Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160652 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lengkey, Nikita Esther
"Obesitas telah diidentifikasikan sebagai salah satu faktor risiko penyakit tidak menular. Peningkatan berat badan dapat memicu resistensi insulin sehingga dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah di dalam tubuh. Posbindu penyakit tidak menular PTM memiliki peran dalam mendeteksi dini serta memantau faktor risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes mellitus. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi perubahan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes di Posbindu PTM. Perubahan indeks massa tubuh merupakan hasil dari indeks massa tubuh kunjungan kedua dikurangi indeks massa tubuh kunjungan pertama. Yang dimaksud dengan hasil pengukuran gula darah sewaktu yaitu hasil dari kadar gula darah sewaktu kunjungan kedua dikurangi kadar gula darah sewaktu kunjungan pertama.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan sampel sebanyak 47 pasien diabetes yang telah melakukan kunjungan minimal dua kali. Mayoritas subyek penelitian yaitu perempuan 76,6 , dan rata-rata usia 57 tahun 9 tahun. Indeks massa tubuh pada subyek penelitian adalah 25,06 SD 3,541 dan 25,13 SD 3,455 ; atau mengalami overweight. Kadar gula darah sewaktu diperoleh 239,26 SD 125,139 dan 213,15 SD 105,377 ; atau kadarnya >200 mg/dL. Pada uji korelasi Spearman, nilai koefisien korelasi r sebesar -0,100 dan nilai p = 0,504 p > 0,05 . Kesimpulannya, tidak terdapat korelasi antara perubahan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes di Posbindu PTM Binaan KDK FKUI Kayu Putih.

Obesity has been identified as one of the risk factors for non communicable disease. Increased body weight can induce insulin resistance so it can cause increased blood glucose in the body. Non Communicable Disease of Community Health Post KDK FKUI Kayu Putih acts to early detection and monitoring the risk factors of non communicable disease, such as diabetes mellitus.The aim of this study was to investigate the correlation between the changes of body mass index and random blood glucose level in patients with diabetes at community health post of non communicable disease. The changes in body mass index was the results of body mass index in the second visit reduced body mass index in the first visit. The random blood glucose measurements was also defined as the results of random blood glucose level in the second visit reduced random blood glucose level in the first visit.
This study was a cross sectional study, consisted of 47 samples of patient diabetes who had been visited at least twice. The majority of subjects was female 76,6 , and mean age of subjects was 57 9 years. Body mass index of subjects was 25,06 SD 3,541 and 25,13 SD 3,455 or overweight. And, random blood glucose level of subjects was 239,26 SD 125,139 and 213,15 SD 105,377 , which was 200 mg dL. In Spearman rsquo s correlation method, the correlation coefficient r was 0,100 and p value 0,504 p 0,05 . In conclusion, there was no correlation between changes in body mass index and random blood glucose levels in patients with diabetes in community health post of non communicable disease KDK FKUI Kayu Putih.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvi Anastasia
"Hipertensi atau peningkatan tekanan darah merupakan salah satu faktor risiko utama mortalitas di dunia. Terjadinya hipertensi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu faktor nutrisi dan aktivitas fisik yang jika tidak terkontrol dengan baik dapat memicu terjadinya obesitas. Penatalaksanaan obesitas untuk membantu penanganan hipertensi dapat dilakukan di layanan primer dan penurunan berat badan yang diharapkan seharusnya dapat dipantau oleh kader secara sederhana di Posbindu. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara perubahan indeks massa tubuh dengan tekanan darah pengunjung Posbindu PTM.
Penelitian ini adalah studi potong lintang dengan subyek penelitian terdiri dari 100 pengunjung Posbindu yang telah berkunjung 2 kali. Mayoritas subyek penelitian adalah perempuan 85 dan berusia 46-65 tahun 52. Pasien yang mengalami obesitas sebanyak 28 dan yang mengalami hipertensi sebanyak 15 dilihat dari tekanan sistoliknya dan sebanyak 24 dilihat dari tekanan diastoliknya.
