Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208424 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novita Handayani
"ABSTRAK
Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada tahun 2015. Tahun 2009 di Indonesia tercatat 42.295 desa dan kelurahan (56,1%) telah memulai upaya mewujudkan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga. Sampai dengan tahun 2010, Kota Bandar Lampung memiliki 69 Kelurahan Siaga dari 98 Kelurahan yang ada. Sampai dengan tahun 2010 seluruh Kelurahan diwilayah kerja Puskesmas Kedaton sudah menjadi Kelurahan Siaga. Kelurahan Siaga di wilayah Puskesmas Kedaton telah menjadi Kelurahan Siaga Aktif berdasarkan penilaian dari Poskeskel yang buka setiap hari. Peran kader dalam pengembangan desa siaga sangat dibutuhkan terutama dalam menggerakkan masyarakat. Bila kader memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kesehatan, kader bisa melakukan sosialisasi mengenai penanganan penyakit kepada masyarakat. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kedaton kota Bandar Lampung yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap kader dalam implementasi Kelurahan Siaga serta diketahuinya hubungan antara faktor karakteristik kader yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap kader dalam implementasi Kelurahan Siaga.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel yang diambil adalah seluruh kader di wilayah kerja Puskesmas Kedaton. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner dan dianalisa dengan analisa univariat dan bivariat.
Hasil analisa bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara sikap responden dengan implementasi Kelurahan Siaga, serta ada hubungan yang bermakna antara lama menjadi kader dengan pengetahuan responden. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan kader dengan implementasi Kelurahan Siaga, serta tidak ada hubungan antara umur dan pendidikan responden dengan pengetahuan pengetahuan responden. Untuk meningkatkan sikap positif kader dalam implementasi Kelurahan Siaga, perlu ditingkatkan sosialisasi dan penyuluhan pada kader.

ABSTRACT
The Coverage of Active Alert Village in year 2015 is 80%. In Year 2009 in Indonesia recorded 42.295 villages (56.1%) have begun efforts to create Alert Village. Until 2010, Bandar Lampung has 69 Alert Villages of 98 villages that stand there. Until the year 2010 all areas in Puskesmas Kedaton has become the Alert Village based on the assessment of Poskeskel which is open every day. The role of cadre in the development of Alert Village is required especially to activate the society. When cadre have enough knowledge about health, they will be able to socialize the management of disease to society. The study was conducted in the working area of Puskesmas Kedaton Bandar Lampung, aims to determine the correlation between knowledge and attitudes of cadres in the implementation of the Alert Village and know the correlation between characteristics factors of the cadre that is related to knowledge and attitudes of cadres in the implementation of the Alert Village.
The design of the study is a cross sectional study. The samples is all of the cadre in Puskesmas Kedaton working area. Data were collected by filling out questionnaires and analyzed with univariate and bivariate analysis.
The results of bivariate analysis showed correlation between the attitudes of respondents and the implementation of the Alert Village, and significant association between long been a cadre with knowledge of respondents. There was no significant correlation between the cadre?s knowledge with the implementation of the Alert Village, and there is no correlation between age and education of respondents with knowledge of respondents. To increase the positive attitude of cadre in the implementation of Alert Village, socialization and training for cadre is need to be improved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Handayani
"Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada tahun 2015. Tahun 2009 di Indonesia tercatat 42.295 desa dan kelurahan (56,1%) telah memulai upaya mewujudkan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga. Sampai dengan tahun 2010, Kota Bandar Lampung memiliki 69 Kelurahan Siaga dari 98 Kelurahan yang ada. Sampai dengan tahun 2010 seluruh Kelurahan diwilayah kerja Puskesmas Kedaton sudah menjadi Kelurahan Siaga. Kelurahan Siaga di wilayah Puskesmas Kedaton telah menjadi Kelurahan Siaga Aktif berdasarkan penilaian dari Poskeskel yang buka setiap hari.
Peran kader dalam pengembangan desa siaga sangat dibutuhkan terutama dalam menggerakkan masyarakat. Bila kader memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kesehatan, kader bisa melakukan sosialisasi mengenai penanganan penyakit kepada masyarakat.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kedaton kota Bandar Lampung yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap kader dalam implementasi Kelurahan Siaga serta diketahuinya hubungan antara faktor karakteristik kader yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap kader dalam implementasi Kelurahan Siaga.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel yang diambil adalah seluruh kader di wilayah kerja Puskesmas Kedaton. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner dan dianalisa dengan analisa univariat dan bivariat.
