Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179282 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arinda Puteri Wihardi
"Rujuk Balik merupakan program yang diselenggarakan oleh BPJS untuk meningkatkan kualitas dan kemudahan akses pelayanan bagi peserta JKN, khsuusnya penderita penyakit kronis. RSUP Fatmawati sebagai rumah sakit yang 90 pasiennya adalah peserta JKN tentunya juga melaksanakan pelayanan rujuk balik. RSUP Fatmawati telah mencantumkan ketepatan rujuk balik ke dalam Key Performance Indicator IRJ RSUP Fatmawati. Pada pelaksanaannya rujuk balik di RSUP Fatmawati belum berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan capaian rujuk balik pada bulan Mei sampai dengan September 2016 yang hanya pada kisaran 0,08 sampai 1,62. Hipertensi termasuk 10 besar penyakit di IRJ RSUP Fatmawati yang sebenarnya pasiennya dapat dilakukan rujuk balik.
Rujuk balik pada pasien hipertensi masih jarang dilakukan. Pasien hipertensi yang dirujuk balik hanya pada kisaran 3 sampai 8 orang tiap bulan. Penelitian ini merupakan operasional research yang berfungsi untuk menghasilkan strategi, sehingga dapat memperbaiki sistem rujuk balik di RSUP Fatmawati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak terdapat faktor penghambat dalam implementasi rujuk balik pada pasien hipertensi, baik dari supply RSUP Fatmawati dan FKTP maupun demand pasien. Semua pihak yang berkaitan dengan pelayanan rujuk balik ini, yakni RSUP Fatmawati dan FKTP harus bekerja sama dan berkomitmen untuk mengatasi faktor penghambat tersebut.

Counter Referral is a program organized by BPJS to improve the quality and easiness of services access for JKN participants, particularly patient with chronic diseases. Fatmawati General Hospital, 90 of patients are JKN participants, carry out counter referral services. Fatmawati General Hospital has included percentage of counter referral accuracy to Outpatient rsquo s Key Performance Indicator. In the implementation, counter referral in Fatmawati Hospital has not run well. This is proven by realization of counter referral in May up to September 2016 were only in the range of 0.08 to 1.62. Hypertension is included as 10 major diseases in Fatmawati rsquo s Outpatient Installation which patients actually can be referred back.
Counter referral in hypertension patients still rarely performed. Hypertension patients are referred back only in the range of 3 to 8 people each month. This study is an operational research that serves to produce a strategy to improve counter referral system at Fatmawati Hospital. The results showed that there are many factors inhibiting the implementation of counter referral in hypertension patients, both from the supply Fatmawati General Hospital and FKTP and demand the patient. All participants associated with the service of counter referral, such as Fatmawati General Hospital and FKTP, should work together and commit to address these inhibiting factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S66397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Qosimah Batubara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang dapat digunakan sebagai masukan optimalisasi pelayan program rujuk balik di instalasi rawat jalan RS Mitra Medika Batanghari. Metode penelitian. Penelitian menggunakan desain kualitatif dengan metode case study. Informan dari 22 orang pasien hipertensi yang telah dirujuk balik dan 6 orang petugas RS Mitra Medika Batanghari, sumber data dari wawancara mendalam, observasi telah dokumen. Hasil. Sebagian besar pasien hipertensi yang telah dirujuk balik tidak patuh mengunjungi FKTP. Pengetahuan pasien terhadap PRB kurang. Akses menuju fasyankes mudah. Penghambat tidak optimalnya pelayanan PRB adalah kurangnya sosialisasi monitoring dan evaluasi kebijakan PRB di lingkungan rumah sakit, tidak ada SOP terkait PRB, PIC PRB bertugas melayani PRB dan non PRB, tidak ada pelatihan terkait PRB, Pojok PRB tidak tersedia, tidak ada insentif petugas pelaksana PRB, pasien tidak patuh terhadap instruksi DPJP, tidak ada SRB rekomendasi dokter dan lembar resep khusus PRB, SRB tidak diisi lengkap, edukasi pasien singkat. Faktor pendukung pelayanan PRB yaitu petugas pelaksana berkomitmen aktif terhadap PRB, DPJP patuh merujuk balik pasien PRB, komunikasi dan koordinasi antar petugas pelaksana PRB baik, petugas pelaksanan mengetahui formularium nasional obat PRB. Kesimpulan. Program rujuk balik di instalasi rawat jalan RS Mitra Medika Batanghari belum terimplementasi dengan baik karena tidak ada panduan yang jelas terkait PRB dan masih ada pasien hipertensi yang telah direkomendasikan untuk dirujuk balik tidak melanjutkan hingga terdaftar sebagai pasien PRB. Saran. Pelayanan PRB akan terimplementasi dengan baik apabila rumah sakit memiliki panduan pelayanan PRB yang jelas yang mengatur seluruh kegiatan yang berhubungan dengan PRB serta dilakukannya monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan. Penelitian lebih lanjut terkait PRB diharapkan dapat meneliti secara holistik dengan melibatkan seluruh stakeholder.