Berdasarkan uji statistik, peningkatan tekanan darah sistolik lebih banyak dialami oleh subyek penelitian dengan indeks massa tubuh yang tidak mengalami kenaikan 62,5. Begitu pula pada peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih banyak dialami oleh subyek penelitian dengan indeks massa tubuh yang tidak mengalami kenaikan 60. Melalui uji chi-square, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara perubahan indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik p = 0,18 maupun dengan tekanan darah diastolik p = 0,36.

Hypertension is one of the main risk factors of mortality in the world. Hypertension can be caused by various factors, like uncontrolled physical activity and nutrition factor that can lead to obesity. Obesity management can be done by primary health care and Community Health Post should be monitored weight loss. The aim of this study was to determine the association between changes in body mass index with blood pressure in patients of Community Health Post of non communicable disease.
This study is a form of cross sectional study and consisted of 100 subjects with the frequency of visits at least 2 times. The majority of subjects were female 85 with the age group of 46 65 years 52. Futhermore, 28 of patients were obese and 15 had hypertension based on systolic pressure and 24 had hypertension based on diastolic pressure.
Based on statistic test, majority of systolic blood pressure increased were found in subjects with the body mass index that didn't rise 62,5. Similarly, majority of diastolic blood pressure incrceased were also found in subjects with the body mass index that didn't rise 60. Through Chi square test, it is know that there is no significant associated statistically between changes in body mass index with blood pressure in patients of Community Health Post, both systolic blood pressure p 0.18 and diastolic p 0.36.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Nuraini Sulistyaningsih
"Penyakit tidak menular merupakan masalah yang masih menjadi perhatian nasional maupun global. Jika penyakit tidak menular tidak ditangani secara tepat, benar, dan berkelanjutan, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, dikembangkan model pengendalian penyakit tidak menular melalui Pos Pembinaan Terpadu Posbindu penyakit tidak menular PTM untuk menyelesaikan masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara frekuensi kunjungan Posbindu dengan nilai tengah tekanan darah sistolik dan diastolik. Pada penelitian ini, dilibatkan sebanyak 100 pengunjung Posbindu dengan frekuensi kunjungan antara 1-6 kali. Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara frekuensi kunjungan Posbindu dengan nilai tengah tekanan darah sistolik dan diastolik. Mayoritas pengunjung Posbindu adalah perempuan 80 dengan kelompok usia 46-65 tahun 48 . Dari 100 pengunjung, 39 overweight dan 20 memiliki hipertensi. Melalui uji korelasi Spearman, diketahui bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara frekuensi kunjungan dengan nilai tengah tekanan darah sistolik p = 0,302, r = 0,104 maupun diastolik p = 0,321, r = 0,100. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara frekuensi kunjungan dengan nilai tengah tekanan darah sistolik dan diastolik.

Non communicable diseases are still a national and global disease burden. If the diseases are not handled properly, correctly, and sustained, the diseases will have an impact on national economic growth. To resolve the issue, the government has developed a model of non communicable disease control through community health post. This study aimed to investigate the correlation between frequency of community health post visits to the median of systolic and diastolic blood pressure. About one hundred patients of community health post with the frequency of visits between 1 to 6 times were selected. From 100 patients, 80 were female with the age group of 45 65 years 48 . Furthermore, 39 patients were overweight and 20 had hypertension. Through the Spearman correlation analysis, it is known that there is no significant correlation between the frequency of visits to the median of systolic blood pressure p 0,302, r 0,104 and diastolic blood pressure p 0,321, r 0,100 . In conclusion, there is no correlation between the frequency of visits to the median of systolic and diastolic blood pressure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70331
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachreza Aulia Trinanda
"ABSTRAK
Psoriasis merupakan kelainan kulit yang diakibatkan oleh disregulasi sistem imun yang berdampak sangat besar terhadap kualitas hidup pasien. Sindrom metabolik, di antaranya termasuk obesitas dan hipertensi, diduga memiliki hubungan yang kuat dengan psoriasis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh IMT dan tekanan darah dengan tingkat keparahan psoriasis yang diukur dengan skor Psoriasis Area and Severity Index PASI . Penelitan dilakukan di Unit Rekam Medis Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo RSCM dan melibatkan 63 pasien psoriasis yang berobat di RSCM pada tahun 2015 dan 2016. Dari 63 pasien yang ikut serta dalam penelitian ini, tingkat keparahan psoriasis terbagi 18 orang untuk kategori ringan dan 45 orang untuk kategori sedang berat. Terdapat 35 pasien yang dikategorikan obese dan 16 pasien yang dikategorikan mengalami hipertensi. Analisis statistik yang dilakukan pada penelitian ini yaitu berupa uji Chi-Square menunjukkan beberapa hubungan statistik yang signifikan yaitu hubungan antara tingkat keparahan psoriasis dengan IMT p=0,025 dan tekanan darah p=0,026 . Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dan hipertensi dengan tingkat keparahan psoriasis.

