Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdurrabbi Mufid
"Skripsi ini membahas tentang Koninklijk Nederlands Indisch Leger KNIL pada masa kemerdekaan hingga Agresi Militer I. KNIL sebelumnya merupakan tentara bentukan pemerintah kolonial yang berfungsi untuk mengamankan dan menaklukan wilayah nusantara sejak awal pembentukannya di tahun 1830-1942. Pada tahun 1942 ketika wilayah Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang, KNIL dibubarkan. Sebagian besar prajuritnya ditahan dan sebagian perwiranya berhasil melarikan diri ke Australia. Lalu pada tahun 1945 setelah Jepang kalah dalam Perang Pasifik, Belanda berkeinginan untuk menjajah kembali wilayah Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan membentuk kembali tentara KNIL. Selama proses pembentukan itu berbagai kebijakan dilakukan seperti reorganisasi, dan perekrutan kembali. Setelah berhasil membangun kembali KNIL, Belanda melanjutkan aksi nyata penjajahan dengan tindakan agresi militer pertamanya pada tahun 1947 di wilayah Jawa dan Sumatera.

This thesis discusses the Royal Netherlands East Indies Army KNIL at the time of independence to Colonial Army Military Aggression I. Firstly, an army formed by the colonial government serves to secure and conquer the archipelago since the beginning of its establishment in the year 1830 to 1942. In 1942 when the Dutch East Indies fell to the Japanese, KNIL was disbanded. Most of the soldiers were detained and some officers managed to escape to Australia. Then, in 1945 after Japan 39 s defeat in the Pacific War, the Netherlands wishes to re colonize Indonesia. One way is to reshape the Colonial Army soldiers. During the process of formation, various policies carried out such reorganization and recruitment back. After successfully rebuild KNIL, the Dutch continued occupation of real action with his first act of military aggression in 1947 in Java and Sumatra."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S66433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matanasi, Matanasi
Yogyakarta: Media Pressindo, 2007
959.8 Mat k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anto Dwiastoro Slamet
"Aksi-aksi gerilya dan anti-gerilya dari dua kekuatan yang bertarung merebut dominasi tidak bisa dilepaskan dari sebuah perang revolusioner. Fenomena demikian turut mewar_nai perjalanan sejarah Perang Kemerdekaan RI (1945-1949). Aksi-aksi gerilya RI, bagaimanapun, menampilkan suatu kecenderungan unik, yakni aspek pertempuran yang merupakan sisi yang tidak terlalu menonjol ketimbang aspek psikologis yang diwujudkan sebagai sebuah senjata nasional. Perbenturan senjata-senjata psikologis antara RI dan Belanda tampaknya menjadi dampak sampingan dari kegagalan--kegagalan di bidang strategi militer dan diplomasi. Perang urat-syaraf lantas menggeser dan menempatkan dirinya sebagai medium alternatif yang membelah perbedaan-perbedaan kepentingan antara penomorsatuan diplomasi atau, sebalik_nya, mengutamakan konflik bersenjata."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Ade Christian
"Tulisan ini membahas keabsahan Agresi Militer Belanda I dan II (Periode 1947-1949) ke Indonesia dilihat dari sudut pandang Hukum Internasional. Aksi Militer Belanda I dan II terhadap Indonesia selalu disamarkan dengan penggunaan istilah Aksi Polisionil oleh Belanda. Pengertian Aksi Polisionil dalam hokum internasional ternyata berbeda dari Aksi Militer yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia. Melihat fakta-fakta dilapangan, Aksi Militer Belanda ternyata lebih tepat dikategorikan sebagai sebuah Agresi Militer ketimbang sebagai Aksi Polisionil. Sebagai sebuah Agresi Militer maka Aksi Militer Belanda tunduk pada rezim Hukum Humaniter Internasional. Ternyata pada beberapa peristiwa, ketentuan yang tercantum dalam Hukum Humaniter Internasional ini dilanggar oleh Belanda. Pelanggaran tersebut dapat membawa dampak pada dinyatakannya beberapa perbuatan Belanda semasa melakukan Agresi Militer sebagai sebuah kejahatan perang.

