Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Najmu L. Sopian
"The issue of law enforcement is central to land property rights. Modes of property rights
enforcement can be performed either with or without intervention of the state. This article focuses
on the latter mode of enforcement; that is, how people manage to enforce their land rights without
the involvement of state institutions and to what extent informal arrangements can offer effective
enforcement and secure land property rights. This article also contributes to the debate on how
formal and informal institutions can be used to secure property rights and resolve disputes over
land ownership. In particular, this paper examines how the people of Flores, East Nusa Tenggara
Province, settle land disputes among themselves. Many available studies indicate that the residents
of Flores rely heavily on informal land dispute resolution based on adat (customary) law rather
than formal or legal rules. Adat provides certain sense of security and has been proven effective in
resolving conflicts in a relatively closed and homogenous community. Moreover, it offers greater
accessibility, flexibility and legitimacy that support reconciliation process between the disputing
parties.
Isu penegakan hukum merupakan masalah inti dalam perlindungan hak-hak kebendaan atas
tanah. Perlindungan atas hak kebendaan tersebut dapat diberikan baik oleh Negara maupun
oleh aktor-aktor lain selain Negara. Artikel ini fokus pada perlindungan yang diberikan oleh
aktor bukan Negara, yaitu bagaimana masyarakat mampu untuk melindungi hak-hak kebendaan
mereka tanpa keterlibatan institusi Negara. Pertanyaannya adalah,sejauh mana institusi informal
dapat bekerja secara efektif untuk memberikan perlindungan atas hak kebendaan atas tanah?
Artikel ini juga berkontribusi terhadap debat mengenai bagaimana institusi formal dan informal
dipergunakan oleh masyarakat untuk melindungi hak milik mereka dan untuk menyelesaikan
konflik terkait dengan tanah dalam masyarakat. Secara khusus, artikel ini membahas mengenai
bagaimana masyarakat di Flores, Nusa Tenggara Timur mempergunakan hukum adat untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
masyarakat Flores masih sangat bergantung kepada mekanisme hukum Adat ketimbang hukum
nasional. Hukum Adat terbukti memberikan perlindungan kuat terhadap hak kebendaan dan
dapat mengatasi konflik secara efektif, terutama dalam sebuah komunitaskecil yang homogen.
Selain itu, hukum Adat memberikan akses yang lebih besar, lebih fleksible, dan memiliki legitimasi
yang kuat dalam proses rekonsilitasi diantara para pihak yang bersengketa."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholson, David
Singapore: ISEAS Publishing, 2010
344.046 NIC e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mifta Nur Rizki
"Suku Minangkabau yang bermukim di Sumatera Barat dikenal memiliki sistem kekeluargaan Matrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak perempuan serta mengutamakan hak-hak perempuan dibanding dengan hak-hak yang diperoleh laki-laki, tidak terkecuali dalam hal pengelolaan Pusako. Salah satu bentuk Pusako adalah tanah ulayat. Dalam masalah tanah ulayat ini, sering terjadi permasalahan sengketa antar masyarakat di Minangkabau. Penyelesaian sengketa ini, salah satunya dilakukan melalui Kerapatan Adat Nagari yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983 tentang Nagari Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Hal tersebut menarik untuk diteliti, dengan pokok permasalahan bagaimanakah peranan Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan masalah atau sengketa tanah ulayat di Minangkabau khususnya di Nagari Sulit Air. Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis-sosiologis didasarkan pada data primer dan data sekunder. Dari hasil penelitian didapat bahwa Peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air sudah melemah dan mengalami kemerosotan.

Minangkabau tribe who settled in West Sumatra recognizes the Matrilineal kinship systems, which draw from the female lineage and prioritize women's rights than men’s, including rights in terms of management Pusako. Issues regarding communal land involved some disputes which frequently arise among people in Minangkabau. One of mechanism of these disputes settlement are done through Kerapatan Adat Nagari which stipulated under Law No. 13 of 1983 regarding Nagari As Indigenous Peoples Unity In the Province of West Sumatra. Aforementioned issue is interesting to be studied further under the question of how is the role of Kerapatan Adat Nagari in resolving communal land problems or disputes in Minangkabau especially in Nagari Sulit Air. The method used in this research is socio-juridical approach which based on primary data and secondarydata. Hence, the research result is that nowadays the role of Kerapatan Adat Nagari Sulit Air is weakening and declining.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Fajrini
"Sejak bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat minangkabau tidak lagi menjadi suatu entitas independen, demikian juga halnya Karapatan Adat Nagari (KAN) tidak lagi menjadi pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif tertinggi di nagari. Namun, terlepas dari semua pengurangan peran yang dialami KAN, ada satu peran yang tidak berubah dari dulu sampai sekarang, yakni peran untuk menyelesaikan sengketa tanah pusako tinggi. Skripsi ini membahas mengenai peranan KAN dalam menyelesaikan sengketa tanah pusako tinggi di nagari Sintuak , kecamatan Sintoga, Kabupaten Padang Pariaman.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis-empiris dengan kacamata pluralisme hukum. Dari pembahasan skripsi ini dapat dilihat bahwa KAN merupakan salah satu forum penyelesaian sengketa alternatif yang dapat dipilih masyarakat nagari untuk menyelesaikan sengketa tanah pusako tinggi. Masyarakat nagari akan memilih apakah KAN merupakan forum penyelesaian sengketa yang sesuai dengan kebutuhan da kondisi mereka hal mana yang dikenal dengan istilah forum shopping. Karapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan sengketa berperan sebagai mediator sosial (social network mediator) yang mengusahakan perdamaian antara keduabelah pihak tapi terkadang juga dapat berperan layaknya arbitor yang memutus sengketa para pihak dan kedudukan hukum objek sengketa menurut hukum adat yang ada.
