Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6580 dokumen yang sesuai dengan query
cover
D. Zauhiddie
Jakarta: Pustaka Jaya, 1978
899.221 108 ZAU t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jihaty Abadi
Kuala Lumpur: GAPENA, 1996
899.31 JIH s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Kartini Rustapa
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998
808.81 ANI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
ATA 15(1-2) 2012
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunu Wasono
"show that Indonesian and Malaysian literatures grew and developed out of the same old tradition, namely Malay tradition. Indonesian and Malaysian languages are also rooted in the same language, namely, the Malay language. It only makes sense that there a number of similarities This paper discusses the nationalist ideas found in the poems of M. Yamin published in Indonesia Tumpah Darahku and a number of poems produced by 10 Malaysian poets. These Malaysians? poems are found in a poetry anthology titled Puisi-puisi Kebangsaan 1913?1957 (nationalist poems 1913?1957) compiled by Abdul Latif Abu Bakar and published in 1987. Based on a comparison of these two sets of poems, some similarities can be discerned, such as admiration of natural beauty, admiration of past heroes and glories, and appeal by the poets for national unity. These similarities are made possible by similar political and cultural situations prevailing in both Indonesia and Malaysia in certain period of time. The relation between Indonesia and Malaysia that is tied by a common language (Malay) and a sense of being in the same situation (colonial oppression) are other factors that allow a number of Indonesian and Malaysian poets to write poems of similar themes in similar styles."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Hendrayana
"Puisi guguritan dalam khazanah sastra Sunda merupakan materi puisi lama yang hingga kini masih ditulis dan diminati. Tradisi menulis guguritan dalam sastra Sunda banyak dilakukan sejak awal abad XX. Puisi ini masih pula ditulis dan dibaca oleh masyarakat Sunda, terutama para peminat sastra hingga awal abad XXI. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana gaya penulisan guguritan dari tiga penyair Sunda yang pada tiga dekade terakhir dianggap tokoh penulis guguritan. Ketiga penyair guguritan tersebut yakni Dedy Windyagiri, Dyah Padmini, dan Wahyu Wibisana. Mereka merupakan tokoh penyair yang dianggap baik dalam menulis puisi guguritan seperti yang terbaca pada Jamparing Hariring (1992) karya Dedy Windyagiri, Jaladri Tingtrim (1999) karya Dyah padmini, dan Riring-riring Ciawaking (2004) karya Wahyu Wibisana. Penelitian dimaksudkan untuk memperlihatkan sejauh mana gaya kepenulisan dari ketiga penyair ini beserta pembeda yang dimilikinya masing-masing, terutama dalam pemilihan tema, pemilihan diksi, pengimajinasian, kata konkret, serta bahasa figuratif dengan menggunakan metode deskriptif-analitik. Dari hasil penelitian ini muncul kecenderungan-kecenderungan gaya kepenulisan sebagai pembeda dari masing-masing penyair, yakni kecenderungan nuansa feminin pada guguritan karya Dedy, kecenderungan nuansa maskulin pada guguritan Dyah Padmini, serta kecenderungan nuansa netral pada guguritan karya Wahyu Wibisana."
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
810 JEN 7:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Husseyn Umar
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006
808.81 HUS k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Obor , 1995
899.212 08 SAJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Badrun
"ABSTRAK
Tasawuf, sufisme yang dikenal dalam Islam, merupakan gerakan keagamaan yang timbul di Kufah dan Basrah (Irak) pada abad kedelapan Masehi. Gerakan tasawuf bersifat esoteris. Sifat esotoris itulah yang membedakan tasawuf dari ajaran ortodoks. Ajaran-ajaran tasawuf pada intinya merupakan cara pendekatan diri (manusia) kepada Tuhan. Menurut Schimmel {1886: 26-28), tasawuf bersumber pada Islam, dan acuan utamanya adalah perilaku Rasul Muhammad dan sahabat-sahabatnya.
Timbulnya tasawuf, menurut Abdul Hakim Hasan seperti yang dijelaskan oleh Simuh (1992:2-3), disebabkan dua hal: pertama, sebagai reaksi atas perkembangan kehidupan masyarakat Islam yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat. Kondisi demikian menimbulkan keprihatinan paras pemuka agama, yang kemudian mendorong mereka untuk membangkitkan kembali kehidupan keagamaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Kedua, sebagai reaksi atas perubahan kehidupan keagamaan yang bersifat rasionalis formalis yang mendominasi kehidupan umat Islam pada akhir masa pemerintahan Bani Umayyah dan pada masa pemerintahan Bani Abbasiyyah.
Pada masa awal perkembangannya--sampai dengan abad kesepuluh--tasawuf belum dapat diterima oleh kalangan luas, keberadaannya dicurigai oleh pemerintah dan para ahli teologi Islam. Puncak dari pertentangan antara kaum sufi dengan pemerintah dan ahli teologi adalah dihukum pancungnya Al-Hallaj pada tahun 922 Masehi. Tasawuf dapat diterima oleh masyarakat luas pada akhir abad kesebelas dan pada awal abad kedua belas. Hal itu berkat jasa Al Ghazali yang mendamaikan kaum Sufi dengan kaum Ortodoks. Setelah usaha A1-Ghazali itu berhasil, tasawuf dapat hidup dan mengalami perkembangan.
Perkembangan tasawuf semakin luas setelah terjadi penyerbuan Baghdad oleh bangsa Mongol pada tahun 1258 Masehi. Menurut Johns (1987:87-88), setelah penyerbuan Baghdad oleh bangsa Mongol, tugas pembinaan masyarakat Islam beralih kepada kaum sufi. Hal itu terjadi karena tiga hal: hubungan antara Seikh (guru sufi) dengan pengikutnya, semangat penyebaran agama dari kaum sufi, dan basis kerakyatan gerakan sufi. Dalam kondisi demikianlah maka tarekat tasawuf menjadi mantap dan berkembang. Perkembangan tarekat tasawuf semakin luas karena adanya penyebaran dan perjalanan para guru sufi dari satu daerah ke daerah yang lain.
Penyebaran ajaran tasawuf ke Indonesia tidak dapat dilepaskan dari penyebaran agama Islam. Hal itu dikatakan oleh Johns (1987:90-91), yaitu bahwa sebagian pembawa Islam ke Indonesia adalah kaum sufi, mistikus. Menurut Tudjimah (1976: 705-707), Islam masuk ke Indonesia pads akhir abad ke-13 melalui jalan perdagangan India-Cina dan melewati pantai jazirah Malaka; Islam yang masuk ke Indonesia juga sudah melewati Iran. Pembawa Islam adalah pedagang asing muslim India dan India keturunan Arab yang tinggal di daerah pelabuhan Malaka dan Sumatera Utara. Setelah Islam berkembang di Indonesia, hubungan muslim Indonesia dan bangsa Arab mulai terjalin; hubungan itu makin meningkat pada abad ke-16 dan ke-17, yaitu melalui ibadah haji (sambil belajar agama). Akibat dari hubungan tersebut maka masuk pula berbagai aliran tarekat, misalnya Syattariah (dari Madinah), Aadiriah (dari Makkah) dan ajaran tasawuf dari Imam Ghazali. Jadi, tasawuf masuk ke Indonesia berkaitan dengan penyebaran agama Islam."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>