Hasil analisa bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara sikap responden dengan implementasi Kelurahan Siaga, serta ada hubungan yang bermakna antara lama menjadi kader dengan pengetahuan responden. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan kader dengan implementasi Kelurahan Siaga, serta tidak ada hubungan antara umur dan pendidikan responden dengan pengetahuan pengetahuan responden. Untuk meningkatkan sikap positif kader dalam implementasi Kelurahan Siaga, perlu ditingkatkan sosialisasi dan penyuluhan pada kader.

The Coverage of Active Alert Village in year 2015 is 80%. In Year 2009 in Indonesia recorded 42.295 villages (56.1%) have begun efforts to create Alert Village. Until 2010, Bandar Lampung has 69 Alert Villages of 98 villages that stand there. Until the year 2010 all areas in Puskesmas Kedaton has become the Alert Village based on the assessment of Poskeskel which is open every day.
The role of cadre in the development of Alert Village is required especially to activate the society. When cadre have enough knowledge about health, they will be able to socialize the management of disease to society.
The study was conducted in the working area of Puskesmas Kedaton Bandar Lampung, aims to determine the correlation between knowledge and attitudes of cadres in the implementation of the Alert Village and know the correlation between characteristics factors of the cadre that is related to knowledge and attitudes of cadres in the implementation of the Alert Village.
The design of the study is a cross sectional study. The samples is all of the cadre in Puskesmas Kedaton working area. Data were collected by filling out questionnaires and analyzed with univariate and bivariate analysis.
The results of bivariate analysis showed correlation between the attitudes of respondents and the implementation of the Alert Village, and significant association between long been a cadre with knowledge of respondents. There was no significant correlation between the cadre’s knowledge with the implementation of the Alert Village, and there is no correlation between age and education of respondents with knowledge of respondents. To increase the positive attitude of cadre in the implementation of Alert Village, socialization and training for cadre is need to be improved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lestari Ningsih
Perbedaan Pengetahuan Kader Tentang Desa Siaga di Desa Siaga dan Desa yang Berstatus Belum Siaga di Kabupaten Katingan Tahun 2011= In the year 2015, The Ministry of Health of Indonesia targeted that 80% of villages have become the active Alert Village. Recorded in the year 2009 the number of Alert villages in Central Kalimantan Province is 136 (9.67%) of 1406 villages in there. While in Kabupaten Katingan a number of Alert Village is 28 villages (17.3%) of 161 villages. The implementation of Alert Village program that launched by the Ministry of Health is not working. Cadre is one of the community activator that directly assist health workers in managing alert village health. The study was conducted in Kabupaten Katingan to know the differences of cadre knowledge about Alert Village in Alert village and non Alert Villages. The study design was cross sectional study. Population and the sample was a cadre in the Posyandu. The sample consisted of 68 cadre from Alert Villages and 68 cadres from non Alert Villages. The variables that’s been studied were the characteristics of cadre (age, education, occupation, and length of service), Exposure information about the alert village through Mass Media (electronic and print media), training and socializing about alert village. Samples obtained by cluster random sampling technique. Data were collected through interviews using a questionnaire and analyzed by univariate analysis and bivariate. The results showed that most of cadre in the alert village and non alert villages in the age of ≥ 32 year. Most of cadre in non Alert Villages not graduated from high school, while in Alert Village the cadre graduated from Junior High School. Cadre in both villages do not have jobs (housewife) and serve more than ≥ 4 years in the Alert village, while in non alert villages serve less than 4 years. Information obtained by the cadre of alert village is from the print media while the cadre in non alert villages get it from electronic media. Cadre of alert get more training and socialization about Alert Village compared to non Alert Villages Cadre. The results of the bivariate analysis found that cadre who receive training and socialization of the Alert Villages have a better knowledge than those who does not. There is a knowledge differences about Alert Villages between cadre in the Alert village and non Alert Villages. So that it is necessary to enhance the effort of cadre knowledge through training and socialization of about alert village in the implementation and developmet of Alert Village / Sri Lestari Ningsih
"ABSTRAK
Pada tahun 2015 Kemenkes RI menargetkan bahwa 80% desa telah
menjadi Desa Siaga aktif. Tercatat pada tahun 2009 jumlah Desa Siaga yang ada
Propinsi Kalimantan Tengah sebanyak 136 (9,67%) dari 1.406 desa dan
kelurahan yang ada. Sedangkan di Kabupaten Katingan jumlah Desa Siaga
sebanyak 28 (17,3%) dari 161 jumlah desa/kelurahan. Program Desa Siaga yang
digulirkan oleh Depkes yang pada pelaksanaannya tidak berjalan. Dimana kader
ini merupakan salah satu penggerak masyarakat yang telibat secara langsung
untuk membantu petugas kesehatan dalam mengelola Desa Siaga.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Katingan untuk mengetahui
perbedaan pengetahuan kader tentang Desa Siaga di Desa Siaga dan desa yang
berstatus belum siaga. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.