This paper discusses the legacy of the Dutch Military Agression I and II (Period 1947 to 1949) to Indonesia from the point of view of International Law. The Dutch Military Aggression against Indonesia had always been camouflaged by using the terminology of Police Action. The definition of Police Action in international law is, in fact, different than that of the Military Action which was undertaken by the Dutch against Indonesia. Given the facts in the field, the Dutch Military Action could be categorized as Military Aggression rather than Police Action. As a Military Aggression, the Dutch Military Action must obey the International Humanitarian Regime. On contrary, in some cases, the Dutch broke the principles contained in International Humanitarian Law. This law disorder has resulted in the declaration that what the Dutch had undertaken during their Military Aggression was a war crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S237
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Jamil
"Lembar-lembar pada halaman berikut merupakan sebuah studi tentang peran politik Sutan Sjahrir tahun 1945-1947. Studi ini merupakan pendalaman dari mata kuliah Politik Indonesia yang berfokus pada peran politik Sjahrir sekaligus melihat persoalanpersoalan yang dihadapi bangsa ini di awal kemerdekaan. Mempelajari peran politik Sjahrir 1945-1947 berarti perhatian akan tertuju pada periode revolusi Indonesia, suatu masa di mana terjadi perubahan kekuasaan secara cepat dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka. Para pemimpin gerakan nasionalis memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang arah dan bentuk negara yang ingin diciptakan. Secara sederhana elit politik ketika itu terbelah dalam mereka yang melihat Barat sebagai suatu model pemerintahan seperti Matta dan Sjahrir dan mereka yang menolaknya karena berpendapat model Barat tidak mencerminkan apa yang terjadi di Indonesia. Dapat dikatakan Soekarno termasuk tokoh utama golongan ini.
Sebagai seorang yang pernah tinggal dan mengenyam pendidikan di negeri Belanda, Sjahrir melihat kehidupan bangsa yang demokratis dapat diciptakan jika negara yang didirikan mengambil model seperti apa yang dilihatnya di negeri Belanda. Peran politik yang dimainkan Sjahrir didasari oleh pemikiran sosial sebagai penentangannya terhadap kapitalisme yang mengakibatkan timbulnya kolonialisme. Sistem pemerintahan parlementer dengan banyak partai dengan lembaga perwakilan pada tiap daerah menurut Sjahrir sangat cocok untuk Indonesia yang memiliki begitu banyak keragaman.
Dalam menghadapi kedatangan Sekutu dan Belanda setelah kekalahan Jepang, Sjahrir melihat diplomasi sebagai satu-satunya jalan keluar bagi pengakuan kemerdekaan Indonesia. Bagi Soekarno-Hatta, Sjahrir adalah orang yang paling tepat untuk tugas itu. Sebagai orang yang anti fasis dan pro Barat, Sjahrir tentu akan mudah diterima baik Belanda maupun Sekutu. Kebijakan politik Sjahrir di bidang diplomasi mendapatkan oposisi yang kuat dari Tan Halaka dengan Persatuan Perjuangannya yang mendapat dukungan dari sebagian tentara. Naiknya Sjahrir ke pentas politik berkat dukungan yang diperolehnya dari para pemuda yang tidak puas terhadap kelambanan pemerintahan Sukarno-Hatta dalam menyelesaikan berbagai persoalan dua bulan sebelum proklamasi. Dukungan dari pemuda ini sebenarnya bersifat semu karena kemudian banyak diantaranya berbalik menentangnya. Pendukung fanatik Sjahrir berasal dari pemuda perkotaan yang mendapat pendidikan Barat yang melihat Sjahrir sebagai representasi dari pandangan mereka, mereka yang masuk dalam lingkaran itu disebut dengan kelompok Sjahrir. Tidak dapat diabaikan adalah dukungan yang besar dari Dwitunggal Soekarno-Hatta terhadap kebijakan Sjahrir yang membuat peran politiknya memiliki pengaruh besar pada periode ini. Puncak perubahan penting setelah proklamasi adalah terjadinya pergeseran kekuasaan dari Soekarno kepada Sjahrir pada tanggal 14 November 1945. Melalui manuver politik dalam KNIP, Sjahrir. berhasil mendapat persetujuan pemerintah untuk berlangsungnya sebuah pemerintahan parlementer.
