based on the provisions regarding fiduciary security, consumer financing agreements and defaults. In the case of a financing agreement, the fiduciary guarantee certificate is valid if the collateral object is the property of the fiduciary in order to provide protection to the parties and to prevent problems from occurring, the object of guarantee should be immediately reversed in the name of its ownership. Losses suffered by the creditor due to default must be accounted for by the debtor based on the main agreement agreed by the parties. Therefore, the creditor must ask for compensation from the debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>