Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54547 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elizabeth Melina
"ABSTRACT
Infeksi nosokomial dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien, bahkan dapat berujung pada kematian. Salah satu organisme penyebab infeksi nosokomial adalah Staphylococcus epidermidis. Kasus resistensi S. Epidermidis terhadap antibiotik pun meningkat sehingga dibutuhkan terapi alternatif. Efek antibakteri dapat diperoleh dari ekstrak tanaman, salah satunya ekstrak daun sirih Piper betle L. . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun Piper betle L. terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Lima konsentrasi ekstrak daun Piper betle L. 62,5 mg/mL, 125 mg/mL, 250 mg/mL, 500 mg/mL, 1000 mg/mL diuji potensi antibakteri secara in vitro dengan metode difusi cara sumuran, kemudian dibandingkan dengan siprofloksasin 5?g sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Sesuai standar Clinical Laboratory and Standards Institute, zona hambat siprofloksasin pada Staphylococcus epidermidis menunjukkan hasil susceptible pada diameter ge;21 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun Piper betle L. memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis pada seluruh konsentrasi di atas diameter zona hambat ge;21 mm.

ABSTRACT
Nosocomial infection can increase morbidity and mortality of a patient, even lead to death. One of the causing organism is Staphylococcus epidermidis. Resistance of S. Epidermidis to various antibiotics is increasing so alternative therapy is needed. Antibacterial effect can be obtained from plant extracts, one of which is extract of Piper betle L. leaf. The purpose of this research is to know the antibacterial activity of extract of Piper betle L. leaf against Staphylococcus epidermidis. Five concentrations of Piper betle L. extract 62,5 mg mL, 125 mg mL, 250 mg mL, 500 mg mL, 1000 mg mL were tested in vitro using agar well diffusion method for antibacterial potency compared to ciprofloxacin 5 g as positive control and aquadest as negative control. According to the standard from Clinical Laboratory and Standards Institute, the ciprofloxacin is susceptible for Staphylococcus epidermidis if it has inhibiton zone diameter ge 21 mm. The result of this research shows that the extract of Piper betle L. leaf has antibacterial activity against Staphylococcus epidermidis in all concentrations tested with inhibiton zone diameters ge 21 mm."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Budiani
"Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan salah satu penyebab penting dari infeksi yang didapat dari layanan kesehatan. Alternatif pengobatan yang dapat digunakan untuk menanggulangi infeksi MRSA adalah dengan menggunakan zat antimikroba yang terkandung dalam ekstrak tanaman. Murraya panniculata L. Jack merupakan salah satu tanaman yang terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai bakteri gram positif dan negatif. Oleh karena itu, peneliti melakukan percobaan untuk mengetahui apakah ekstrak daun Murraya paniculata L. Jack memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri MRSA. Ekstrak daun Murraya paniculata L. Jack dibuat dengan pelarut metanol di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Selanjutnya, dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar cara sumuran terhadap lima konsentrasi ekstrak, yaitu 50 mg/mL, 100 mg/mL, 200 mg/mL, 400 mg/mL, dan 800 mg/mL, dengan antibiotik clindamycin 20 g/mL sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Pengujian dilakukan sebanyak satu kali dengan pengulangan sebanyak empat kali. Hasil penelitian menunjukkan adanya zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak metanol daun Murraya paniculata L. Jack dengan konsentrasi 800 mg/mL dengan rerata diameter zona hambat 15.93 2.82 mm. Berdasarkan kriteria Clinical Laboratory Standards Institute, aktivitas antibakteri ekstrak daun Murraya paniculata L. Jack dengan konsentrasi 800 mg/mL ini bersifat intermediate apabila dibandingkan dengan antibiotik Clindamycin sebagai kontrol positif.

Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one the most important cause of heathcare associated infection. One of the alternative therapy that can be used to treat MRSA infection is by using the antimicrobial components which contain in the plant extract. Murraya paniculata L. Jack is one of the plant that has been proven to have antimicrobial activity against several gram positive and gram negative bacterias. Therefore, the author decided to conduct this research to investigate whether the extract of Murraya paniculata L. Jack leaf has antimicrobial activity against MRSA or not. The extract of Murraya paniculata L. Jack leaf with methanol as the solvent was made at Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Using well diffusion method, these extract were tested in five different consentration 50 mg mL, 100 mg mL, 200 mg mL, 400 mg mL, dan 800 mg mL with clindamycin 20 g mL as the positive control andaquadest as the negative control. The experiment was conducted once with four times repetition. Result shows there are inhibition zones formed by the extract with the consentration of 800 mg mL with the average diameter of the inhibition zone of 15.93 2.82 mm. According to the Clinical Laboratory Standards Institute criteria, the antimicrobial activity of the 800 mg mL extract of Murraya paniculata L. Jack leaf is intermediate compared to Clindamycin as the positive control. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Soffa
"Lemea merupakan makanan fermentasi tradisional dari Indonesia. Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan lemea yaitu rebung dan ikan. Lemea berasal dari suku Rejang di Bengkulu. Jerawat merupakan peradangan yang terjadi pada kulit yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Cutibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Obat jerawat yang beredar mengandung antibiotik yang dapat menyebabkan efek samping. Alternatif agen antibakteri dapat diperoleh dari makanan fermentasi seperti lemea. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Santoso (2023) menunjukkan adanya aktivitas antibakteri isolat bakteri asam laktat dari lemea terhadap bakteri patogen umum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antibakteri isolat bakteri asam laktat terhadap bakteri jerawat Cutibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Sebanyak tiga isolat bakteri asam laktat (L1, L2, dan L12) dilakukan penapisan menggunakan metode agar plug diffusion. Hasil uji agar plug diffusion menunjukkan semua isolat memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri jerawat. Hasil uji antibiosis menggunakan filtrat isolat juga menunjukkan semua isolat memiliki aktivitas antibakteri. Selain itu dilakukan juga pengukuran terhadap pH dan total asam laktat. Hasil pengukuran pH dan total asam bervariasi dan memiliki korelasi dengan hasil uji antibiosis. Aktivitas antibakteri juga dapat disebabkan oleh produksi bakteriosin. Aplikasi bakteriosin pada produk kecantikan dapat diteliti lebih lanjut.

Lemea is a traditional fermented food from Indonesia. The main ingredients used in making lemea are bamboo shoots and fish. Lemea comes from the Rejang ethnic group in Bengkulu. Acne is an inflammation that occurs on the skin that can be caused by bacterial infections such as Cutibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. Acne medications available in the market often contain antibiotics that can cause side effects. Alternative antibacterial agents can be obtained from fermented foods such as lemea. Research conducted by Santoso (2023) showed the presence of antibacterial activity of lactic acid bacteria isolate from lemea against common pathogenic bacteria. This study aimed to test the antibacterial activity of lactic acid bacteria isolates against the acne- causing bacteria Cutibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. A total of three isolates (L1, L2, and L12) were screened using agar plug diffusion test. The agar plug diffusion test results showed all isolates had antibacterial activity against acne bacteria. Results of antibiosis test using isolate filtrates also showed three isolates had the antibacterial activity. In addition, pH and total acid were also measured. Results of pH and total acid measurements were vary and have correlation with antibiosis test results. Antibacterial activity is also caused by the production of bacteriocin. The application of bacteriocin in cosmetics can be further studied."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Bonita
"Infeksi MRSA belum dapat ditangani secara efektif. Pilihan terapi yang saat ini digunakan adalah vankomisin, clindamycin, atau trimethoprim-sulfomethoxazole TMP-SMX . Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antimikroba ekstrak kulit batang Aleurites moluccana L. willd terhadap MRSA dengan harapan dapat dijadikan pengobatan alternatif untuk infeksi MRSA. Ekstrak kulit batang A. moluccana diketahui memiliki zat aktif 3-acetyl aleuritolic acid yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Ekstrak kulit batang A. moluccana dilarutkan dengan methanol, kemudian diencerkan dengan konsentrasi 50 g/mL, 100 g/mL, 200 g/mL, 400 g/mL, dan 800 g/mL. Pengujian dilakukan dengan metode difusi cakram, kemudian dibandingkan dengan clindamycin 20 g/mL sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Hasil penelitian menunjukkan tidak terbentuk zona hambat pada kelima konsentrasi ekstrak yang diuji. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak yang diuji serta karakteristik tanaman A. moluccana yang tempat tumbuhnya berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya sehingga mempengaruhi kandungan zat aktif dalam tanaman tersebut.