Teori yang digunakan dalam studi ini yaitu peran kaum cendekiawan di dunia ketiga setelah berakhirnya Perang Dunia kedua, pemikiran sosialisme demokratis dan pendapat beberapa ahli tentang peran politik Sjahrir. Instrumen penelitian ini studi literatur dan wawancara mendalam.
Dari analisa dan interpretasi data menunjukkan bahwa teori tersebut relevan untuk menjelaskan studi ini. Setelah berakhirnya Perang Dunia kedua banyak negera-negara bekas jajahan muncul menjadi negara merdeka. Peran politik mereka sangat menentukan bentuk dan visi bangsa tersebut karena pada umumnya mereka adalah pemimpin nasionalis yang telah jauh sebelumnya memperjuangkan kemerdekaan. Langkah-langkah politik Sjahrir pada periode 1945-1947 dapat dimengerti dengan melihat pomikiran politik sosial demokratis yang dianutnya. Sedangkan pendapat beberapa ahli tentang peran politik Sjahrir akan berguna untuk membawa kita pada suatu sintesis, feodalisme, fasisme, anarkisme suatu watak yang harus ditinggalkan jika mau menjadi bangsa demokratis. Studi ini barangkali studi mau mengatakan, kearah mana Sjahrir memikirkan untuk membawa bahtera bangsa ini dahulu sampai kini kita masih belum dapat berlabuh."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Samuel Parulian
"Operasi Militer Selain Perang (OMSP) adalah salah satu bentuk operasi militer yang dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas pokok TNI. OMSP dilakukan oleh TNI untuk menghadapi ancaman yang sangat kompleks, dilaksanakan secara aktif dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Ancaman yang dimaksud adalah ancaman nonmiliter yang diidentifikasikan berdasarkan analisa kecenderungan lingkungan strategis yang terjadi dihadapkan dengan tugas pokok TNI. Ancaman terhadap ketahanan pangan merupakan ancaman terhadap salah satu gatra dalam panca gatra, yakni ekonomi. Terwujudnya ketahanan pangan berakibat langsung pada terwujudnya stabilitas sosial dalam masyarakat dan terpenuhinya human security.
Dalam pandangan United Nations Development Programs (UNDP) ada dua aspek utama dalam human security, salah satunya adalah bebasnya manusia dari kelaparan, kekurangan gizi, penyakit, dan tekanan. Guna mewujudkan ketahanan pangan, Presiden menugaskan TNI AD untuk ikut serta berperan dalam program tersebut. Bagi TNI AD tugas ini merupakan sebagian bentuk pengembanan perintah dari Undang-Undang TNI dalam hal memberdayakan wilayah pertahanan. Tugas inilah yang sedang diemban oleh Kodim 1681/TTU dalam mensukseskan program ketahanan pangan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dimana penyajian datanya dengan tehnik deskriptif analisis, selanjutnya data yang digali menggunakan wawancara mendalam dan observasi lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai institusi yang memegang teguh Sumpah Prajurit dan Sapta Marga, Kodim 1618/TTU melaksanakan tugas dan perintah dengan maksimal. Namun disisi lain dihadapkan dengan UU maka seharusnya penugasan TNI dalam mendukung institusi sipil yakni Kementan dan Pemda guna mewujudkan ketahanan pangan melalui OMSP harus dengan kebijaksanaan dan keputusan politik negara. Selanjutnya dengan melihat letak geografis, demografi, dan sumber kekayaan alam diwilayah TTU maka strategi dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kabupaten TTU sebaiknya diikuti dengan melaksanakan usaha peternakan. Untuk itu perlu dibuat kebijakan yang baru khusus bagi Kodim 1618/TTU dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dengan menggiatkan usaha peternakan bagi masyarakat TTU dengan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Military Operations Other Than War (MOOW/OMSP) is a form of military operation carried out in the context of carrying out the main tasks of the TNI. The MOOW/OMSP is carried out by the TNI to deal with very complex threats, carried out actively in solving various problems faced by the Indonesian nation. The threat in question is a non-military threat identified based on an analysis of the strategic environmental trends that occur in the face of the main tasks of the TNI. The threat to food security is a threat to one of the the five gatra, namely the economy. The realization of food security has a direct effect on the realization of social stability in the community and the fulfillment of human security.
