Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117115 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ristiyanti Marsetiyowati Marwoto
"There are 49 nominal taxa of Thiaridae known from Sulawesi and 11 species from Lake Poso, Central Sulawesi have been reported by Sarasin & Sarasin (1897 & 1898). Since then, no study on the systematic of the species from Lake Poso have been carried out. The basic information on the morphology of those species were described for the first time in 1897 & 1898. However, information on their habitat and distribution are still lacking.
Lake Poso is a tectonic-lake, which lies at 510 m above sea level and covers about 32,000 hectares. The deepest part of the lake reaches 450 meters. To study the diversity and distribution of Thiaridae in Lake Poso, snails were collected from 33 locations (outlet, inlet, and area of the lake), using sieve and by hand (at the shallow area) or small hand ?dredge? (at deep area). Morphology characters (height, width of shell and aperture; number of axial and spiral ribs at the penultimate and body whorls) were examined. Anatomical study (head, neck, tentacle, eye, snout, sole, foot groove); pallial cavity (ctenidium, osphradium, rectum, mantle edge); alimentary system (buccal mass, radula sac, radula, stomach); reproductive system (female: brood pouch, bursa copulatrix, albumen gland, egg, embryo, ovary; male: prostate gland, testis, testicle lobes, vas deferens); nervous system (cerebro ganglion, pleuro ganglion, pedal ganglion) was conducted only on Tylomelania.
Totally there are 13 species and more than eight undescribed species of Thiaridae identified in this study. Most of the species belong to the genus Brofia which occurred at the area of the lake (LP 10, LP 11, LP 12, LP 13, LP 15, LP 16, LP 17, LP 17 a, LP 18, LP 19, LP 20, LP 21, LP 22, LP 23, LP 24, LP 24 a, LP 25, LP 26, LP 27, LP 28, LP 29, LP 31), outlet (LP 1, LP 2, LP 3, LP 4) and inlet area (LP 5, LP 6, LP 7, LP 8, LP 9, LP 30). B. toradjarum, B. sca/ario psis, B. ku/i, B. centaurus were found at the area of the lake, while B. perfecta and B. robusta at the inlet and outlet respectively. There are two species of Melanoides (M. tuberculata & M. granífera) found at the area of the lake, and one species, M. punctata, occurred only at the stream of Saluopa (inlet area).
The anatomy of the genus Tylomelania was described for the first time. Comparative study on the morphology and anatomy were based on specimen of T. neritiformis, T. porcellanica, and T. carbo. The anatomical characters described and compared: the length and width of buccal mass, radula sac, ctenidium, osphradium, stomach, style-sac, albumen gland, eggs, and embryos, cerebral commissure, pedal commissure. The shape and position of anus, rectum, ctenidium, osphradium, radula, brood pouch, bursa copulatrix, albumen gland, genital Opening, prostate gland, ovary, testis, cerebro ganglion, pleuro ganglion, pedal ganglion, suboesophageal ganglion, supraoesophageal ganglion presented for the first time.
"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rohmatin Isnaningsih
"ABSTRAK
Morfologi cangkang spesies-spesies anggota Famili Thiaridae memiliki variasi intra spesies yang sangat tinggi sehingga dapat menyulitkan penentuan identitas tiap-tiap spesiesnya. Studi ontogeni, mekanisme, dan strategi reproduksi merupakan pendekatan lain yang dapat digunakan untuk menyempurnakan identitas dan sistematika suatu spesies. Pengamatan terhadap morfologi cangkang pada spesies Tarebia granifera Lamarck, 1822 , Melanoides tuberculata M ller, 1774 , dan Stenomelania punctata Lamarck, 1822 menunjukkan variasi terutama pada karakter dimensi cangkang, warna cangkang, ornamen cangkang, serta kuat lemahnya garis tumbuh spiral dan aksial. Hasil studi ontogeni dan reproduksi pada ketiga spesies tersebut menunjukkan bahwa T. granifera dan M. tuberculata bereproduksi secara euvivipar, sementara S. punctata bersifat ovovivipar. Data ontogeni memperlihatkan adanya perbedaan dalam kisaran jumlah, ukuran, dan morfologi embryonic shell antara spesies T. granifera dan M. tuberculata. Jumlah embryonic shell yang tersimpan dalam subhaemocoelic brood pouch T. granifera lebih banyak 9-203 dibandingkan dengan jumlah embryonic shell yang mampu dihasilkan oleh satu individu M. tuberculata 1- 66 . Adapun kisaran ukuran embryonic shell pada T. granifera adalah 0,22-5 mm dan M. tuberculata sebesar 0,12-5,95 mm. Informasi mengenai ontogeni dan mekanisme serta strategi reproduksi selanjutnya dapat dijadikan sebagai bukti terjadinya fenomena-fenomena biologi di alam seperti kolonisasi, radiasi atau evolusi.Kata kunci : Morfologi, ontogeni, reproduksi, variasi intraspesies, Thiaridae.