Populasi dan sampel adalah kader di Posyandu 68 orang kader di Desa Siaga dan
68 orang di desa yang berstatus belum siaga. Variabel-variabel yang diteliti adalah
karakteristik kader (umur, pendidikan, pekerjaan, dan lama mengabdi), Pajanan
informasi tentang Desa Siaga melalui media mssa (media elektronik dan cetak),
Pelatihan dan sosialisasi tentang Desa Siaga. Sampel didapatkan dengan tehnik
clusster random sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan
kuesioner dean dianalisa dengan analisa univariat dan bivariat.
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata umur kader di Desa Siaga dan desa
yang berstatus belum siaga sebagian besar berumur ≥ 32 tahun.tingkat pendidikan
kader di desa yang berstatus belum siaga tamat SLTA, sedangkan di Desa Siaga
tamat SLTP. kader di kedua status desa tersebut tidak memiliki pekerjaan (IRT)
dengan lama mengabdi jadi kader ≥ 4 tahun di desa siaga sedangkan kader di
desa yang berstatus belum siaga lama mengabdi < 4 tahun. Informasi yang
didapatkan olek kader di Desa Siaga melalui media cetak sedangkan di desa yang
berstatus belum siaga melalui media elektronik. Kader di Desa Siaga lebih banyak
mendapatkan pelatihan dan sosialisasi tentang Desa Siaga dibandingkan dengan
kader di desa yang berstatus belum siaga. Hasil analisa bivariat di dapatkan bahwa
kader yang mendapatkan pelatihan dan sosialisasi tentang Desa Siaga
pengetahuannya lebih baik dari pada yang tidak mendapatkan pelatihan dan
sosialisasi tentang Desa Siaga dan didapatkan ada perbedaan pengetahuan kader
tentang Desa Siaga di Desa Siaga dan desa yang berstatus belum siaga.
Sehingga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan kader
melalui pelatihan dan sosialisasi tentang desa siaga dalam pelaksanaan
pengembangan desa siaga

ABSTRACT
In the year 2015, The Ministry of Health of Indonesia targeted that 80% of
villages have become the active Alert Village. Recorded in the year 2009 the
number of Alert villages in Central Kalimantan Province is 136 (9.67%) of 1406
villages in there. While in Kabupaten Katingan a number of Alert Village is 28
villages (17.3%) of 161 villages. The implementation of Alert Village program
that launched by the Ministry of Health is not working. Cadre is one of the
community activator that directly assist health workers in managing alert village
health.
The study was conducted in Kabupaten Katingan to know the differences
of cadre knowledge about Alert Village in Alert village and non Alert Villages.
The study design was cross sectional study. Population and the sample was a
cadre in the Posyandu. The sample consisted of 68 cadre from Alert Villages and
68 cadres from non Alert Villages. The variables that’s been studied were the
characteristics of cadre (age, education, occupation, and length of service),
Exposure information about the alert village through Mass Media (electronic and
print media), training and socializing about alert village. Samples obtained by
cluster random sampling technique. Data were collected through interviews using
a questionnaire and analyzed by univariate analysis and bivariate.
The results showed that most of cadre in the alert village and non alert
villages in the age of ≥ 32 year. Most of cadre in non Alert Villages not graduated
from high school, while in Alert Village the cadre graduated from Junior High
School. Cadre in both villages do not have jobs (housewife) and serve more than
≥ 4 years in the Alert village, while in non alert villages serve less than 4 years.
Information obtained by the cadre of alert village is from the print media while the
cadre in non alert villages get it from electronic media. Cadre of alert get more
training and socialization about Alert Village compared to non Alert Villages
Cadre. The results of the bivariate analysis found that cadre who receive training
and socialization of the Alert Villages have a better knowledge than those who
does not. There is a knowledge differences about Alert Villages between cadre in
the Alert village and non Alert Villages.
So that it is necessary to enhance the effort of cadre knowledge through
training and socialization of about alert village in the implementation and
developmet of Alert Village."
