Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206743 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ghaliva Nadira Sjarif
"ABSTRACT
Name Ghaliva Nadira SjarifMajor LawTitle Legal Analysis on the Notion of Trademark Protection as a Public Interest in Correlation with the Proliferation of Counterfeit Veblen Goods in Indonesia In today rsquo s Indonesian society, among which, places such as lsquo Mangga Dua rsquo and lsquo Taman Puring rsquo are no longer uncommon to the ear. When one hears the aforementioned places, one would habitually associate it with the imageries of counterfeit luxury goods knockoffs imitations or what is more commonly referred to as ldquo Barang KW rdquo by the locals. The kinds of counterfeit that can be found being sold in those establishments are luxury goods that falls under the category of Veblen goods which are goods that have a higher demand when they are priced higher due to the added element of luxury to the good. With the current ubiquity of counterfeit Veblen goods still available to the public, it could be deduced that the holder or owners of Veblen goods trademark does not uphold the their trademark protection pursuant to Article 83 of the Trademark Law. This means that trademark holders of Veblen goods do not file lawsuits against infringements of their trademark by producers of counterfeit goods in Indonesia. Consequently, trademark infringing counterfeit Veblen goods remain in circulation in the market where consumers are susceptible to purchasing them. This thesis will hence explore upon whether upholding trademark protection of Veblen goods should be considered as a public interest in correlation with upholding consumer protection.Key words Trademark protection, Consumer Protection, Veblen goods, Counterfeiting.

ABSTRACT
Nama : Ghaliva Nadira SjarifProgram Studi : HukumJudul : Analisis Hukum Terhadap Pengartian Perlindungan Merek Sebagai Kepentingan Umum Sehubungan Dengan Penyebaran Barang Veblen Palsu di Indonesia Dalam masyarakat Indonesia hari ini, diantaranya, tempat-tempat seperti lsquo;Mangga Dua rsquo; atau lsquo;Taman Puring rsquo; sudah tidak lagi jarang didengar. Ketika seseorang mendengar sebutan tempat-tempat tersebut, maka lazimnya orang tersebut akan mengasosiasikannya dengan gambaran-gambaran barang-barang mewah palsu atau yang lebih dikenal sebagai ldquo;Barang KW rdquo; oleh para lokal. Macam barang palsu yang dapat ditemukan dijual di tempat-tempat tersebut merupakan barang mewah yang dapat masuk dalam kategori barang Veblen yaitu barang yang memiliki permintaan yang lebih tinggi ketika diberi harga yang lebih tinggi dikarenakan adanya tambahan elemen mewah kepada barang tersebut. Dengan maraknya barang palsu Veblen yang masih tersedia kepada publik, dapat disimpulkan bahwa pemilik atau pemegang merek barang Veblen tersebut tidak menegakkan perlindungan merek mereka sesuai dengan Pasal 83 Undang-Undang Merek. Hal ini berarti pemilik dan pemegang merek barang Veblen tidak mengajukan gugatan terhadap pelanggaran merek yang dilakukan oleh produsen barang palsu di Indonesia. Akibatnya, barang Veblen palsu yang melanggar merek tetap berada dalam sirkulasi pasar dimana konsumen rentan untuk membelinya. Maka skripsi ini akan menyelidiki apakah penegakkan perlindungan merek barang Veblen perlu dianggap sebagai kepentingan umum sehubungan dengan penegakkan perlindungan konsumen.Kata Kunci: Perlindungan Merek, Perlindungan Konsumen, Barang Veblen, Pemalsuan. "
2017
S66736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Widyasari
"Perlindungan hukum bagi pemegang hak atas merek secara umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Namun dalam praktiknya perlindungan tersebut belum digunakan dengan maksimal apalagi saat ini marak penjualan barang bermerek palsu secara online di marketplace di Indonesia. Perlindungan bagi pemegang hak atas merek kini lebih rumit dikarenakan tanggung jawab marketplace terhadap penjualan barang bermerek palsu di platformnya menjadi permasalahan baru. Dalam skripsi ini Penulis akan meneliti mengenai tanggung jawab hukum marketplace sebagai penyedia layanan perdagangan melalui sistem elektronik terhadap penjualan barang bermerek palsu serta upaya hukum yang dapat dilakukan pemegang hak atas merek yaitu gugatan kepada marketplace dengan penurunan konten sebagai dasar gugatannya. Penulis akan mengaitkan permasalahan tersebut dengan melakukan penelitian di salah satu marketplace ternama di Indonesia yaitu Marketplace X untuk meneliti kebijakan platform tersebut dalam kasus penjualan barang bermerek palsu. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian normatif yaitu penelitian mengenai norma, konsep, prinsip, hak dan kewajiban, dan sistem hukum. Kesimpulan yang penulis dapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa marketplace tidak bertanggung jawab terhadap penjualan barang bermerek palsu di platformnya yang merupakan kesalahan/kelalaian penjual. Penurunan konten yang dilakukan pihak marketplace dapat dijadikan dasar gugatan karena marketplace telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan menjadikan bukti penurunan konten sebagai alat bukti elektronik