MRSA infection cannot be treated effectively. Treatments being used now are vancomycin, clindamycin, or trimethoprim sulfomethoxazole TMP SMX . This research was conducted to know the antibacterial activity of Aleurites moluccana L. willd stem bark extract against MRSA so it can be used as an alternative treatment for MRSA infection. A. moluccana stem bark extract is known to have 3 acetyl that showed antibacterial activity against Staphylococcus aureus. The extraction of A. moluccana stem bark used methanol as solvent, and then diluted to five different concentration, 50 g mL, 100 g mL, 200 g mL, 400 g mL, dan 800 g mL. The research was conducted with disc diffusion method, and then compared to clindamycin 20 g mL as positive control and aquadest as negative control. The result showed no inhibition zone for all concentration that were tested. This result could be affected by several factors, such as the extract concentration and the different characteristic of the plant according to the plant rsquo s habitat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Ayu Rosalinda
"Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu bakteri penyebab infeksi yang perlu mendapatkan perhatian adalah Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA karena sifat resistensinya terhadap berbagai antibiotik golongan beta laktam. Hingga saat ini vankomisin masih menjadi antibiotik pilihan untuk infeksi MRSA namun telah berkembang galur MRSA yang mengalami penurunan sensitivitas terhadap vankomisin, sehingga perlu dicari antibiotik alternatif untuk pengobatan infeksi MRSA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun nangka Artocarpus heterophyllus Lam. terhadap bakteri MRSA dengan melihat konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM. Penelitian dilakukan menggunakan uji in-vitro dengan cara makrodilusi tabung. Ekstrak daun nangka digunakan dengan variasi konsentrasi 1280 ?g/mL, 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, hingga 0,625 ?g/mL. KHM ekstrak daun nangka terhadap MRSA ditemukan pada konsentrasi 320 ?g/mL ditandai dengan larutan yang bening pada tabung dengan konsentrasi ekstrak sebesar 320 ?g/mL, 640 ?g/mL, dan 1280 ?g/mL. KBM ekstrak daun nangka ditemukan pada konsentrasi 1280 ?g/mL ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri pada agar Mueller-Hinton. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun nangka berpotensi sebagai antibakteri untuk melawan MRSA.

Infectious diseases are still a public health problem in Indonesia. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of bacteria causing infections that is a concern because of the nature of resistance to various beta lactam class of antibiotics. Vancomycin is still the drug of choice for MRSA infections but in recent years research shows that it has been found strains of MRSA that decreased sensitivity to vancomycin. Therefore, it is necessary to find an alternative antibiotic for the treatment of MRSA infections. This study aims to determine the antibacterial activity of jackfruit Artocarpus heterophyllus Lam. leaf extract against MRSA by the minimum inhibitory concentration MIC and the minimum bactericidal concentration MBC . The study was conducted using in vitro test with broth macrodilution method. Jackfruit leaf extract were used in various concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, until 0,625 g mL. MIC of jackfruit leaf extract against MRSA was found at a concentration of 320 g mL showed by a clear solution in the tube with extract concentration of 320 g mL, 640 g mL, and 1280 g mL. MBC of jackfruit leaf extract against MRSA was found at a concentration of 1280 g mL because there was no growth of MRSA colonies on Mueller Hinton agar. Therefore, it can be concluded that jackfruit leaf extract is potential as antibacteria against MRSA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Widya Santy
"ABSTRAK
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh resistensi metisilin Staphylococcus aureus terhadap probabilitas ketahanan hidup 1 bulan pasien infeksi Staphylococcus aureus dan penilaian variabel lain yang mempengaruhi hubungan tersebut di ruang rawat inap di rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Desain : Kohort retrospektif dengan análisis survival menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien infeksi S.aureus tahun 2010-2015.
