Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145635 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeselyn
"Anjak piutang, khususnya anjak piutang dengan pemberian jaminan merupakan salah suatu lembaga pembiayaan dalam perdagangan, baik secara domestik maupun internasional. Dalam pengaturannya di Indonesia, anjak piutang tidak diatur secara khusus, sehingga dalam praktiknya perjanjian anjak piutang dapat mengacu dari kebiasaan yang ada di dunia perdagangan domestik maupun internasional. Konvensi UNIDROIIT mengenai lembaga anjak piutang UNIDROIT Convention on International Factoring dan Konvensi PBB mengenai pengalihan hak milik piutang dagang dalam perdagangan internasional United Nation Convention on the Assignment of Receivables in International Trade merupakan dua kebiasaan internasional yang mengatur mengenai lembaga anjak piutang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, kedua konvensi internasional ini kemudian dibandingkan dengan pengaturan pada praktik di Indonesia, serta dilakukan analisis terhadap pertimbangan hukum Hakim melalui putusan pengadilan di Indonesia untuk melihat apakah Hakim dalam menimbang maupun memutuskan memperhatikan kedua konvensi internasional tersebut. Hasil analisis menunjukkan beberapa kesesuaian, yaitu para pihak yang beperkara, hak recourse, serta kewajiban untuk menotifikasi debitur, sedangkan ketidaksesuaian terlihat dari cara pengalihan piutang dagang.
Factoring, especially factoring with recourse is one of the common financial commercial methods, both domestically and internationally. In its regulation in Indonesia, factoring is not specifically regulated, so that practically factoring agreement can be referred to the customs of international trade. UNIDROIT Convention on International Factoring and United Nations Convention on the Assignment of Receivables in International Trade are two international customs regulating factoring. By using normative juridical research method, the two international conventions are then compared to the practical regulation in Indonesia, as well as an analysis of judge 39 s legal considerations through Indonesia courts 39 verdict. The analysis will examine whether the judge in weighing and deciding considered both the international convention or not. The analysis showed some conformity, namely the parties of factoring, recourse, and the obligation to notify the debtor, while the mismatch seen from the assignment of receivables."
2017
S66229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhuwana Fairuz Kusumawardhani
"Tesis ini membahas mengenai konsep anjak piutang dalam hukum di Indonesia dan perbandingan konsep anjak piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis. Anjak piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Secara teknis anjak piutang memang dapat dikatakan sebagai pengalihan piutang dagang, namun anjak piutang tidak sesederhana itu. Kombinasi dari dua fungsi dalam konsep anjak piutang menimbulkan beragam perkembangan produk-produk anjak piutang yang membutuhkan pertimbangan hukum yang berbeda dan khusus. Oleh karena itu lingkungan hukum pada suatu negara memegang peranan penting dalam menentukan suksesnya anjak piutang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan metode perbandingan hukum. Data penelitian dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa munculnya konsep anjak piutang di Indonesia merupakan bagian dari kecenderungan dalam pembangunan hukum di dunia yang mendorong transplantasi konsep-konsep yang timbul dari bidang ekonomi di Amerika Serikat ke dalam sistem hukum negara lain. Perbandingan konsep anjak Piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis dapat dilakukan berdasarkan aspek regulasi dan aspek kontraktual. Berdasarkan aspek regulasinya, anjak piutang di Indonesia dan Perancis adalah teregulasi sedangkan anjak piutang di Belanda tidak teregulasi. Berdasarkan aspek kontraktualnya, Indonesia, Belanda dan Perancis belum memiliki peraturan khusus yang mengatur tentang perjanjian anjak piutang, oleh karena itu ketentuan umum hukum perjanjian di ketiga negara tersebut pada umumnya masih menjadi acuan untuk perjanjian anjak piutang.