Legal protection for trademark holder has generally been regulated in Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications. However, in practice, this protection has not been used to its full potential, especially now that there are rampant sales of counterfeit trademark goods in online marketplace in Indonesia. Protection for trademark holder is now more complicated, as the online marketplace’s responsibility for selling counterfeit trademark goods on its platform is a new problem. In this thesis, the author will examine the legal responsibilities of a marketplace as a provider of trading services through an electronic system against the sale of counterfeit trademark goods and legal remedies that can be taken by the trademark holder, namely a lawsuit to the marketplace with take-down content as the basis for the lawsuit. The author will relate these issues by conducting research in a famous marketplace in Indonesia, Marketplace X, to examine the platform’s policies against the sale of counterfeit trademark goods. The research method used is normative research which research on norms, concepts, principles, rights and obligations, and the legal system. The conclusion is that the marketplace is not responsible for counterfeit trademark goods trade on its platforms if it seller’s fault/negligence. The take-down content can be used as the basis for a lawsuit, as the marketplace has committed an unlawful act. The take-down content evidence can be used as electronic evidence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Naifa Ufaira Polem
"Perkembangan konsep merek pada taraf internasional telah memperkenalkan beragam jenis objek dibawah kategori merek non-konvensional seperti rasa. Skripsi ini selanjutnya akan membahas mengenai perkembangan perlindungan rasa sebagai merek dagang dalam taraf internasional. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif untuk meneliti rumusan permasalahan mengenai topik terkait. Adapun untuk menilai hal tersebut, permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini diantaranya adalah perbandingan sistem hukum terkait merek, permasalahan hukum yang ditemukan di lapangan, kasus terkait pendaftaran rasa sebagai merek, serta kelayakan integrasi aspek rasa sebagai unsur merek dagang yang dilindungi. Hasil penelitian ini selanjutnya juga akan menyimpulkan aspek apa saja yang perlu diperhatikan untuk dapat menerapkan perlindungan atas rasa sebagai unsur merek dagang.

The development of trademark concept in international level has acknowledged several aspects that falls under the category of non-conventional trademark particularly in the form of taste. Specifically, this thesis will discuss the development of taste trademark protection on international level. This research will use normative legal method to seek answers based on presented research questions. For the purpose of this topic, there are several identified problems such as legal system comparison within countries related to trademark protection, challenges faced on implementation, cases related to taste trademark registration, and consideration of taste trademark integration to be a part of protected and acknowledged trademark aspect. Furthermore, there will be conclusion on what aspects of taste that needs to be considered in order to implement protection for this aspect as a trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Widyanti Worowirasmi
"Merek merupakan salah satu elemen yang penting di dalam dunia Perdagangan,
keberadaan merek ditujukan sebagai suatu identitas dari pelaku usaha tertentu.
Keberadaan Merek terus berkembang seiring dengan perkembangan indusri,
dimana merek tidak hanya terdiri dari Merek yang bersifat Konvensional, namun
juga terdapat Merek Non-Konvensional. Salah satu jenis Merek Non-Konvensional
yaitu Position Mark (Merek Posisi). Position Mark telah mendapatkan
perlindungan di ranah Internasional. Akan tetapi, tidak semua negara melindungi
position mark sebagai Merek, dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang
tidak melindungi position mark sebagai Merek. Sebagai pembanding, pada skripsi
ini akan dibahas mengenai Perlindungan position mark di beberapa negara seperti
Uni Eropa, Jepang, dan Korea. Selain itu, skripsi ini juga membahas mengenai
permasalahan atau kendala di dalam melidungi position mark sebagai merek,
seperti ketiadaan daya pembeda, anggapan position mark sebagai dekorasi semata,
definisi yang masih rancu, dan permasalahan di dalam Undang-Undang Merek
Indonesia, serta urgensi perlindungannya di Indonesia. Metode yang digunakan di
dalam Skripsi ini adalah Yuridis-Normatif yang didukung dengan bahan-bahan
hukum primer, sekunder, dan tersier, serta menggunakan pendekatan konseptual
dan komparatif terhadap hukum merek yang berlaku di negara lain

Trademark is one of the most important elements in the world of Commerce. The
existence of a Trademark is intended as an identity of a certain Business Actor. The
existence of Trademark continues to grow along with the development of Industry.