The aim of this study is to determine the supporting and inhibiting factors that can be used as input for optimizing the staff of the Referral Program in the outpatient installation of the Mitra Medika Batanghari hospital. Method. The study used a qualitative design with a case study method. Informants from 22 hypertensive patients who have been referred back and 6 from Mitra Medika Batanghari hospital staff, data sources from in-depth interviews, observations have been documented. Results. Most hypertensive patients who have been referred back do not comply with primary health care. The patients knowledge of the referral program is lacking. Access to health care facilities is easy. Inhibition of suboptimal service of the referral program is the lack of socialization of monitoring and evaluation of referral program policies in the hospital environment, there are no SOP related to the referral program, the PIC referral program is responsible for operating the referral program and non-referral program, there is no training related to the Referrals program, Referral program corner is not available, there is no incentive to implement referral program, patients are not in adherence with the instructions of the specialist, no recommendations from referral doctors and special referral program sheets, referral returns are not fully completed, short patient training. Supporting factors for the referral program services are that the executive officer is actively engaged in the referral program, obedient specialist doctors refer patients back to the referral program, communication and coordination between the referral program performers well, the implementation officer knows the national formulary of the referral program medication from the referral program. Conclusion. The referral program in outpatient facilities at Mitra Medika Batanghari Hospital has not been correctly implemented because there are no clear guidelines and hypertensive patients are still being advised to be referred back to continue until they are registered as referral program patients. Suggestion. The referral program service is well implemented if the hospital has a clear referral program service guide that controls all activities related to the referral program and performs continuous monitoring and evaluation. It is expected that further research on the referral program can be holistically examined by involving all stakeho."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T54436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqatul Muthiah Amran
"Prevalensi hipertensi di Indonesia terus meningkat dari 21,2 pada tahun 2010 menjadi23,3 pada tahun 2014. Hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koroner, stroke,dan kematian jika tidak terdeteksi dini dan diobati secara tepat. Antihipertensi yangefektif dalam menurunan tekanan darah dan mengurangi resiko kejadian penyakit jantungkoroner adalah Valsartan dan Amlodipine. Biaya pengobatan selalu menjadi penghalanguntuk pengobatan yang efektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan kendali mutu dan kendalibiaya.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis evaluasi ekonomi dengan mengetahuigambaran biaya dan outcome dari penggunaan Valsartan dan Amlodipine selama tigabulan pengobatan pada pasien hipertensi primer dengan tekanan darah stage I.
Penelitianini bersifat observasional dengan teknik pengambilan data secara retrospektif pada tahun2016. Outcome berupa rata-rata penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik, proporsitekanan darah terkontrol, dan proporsi tekanan darah tidak terkontrol. Biaya yang diambildari perspektif pasien yang berupa biaya langsung medis.