ABSTRACT
The shell morphology of some Thiarid rsquo s species are known to have highly inter species variation. Hence, species identification based on morphological characters only is quite difficult. The morphological observation of species Tarebia granifera Lamarck, 1822 , Melanoides tuberculata M ller, 1774 , and Stenomelania punctata Lamarck, 1822 from Indonesia indicates that interspecies variation occur especially on the characters of shell dimensions, colour, ornaments, as well as the strength of spiral and axial growth lines. Studies on ontogeny, mechanisms and strategies of reproduction is another approach that can be used to enhance the valid identity and determination of Thiarid rsquo s species. The studies on ontogeny and reproductive of that three species reveal that T. granifera and M. tuberculata reproduces by eu viviparity while S. punctata are ovo viviparous. Ontogeny data exhibit the differences in the range number of embryonic shell as well as size between embryonic shell of T. granifera and M. tuberculata. Tarebia granifera have more embryonic shell stored in a subhaemocoelic brood pouch 9 203 individu compared with the number of embryonic shell that can be produced by one individual of M. tuberculata 1 66 individu . Tarebia granifera embryonic shell sizes ranging from 0.22 to 5 mm in height. While the size of M. tuberculata embryonic shell are between 0.12 to 5.95 mm. Information about ontogeny and mechanisms as well as reproductive strategies then can be used as an evidence of the occurrence of biological phenomenon in nature such as colonization, radiation as well as evolution.Key words Morphology, ontogeny, reproductive, inter species variation, Thiaridae "
2017
T46889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustiyanti Marsetiyowati Marwoto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
T40156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Nur Indah Sari
"ABSTRAK
Thiaridae adalah famili Mollusca air tawar terbesar diantara famili Mollusca lainnya. Tingginya variasi intra dan antar spesies dalam famili Thiaridae dapat menyulitkan proses identifikasi. Kesulitan tersebut disebabkan karakter morfologi yang dimiliki anggota famili Thiaridae memiliki tingkat kemiripan yang tinggi. Metode kuantitatif digunakan untuk dijadikan dasar pembedaan spesies di dalam famili Thiaridae. Metode kuantitatif yang digunakan adalah analisis morfometrik dengan mengukur dimensi cangkang, menghitung sudut apex cangkang dan menghitung Relative Aperture Area cangkang. Metode ini dilakukan terhadap dua spesies dari Famili Thiaridae yang secara kualitatif memiliki kesamaan karakter morfologi, yaitu Stenomelania punctata dan Stenomelania plicaria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter morfometrik sudut apex cangkang dapat digunakan untuk membedakan antara kedua jenis Stenomelania tersebut. Sudut apex cangkang Stenomelania punctata lebih besar dibandingkan dengan sudut apex cangkang Stenomelania plicaria. Sudut apex cangkang Stenomelania punctata memiliki rata rata sebesar 25o sedangkan sudut apex cangkang Stenomelania plicaria memiliki rata rata sebesar 17o.