Hasil : Dari total sampel 89 , 42 (47,19%) karena MSSA dan 47 (52,81%) karena MRSA. Probabilitas ketahanan hidup secara keseluruhan pasien infeksi S.aureus adalah 86%. Pada análisis bivariat diketahui bahwa resistensi metisilin S.aureus berhubungan dengan ketahanan hidup 1 bulan pasien infeksi S.aureus dengan hazard ratio 4,86 (95% CI : 1,06 ? 22,18). Tetapi setelah dilakukan análisis multivariat maka hubungan resistensi metisilin S.aureus dan ketahanan hidup dengan mengontrol variabel jenis kelamin dan hemodiálisis didapatkan hazard ratio 2,92 (95 % CI ; 0,59 - 14,44).
Kesimpulan : Setelah memperhitungkan variabel jenis kelamin dan hemodialisis, penderita S.aureus yang resisten terhadap metisilin memiliki risiko kematian 2,92 kali (95 % CI ; 0,59 - 14,44) dibandingkan penderita S.aureus yang sensitif terhadap metisilin. Akan tetapi secara statistik hubungan ini tidak bermakna.

ABSTRACT
Objective : To identify the impact of methicillin resistance on 1?month survival rate in patients with Staphylococcus aureus infection and to evaluate of other variables, which affect the relationship between methicillin resistance and patient survival at Cipto Mangunkusumo (RSCM) hospital Jakarta.
Design : Retrospective cohort with survival analysis between January 2010 and January 2015. The inclusion criteria were all patients with dm gangren, cellulitis,endocarditis, sepsis, osteomyelitis,burn wound infection and pneumonia. Data was collected from the medical records.
Results : A total of 89 patients with S.aureus infection were included. Of these, 42 (47,19 %) had MSSA and 47 ( 52,81 %) had MRSA. Overall patients survival rate was 86%. By bivariate analysis, methicillin resistance associated with 1-month survival in patients with S.aureus infection (HR 4,86 ; 95% CI : 1,06 ? 22,18) . After adjusted or sex and hemodyalisis, MRSA infection was not found as an independent risk factor for 1-month survival (HR 2,92 ; 95 % CI ; 0,59 - 14,44).
Conclusions : Patients with MRSA infections have a higher hazard rate than MSSA infections after adjusted for sex and hemodialysis (HR 2,92 ; 95 % CI ; 0,59 - 14,44), although MRSA infections was not found significantly associated with patients survival."
Universitas Indonesia, 2015
T44088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Lieana
"Latar Belakang: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap antibiotik methicillin. Saat ini, MRSA masih merupakan ancaman di seluruh dunia. Infeksi MRSA dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan yang mampu menangani MRSA di masa mendatang. Daun kelor atau Moringa oleifera dikenal memiliki banyak khasiat, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Maka dari itu, peneliti mengusulkan untuk melakukan penelitian terkait potensi ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA. Metode: Penelitian dilakukan dengan uji eksperimental melalui metode makrodilusi. Makrodilusi dilakukan baik pada ekstrak etanol daun kelor maupun vankomisin. Makrodilusi pada ekstrak etanol daun kelor dilakukan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak tersebut terhadap bakteri MRSA. Sedangkan makrodilusi pada vankomisin dilakukan sebagai pembanding. Hasil: Pada penelitian ini tidak ditemukan efek antibakteri ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri MRSA. Hal tersebut terbukti dengan tidak ditemukannya konsentrasi hambat minimun (KHM) maupun konsentrasi bunuh minimum (KBM) pada percobaan ini. Pembahasan: Hasil pada penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan. Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat beberapa faktor. Peran ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA dapat diteliti lebih lanjut dengan metode yang berbeda ataupun konsentrasi yang lebih tinggi.