Hasil penelitian diperoleh bahwa biaya penggunaan Amlodipine lebih rendah Rp 872.666,02 dibandingkanValsartan Rp 1.064.621,00. Rata-rata penurunan tekanan darah pada penggunaanAmlodipine sebesar 16,33 / 7,88 mmHg, sedangkan pada Valsartan sebesar 14,05 / 5,00mmHg. Proporsi tekanan drah terkontrol pada Amlodipine sebesar 80 , dengan proporsikejadian penyakit jantung coroner sebesar 27,5. Sedangkan proporsi tekanan darahterkontrol pada Valsartan 60 , dengan proporsi kejadian penyakit jantung koronersebesar 72,5. Pada diagram efektivitas biaya, Amlodipine terletak pada kuadran II danValsartan pada kuadran IV.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Amlodipine dominanterhadap Valsartan karena membutuhkan biaya yang lebih rendah dan menghasilkanoutcome yang lebih baik.

Background: The prevalence of hypertension in Indonesia continues to increase from21.2 in 2010 to 23.3 in 2014. Hypertension can lead to coronary heart disease, stroke,and death if not detected early and treated appropriately. Antihypertensives thateffectively reducing blood pressure and reducing the risk of coronary heart disease areValsartan and Amlodipine. Medical expenses have always been a barrier to effectivetreatment. Therefore, it is necessary to have quality control and cost control.
The aims ofthis study was to analyze economic evaluation and to know the costs and outcomes of useof Valsartan and Amlodipine during three months of treatment in primary hypertensionpatients with stage I blood pressure.
Methods: This study was observational study with retrospective data retrieval techniquein 2016. The outcome was the mean reduction of systolic and diastolic blood pressure,the proportion of controlled and uncontrolled blood pressure. Costs taken from thepatient 39 s perspective in the form of direct medical costs.
Results: The results obtained that the cost of using Amlodipine is lower Rp 872.666.02 than Valsartan Rp 1,064,621.00. The mean reduction of blood pressure of Amlodipinewas 16.33 7.88 mmHg, while Valsartan was 14.05 5.00 mmHg. Proportion ofcontrolled blood pressure of Amlodipine was 80 , with a proportion of coronary heartdisease events was 27.5. While the proportion of controlled blood pressure of Valsartanwas 60 , with the proportion of coronary heart disease events was 72.5. In the costeffectivenessdiagram, Amlodipine was in quadrant II and Valsartan was in quadrant IV.
Conclusion: Amlodipine is dominant against Valsartan because it requires lower cost andbetter outcome.Key words Primary Hypertension, Amlodipine, Valsartan, Economic Evaluation
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Himala Azzahra Putri
"Waktu tunggu pasien Rawat Jalan Reguler RSUP Fatmawati masih melebihi Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu le; 60 menit. Waktu tunggu menjadi faktor yang menyebabkan ketidakpuasan pasien pada pelayanan pasien rawat jalan. Pada bulan Desember tahun 2016, RSUP Fatmawati membuka pelayanan rawat jalan eksekutif bagi pasien BPJS di Instalasi Griya Husada. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator yang paling penting dan luas dalam mengukur kualitas dan hasil dari pelayanan kesehatan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui determinan faktor kepuasan pasien BPJS pada pelayanan rawat jalan eksekutif di Instalasi Griya Husada RSUP Fatmawati. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pengambilan data melalui penyebaran kuesioner skala likert kepada 100 orang responden.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 95 pasien BPJS yang merasa puas pada pelayanan rawat jalan eksekutif di Instalasi Griya Husada RSUP Fatmawati. Adapun faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah tangibles OR=11,2 dan nilai p=0,024. Oleh sebab itu, rumah sakit disarankan untuk melakukan perbaikan terhadap sarana dan prasarana yang ada di pelayanan rawat jalan eksekutif.

Waiting times on regular outpatient at Fatmawati Central Hospital still exceeds minimun healthcare service standard le 60 minute . Waiting times can becontributing factor influence outpatient dissatisfaction. In December 2016, Fatmawati Central Hospital opened excevutive outpaient for BPJS patients. Patient satisfaction can be one of the indicators for measurement health care service and evaluation.
The purpose of this research is to know determinant factor on BPJS patient satisfaction in Griya Husada executive outpatient at Fatmawati Central Hospital 2018. This research uses cross sectional design with questionnare based on likert scale from 100 respondent.