ABSTRACT
Psoriasis is a skin disorder caused by immune disregulation which impacts the quality of life of the patient. Metabolic syndrome, which includes obesity and hypertension, was suspected to have a strong association with psoriasis. The purpose of this research is to find out the association between Body Mass Index BMI and blood pressure to psoriasis severity which was measured using the Psoriasis Area and Severity Index PASI score. The research was done at the Medical Record Unit of dr. Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM and includes participation of 63 psoriasis patient who was seeking medical care at year 2015 and 2016. Of all 63 patients participated in this research, the psoriasis severity was divided into 18 patients in mild category and 45 patients in moderate to severe category. There are 35 patients who are categorized as obese and 16 patients that are categorized in hypertensive. Statistical analysis that was done in this research shows some statistically significant association between psoriasis severity and BMI p 0,025 and blood pressure p 0,026 . This concludes that there are significant associations between obesity and hypertension to psoriasis severity. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhlas Arief Bramono
"Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu pada ginjal, ureter, atau kandung kemih. Beberapa penelitan menunjukkan bahwa ketidaknormalan parameter metabolik merupakan hal yang umum pada pasien BSK. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT), asam urat serum, glukosa serum, dan tekanan darah dengan opasitas batu pada pasien BSK. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan melihat data rekam medis dari pasien BSK yang menjalani prosedur ESWL pada Januari 2008-Desember 2013 di Departemen Urologi RS Cipto Mangunkusumo. Data yang yang diambil adalah indeks masa tubuh (IMT), kadar asam urat serum, glukosa serum, tekanan darah, dan opasitas BSK. Hubungan antara IMT, kadar asam urat serum, glukosa serum, dan tekanan darah, dengan opasitas batu dianalisis menggunakan uji chi-square. Terdapat 2.889 pasien yang menjalani prosedur ESWL pada Januari 2008-Desember 2013. Analisis dilakukan terhadap 242 pasien yang memiliki rekam medis lengkap. Rerata usia adalah 48,02±12,78 tahun. Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 2,27:1. Rerata IMT adalah 29,91±3,78 kg/m2. IMT berisiko didapatkan pada 66,52% pasien. Proporsi batu radioopak adalah 77,69% (188 pasien). Dua puluh dua pasien (9,1%) memiliki tekanan darah normal. Pasien dengan kadar serum asam urat tinggi sebanyak 34,30% (83 pasien). Secara statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar serum glukosa sewaktu dengan opasitas batu (p < 0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar serum glukosa sewaktu dengan opasitas batu pada pasien BSK. Pasien hiperglikemia cenderung memiliki batu radiolusen. Sementara pasien normoglikemia cenderung memiliki batu radioopak.