Background: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a group of bacteria (Staphylococcus aureus) which are found to be resistant against antibiotics called methicillin. Nowadays, MRSA is still becoming a threat across the globe. Infections caused by MRSA may cause various complications. Due to this fact, proper-management is needed to deal with MRSA in the future. Moringa oleifera has been popularly known for its benefits, one of which is the antibacterial effect. Therefore, the author proposed to do a research on the potential of Moringa oleifera ethanol extract as an antibacterial agent against MRSA. Method: The research done is an experimental test using macrodilution method. Macrodilution was done on both the ethanol extract and vancomycin. Macrodilution on the extract was done to discover its antibacterial effect against MRSA, while macrodilution on vancomycin was done as a comparison. Results: In this research, there is no antibacterial effect found from Moringa oleifera extract against MRSA. This result is supported by the absence of minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) in this experiment. Discussion: The result in this research was different from some previous research findings. The difference might be caused by several factors. The role of Moringa oleifera extract as antibacterial agent against should be further studied using different methods or higher concentration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yaumil Qarisa
"Epidemiologi dari penyakit menular atau infeksi di Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi, termasuk infeksi bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA . Menurut National Nosocomial Infection Surveillance System, terdapat lebih dari 60 isolat Staphylococcus aureus dari pasien intensive care unit yang merupakan bakteri MRSA. Vankomisin merupakan antibiotik yang dapat mengatasi infeksi MRSA, namun baru-baru ini ditemukan golongan bakteri yang bersifat kurang sensitif terhadap obat tersebut, sehingga perlu dicari zat lain sebagai terapi alternatif. Daun suren Toona sureni Blume Merr. merupakan salah satu tumbuhan Indonesia yang telah digunakan di bidang kesehatan sejak dahulu kala. Ekstrak daun suren telah diketahui memiliki senyawa metil galat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Pada penelitian ini, dilakukan uji eksperimental dengan metode makrodilusi untuk mengetahui peran daun suren sebagai antibakteri terhadap bakteri MRSA. Vankomisin yang diketahui dapat mengobati infeksi MRSA digunakan sebagai pembanding untuk melihat sensitivitas bakteri yang diuji. Dari penelitian ini didapatkan bahwa ekstrak daun suren Toona sureni Blume Merr. pada konsentrasi 1280 g/mL hingga 0,625 g/mL tidak memiliki kemampuan sebagai antibakteri terhadap MRSA. Peran ekstrak daun terhadap bakteri MRSA perlu diteliti lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi.

Epidemiology of infectious disease or infection, including Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA infection, in Indonesia has a high rate. According to the National Nosocomial Infection Surveillance System, more than 60 of Staphylococcus aureus isolates from patients in intensive care units was represented by MRSA infection. Vancomycin is an antibiotic that can treat MRSA infection, but there are some bacterial strains show less sensitivity to the drug, recently, so it is necessary to find other substances as an alternative therapy. Suren leaves Toona sureni Blume Merr. is one of the Indonesian plant that has been use for medicinal purposes by the ancestors. Suren leaf extract contains methyl gallate which can inhibit the growth of Staphylococcus aureus. In this experimental study, macrodilution methode was conducted to determine the role of suren leaf extract as an antibacterial against MRSA. Vancomycin as a chosen therapy for MRSA infection is used as a comparison to see the sensitivity of the bacterium. From this study, it was found that the suren leaf extract at a consentration 1280 g mL up to 0,625 g mL has no ability as an antibacterial against MRSA. The role of suren leaf extract as antibacterial against MRSA needs further research using higher concentrations."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erina Nindya Lestari
"Infeksi bakteri Methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi di Asia, khususnya Indonesia dengan kepadatan penduduk yang juga tinggi sehingga berpengaruh terhadap penyebaran penyakit infeksi ini. Hingga saat ini, vankomisin merupakan antibiotik yang dapat digunakan untuk menangani infeksi MRSA. Untuk itu, perlu dikembangkan alternatif antibiotik agar dapat mencegah peningkatan penyakit infeksi akibat MRSA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun kayu ulin Eusideroxylon zwageri terhadap MRSA dengan melihat konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM.
Penelitian menggunakan metode makrodilusi ekstrak daun kayu ulin Eusideroxylon zwageri dan antibiotik vankomisin sebagai pembanding. Konsentrasi bakteri MRSA dalam penelitian ini sesuai dengan Mc Farland 0,5. Hasil penelitian menunjukkan terjadi kekeruhan pada tabung di setiap konsentrasi dan tumbuh koloni bakteri pada agar Mueller Hinton yang menunjukkan adanya bakteri MRSA. Oleh karena itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun kayu ulin Eusideroxylon zwageri pada konsentrasi 1280 g/mL hingga 0,625 g/mL tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap MRSA.