ABSTRACT
Thiaridae has the largest amount amng freshwater Mollusca family. The high variation of intraspecies and interspecies in the Thiaridae family can complicate the identification process. The difficulty is due to the high similarity of Thiaridae 39 s morphological characters. Quantitative methods are used as the basis for species distinctions within the Thiaridae family. The quantitative methods that is used is the morphometric analysis by measuring the dimensions of the shell, calculating the apex angle of the shell, and the Relative Aperture Area of the shell. This method is performed on two species of the Thiaridae family that have similar morphological characters, Stenomelania punctata and Stenomelania plicaria. The result showed that morphometric angle of apex shell can be used to distinguish the two types of Stenomelania. The apex shell angle of Stenomelania punctata is larger than the apex shell angle of Stenomelania plicaria. The apex shell angle of Stenomelania punctata has an average of 25o while the apex shell angle of the Stenomelania plicaria has an average of 17o. "
2017
S69731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The village of Laweyan constitutes a unique, specific and historical region. In its development Laweyan experiences some functional changes of region and settlement...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Widurini D.S.
"Kerusakan gigi molar satu rahang atas frekuensinya cukup tinggi dan sering disertai kelainan pulpa. Perawatan saluran akar pada gigi ini memerlukan keterampilan yang ditunjang oleh pengetahuan anatomi dan morfologi a.1. panjang gigi, bentuk penampang saluran akar, jumlah akar, jumlah saluran akar, dan letak orifis. Dalam perawatannya sering dijumpai kesulitan menentukan letak apeks, karena pedoman ukuran yang ada berdasarkan ukuran gigi orang Amerika atau Eropa. Belum ada pedoman yang berdasarkan ukuran-gigi orang Indonesia. Dari sampel 50 gigi molar satu atas yang dicabut dari klinik gigi di Jakarta, diukur panjang gigi dari masing-masing apeks akar Palatal, Mesio Bukal, Disto Bukal ke bidang oklusal dengan mikrometer. Dihitung jumlah akar, jumlah saluran akar, dan dicatat bentuk penampang saluran akar 5 mm dari apeks, dan konfigurasi letak oriifis.
Dari hasil pengukuran diperoleh panjang gigi rata-rata dari apeks akar palatal 19,47 mm, dari apeks akar mesio bukal 19,14 mm dari apeks akar disto bukal 18,41 mm. Dari hasil pengamatan, semua gigi mempunyai tiga akar, dan diperoleh lebih banyak gigi dengan tiga saluran akar (98 %). Dari gambaran konfigurasi letak orifis diperoleh bentuk (60 %), lebih banyak dibanding bentuk "Y" (16 %) dan bentuk "T" (18 %). Dari pengamatan bentuk penampang saluran akar, terbanyak diperoleh bentuk bulat pada akar disto bukal (82 %), dan bentuk elips pada akar palatal (36 7). Selain itu diperoleh pula bentuk ginjal padaakar disto bukal (4%), dan bentuk pipih pada akar mesio bukal (14 %)."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
B. Karno Ekowardono
"Penelitian ini memecahkan masalah secara tuntas bagaimana sistem morfologi verba denominal dan nomina deverbal dalam lingkup kelas nomina dan verba bahasa jawa baku. Data penelitian digali dari sumber tulis dan lisan. Data dari sumber tulis dicek dan dilengkapi dengan jalam mewawancarai sejumlah pembahan yang berasal dari Surakarta, Klaten, Yogyakarta, Magelang, dan Purworejo. Analisis dilakukan dengan pendekatan karta dan paradigma, menggunakan teknik oposisi proporsional atas dasar kesepadanan (korespondensi) antara arti, bentuk, dan valensi sinteksis kata.
Hasil yang diperoleh mencakupi deskripsi tentang (1) sistem morfologi nomina murni (tabel 1 dan 2) dan verba murni (3 dan 4) ; (2) sistem morfologi verba denominal (tabel 5-6) dan nomina deverbal (tabel7-10). kata kelas nomina murni yang dapat dibentuk menjadi verba denominal hanyalah nomina dasar (D) dan beberapa kata D-an. Nomia D-an ini terbentuk menjadi verba deniominal D-an. Hampir semua prosede di dalam sistem verba murni dimanfaatkan di dalam sistem verba denominal > namun pembentukannya primer, pada verba denominal I, adalah derivasi dari nomina D menjadi verba denominal D, D-an / 9a-) D yang tafsiran maknanya mengandung unsur "refleksif", dan beberapa kata D-an (lajur 1). Dari verba denominal D itu diperoleh verba denominal D-i dan D-ake. Verba D, D-i, dan D-ake itu menjadi pangkal pembentukan infleksional kategori inti (kolom A, B, C). Pada verba denominal II D-i dan D-ake itu terbentuk langsung dari nomina D. Verba denominal kategori pembeda ( kolom A, D, E, F, G, kecuali kata-kata tertentu, dan D-en (lajur 1) juga terbentuk langsung dari nomina D. Pembentukan selanjutnya berpangkal pada verbal denominal yang telah diperoleh dengan derivasi dan infleksi itu, mengikuti sistem yang berlaku pada verba murni.