This thesis concerns with factoring concept in Indonesian Law and it’s comparison to the Netherlands and France regime. Factoring is a financing activity in the form of trade receivables sale followed by the administration of said accounts receiveable. Technically, factoring could be said simply as an assignment of accounts receivable. However, factoring is not as straightforward as it seems. The development of various factoring products that arise from the combination of factoring’s two functions pushed the need of different and specific contractual considerations. Therefore, the legal environment of a country holds an important role in deciding the success of factoring concept. This thesis is using normative and comparative method. The data in this thesis is collected by conducting library research. The result of this research shows that the factoring concept appeared in Indonesia as a part of trends in the law development across the world which urged the transplantation of American economic concepts into other countries legal system. Comparison to the regulation aspect of factoring concept in Indonesia, Netherlands, and France shows that both Indonesia and France factoring industries are regulated while factoring industry in Netherlands is not. On the other hand, based on the contractual aspect, the three countries do not have a specific and specialized regulations or laws concerned with factoring agreement. Subsequently, factoring agreement still largely refers to the general contract law that governs each countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Purba, Eric Nathanael
"Melalui Nomor Keputusan Presiden. 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, dan setelah itu muncul ketentuan yang mengatur anjak piutang meskipun tidak spesifik tentang anjak piutang dan hanya sedikit. Akan tetapi sejak diperkenalkan di Indonesia hingga saat ini belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur anjak piutang. Sementara itu di India, tagihan anjak piutang yang diperkenalkan pada tahun yang sama sudah memiliki ketentuansecara khusus mengatur anjak piutang di India, yaitu The Act Factoring Regulation Act, 2011 dan Registrasi Assignment of Receivables Rules, 2012 yaitu
ketentuan yang mengatur pendaftaran anjak piutang. Penelitian ini akan menganalisis ketentuan mengenai anjak piutang di Indonesia dan juga di India serta persamaan dan perbedaannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Indonesia perjanjian anjak piutang sendiri masih didasarkan pada prinsip kebebasan kontrak yang ada di Burgerlijk Wetboek (BW) dan ketentuannya ada dalam ketentuan yang berbeda, memiliki ketentuan yang belum ada dalam ketentuan tersebut. The Factoring Regulation Act 2011 di India dan sebaliknya. Menurut penulis, yang kurang dari ketentuan anjak piutang di Indonesia mengenai hak dan kewajiban yang dirasa sangat penting tetapi belum diatur oleh Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan ketentuan atau peraturan khusus mengenai anjak piutang di Indonesia untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak pesta.

Factoring has been introduced in Indonesia since 1988
through Presidential Decree Number. 61 of 1988 concerning Financing Institutions, and after that comes the provisions governing factoring although not specific about factoring and only a little. Will but since it was introduced in Indonesia until now there has been no provision in that specifically regulates factoring. Meanwhile in India factoring receivables introduced in the same year already have provisions in a manner
specifically regulates factoring in India, namely The Factoring Regulation Act, 2011 and Registration of Assignment of Receivables Rules, 2012 viz the provisions governing registration of factoring. This research will analyze the provisions concerning factoring in Indonesia and also in India and their similarities and differences. This research was conducted with normative juridical methods. The results of this study show that in Indonesia the agreement for factoring itself is still based on the principle freedom of contract that is in Burgerlijk Wetboek (BW) and its provisions are in different provisions, have provisions that dont yet exist in the provisions of The Factoring Regulation Act 2011 in India and vice versa. According to the author, which is less than the factoring provisions in Indonesia regarding rights and obligations that are felt to be very important but have not been regulated by Indonesia. Therefore, special provisions or regulations are needed regarding factoring in Indonesia to provide legal certainty for parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Purwanto
"ABSTRAK
Anjak piutang, yang jenisnya dapat dibagi menjadi factoring with recourse dan factoring without recourse, adalah fasilitas layanan pengambilalihan piutang yang berkembang dari sistem hukum common law. Di Indonesia, payung hukum anjak piutang masih belum jelas dan terdapat inkonsistensi jangka waktu objek anjak piutang antarperaturan. Oleh karena itu, sebagai fungsi inspiratif, dilakukan perbandingan konstruksi hukum anjak piutang antara Indonesia dan Amerika Serikat dengan metode perbandingan yang menghasilkan bentuk penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi hukum anjak piutang di Indonesia, selain memiliki persamaan, juga perbedaan dengan Amerika Serikat. Perbedaan utama yang terlihat adalah di Amerika Serikat, factoring with recourse tidak diklasifikasi sebagai anjak piutang. Hal ini memberikan perlindungan hukum tidak hanya bagi factor, namun juga bagi klien dan nasabah.

ABSTRACT
Factoring, the type of which can be divided into factoring with recourse and factoring without recourse, is a service facility to take over account receivables that has been developing from the common law system. In Indonesia, the underlying law for factoring is still unclear and inconsistent in term of the regulations on the object of the factoring. Therefore, as an inspired function, a comparison of legal construction for the factoring is made between Indonesia and the United States under comparison method producing forms of normative-juridical research. This research shows that the legal construction for factoring in Indonesia, other than the similarity, also has the difference with that in the United States. The fundamental difference lies on the factoring with recourse in the United States where it is not classified as a factoring. This generates legal protection not only for the factors but also both clients and customers.
"
2015
S61952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Partiawati Tjiptaningsih Soetjipto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S23077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pantouw, Rinus
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006
346.07 RIN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>