Walau bagaimanapun, nagari saat ini tidak lagi menjadi "negara mini" yang mempunyai otonomi penuh,ia menjadi suatu lapangan sosial semi otonom (Semi Autonomous Social Field) yang dapat membuat aturan sendiri tapi sangat rentan dengan pengaruh luar. Begitu pula halnya dengan Karapatan Adat Nagari yang dapat membuat keputusan atas sengketa tanah pusako tinggi yang terjadi di masyarakat, namun keputusan tersebut tidak mengikat dan sangat rentan untuk tidak ditaati jika salah satu pihak membawa perkara ini ke Pengadilan Negeri.

Since joining with the Republic of Indonesia, the indigenous people of Minangkabau is not a full independent entity anymore, and so is Karapatan Adat Nagari (KAN). Karapatan Adat Nagari is no longer holding the executive,legislative and judicative power at once. Despite all the reduction of role which KAN has been experienced, there is one role which has not changed until now. It is the role to resolute land (pusako tinggi) dispute among nagari society. This undergraduate thesis analyzes the role of KAN in land (pusako tinggi)dispute resolution in Nagari Sintuak, Sintoga District Padang Pariaman Region.
This undergraduate thesis uses juridical-empirical research method with the perspective of legal pluralism. Based on the analysis, KAN is one of alternative forum for dispute resolution of pusako tinggi which can be chosen by society in nagari. The society will choose whether KAN is the right forum suitable with their needs and condition, which activity known as forum shopping. Karapatan Adat Nagari in land dispute resolution takes role as social network mediator who aims for the peaceful agreement between parties. However, sometimes KAN also can take role as an arbiter who decide the verdict for parties and decide the status of object of dispute according to adat law.
Nagari today is no longer a" mini country" which has full autonomy; it has become a semi-autonomous s social field which is able to generate its own regulation but very vulnerable to external influence. The same thing for Karapatan Adat Nagari, which can make the decision for land (pusako tinggi) dispute resolution but the decision is not legally binding and very vulnerable of the negligence if one of the parties decides to take the case to the court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
McLaren, Richard H
Amerika: Carswell, 1995
341.522 McL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nolan-Haley, Jacqueline M.
St Paul, Minn: West, 1992
347.739 NOL a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
DeMarr, Beverly J.
"Complete and broad in coverage, this book addresses negotiations and dispute resolution in a wide variety of settings. Because skill development is an important part of becoming a masterful negotiator, concepts are augmented with numerous exercises, activities, role plays, and self-assessments. By combining theoretical foundations with experiential exercises, the book helps students develop their ability to negotiate and resolve conflicts in both personal and professional settings"
Harlow, Essex: Pearson, 2014
302.3 DEM n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardus Hamonangan Sijabat
"Sistem Tenaga Listrik (STL) Indonesia saat ini masih berkaca pada Negara Kontinental
(daratan) dan tidak cocok jika terus diterapkan di Negara Kepulauan seperti Indonesia.