Urolithiasis refers to formation of stone in the kidney, ureter, or bladder. Several studies showed metabolic abnormalities were common in urolithiasis patients. The aim of this study was to describe the association between body-mass-index (BMI), serum uric acid, serum glucose, and blood pressure toward stone opacity in urinary tract stone patients. This study was done retrospectively by reviewing registry data of urinary tract stone patients that had undergone ESWL on January 2008-December 2013 in Department of Urology Cipto Mangunkusumo Hospital. Data concerning body mass index, serum uric acid, serum glucose, blood pressure, and urinary tract stone opacity were recorded. Associations between body mass index, serum uric acid, serum glucose and blood pressure with urinary tract stone opacity were using chi-square test. There were 2,889 patients who underwent ESWL on January 2008-December 2013. We analyzed 242 subjects with complete data. Mean age was 48.02 (± 12.78 years). Male-to-female ratio was 2.27:1. Mean BMI was 29.91 (± 3.78) kg/m2. High risk BMIs were found in 161 patients (66.52%). The proportion of radioopaque stone was 77.69% (188 patients). Twenty two patients (9.1%) had normal blood pressure. Patients with high serum uric acid were 34.30 % (83 patients). We found a significant association between random serum glucose level and stone opacity (p < 0.05). There is significant association between random serum glucose level and stone opacity in urolithiasis patients. Hyperglycemia patients tend to have radiolucent stone, whereas normoglycemia patients tend to have radioopaque stone."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aureilia Calista Zahra
"Pendahuluan: Sindrom polikistik ovarium adalah salah satu gangguan metabolikendokrin yang paling umum yang banyak ditemukan pada wanita dengan usia reproduksi. Sindrom ini ditandai dengan ketidakseimbangan hormon, dan terdapat beberapa tanda klinis seperti ketidakteraturan siklus menstruasi dan hiperandogrenisme yang dapat menyebabkan anovulasi. Sindrom polikistik ovarium merupakan kondisi yang banyak dikaitkan dengan obesitas serta resistensi insulin, yang dapat diukur dengan menghitung rasio gula darah/insulin puasa. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara obesitas dan rasio gula darah/insulin puasa pada pasien dengan sindrom polikistik ovarium. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik yang menggunakan metode crosssectional dengan menggunakan data yang diperoleh dari rekam medis di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. Variabel independent merupakan index massa tubuh dan variable dependen adalah rasio dari gula darah/insulin puasa. Hasil: Terdapat lebih banyak pasien sindrom polikistik ovarium dengan obesitas jika dibandingkan dengan normal dan overweight. Pasien sindrom polikistik ovarium dengan obesitas memiliki rata-rata rasio gula darah/insulin puasa yang paling rendah, dengan rata-rata 11.484 (SD + 5.325). Terdapat perbedaan yang signifikan jika dibandingkan kelompok index massa tubuh normal dan overweight. Selain itu, terbukti bahwa ada korelasi yang signifikan (P < 0.001) antara index massa tubuh dengan rasio gula darah/insulin puasa, dengan nilai Pearson Correlation -0.408, yang menandakan bahwa jika satu variabel memiliki nilai yang tinggi, maka nilai dari variabel lain akan turun. Kesimpulan: Penelitian ini menemukan bahwa adanya korelasi negaitf yang signifikan antara index massa tubuh dengan rasio gula darah/insulin puasa. Keduanya memiliki nilai yang tidak sebanding, dimana nilai dari rasio gula darah/insulin puasa akan menjadi lebih rendah jika index massa tubuh pasien dengan sindrom polikistik ovarium tinggi.