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta : International Village for the fourth Asian-Games, 1962
992.07 WEL ;992.07 WEL (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mega Apridita
"Skripsi ini membahas mengenai perubahan Puskesmas Kecamatan menjadi RSU Kelas D yang selanjutnya disebut RSUK, penerapan PPK BLUD pada RSUK dan implikasinya pada pelaporan keuangan Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pelayanan antara Puskesmas Kecamatan dengan RSUK pada beberapa jenis pelayanan medis. RSUK telah cukup memadai untuk beroperasi sebagai RSU Kelas D dan telah ditetapkan sebagai PPK BLUD. Namun masih ada permasalahan yang dihadapi, seperti penerapan PPK BLUD pada RSUK yang berimplikasi pada pelaporan keuangan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dalam pengakuan pendapatan dan penyajian nilai aset tetap Puskesmas Kecamatan yang digunakan RSUK.

This study discusses changes of Puskesmas Kecamatan becomes RSU Class D hereinafter referred to RSUK, practice of PPK BLUD in RSUK and its implication to financial reporting of Dinas Kesehatan Jakarta Local Government. This research is a qualitative research by descriptive design. The results of the research shows that the differences between Puskesmas Kecamatan with RSUK in some types of medical services. RSUK be sufficient to operate as RSU Class D and has been designated as PPK BLUD. However, there are still problems to face, such as the implementation of PPK BLUD on RSUK which have implications to financial reporting of Dinas Kesehatan Jakarta Local Government that has revenue recognition and presentation of fixed assets value of Puskesmas Kecamatan which used by RSUK."
Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S62507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Lestari
"Perawatan diare yang tepat dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian balita karena diare. Edukasi merupakan intervensi yang mendukung peningkatan pengetahuan dan sikap ibu dalam merawat balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas edukasi audiovisual perawatan diare terhadap pengetahuan dan sikap ibu, serta lama diare balita. Desain penelitian yang digunakan adalah pre-post test dengan kontrol group. Total sampel penelitian ini 71 responden, yaitu 35 kelompok kontrol dan 36 intervensi dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah edukasi audiovisual pada kelompok perlakuan (pengetahuan: p=0,002; sikap p=0,008); terdapat perbedaan yang bermakna antara selisih skor pengetahuan dan sikap kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (pengetahuan p=0,008; sikap p=0,001), namun tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama diare kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (p=0,796).
Edukasi audiovisual efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap, namun tidak pada variabel lama diare. Hasil penelitian dapat dipertimbangkan sebagai alat bantu memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan family centered care, karena dinilai efektif dan efisien dari segi tenaga, waktu, dan biaya.

Management of diarrhea should be administered appropriately in order to reduce morbidity and mortality diarrhea under five children. Education is an intervention supports improvement of mother's knowledge and attitude in caring their children.
The purpose of this research to know the effectiveness of audiovisual diarrhea education to mother's knowledge and attitude, and also duration diarrhea in under five children. The design used is pre-post test with kontrol group. The total sample is 71 respondents divided to 35 control groups and 36 interventions were selected by consecutive sampling technique.
The results showed that there were significant differences between knowledge and attitude before and after audiovisual education in interventions (knowledge: p = 0,002; attitude p = 0,008); There was significant difference between score knowledge and attitude control group and treatment group (knowledge p = 0,008; attitude p = 0,001), there was no significant difference between duration diare control group and treatment group (p=0,796).
Audiovisual education effective increases knowledge and attitude, but not on durtion of diarrhea. Audiovisual can be considered as a tool to provide nursing care with family centered care approach, because it is considered effective and efficient in human resources, time, and cost.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47782
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Lestari
"Penanganan diare yang tepat dan edukasi manajemen diare pada ibu dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian balita karena diare. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas edukasi video penanganan diare terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam penanganan diare, serta lama diare balita. Desain penelitian menggunakan pre-post test dengan kontrol group. Total sampel sejumlah 71 responden dibagi kelompok intervensi dan kontrol yang dipilih menggunakan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah edukasi pada kelompok intervensi (pengetahuan: p= 0,002; sikap p= 0,008); terdapat perbedaan bermakna antara selisih skor pengetahuan dan sikap antar kelompok (pengetahuan p= 0,008; sikap p= 0,001), namun tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama diare kelompok kontrol dengan intervensi (p= 0,796). Edukasi video efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap, namun tidak pada variabel lama diare. Edukasi melalui audiovisual dapat dipertimbangkan sebagai asuhan keperawatan karena keefektifannya dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu menangani anak diare.