Bacterial infection of Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of the health problem with high prevalence in Asia, especially Indonesia with high population density that influence the spread of this infectious disease. Until now, vancomycin is an antibiotic that can be used to treat MRSA infection. It is necessary to develop alternative antibiotic in order to prevent the increase of infection due to MRSA. This study was conducted to determine the antibacterial activity of ironwood Eusideroxylon zwageri leaf extract against MRSA to see the minimum inhibitory concentration MIC and the minimum bactericidal concentration MBC.
This research used macrodilution method with ironwood Eusideroxylon zwageri leaf extract and vancomycin as a comparison. Concentration of MRSA in this study based on Mc Farland 0,5. The results showed turbidity occured in tubes at each concentrations and bacterial colonies grown on Mueller Hinton Agar that indicate the presence of MRSA. Therefore, from this study we can conclude that the ironwood Eusideroxylon zwageri leaf extract at concentration of 1280 g mL until 0,625 g mL do not have antibacterial activity against MRSA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janice Chen
"Latar Belakang
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri dengan tingkat resistensi yang tinggi terhadap antibiotik. Hal ini mendasari pentingnya ditemukan antibakteri alternatif dari bahan alami yang poten melawan bakteri penyebab penyakit. Salah satu bahan alami yang memiliki potensi menjanjikan adalah daun pegagan (Centella asiatica). Penelitian ini akan menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM) dari ekstrak daun C. asiatica terhadap bakteri S. aureus ATCC 29213TM.
Metode
Uji KHM pada penelitian ini menggunakan metode makrodilusi tabung. Sepuluh μl suspensi bakteri S. aureus ATCC 29213TM dengan standar McFarland 0,5 ditambahkan ke dalam tabung berisi larutan BHI dan ekstrak C. asiatica dengan konsentrasi 750, 375, 187,5, 93,75, 46,86, 23,44, 11,72, 5,86, 2,93, 1,46 mg/mL. Tabung diinkubasi pada 35°C selama 18-24 jam. Hasil diobservasi dengan melihat keruh atau jernih larutan dalam tabung dan dicatat.
Hasil
Tabung percobaan dengan ekstrak C. asiatica berkonsentrasi 375 mg/mL dan 750 mg/mL menunjukkan hambatan terhadap pertumbuhan S. aureus, menampilkan tabung jernih. Tabung percobaan dengan konsentrasi di bawah 375 mg/mL tidak menunjukkan hambatan pertumbuhan S. aureus, menampilkan tabung keruh.
Kesimpulan
KHM ekstrak C. asiatica terhadap S. aureus ditemukan pada konsentrasi 375 mg/mL.

Introduction
Staphylococcus aureus is a species of bacteria with high level of antibiotic resistance. This highlights the importance to find alternative antibacterial agents from natural sources that are potent against disease-causing bacteria. Centella asiatica leaves shows promising potential. This study aims to determine the minimum inhibitory concentration (MIC) of C. asiatica leaf extract against S. aureus ATCC 29213TM.
Method
The MIC test in this study utilized the macro-dilution tube method. Ten μl of S. aureus ATCC 29213TM suspension with 0.5 McFarland standard was added to tubes containing BHI solution and C. asiatica extract with concentrations of 750, 375, 187.5, 93.75, 46.86, 23.44, 11.72, 5.86, 2.93, and 1.46 mg/mL. The tubes were incubated at 35°C for 18-24 hours. The results were observed by checking for turbidity or clarity of the solution in the tubes and recorded.
Results
Tubes with C. asiatica extract concentrations of 375 mg/mL and 750 mg/mL showed inhibition of S. aureus growth, presenting clear solutions. Tubes with concentrations below 375 mg/mL did not show inhibition of S. aureus growth and had turbid solutions.
Conclusion
The MIC of C. asiatica extract against S. aureus was found to be 375 mg/mL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>