Introduction: Polycystic ovary syndrome is one of the most common metabolicendocrine disease that can be found in women in reproductive age. This syndrome is characterized by hormonal imbalance, and will give rise to several clinical manifestations such as irregular menstrual cycle and hyperandrogenism, which is one of the cause of anovulation. Polycystic ovary syndrome is a condition that is closely correlated to obesity and insulin resistance, which can be measured by counting the fasting glucose/insulin level ratio. Thus, this study aims to analyse the correlation of obesity and fasting glucose/insulin level ratio in polycystic ovary syndrome patients. Methods: This research is an analytical study that uses cross-sectional method and utilize medical records from patients in Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. The independent variable is the body mass index, meanwhile the dependent variable is the ratio of fasting glucose/insulin level. Results: There are more obese than lean and overweight polycystic ovary syndrome patients. PCOS patients with obesity present the lowest average fasting glucose/insulin level ratio, with value of 11.484 (SD + 5.325). The difference is significant when compared to lean and overweight patients. Additional to that, it is found that there is a significant correlation (P < 0.001) between body mass index and fasting glucose/insulin level ratio. This result have Pearson Correlation value of -0.408, which means when one variable value is high, the other variable value will be low. Conclusion: This research has found that there is a significant negative correlation between body mass index and fasting glucose/insulin level ratio, with both values are disproportionate to one another. This can be seen by the lower the fasting glucose/insulin level ratio is, the higher the body mass index will be."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Ramadhan
"Hipertensi merupakan salah satu masalah yang paling umum terjadi di masyarakat. Prevalensi hipertensi berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 mencapai 34,1% pada masyarakat yang berusia ≥ 18 tahun. Di sisi lain, peningkatan tersebut juga terjadi pada anak-anak yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi atau obesitas. Prevalensi kejadian hipertensi pada anak usia sekolah secara umum berkisar 1–2%. Provinsi Sulawesi Utara menjadi peringkat pertama prevalensi hipertensi dan proporsi obesitas di Indonesia. Pada anak 5–12 tahun angka proporsi obesitas di Provinsi Sulawesi Utara menempati urutan ke-15 se-Indonesia dan tertinggi di antara provinsi lain di Sulawesi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh IMT terhadap tekanan darah pada anak usia sekolah di provinsi sulawesi utara. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder yang diperoleh dari data South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). Subjek penelitian berjumlah 52 anak berusia 7–11 tahun yang terdiri dari 22 anak laki-laki dan 30 anak perempuan. Pada analisis bivariat menunjukkan bahwa IMT memiliki hubungan yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik (p=0,020), sedangkan variabel lain tidak memiliki hubungan yang signifikan. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda pada analisis multivariat, yang paling memengaruhi tekanan darah sistolik secara berturut-turut adalah usia (p=0,003), IMT (p=0,009), aktivitas fisik (p=0,011), dan jenis kelamin (p=0,049). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selain memiliki hubungan yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik, IMT juga memengaruhi tekanan darah sistolik pada anak usia sekolah di provinsi sulawesi utara.

Hypertension is one of the most common problem in our society. The prevalence of hypertension based on Riskesdas data of 2018 is around 34.1% amongst people aged 18 year old. In another hand, there is an increase of hypertension occurred amongst children with a high Body Mass Index (BMI) or obese. The Prevalence of hypertension in school-age children generally ranges from 1–2%. North Sulawesi is ranked first in the prevalence of hypertension and the proportion of obesity in Indonesia. For children aged 5–12 year old, the proportion of obesity in North Sulawesi ranks 15th nationally and the highest in Sulawesi. This study aims to determine the effect of BMI on blood pressure of North Sulawesi's school-age children. This study utilised a cross-sectional design with secondary data obtained from the South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). The subject of this research subjects were 52 children aged 7-11 year old, consisting of 22 boys and 30 girls. Bivariate analysis showed that BMI had a significant relationship with systolic blood pressure (p=0.020), while other variables do not have a significant relationship. Based on the results of multiple linear regression in multivariate analysis, the most influencing systolic blood pressure respectively are age (p=0.003), BMI (p=0.009), physical activity (p=0.011), and gender (p=0.049). In conclusion, in addition to having a significant relationship with systolic blood pressure, BMI also affects systolic blood pressure in school-age children in North Sulawesi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Azzahra
"Indeks Massa Tubuh IMT dan total lemak tubuh metode impedansi merupakan salah satu cara untuk memprediksi lemak tubuh yang mudah dan tidak invasif. Korelasinya dengan profil lipid serum belum banyak diteliti, terutama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi keduanya dengan profil lipid serum. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional pada 128 subjek yang memeriksakan profil lipidnya ke Laboratorium Departemen Patologi Klinik RSCM. Dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, dan total lemak tubuh dengan metode impedansi secara langsung. Data profil lipid didapatkan melalui Laboratory Information System Departemen Patologi Klinik. Kemudian, data diolah dengan menggunakan uji Pearson untuk mengetahui korelasi antara IMT dan total lemak tubuh metode impedansi dengan profil lipid serum. Pada penelitian ini, tidak didapatkan korelasi IMT dan total lemak tubuh dengan setiap parameter profil lipid, yang meliputi trigliserida, kolesterol total, kolesterol-HDL, dan kolestrol-LDL p>0,05 . Dengan demikian, disimpulkan bahwa kedua pemeriksaan tersebut tidak dapat menggantikan pemeriksaan profil lipid serum.