Hence, nowadays, Trademark does not only consist of the Conventional one, yet
there are also the Non-Conventional ones. One of the types of Non-Conventional
Trademarks is Position Mark. Position Mark has received protection in the
International scope. However, not all countries protect position mark as a
Trademark, where Indonesia is one of the countries that does not protect position
mark as a Trademark. As a comparison, this thesis will discuss the protection
regarding position mark in several countries, such as The European Union, Japan,
and Korea. In addition, this thesis will also discuss the problems regarding position
mark protection as a Trademark, such as the lack of distinction, the perception of
position mark as mere decoration, ambiguous definitions, and problems in the
Indonesian Trademark Law, as well as the urgency of its protection, especially in
Indonesia. The method in writing this thesis is juridical-normative research that also been supported by primary, secondary, and tertiary legal materials. This thesis also
uses a conceptual and comparative approach to trademark law in other countries
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Tiku Sarungu
"Undang-Undang Merek No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan definisi merek yang menyatakan bahwa Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/ atau 3 {tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/ atau jasa. Merek dijadikan sebagai unsur pembeda pada sebuah produk dan jasa. Perekonomian dan pengaruh globaliasi yang berkembang menyebabkan kemajuan terhadap berbagai sektor. Penulisan ini mengambil 3 (tiga) pokok permasalahan yaitu bagaimana pengaturan hukum merek terkait dengan pelanggaran merek berupa penjualan produk palsu, bagaimana kebijakan dalam penyedia sarana perdagangan di Indonesia terkait tindakan notice and takedown serta kasus yang terkait dengan tindakan notice and takedown di China dan Filipina, dan bagaimana batasan serta implementasi dari tindakan notice and takedown pada penyedia sarana perdagangan melalui sistem elektronik bila terjadi pelanggaran merek berupa penjualan produk palsu pada penyedia sarana perdagangan melalui sistem elektronik di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif yang menitikberatkan pada penggunaan norma hukum secara tertulis dan didukung dengan dengan hasil penelitian atas penggunaan norma yang berlaku. Kesimpulan yang didapatkan adalah tindakan notice and takedown yang dilakukan oleh penyedia sarana perdagangan melalui sistem elektronik tidakah cukup untuk mengatasi pelanggaran merek secara online karena akan menimbulkan adanya potensi terjadinya pelanggaran merek berupa penjualan barang palsu. Serta dimungkinkan pula adanya potensi permintaan ganti rugi yang akan diajukan oleh pemilik merek kepada penyedia sarana perdagangan melalui sistem elektronik.

Law of the Republic of Indonesia number 20 of 2016 on Marks and Geographical Indications has gi en the definition which states that Mark means any sign capable of being represented graphically in the form of drawings, logos, names, words, letters, numerals, colors arrangement, in 2 (two) and/or 3 (three) dimensional shape, sounds, holograms, or combination of 2 (two) or more of those elements to distinguish goods and/or services produced by a person or legal entity in trading goods and/or services. Trademark is used as a distinguishing element in a product and service. The economy and the growth of globalization have led to advances in various sectors. This paper takes 3 (three) main issues, first is how the legal provisions for trademarks are related to trademark infringement in the form of selling counterfeit goods. Second is how are the policies in trading facilities providers in Indonesia are related to notice and takedown actions, and cases related to notice and takedown actions in China and the Philippines. Lastly, how to limit and implement the notice and takedown actions for providers of trading facilities through electronic systems in the event of a trademark infringement in the form of selling counterfeit goods to providers of trading facilities through electronic systems in Indonesia. The research method used is juridical-normative which focuses on the use of legal norms in writing and is supported by research results on the use of applicable norms. The conclusion is that notice and takedown actions carried out by providers of trading facilities via electronic systems are not sufficient to overcome online trademark infringement because they will cause a potential for trademark infringement in the form of selling counterfeit goods. It is also possible for the potential compensation request to be submitted by the trademark owner to the trading facility provider through an electronic system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Johanes Julian
"Pengaturan mengenai merek di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pengaturan terkait merek dalam undang-undang tersebut juga meliputi pengaturan mengenai merek terkenal. Adanya ketentuan terkait merek terkenal dalam undang-undang tersebut ditandai dengan diaturnya kriteria merek terkenal dan perlindungan merek terkenal. Selain itu, Permenkumham No. 67 Tahun 2016 sebagai peraturan turunan dari UU MIG, memuat ketentuan yang lebih spesifik berkenaan dengan kriteria merek terkenal. Namun demikian, sekalipun UU MIG telah mengatur perlindungan terhadap merek terkenal, pengaturan tersebut dirasa belum cukup karena tidak mencakup perlindungan merek terkenal dari tindakan passing off dan dilusi merek. Tidak adanya pengaturan terkait perlindungan merek terkenal dari tindakan passing off dan dilusi merek dapat merugikan pemilik merek terkenal dan konsumen dari merek terkenal tersebut. Oleh karenanya, dalam skripsi ini Penulis menganalisis dan membandingkan pengaturan mengenai perlindungan merek terkenal, khususnya dari tindakan passing off dan dilusi merek antara Indonesia, Malaysia, dan India. Selain itu, Penulis juga menganalisis penerapan kriteria merek terkenal serta penerapan doktrin passing off dan dilusi merek dalam sengketa merek terkenal di Indonesia, Malaysia, dan India melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan terkait perlindungan merek terkenal dalam UU MIG, belum mencakup keseluruhan unsur doktrin passing off dan dilusi merek, sehingga belum dapat dikatakan bahwa Indonesia menerapkan doktrin passing off dan dilusi merek dalam ketentuan mereknya.