According to the United Nations Development Programs (UNDP), there are two main aspects in human security, one of which is human freedom from hunger, malnutrition, disease, and pressure. In order to realize food security, the President assigned the Indonesian Army to take part in the program. For the Army the task is part of the development of orders from the TNI Law in terms of empowering defense areas. This task is being carried out by Kodim 1681 / TTU to execute the food security program. This study uses qualitative research where the presentation of the data with descriptive analysis techniques, then the data is extracted using in-depth interviews and field observations.
The results of the study showed that as an institution that held firm to the Soldier’s Oath and Seven Fundamental Commitments, Kodim 1618 / TTU carried out their duties and orders to the maximum. However, on the other hand, faced with the Law, the assignment of the TNI in supporting civil institutions, namely Ministry of Agriculture and Regional Government in order to realize food security through MOOW/OMSP, must be based on state policies and political decisions. Furthermore, by looking at the geographical location, demographics, and natural resources in the TTU region, the strategy in realizing food security in TTU Regency should be followed by implementing livestock business. For this reason, it is necessary to make a new policy specifically for Kodim 1618 / TTU in order to realize food security by intensifying livestock business for TTU communities based on legislation.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ammar Zuhdi
"Penelitian ini membahas mengenai perubahan doktrin yang terjadi dalam Angkatan Darat AS pasca perang Vietnam. Doktrin yang mengalami perubahan adalah doktrin tempur AS pada tahun 1962 menjadi doktrin tempur baru yang ada pada tahun 1976. Dalam proses pelaksanaan penelitian, digunakan berbagai dokumen yang berkaitan dengan perubahan doktrin dan peperangan di Vietnam yang didapatkan melalui arsip khusus Angkatan Darat Amerika Serikat serta berbagai karya tulis yang dihasilkan oleh perwira menengah yang menempuh pendidikan di Sekolah Staf Komando (US Army Command and General Staff College). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan strukturis yang melihat peranan dan kontribusi William DePuy sebagai agen perubahan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi lebih lanjut mengenai adanya perubahan doktrin yang terjadi pasca berakhirnya Perang Vietnam dan dampaknya terhadap Angkatan Darat AS secara keseluruhan. Dalam penelitian ini, didapatkan kesimpulan bahwa reorganisasi yang terjadi merupakan sebuah proses berkelanjutan yang dimulai dengan pembentukan US Army Training and Doctrine Command (TRADOC) yang kemudian menyusun doktrin baru terkait dengan perekrutan pasukan serta perubahan yang berkaitan dengan doktrin pertempuran di darat. Doktrin ini terkumpul dalam sebuah panduan yang dinamakan dengan FM 100-5. Peranan komandan pertama TRADOC yang bernama William DePuy kemudian menjadi salah satu faktor penting dalam proses pergantian doktrin tempur setelah berakhirnya perang Vietnam.

This research discusses the changes in doctrine that occurred in the US Army after the Vietnam war. The new doctrine that changed was the combat doctrine from 1962 to the new combat doctrine from 1976. In the process of conducting research, various documents relating to changes in doctrine and war in Vietnam obtained through the Special Archives of the United States Army as well as various papers produced by officer who study at the US Army Command and General Staff College. The methods used in this study are historical methods namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The approach used in this research is based on historical structurism referring to William DePuy’s role and contribution as an agent of change. The purpose of this study is to identify further changes in the doctrine that occurred after the end of the Vietnam War and its impact on the US Army as a whole. In this study, it was concluded that the reorganization that occurred was an ongoing process that began with the formation of the US Army Training and Doctrine Command (TRADOC) which then compiled a new doctrine related to the recruitment of troops and changes related to the doctrine of ground battle. This doctrine is collected in a guide called FM 100-5. The role of Tradoc's first commander named William Depuy then became one of the important factors in the process of changing the doctrine of combat after the end of the Vietnam War."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suyami
"Skripsi ini membahas mengenai pasukan Inggris yang bertugas untuk menjalankan tugas pasca Perang Dunia II, yaitu AFNEI. Di Sumatera, pasukan ini difokuskan di kota-kota penting di Sumatera yaitu Medan, Padang, Bukittinggi, dan Palembang. Selama di Sumatera, AFNEI berhasil melucuti dan mengevakuasi Pasukan Jepang, serta menghimpun penjahat perang; dan mengevakuasi APWI. Namun, pasukan ini juga dihadapkan pada konflik antara pihak Indonesia dengan NICA dan juga Jepang yang kemudian menyeret AFNEI ke dalam konflik tersebut ketika AFNEI melakukan tindakan yang menurut pihak Indonesia adalah bentuk kerja sama dengan NICA atau Jepang.