The result shows that patient satisfaction on BPJS patient is 95. Factor that influence patient satisfaction is tangibles OR 11,2 and p value 0,024 . Therefore, it is important for Fatmawati Central Hospital to improve in facilities and infrastructure in executive outpatient.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risalino Christoforus Balu
"Salah satu cara untuk melakukan efisiensi, meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan keselamatan pasien di Amerika dengan menggunakan konsep Lean Thinking yang diterapkan di rumah sakit menjadi Lean Hospital. Penelitian ini menganalisis alur pelayanan di rawat jalan Poliklinik Spesialis sebagai data untuk perbaikan di Rumah Sakit X yang merupakan Rumah Sakit Swasta Kelas B Pendidikan. Dengan menggunakan metodologi penelitian operational research, dilakukan observasi dan wawancara mendalam memperlihatkan bahwa kegiatan non value added bisa samapai 80% dan kegiatan value added hanya 20%. Data tersebut menunjukan bahwa telah terjadi pemborosan (waste) dan hasil analisis akar masalah menggunakan Root Cause Analysis (RCA) memperlihatkan ada beberapa faktor yang menyebabkan inefisiensi pelayanan rawat jalan poliklinik spesialis. Usulan perbaikan untuk mengurangi pemborosan dibagi menjadi tiga tahap, antara lain jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang diharapkan meningkatkan pelayanan rawat jalan dan kepuasan pasien.

One way to improve efficiency, improve service quality and improve patient safety in the United States by using the concept of Lean Thinking is applied in hospitals become Lean Hospital. This study analyzes the service flow in Outpatient Clinic Specialists as the data for improvement in Hospital X which is a Class B Private Hospital Education. Using the methodology of operational research studies, conducted in-depth observation and interviews show that the non-value added activities can be up to 80% and value added activity is only 20%. The data shows that there has been a waste (waste) and the results of the analysis of the roots of the problem using Root Cause Analysis (RCA) demonstrates that there are several factors that cause inefficiencies in ambulatory care specialist clinic. the proposed improvements to reduce waste is divided into three stages, including the shortterm, medium-term and long-term is expected to improve outpatient care and patient satisfaction."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaili
"Kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa atau disingkat Kelompencapir adalah suatu kelompok masyarakat yang dibentuk atas kesadaran dan prakarsa sendiri untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pemanfaatan media elektronik, media cetak, penerangan umum, dan saluran komunikasi Iainnya. Sedangkan Kelompok Inforrnasi Masyarakat (KIM) adalah suatu iembaga Iayanan public yang dibentuk dan dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat yang secara khusus berorientasi pada Iayanan informasi dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.
Pada zaman orde Baru, pemerintah memegang kendali dalam sistem informasi dan komunikasi nasional, sehingga informasi yang boleh atau tidak
boleh disebarkan kepada masyarakat ditentukan oleh pemerintah. Kebijakan komunikasi dan informasi ditentukan demi kepentingan pemerintah semata. Pada era reformasi sekarang ini, terjadi perubahan dalam konsep pelaksanaan komunikasi dan informasi. Masyarakat menghendaki kebebasan dalam komunikasi dan informasi serta adanya trasparansi, sedangkan pemerintah diharapkan menjalankan fungsi dan peran sebagai regulator dan fasilitator. Dengan adanya peran KIM sebagai pembendung informasi dan penyaring informasi bagi masyarakat, maka informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat lapisan sudah diinterpretasikan.
Sesuai dengan tuntutan zaman dalam era reformasi sekarang ini, masyarakat bebas dalam memilih informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Bagi masyarakat pedesaan khususnya, informasi tersebut tidak secara mudah difahami maka perlu suatu wadah untuk memberikan kemudahan dalam memahami inforrnasi yang mereka dapat, yaitu melalui KIM. Banyak masyarakat yang belum mengerti tentang fungsi dan peran KIM ditengah masyarakat. Dengan demikian perlu diadakan suatu kajian tentang keberadaan Kim tersebut.