Regulation of trademark in Indonesia is regulated in Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indication. The Law No. 20 of 2016 also includes the regulation of well-known trademarks. The existence of provisions related to well-known trademarks in the Law No. 20 of 2016 is marked by the stipulation of criteria for well-known trademarks and protection of well-known trademarks. In addition, Permenkumham No. 67 of 2016 as a derivative regulation of the Law No. 20 of 2016 contains more specific provisions regarding the criteria for well-known trademarks. However, even though the Law No. 20 of 2016 has regulated the protection of well-known trademarks, the regulation is deemed insufficient because it does not cover the protection of well-known trademarks from passing off and trademark dilution. The absence of regulation related to the protection of well-known trademarks from passing off and trademark dilution can be detrimental to well-known trademark’s owners and consumers. Therefore, in this thesis the Author analyzes and compares the regulation regarding the protection of well-known trademarks, especially from passing off and trademark dilution between Indonesia, Malaysia, and India. In addition, the Author also analyzes the application of the criteria for well-known trademarks, especially the application of the doctrine of passing off and trademark dilution in well-known trademark disputes in Indonesia, Malaysia, and India through court decisions that have permanent legal force. In writing this thesis, The Author uses a juridical-normative research method with data obtained through library research. The result of the research shows that the regulation related to the protection of well-known trademarks in Law No. 20 of 2016 does not cover all elements of the doctrine of passing off and trademark dilution, so it cannot be said that Indonesia applies the doctrine of passing off and trademark dilution in its trademarks provisions. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Ramadhan Maulana
"Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama bidang Informasi Teknologi, maka berkembang pula kebutuhan pelaku usaha untuk memberikan perlindungan bagi aset yang terkait dengan kegiatan usaha yang mereka lakukan. Aset tersebut salah satunya berupa merek, yang di Indonesia diatur pada Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dengan adanya perkembangan IPTEK tersebut, maka jenis merek juga mengalami perluasan bentuk berupa merek non tradisional atau merek nonkonvensional, salah satu bentuknya yaitu merek suara. Hukum Merek di Indonesia belum memberikan pengaturan terhadap jenis merek suara, namun di luar negeri sudah ada perjanjian internasional yang mengatur mengenai merek suara, yaitu Singapore Treaty on Law of Trademark. Walaupun di Indonesia Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah mengatur mengenai perlindungan suara, tetapi tujuan dan fungsi dari perlindungan tersebut dengan perlindungan pada Undang-Undang Merek memiliki perbedaan. Adanya perbedaan tersebut menjadi dasar bagi pentingnya Merek Suara dapat dilindungi oleh Undang-Undang Merek Indonesia di masa yang akan datang.
