Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8717 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faisal
Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2012
722.4 FAI a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pawennari Hijjang
"This article analyses forest resources management in Tana Toa, South Sulawesi, headed by Ammatoa. Keammatoan membership is divided into Ilalang embaya or adat area and Ipantaran gembaya or outside adat area. The adat allows possibility of empowering local institutions to manage forest resources in the context of regional autonomy. This paper discusses to what extent Ammatoa leadership and adat have been used for managing forest resources through reflective mutual understanding process which lead to the transformation to an open community."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ansaar
"ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk melihat pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal yang terdapat dalam tallasa' kamase-masea masyarakat adat Kajang. Dengan menggunakan pendekatan etnografi dan wawancara mendalam, artikel ini membuktikan bahwa Tallasa' Kamase-Masea yang merupakan kearifan lokal masyarakat adat Ammatoa dapat dijadikan sebagai kerangka dalam pelestarian lingkungan. Pasang atau ajaran tallasa' kamase-masea pada masyarakat adat Ammatoa diyakini bersumber dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang disampaikan secara turun-temurun melalui Ammatoa. Sehingga masyarakat adat Ammatoa merasa harus memegang teguh pasang tersebut. Hal itu dibuktikan dalam kehidupan mereka sehari-hari baik dalam bersikap, berbicara, berpakaian, makanan maupun perumahan. Ammatoa sebagai pemimpin adat atau kepala suku juga telah menjadi teladan dalam melaksanakan ajaran kamase-masea. Begitupula dalam usaha pelestaria alam, khususnya hutan, ajaran tallasa' kamase-masea dilaksanakan dan berhasil mencegah terjadinya eksploitasi alam."
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Annur
"Pertambahan penduduk, konsumsi dan produksi masyarakat adat Kajang yang memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan lainnya. Pemanfaatan sumber daya alam dikelola dengan memanfaatkan hasil hutan berdasarkan praktik konservasi lingkungan. Bagaimana kondisi sosial ekonomi lingkungan, pengelolaan ekonomi kreatif, dan strategi pengembangan kerajinan yang berkelanjutan di Tana Toa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode deskriptif. Populasi dalam penelitian ini yaitu pengrajin dan kedua adalah stakeholder. Metode pengambilan data dengan wawancara. Hasil penelitian menujukkan kondisi sosial ekonomi lingkungan masyarakat mengambarkan (1) sturkut kelembagaan, (2) produksi dan konsumsi masyarakat, (3) guna lahan, (4) sumber daya alam. Terkait pengelolaan menujukkan serangkai proses yang terdiri atas (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pelaksanaan, dan (4) pengawasan. Strategi pengembangan ekonomi kreatif berkelanjutan menujukkan upaya yang dilakukan dengan menjabarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Kemampuan stakeholder meminimalisasi kelemahan dan menekan dampak ancaman baik dengan stategi (S-O), (W-O), (S-T) dan (W-T) merupakan kunci keberhasilan pengembangan ekonomi kreatif di Tana Toa Kajang.

Growth of population, consumption and production of Kajang people who utilize natural resources to meet their daily needs and others. Utilization of natural resources are managed by utilizing forest products based on environmental conservation practice. How the socioeconomic conditions, management of creative industries, and sustainable development strategy of creative industry in Tana Toa. This study used a qualitative approach with descriptive methods. The population in this study are craftsmen and stakeholders. Methods of data collection by interview. The results showed the socio-economic conditions of the society explain (1) institutional structure (2) production and consumption, (3)division of zone (4) natural resources. Management of the process consists of (1) planning, (2) organization, (3) implementation, and (4) surveillance. The strategy of sustainable development of creative industries showed the efforts made to describe the strengths, weaknesses, opportunities, and threats. The ability of stakeholders to minimize weaknesses and minimize the impact of threats both with strategies (S-O), (W-O), (S-T) and (W-T) is the key to the successful development of creative industries in Tana Toa Kajang."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
728.598 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Syahar Inayah
"Masyarakat Adat memiliki kearifan Iokal dalam berinteraksi dengan Iingkungannya. Salah satu masyarakat adat yang ada di Indonesia yang mempunyai kearifan Iokal tersebut adalah masyarakat suku Ammatoa yang bermukim di Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Masyarakat Ammatoa mempunyai pandangan tersendiri terhadap Iingkungan hidup utamanya hutan.