Proper handling of diarrhea and education of diarrhea management in mothers can decrease morbidity and mortality of children under five due to diarrhea. This study aimed to examine the effectiveness of video education about management of diarrhea toward knowledge and attitude of the mother, and duration diarrhea of under five children. The design applied a pre and post-test with the control group. The total sample was 71 respondents divided to control group and interventions were selected by consecutive sampling technique. The results showed that there were significant differences between knowledge and attitude before and after education in interventions (knowledge: p= 0.002; attitude p= 0.008). There was a significant difference between score knowledge and attitude control group and interventions (knowledge p= 0.008; attitude p= 0.001), but there was no significant difference between duration diarrhea control group and interventions (p= 0.796). Video education enhanced knowledge and attitude of the mother, but not to the duration of diarrhea. Audiovisual can be considered as a nursing intervention because its effectiveness to increase knowledge and attitude of the mother in handling the children with diarrhea."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
610 JKI 21:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Collier, William L.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 1996
307.72 PEN nt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hasni Rahmiati
"Saat pandemi Covid-19 hadir di Indonesia, ruang gerak masyarakat menjadi terbatas dan mengubah banyak aspek kehidupan. Sektor perekonomian serta sektor kesehatan menjadi sektor yang paling terdampak akibat adanya pandemi Covid-19 di Indonesia. Adanya pembatasan sosial berkontribusi pada melemahnya perekonomian, baik dari tingkat nasional, bahkan hingga ke individu masyarakat. Hal tersebut tentu juga berimbas pada Kabupaten Kebumen. Terlebih, selama beberapa tahun berturut-turut Kebumen ditetapkan sebagai kota termiskin di Jawa Tengah. Namun di tengah kondisi perekonomian yang sedang melemah, salah satu desa di Kebumen, kabupaten termiskin di Jawa Tengah, Desa Karangsari mampu mendapatkan gelar pelopor Kampung Tangguh Nusantara Candi, sebuah penghargaan yang diberikan oleh Polisi Daerah (Polda) Jawa Tengah kepada desa yang mampu menjaga kestabilan pangan, keamanan, dan kesehatan dalam kondisi Covid-19 serta memiliki penanganan Covid-19 terbaik. Dana desa digunakan untuk menjaga kesehatan sampai ke tingkat desa. Dalam mengatasi kondisi pandemi Covid-19, pemerintah merilis kebijakan refocusing dana desa dalam rangka percepatan penanganan kasus Covid-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran implementasi kebijakan pemanfaatan dana desa untuk penanganan Covid-19 di Desa Karangsari pada tahun 2020-2021. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah stakeholder di tingkat Pemerintah Kabupaten hingga Pemerintah Desa yang dipilih berdasarkan kesesuaian informasi yang dibutuhkan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemanfaatan dana desa untuk penanganan Covid-19 baik dari sisi komunikasi, struktur birokrasi, disposisi, sumber daya, serta kondisi sosial politik di Desa Karangsari yang sudah berjalan cukup baik walau masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Walaupun masih belum memenuhi target pemanfaatan dana desa yang sebesar 7 persen dari target 8 persen, peran dan dukungan pelaksana kebijakan di sektor kesehatan memberikan kontribusi yang baik sehingga Desa Karangsari mendapatkan penghargaan Kampung Tangguh Nusantara Candi.

When the Covid-19 pandemic arrived in Indonesia, people's space for movement became limited and changed many aspects of life. The economic sector and the health sector are the sectors most affected by the Covid-19 pandemic in Indonesia. The existence of social restrictions contributed to a weakening of the economy, both at the national level and even down to the individual community. This of course also has an impact on Kebumen Regency. Moreover, for several years in a row Kebumen has been designated as the poorest city in Central Java. However, in the midst of a weakening economic condition, one of the villages in Kebumen, the poorest district in Central Java, Karangsari Village was able to get the title of pioneer of Kampung Tangguh Nusantara Candi, an award given by the Central Java Regional Police (Polda) to villages that are able to maintain stability. food, safety and health in Covid-19 conditions and has the best handling of Covid-19. Village funds are used to maintain health down to the village level. In overcoming the conditions of the Covid-19 pandemic, the government released a policy of refocusing village funds in order to accelerate the handling of the Covid-19 case. The purpose of this research is to see an overview of the implementation of the policy of utilizing village funds for handling Covid-19 in Karangsari Village in 2020-2021. This research is a case study research with a qualitative approach. The subjects of this study were stakeholders at the District Government to Village Government levels who were selected based on the appropriateness of the information needed. The results of the study show that the use of village funds for handling Covid-19 both in terms of communication, bureaucratic structure, disposition, resources, and socio-political conditions in Karangsari Village has been going quite well although there are still some things that need to be improved. Although it still has not met the village fund utilization target of 7 percent of the 8 percent target, the role and support of policy implementers in the health sector made a good contribution so that Karangsari Village won the Kampung Tangguh Nusantara Candi award."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>