Sesuai hasil penelitian di lapangan, bahwa KIM Palasari telah merasakan peran dan fungsi kelompoknya dalam masyarakat, diantaranya: pembendung dan penyaring informasi bagi masyarakat, mitra pemerintah daerah dalam menyebarluaskan informasi, penyalur aspirasi masyarakat, pengontrol sosial dalam pembangunan, pelancaran arus informasi, dan terminal informasi.
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Dengan metode ini diharapkan akan dapat ditulis semua fungsi dan peranan KIM dalam penyebarluasan inforrnasi kepada masyarakat dan deskripsi tentang KIM Palasari.
Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian tentang KIM, untuk mendapatkan hasil yang lebih sempuma sebaiknya objek penelitian dilakukan pada banyak daerah. Dalam pemilihan responden, sebaiknya responden juga diambil dari masyarakat sekitamya, akan lebih mendatangkan informasi yang lebih lengkap.
Demi sempumanya penelitian ini, diharapkan untuk penelitian berikutnya agar memfokuskan penelitian pada kasus spesifik untuk memberikan gambaran peran KIM dalam penyebarluasan inforrnasi termasuk pada learning group, growth group atau problem-solving group."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Wijayanti
"Hipertensi adalah penyakit dengan prevalensi tinggi di Indonesia dengan persentase 34,11% pada populasi lebih dari 18 tahun. Penelitian terdahulu di Indonesia menyatakan bahwa Amlodipin lebih cost-effective apabila dibandingkan dengan kaptopril. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas biaya yang lebih baik antara terapi Amlodipin dan Kaptopril pada pasien Hipertensi rawat jalan di RSUD Ciracas. Pada penelitian ini digunakan desain penelitian Cross Sectional dengan menggunakan data rekam medis pasien, yaitu nilai tekanan darah, jenis kelamin, usia, dan komorbiditas. Selain itu, digunakan data billing pasien dilihat dari perspektif rumah sakit yang terdiri atas biaya obat, biaya obat lain, biaya laboratorium, biaya administrasi, dan total biaya pengobatan. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 60 sampel, yang terdiri atas 40 sampel kelompok amlodipin dan 20 sampel kelompok kaptopril. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai inkremental efektivitas antara kedua terapi sebesar 20%. Kemudian didapatkan nilai inkremental biaya antara kedua terapi sebesar Rp84.079. Sementara itu, berdasarkan perhitungan didapatkan Rasio Efektivitas Biaya (REB) untuk amlodipin adalah sebesar Rp394.124 dan untuk terapi kaptopril adalah sebesar Rp384.572. Berdasarkan tabel efektivitas biaya, hasil analisis menunjukkan bahwa terapi amlodipin dan kaptopril memiliki efektivitas dan biaya yang setara.

Hypertension is a disease with high prevalence in Indonesia with a percentage of 34,11% in the population over 18 years. Previous research in Indonesia stated that amlodipine is more cost-effective when compared to kaptopril. This study aims to analyze the better cost-effectiveness of amlodipine and captopril therapy in hypertension outpatients at the Ciracas Regional General Hospital in the period 2020-2021. This study used a cross sectional research design which using patient medical record data, consist of blood pressure value, gender, age, and commorbidities. In addition, this study used patient billing data from a hospital perspective, consist of drug costs, other drug costs, laboratory costs, administration, and the total cost of treatment. The samples used in this study were 60 samples, consisting of 40 samples from the amlodipine group and 20 samples from the captopril group. Based on the results of the study, the incremental value of effectiveness between the two therapies was 20%. Then the incremental cost value between the two therapies was Rp84,079. Meanwhile, based on the calculation of the Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) for amlodipine group was Rp394,124 and for captopril group was Rp384,572. Based on the cost-effectiveness table, the results of the analysis show that amlodipine and captopril therapy have the same effectiveness and cost."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatia Novianta Wulandari
"Infeksi bakteri merupakan salah satu penyebab utama kematian pada bayi. Akibat gejala klinis dari infeksi bakteri pada bayi yang beragam, maka bayi biasanya diberikan pengobatan berupa terapi antibiotik dengan diagnosis yang samar. Pemberian antibiotik tanpa justifikasi yang tepat menyebabkan tidak efektifnya kemampuan antibiotik tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas penggunaan antibiotik pada pasien bayi di ruang perinatologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati periode Oktober-Desember 2016. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional dan metode retrospektif yaitu mengumpulkan data sekunder berupa data rekam medis dan catatan peresepan antibiotik. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik dilakukan dengan menggunakan metode Gyssens.