Maka dengan membuat konsep Island Charging pada studi kasus Pulau Timor baik dari
sisi teknologi storage, supply chain dan keekonomian kiranya menjadi alternatif serta
solusi orisinil dalam memecahkan masalah energi seperti pemerataan elektrifikasi,
terciptanya lingkungan bersih dan meningkatnya nilai tambah ekonomi serta benefit
untuk daerah sekitarnya. Dimana metodologi yang digunakan mulai dari analisa teknis
transportasi dan teknologi Mobile Energy Storage System (MESS), kemudian dilanjutkan
dengan analisa ekonomi menggunakan Livelized Cost of Storage (LCOS) pada MESS
yang dominan dipengaruhi oleh moda transportasi. Hasil dari perhitungan tersebut akan
dibandingkan terhadap keekonomian Generator Setting (Genset) diesel di Pulau Wetar
sehingga diperoleh kesimpulan bahwa konsep Island Charging ini dapat dikatakan
feasible apabila faktor eksternalitas ikut diperhitungkan dan adanya subsidi dari
Pemerintah jika menggunakan energi terbarukan

The current Indonesian Electric Power System (STL) still reflects on the Continental
Country (mainland) and is not suitable if it continues to be applied in an archipelago
country like Indonesia. So by making the concept of Island Charging in the case study of
Timor Island, both in terms of storage technology, supply chain, and economics, it is
likely to be an alternative and original solution in solving energy problems such as
equalization of electrification, creating a clean environment and increasing economic
added value and benefits to the surrounding area. The methodology used starts from
technical analysis of Mobile Energy Storage System (MESS) transportation and
technology, then continues with economic analysis using Levelized Cost of Storage
(LCOS) in MESS, which is dominantly influenced by the mode of transportation. The
results of these calculations will be compared to the economy of the Diesel Generator
Setting (Genset) on Wetar Island so that the conclusion is that the Island Charging concept
can be said to be feasible if externalities are taken into account, and there is a subsidy
from the Government when using renewable energy
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Reza Maulana
"Penelitian dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui urgensi penerapan bentuk lex sportiva dalam sebuah penyelesaian sengketa ketenagakerjaan pemain sepak bola di Indonesia. Bentuk lex sportiva yang diterapkan dalam sebuah penyelesaian sengketa ketenagakerjaan pemain sepak bola di Indonesia adalah sistem hukum FIFA, yaitu Statuta, Dasar pertimbangan untuk menganalisis urgensi penerapan lex sportiva di Indonesia adalah dengan mengetahui terlebih dahulu alasan keberlakuan, serta kedudukan lex sportiva pada sistem hukum nasional Indonesia, dan bentuk penerapan lex sportiva pada penyelesaian sengketa ketenagakerjaan pemain sepak bola di Indonesia. Adapun metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode doktrinal, yaitu penelitian dilakukan dengan menitikberatkan pada analisis terhadap sintesis yang berasal dari aturan-aturan, norma-norma, panduan penafsiran, serta nilai-nilai yang berlaku. Terdapat hasil penelitian dan pembahasan dengan penulisan hukum ini diperoleh tiga kesimpulan. Pertama, sistem hukum FIFA sebagai bentuk lex sportiva berlaku mengikat bagi PSSI, beserta anggota PSSI dan pihak-pihak yang terkait dengan PSSI sebagai kewajiban. Kewajiban ini merupakan amanat Undang Undang 11 Nomor 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang mewajibkan keanggotaan induk organisasi cabang olahragadalam suatu federasi cabang olahraga internasional. Kedua, para pihak dalam sebuah sengketa ketenagakerjaan pemain sepak bola dapat memilih forum penyelesaian sengketayang diakui FIFA nya sendiri, sebagai bentuk penerapan lex sportiva. Pilihan forum penyelesaian ini sejalan dengan asas kebebasan berkontrak dan teori pilihan hukum. Ketiga, keberlakuan lex sportiva di Indonesia mengakibatkan adanya pertentangan antarasistem hukum FIFA sebagai lex sportiva dan sistem hukum nasional Indonesia dalam hal penyelesaian sengketa ketenagakerjaan pemain sepak bola di Indonesia. Pertentangan iniberpotensi menyebabkan adanya intervensi negara terhadap pengelolaan urusan sepak bola oleh PSSI.

The research in this legal writing aims to understand the urgency of applying the lex sportiva form to resolve labor disputes involving football players in Indonesia. The form of lex sportiva applied in labor dispute resolution for football players in Indonesia is FIFA's legal system, which includes statutes. The basis for analyzing the urgency of applying lex sportiva in Indonesia is first understanding the reasons for its applicability and the position of lex sportiva in Indonesia's national legal system, as well as the form of its application in labor dispute resolutions for football players in Indonesia. The data analysis method used in this study is the doctrinal method, which emphasizes the analysis of syntheses derived from rules, norms, interpretation guidelines, and applicable values— this research and legal writing lead to three conclusions. First, FIFA's legal system as a form of lex sportiva is binding for the Indonesian Football Association (PSSI), its members, and parties associated with PSSI as an obligation. This obligation is mandated by Law No. 11 of 2022 concerning the National Sports System, which requires membership of the parent organization of sports branches in an international sports federation. Second, the parties in a labor dispute involving football players can choose a dispute resolution forum recognized by FIFA as a form of applying lex sportiva. This choice of forum is in line with the principle of freedom of contract and the theory of choice of law. Third, the applicability of lex sportiva in Indonesia leads to conflicts between FIFA's legal system as lex sportiva and Indonesia's national legal system in resolving labor disputes involving football players. This conflict can potentially lead to state intervention in the management of football affairs by PSSI."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>