This thesis discusses the British troops who were doing their post-World War II duties namely AFNEI. In Sumatera, this troops were concentrated in some important cities such as Medan, Padang, Bukittinggi, and Palembang. In Sumatera, AFNEI was succeeded in taking away the Japanese weapons, evacuating them, gathering battlefield criminals, and evacuating APWI. On the other hand, this alliance also faced conflicts among Indonesians, NICA, and the Japanese colonials. AFNEI was also involved in that conflict as Indonesians suspected them to do something considered as cooperation among AFNEI, NICA, and the Japanese Colonials."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S45982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekalantri Fitriani
"Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia, baru kemudian disusul oleh negara-negara lainnya. Hal ini tidaklah mengherankan karena Indonesia memiliki hubungan tradisional dengan Mesir dan Timur Tengah pada umumnya, yaitu hubungan keagamaan (Islam) dan pendidikan, sejak lama. Pengakuan tersebut tidak terlepas dari peranan pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir, yang melakukan aktifitas politik dalam rangka mencari dukungan bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan kaum penjajah. Setelah Proklamasi 17 Agustus1945, aktifitas para pelajar dan mahasiswa tersebut ditujukan untuk mendapatkan pengakuan bagi kemerdekaan Indonesia. Berkat peranan pelajar dan mahasiswa tersebut, serta dengan adanya kebijaksanaan Solidaritas Islam yang dianut Pemerintah Mesir waktu itu, maka pada tahun 1947, secara resmi Mesir mengakui Indonesia. Dalam beberapa hal, terdapat persamaan antara Indonesia dan Mesir, seperti persamaan sebagai negara jajahan, mayoritas rakyatnya beragama Islamdan persamaan dalam prinsip kebijaksanaan Luar Negeri, yaitu membenci kolonialisme dan imperialisme. Liga Arab sebagai badan perwakilan dari negara-negara Arab, memiliki peranan yang sangat besar bagi terlaksananya pengakuan kedaulatan tersebut. Sekjen Liga Arab, Abdurrahman Azzam Pasha-lah yang memberikan usul pada Pemerintah Mesir untuk membantu dan mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang sedang menghadapi penjajah. Usul tersebut didambut dengan positif, maka dari sinilah langkah awal keterlibatan Pemerintah Mesir dalam perjuangan bangsa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Prabandari
"Penelitian mengenai peran Radio Republik Indonesia Jakarta pada masa awal revolusi 1915-1947 memperlihatkan bahwa ternyata RRI Jakarta sangat besar peranannya sebagai corong suara rakyat Jakarta. Diketahui bahwa pada awal kemerdekaan RI radio merupakan jembatan yang paling efektif untuk menghubungkan rakyat dengan pemerintah. Hadirnya tentara Sekutu di Jakarta yang diikuti tentara Belanda mempersulit sepak terjang siaran radio Jakarta. Peran RRI Jakarta sebagai pendukung pemerintah terutama baru nampak setelah Belanda berkuasa kembali di Indonesia. Belanda memakai juga sarana radio untuk melancarkan propaganda yang tujuannya untuk menyudutkan Republik di mata dunia internasional. Oleh sebab itu RRI Jakarta sebagai ujung tombak suara Republik di Jakarta harus bertindak menetralisir propaganda Belanda tersebut. Tindakan RRI Jakarta tegas, yaitu membantah propaganda itu dengan menyiarkan berita-berita yang sebenarnya. Akibatnya Belanda jengkel, sehingga bertekad untuk merebut studio RRI Jakarta dengan berbagai cara. Kegiatan Belanda mencapai puncaknya pada saat Agresi Militer I, dengan menyerbu dan akhirnya menduduki studio itu. Akibatnya, siaran RRI Jakarta terhenti. Namun RRI Jakarta telah membuktikan betapa besarnya peran mereka sebagai lambang eksistensi RI di Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12428
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>