Berdasarkan hasil penilaian kualitas penggunaan antibiotik, didapatkan hasil yaitu 17 peresepan antibiotik 36,95 memenuhi kategori 0 penggunaan antibiotik tepat/bijak, 1 peresepan antibiotik 2,18 termasuk dalam kategori IIa penggunaan antibiotik tidak tepat dosis, 3 peresepan antibiotik 6,52 termasuk dalam kategori IIb penggunaan antibiotik tidak tepat interval, 9 peresepan antibiotik 19,57 termasuk dalam kategori IIIa penggunaan antibiotik terlalu lama, 4 peresepan antibiotik 8,70 termasuk dalam kategori IIIb penggunaan antibiotik terlalu singkat, 4 peresepan antibiotik 8,70 termasuk dalam kategori IVa ada antibiotik lain yang lebih efektif, dan 8 peresepan antibiotik 17,39 termasuk dalam kategori V tidak ada indikasi penggunaan antibiotik.

Bacterial infection is one of the leading causes of death in neonates. As a result of clinical symptoms of bacterial infection in neonates are diverse, neonates are usually given antibiotic therapy with a vague diagnosis. Prescribing of antibiotics without appropiate justification cause ineffective antibiotic ability.
The aim of this study was to determine the quality usage of antibiotic on neonates in perinatology ward Fatmawati General Hospital October December 2016. The study was conducted by cross sectional design and retrospective method by collecting secondary data in the form of medical records and antibiotic prescription records. The sampling was done by total sampling technique. Assessment quality usage of antibiotic was done using Gyssens method.
Based on the results of the assessment quality usage of antibiotic, from 46 antibiotic prescribing obtained 17 antibiotic prescribing 36.95 include in category 0 appropiate use of antibiotic ,1 antibiotic prescribing 2.18 include in category IIa inappropiate dosage, 3 antibiotic prescribing 6.52 include in category IIb inappropiate interval, 9 antibiotic prescribing 19.57 include in category IIIa the usage of antibiotic was too long, 4 antibiotic prescribing 8.70 include in category IIIb the usage of antibiotic was too short, 4 antibiotic prescribing 8.70 include in category IVa there were other more effective antibiotics, and 8 antibiotic prescribing 17.39 include in category V there was no indication of antibiotic usage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68061
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gde Made Panji Diarsa
"[ABSTRAK
Dinas Kominfomas telah menetapkan target capaian tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan informasi publik selama periode 2013-2017. Namun, pencapaian selama tahun 2013-2014 tidak diketahui. Penelitian ini bertujuan merancang model evaluasi kualitas layanan informasi publik yang cocok diterapkan oleh Dinas Kominfomas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Tahapan penelitian meliputi tahap pengumpulan data, pengujian model, serta tahap analisis menggunakan pendekatan Confirmatory Factor Analysis dengan bantuan perangkat lunak SmartPLS. Penelitian ini menghasilkan model EPIS-Qual yang terdiri dari 10 dimensi dan 43 indikator yang dapat digunakan oleh Dinas Kominfomas untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan informasi publik.