Beberapa kategori verba murni dan verba nominal dapat dibentuk menjadi nomina deverbal, yakni (1) D-an berpangkal pada hampir semua kategori verba, (2) D-an/D-D-an berpangkal pada verba transitif D/N-D(-i/-ake). keculai N-D-eke/di-D-ake 'benefaktif (pasientif)' tidak, (3) pa(N)-D/pe-(N)-D berpangkal pada verba D/-N-D(-i/-ake)/ di-D(-ake), (4) pa(N)-D-an/pe(N)-D-an berpangkal pada verba D/N-D(-i/-ake), dan (5) pi-D yang hanya ada beberapa kata, berpangkal pada verba D/-N-D(-i/-ake)/di-D(-ake). Dengan catatan bahwa yang berpangkal pada verba denominal II tidak ada dan pangkal verba denominal I hanya satu kata di_d saja."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
D127
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Generally former Islamic Mataram Kingdom included in their towns resident areas for the religous leaders and staffs called kampong. These Islamic kampongs were located nearby the Great Mosque and called kauman Kampong...."
2008
720 JAP 3:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Neila Amelia
"Skripsi ini membahas bentuk partisipal dalam teks informasi di Museum Sejarah Nasional Moskow pada Ruang 22-28, Ruang 35-39, dan Ruang Emas nomor 40. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Partisipal merupakan kelas kata yang terbentuk dari turunan verba. Untuk meneliti sebanyak 24 teks informasi yang dijadikan data, penulis menggunakan teori morfologi Rusia oleh Savko. Dari data yang dianalisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat bentuk partisipal yang mendominasi, yaitu partisipal pasif bentuk lengkap kala lampau.
This thesis discusses about participle form in Information text in Historical State Museum Moscow at Section 22-28, Section 35-39, and Gold Section number 40. This research is an analytical descriptive research. Participle is a word class form which is derived from verb. To research as many as 24 information texts which are used as participle data, the author is using Morphology Theory by Savko. It can be concluded that there are certain participle form which dominate: Past Passive Participle with complete form."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evawani Ellisa
"ABSTRAK
Berlawanan dengan segala pujian terhadap kemajuan teknologi dan kemakmuran yang dimiliki, tampilan wajah dan morfologi kota Jepang sering mengundang kritik seperti membosankan, tidak menarik, brutal, dan kacau. Pertanyaannya adalah dalam kekacauan tampilan realitas urban yang ada, bagaimana kota Jepang dapat mencapai stabilitas seperti saat ini? Adakah keteraturan di balik kekacauan yang ditampilkan, sehingga warga kota di Jepang dapat hidup relatif nyaman dan aman? Kajian ini menganalisis aspek-aspek yang mempengaruhi realitas urban Jepang, mulai dari sistem alamat yang membingungkan hingga proses transformasi bangunan gedung yang berlangsung cepat. Temuan tentang tatanan tersembunyi yang berlaku di Jepang dalam pengaturan tata ruang hidup berkota membuka pemahaman bahwa kekacauan fisik dan spasial yang ditunjukkan oleh sebuah kota yang dipenuhi kesesakan tidak selalu identik dengan kekacauan sosial.

Despite the highly praised for technology achievements and prosperities, the morphology and appearance of Cities in Japan are often criticized as dull, uninteresting, brutal, and chaos. The question is, how do cities in Japan gain stability while the reality of the urban condition is in a chaos? Is there something behind the chaos that makes urban dwellers of Japanese cities able to relatively live comfortably and safely? This paper analyses some aspects which shaped Japan urbanism, from disorderly addressing system to the speed of building transformations that considerably high. Findings on the hidden orders behind the chaos of Japanese cities reveal an understanding that the spatial and physical chaos of a dense city are not always identified as a social chaos."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>