Body Mass Index BMI and bioelectric impedance analysis of total body fat are an easy and non invasive methods to predict fat level in the body. Since the correlation between BMI and bioelectric impedance analysis of total body fat with serum lipid profile is limitedly known, especially in Indonesia's population, the purpose of this study is to investigate the correlation of BMI and bioelectric impedance analysis of total body fat with serum lipid profile. This is an analytical cross sectional study on 128 patients from Cipto Mangunkusumo hospital laboratory. The subjects were examined to measure weight, height, and total body fat with impedance method, and serum lipid profile. The data were analyzed with Pearson test to find the correlation between variables. There were no correlation between BMI and TBF with serum lipid profile, including triglyceride, cholesterol total, HDL C, and LDL C p 0,05 . To conclude, serum lipid profile cannot be replaced by BMI and bioelectric impedance analysis of total body fat examination."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Joy Samuel
"ABSTRAK
Indeks Massa Tubuh dan Rasio Platelet-Limfosit (PLR) yang tinggi menunjukkan prognosis buruk pasien kanker payudara. Peneliti menduga adanya korelasi positif antara perubahan nilai keduanya; serta nilai PLR akhir yang berbeda signifikan pada wanita dengan IMT meningkat 5%. Peneliti menggunakan desain potong-lintang dan menganalisis data rekam medis dari 2 rumah sakit di Jakarta. Perubahan IMT tidak berkorelasi dengan perubahan PLR (p>0,05); serta tidak terdapat PLR akhir yang berbeda bermakna antara kedua kelompok. Hal ini diduga disebabkan variasi regimen kemoterapi, metode pengambilan sampel dan faktor lain yang tidak diteliti.

ABSTRACT
High Body Mass Index and Platelet-Lymphocyte Ratio (PLR) show a poor prognosis of breast cancer patients. The author hypothesized that there is a positive correlation between changes in both values; and final PLR values is significantly difference in women with 5% increase in BMI. The author used a cross-sectional design and analyzed medical record data from 2 hospitals in Jakarta. Changes in BMI were not correlated with changes in PLR (p>0,05); and there were no final PLR that was significantly different between the two groups. This can be due to variations in chemotherapy regimens, sampling methods, and other factors not examined."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Kusumastuti Roosadiono
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh IMT terhadap kejadian hiperglikemia pada PNS di lingkungan pemerintah daerah Kota Depok yang berusia < 40 tahun di Kota Depok tahun 2009. Penelitian dilakukan dengan disain studi kasus kontrol, dilaksanakan pada bulan Maret - Mei rabun 2009. Populasi kasus adalah PNS di lingkungan pemerintah daerah Kota Depok tahun 2009 usia <40 tahun yang berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah menderita hiperglikernia dimana kadar gula darah > !26 mg/dl. Populasi kontrol adalah PNS di lingkungan pamerintah daerah Kola Depok tahun 2009 yang berusia <40 tahun yang berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah tidak menderita hiperglikemia dimana kadar gula darah S 126 mg/dl. Data yang dikumpulkan adalah data kadar gula darah yang merupakan data sekunder basil pemeriksaan PT Askes dengan metode GO D-PAP (Glukosa Dehydrogenase Oxidize Phosphate); tinggi hadan diukur dengan menggunakan microtoice ketelitian 0,1 em; berat badan dengan timbangan digital SECA ketelitian 0,1 kg; karakteristik responden diketahui melalui wawancara menggunakan kuesioner; Pola konsumsi diukur dengan wawancara menggunakan kuesioner FFQ; tekanan darah diukur dengan tensi meter jenis air raksa dengan merk Nova Presameter. Data dlanalisis secara univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan program perangkat Iunak komputer. Jenis uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square (Kai Kuadrat) dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda model faktor risiko. Hasil pengolahan dan analisis data membuktikan bahwa lndeks Massa Tubuh (IMT) berpengaruh terhadap kejadian hiperglikernia pada PNS usia <= 40 tahun."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T32438
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>