Along with the development of science especially in information and technology area, furthermore develops a business needs to provide protection for the assets associated with the business activities they are doing. The assets may form as a trademark, which in Indonesia regulated in Law on Trademark No. 15 of 2001. With the development of science and technology, then type of the trademark also expanded into a non-traditional or non-conventional trademark, one of its forms is the sound trademark. Trademark Law in Indonesia does not provide the kind of trademark sound type yet, however there is an international treaty governing the sound trademark, Singapore Treaty on The Law of Trademark. Although in Indonesian Copyright Law No.19 of 2002 has been rule on the sound, but the purpose and function of the protection were different. The existence of such differences is the important basis for the sound to be protected by Trademark Law in Indonesia in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaslyn Annisa
"Skripsi ini membahas tentang perlindungan yang diberikan kepada pemegang merek terkenal tidak terdaftar dengan berlakunya Pasal 83 dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, serta untuk menentukan apakah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Merek Indonesia tersebut mengakomodir perlindungan melalui gugatan passing off dengan membandingkan pada ketentuan gugatan passing off di Inggris dan Republik Rakyat Cina. Penelitian hukum ini ialah penelitian normatif yuridis, dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menghasilkan suatu bentuk penelitian deskriptif. Hasil penelitian hukum dengan membandingkan ketentuan gugatan passing off di Inggris dan Republik Rakyat Cina ialah berlakunya Pasal 83 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak mengakomodir gugatan passing off dalam perlindungan merek di Indonesia. Sehingga, penulis menyarankan untuk mempertimbangkan perubahan pada ketentuan Undang-Undang Merek Indonesia agar dapat memberikan perlindungan terhadap merek terkenal tidak terdaftar.

This undergraduate thesis discussed about the measure of protection provided for the unregistered well known trademark holder by the recent enactment of Indonesia Trademark Law, in which contained in Article 83 of Law No. 20 Year 2016 concerning Trademark and Geographical Indication, and whether the provision provided within the law serve similar measure of protection that catered by passing off lawsuit, using comparison with passing off in United Kingdom and People rsquo s Republic of China. This legal research is juridical normative legal research, conducted by qualitative approach and resulted in a form of descriptive research. The result of this legal research is that by comparing with passing off lawsuit in the United Kingdom and People rsquo s Republic of China, the enactment of Article 83 does not accommodate passing off lawsuit within Indonesia trademark protection. Hence, the author suggests taking into consideration to revised the provision in Indonesia Trademark Law to provide extended protection towards unregistered well known trademark
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nadya Sagita
"Merek merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan ekonomi, yaitu sebagai identitas dari barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis telah mengalami perluasan definisi merek, yaitu dengan ditambahkannya merek-merek nonkonvensional secara eksplisit seperti merek tiga dimensi, hologram dan suara. Selain ketiga jenis merek nonkonvensional tersebut, masih ada jenis-jenis merek nonkonvensional lainnya, salah satunya adalah merek gerak. Namun, merek gerak tidak secara eksplisit disebutkan dalam definisi merek pada Undang-Undang Merek. Skripsi ini membahas mengenai merek gerak, apakah merek gerak dapat didaftarkan di Amerika Serikat, Uni Eropa, Hong Kong dan Jepang, syarat-syarat pendaftaran merek gerak di negara-negara tersebut, apakah merek gerak dapat didaftarkan di Indonesia, syarat-syarat pendaftaran merek gerak di Indonesia, serta kendala pendaftaran merek gerak di Indonesia. Skripsi ini merupakan penelitian yuridis normatif yang meneliti rumusan masalah menggunakan peraturan-peraturan yang berlaku. Dari penelitian ini, ditemukan kesimpulan bahwa meskipun belum diatur dalam Undang-Undang Merek, tidak tertutup kemungkinan merek gerak untuk dapat didaftarkan di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual dapat melihat ketentuan mengenai pendaftaran merek gerak dalam Singapore Treaty maupun ketentuan pendaftaran merek gerak di berbagai negara sebagai pedoman dalam memeriksa pendaftaran merek gerak di Indonesia.
Trademark is one of the important factors in economic activity, which is as an identity of goods and or services traded. Trademark definition in Law Number 20 of the Year 2016 concerning Trademark and Geographical Indications has been through an expansion with the addition of non conventional trademarks explicitly such as three dimensional trademark, holograms and sound. Besides those 3 non conventional trademarks, there are still more non conventional trademarks one of them is motion trademark. However, motion trademark is not mentioned explicitly in trademark definition in Law Number 20 of the Year 2016. This undergraduate thesis discussed about motion trademark, whether motion trademark can be registered in the United States of America, European Union, Hong Kong and Japan, requirements to register motion trademark in those countries, whether motion trademark can be registered in Indonesia, requirements to register motion trademark in Indonesia, also the obstacles faced to register motion trademark in Indonesia. The writer uses a normative legal writing method, analyzing problems using applicable regulations. From this research, it can be concluded that even though it is not yet to be regulated in Trademark Law in Indonesia, it is possible to register motion trademark in Indonesia. The Indonesia Intellectual Property Office can use regulations related to registration of motion trademark in the Singapore Treaty or in Trademark Law from certain countries as guidelines to examine motion trademark registration in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>