ABSTRACT
Kominfomas Office has set an achievement level of people's satisfaction of public information services quality during the period 2013-2017. However, the achievement during 2013-2014 is unknown. The purpose of this research is to design an evaluation model of public information services quality that suitable to be applied by the Kominfomas Office. This study uses qualitative and quantitative methods. The stages of research include data collection phase, testing the model, and analysis phase using Confirmatory Factor Analysis approach with the help of SmartPLS. This research resulted an EPIS-Qual model consisting of 10 dimensions and 43 indicators that can be used by Kominfomas Office to measure the level of people's satisfaction of public information services quality.;Kominfomas Office has set an achievement level of people's satisfaction of public information services quality during the period 2013-2017. However, the achievement during 2013-2014 is unknown. The purpose of this research is to design an evaluation model of public information services quality that suitable to be applied by the Kominfomas Office. This study uses qualitative and quantitative methods. The stages of research include data collection phase, testing the model, and analysis phase using Confirmatory Factor Analysis approach with the help of SmartPLS. This research resulted an EPIS-Qual model consisting of 10 dimensions and 43 indicators that can be used by Kominfomas Office to measure the level of people's satisfaction of public information services quality.;Kominfomas Office has set an achievement level of people's satisfaction of public information services quality during the period 2013-2017. However, the achievement during 2013-2014 is unknown. The purpose of this research is to design an evaluation model of public information services quality that suitable to be applied by the Kominfomas Office. This study uses qualitative and quantitative methods. The stages of research include data collection phase, testing the model, and analysis phase using Confirmatory Factor Analysis approach with the help of SmartPLS. This research resulted an EPIS-Qual model consisting of 10 dimensions and 43 indicators that can be used by Kominfomas Office to measure the level of people's satisfaction of public information services quality., Kominfomas Office has set an achievement level of people's satisfaction of public information services quality during the period 2013-2017. However, the achievement during 2013-2014 is unknown. The purpose of this research is to design an evaluation model of public information services quality that suitable to be applied by the Kominfomas Office. This study uses qualitative and quantitative methods. The stages of research include data collection phase, testing the model, and analysis phase using Confirmatory Factor Analysis approach with the help of SmartPLS. This research resulted an EPIS-Qual model consisting of 10 dimensions and 43 indicators that can be used by Kominfomas Office to measure the level of people's satisfaction of public information services quality.]"
2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Untari Hestungkoro
"Artikel ini berupaya untuk menjelaskan tentang peran organisasi non pemerintah atau ornop dalam pemberdayaan masyarakat berbasis Teknologi Informasi. Studi-studi tentang organisasi non pemerintah menunjukkan, organisasi non pemerintah memiliki peran dalam pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan seperti pembangunan sosialekonomi, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan partisipasi aktif masyarakat (bottom-up partisipatory development). Pandangan tersebut hanya berfokus pada kegiatan pemberdayaan yang masih konvensional atau kurang menaruh perhatian dalam pengembangan teknologi. Padahal di era digital sekarang dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang makin masif, teknologi mempunyai fungsi strategis sebagai alat untuk memberikan kebaharuan dan perubahan dalam kehidupan. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, pokok argumentasi dari tulisan ini adalah peran organisasi non pemerintah
saat ini tidak lagi dianggap sebagai pihak ketiga pendukung, akan tetapi peran organisasi non pemerintah adalah penting sebagai agen transformasi digital di dalam masyarakat melalui
program pemberdayaan untuk mengatasi kesenjangan digital. Penelitian ini berfokus pada jenis organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang Teknologi dan memiliki visi
mengurangi kesenjangan digital, yaitu pada site Kampung Teknologi Foundation di Depok. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam.

This article discusses the role of non-governmental organizations (NGOs) in a technological based community-empowerment. Studies of NGOs show that NGOs play an important role in community empowerment that is necessary for socio economic development, infrastructure development, and the development of active community participation (bottom-up participatory development). Nevertheless, they only address the empowerment conventional way, lack attention to technological development, In the era of digitalization, characterized by the increasingly massive progress of technology information and communication, technology has been a strategic tool for providing renewal and changes in human life. In contrast to the existing studies, I argue that the role of NGOs is no longer regarded as a supporting party, but instead as importantagent of digital transformation in society through the empowerment programs in overcoming the digital divide. This study emphasizes the types of NGOs engaged in the field of technology and had a vision to reduce the digital divide, that is on site Kampung Teknologi Foundation in Depok. This study uses qualitative methods as well as data collection conducted through in-depth interviews."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>