Untuk mengungkap makna hutan bagi masyarakat Ammatoa digunakan Teori lnteraksionisme Simbolik sebagai alat analisis. Tujuannya untuk melihat bagaimana Teori Interaksi Simbolik menjelaskan makna hutan sebagai objek sosial Adapun alat analisis strategi ketua adat menjaga makna digunakan strategi komunikasi yaitu pola kontrol lingkungan.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif model interaksi simbolik. Etnografi menjadi pilihan metode penelltian. Data diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi berperanserta. Adapun unit analisisnya adalah tindakan individu-individu yang berinteraksi sosial. lnforman berjumlah 16 orang dipilih dengan menggunakan teknik purposive atau snowball sampling Puto Palasa dipilih menjadi informan karena jabatannya sebagai ketua adat. Puto Beceng dipilih sebagai informan disebabkan kedudukannya sebagai Galle Puto, salah satu unsur adat yang bertugas menjaga hutan. lnforman lainnya adalah Puto Nungga, salah seorang tokoh masyarakat bertugas membakar kemeyang dalam setiap upacara adat.
Masyarakat Ammatoa lebih melihat hutan dari segi manfaat dan fungsinya. Karena itu pulalah hutan mempunyai makna sesuai dengan manfaat dan kegunaannya sebagai penyedia air dan tempat melakukan upacara yang sakral. Makna tersebut dibawa dari, atau muncul dari interaksi sosial dengan sesamanya. Hutan keramat tidak berubah fungsi dari generasi ke generasi karena memang dijaga. Sementara hutan batas bisa berubah, ketika dilakukan upacara pernbuka hutan batas, maka hutan itu tidak sakral Iagi dan boleh diambil hasilnya secara terbatas. Hutan di luar kawasan Ammatoa berfungsi ekonomis. Pemahaman tentang hutan didapatkan dari pasang ri kajang (pesan-pesan dari kajang). lnteraksi mereka dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penting diantaranya bahasa, warna pakaian, rumah dan pohon dande.
Ammatoa sebagai ketua adat mendapat tugas utama dari Tuhan menjaga hutan. Ammatoa dibantu oleh pemangku adat yaitu Galla Puto yang tugas utamanya menjaga hutan. Masyarakat diminta menjaga hutan dengan menekankan imbalan yang akan didapatkan. Adapun dalam penegakan aturan, Ammatoa cenderung menggunakan strategi kontrol Iingkungan dengan level pengendalian.
Dalam Teori Interaksi Simbolik, makna sebagaimana benda tersebut di bawa dari, atau muncul dari interaksi sosial dengan sesamanya. Hal ini sejalan makna hutan bagi masyarakat Ammatoa muncul dari interaksi dalam masyarakat tersebut. Mereka bertindak terhadap hutan sesuai dengan makna tersebut. Makna dipelihara, dan dimodifikasi melalui, proses interpretasi yang digunakan orang dalam berhubungan dengan benda yang dihadapi. Premis ini ditemukan pula dalam makna hutan bagi masyarakat Ammatoa. Ada hutan yang maknanya tidak berubah karena makna tersebut memang sengaja dipelihara Ada pula hutan yang berubah maknanya sesuai konteksnya yaitu hutan batas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mezak Wakim
"Penelitian ini mengkaji arsitektur tradisional masyarakat Masela yakni rumah ada Im, tempat dilaksanakannya ritual adat dan melangsungkan kehidupan keseharian. Rumah adat Im berlokasi di Pulau Masela Kabupaten Malku Barat Daya. Adapun permasalahan yang di kaji antara lain ; (1) Bagaimana Konsep Struktur bangunan Im, (2) Bagaimana Peranan Im dalam kehidupan masyarakat Masela, (3) Bagaiana pembagian ruang dan penerapan nilai-nilai filosofis Im. Sedangkan tujuan penelitian, ini adalah mengungkap bentuk dan fungsi ruang, struktur bangunan, dan kosmologi dalam arsitektur Im. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data berupa wawancara, pengamatan, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa konstruksi bangungan Im adalah berbentuk rumah panggung dan terbagi atas susunan antara lain (1) ruang atas (2), tengah, (3) ruang bawah. Im, mencakup seluruh aspek keberadaan manusia seperti sistem kepercayaan manusia. Misalnya cara makan manusia, cara berpikir, cara menghuni rumah, cara tidur, cara bekerja; semuanya ditentukan oleh nilai-nilai budaya dalam Im. Letak bangunan mengikuti panjang kampung dengan mengikuti garis pantai, Im sebagai gambaran dari satu totalitas hidup, dan berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan seluruh kehidupan masyarakat, meliputi kehidupan sosial dan ritual. Artiya kehidupan religi menyatu dengan kehidupan nyata sehari-hari. Tidak ada pemisah yang tajam antara hal-hal yang transenden dan yang imanen atau yang rohani dan yang jasmani; kehidupan rohani terwujud dan tersosialisasi di dalam kehidupan setiap hari."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2017
959 PATRA 18:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Akih Hartini
"Manusia sebagai makhluk hidup memiliki ketergantungan dengan lingkungannya. Lingkungan yang baik dan sehat akan memungkinkan manusia untuk berada dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani. Kesehatan secara jasmani dapat dicapai antara lain melalui pemenuhan gizi yang sehat, pemberian air susu ibu, imunisasi, penggunaan air bersih, menjaga kebersihan dan sanitasi, serta olahraga. Ketidakcukupan dalam pemenuhannya akan menyebabkan gangguan kesehatan jasmani. Manusia yang mengalami gangguan kesehatan ini akan mencari pengobatan yang diyakini berdasarkan pengetahuan secara medis maupun pengetahuan tradisional. Pengobatan yang berlandaskan pada pengetahuan tradisional adalah salah satu alternatif yang banyak digunakan masyarakat.
Penelitian ini akan memberikan perlindungan terhadap masyarakat adat yang memiliki pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan obat secara lestari untuk pengobatan tradisional. Sistem pengetahuan tradisional lokal itu sendiri merupakan ungkapan budaya yang khas, di dalamnya terkandung tata nilai, etika, norma, aliran dan keterampilan suatu masyarakat dalam memenuhi tantangan dan kebutuhan hidupnya.
Kemajuan bioteknologi khususnya di bidang obat-obatan semakin memperluas kegiatan perusahan-perusahaan besar nasional maupun multinasional di bidang obat-obatan untuk mencari sumber-sumber genetika baru di daerah pedalaman tempat masyarakat adat yang memiliki pengetahuan tradisional hidup. Nilai positif yang didapat dari kegiatan tersebut adalah pengetahuan tradisional yang selama ini terpendam maka dapat diketahui oleh masyarakat umum. Namun nilai negatifnya pun akan muncul, karena hasil penelitian yang sebenarnya pengetahuan tradisional masyarakat adat sering kali diakui sebagai milik atau temuan para peneliti. Berdasarkan hal tersebut, maka pengetahuan tradisional masyarakat adat di Indonesia dalam memanfaatkan tumbuhan obat tradisional secara lestari perlu dilindungi.
Tujuan penelitian ini adalah: 1) mencari bentuk perlindungan pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam memanfaatkan dan melestarikan keanekaragaman hayati tumbuhan obat tradisional, 2) mencari mekanisme pembagian keuntungan atas pengetahuan tradisional masyarakat adat untuk mengantisipasi pasar bebas terhadap monopoli pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam pemanfaatan tumbuhan obat tradisional oleh perusahaan nasional dan multinasional di bidang obat-obatan.
Di Indonesia belum ada pihak yang khusus mendalami aspek hukum Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam memanfaatkan tumbuhan obat tradisional. Padahal Konvensi Keanekaragaman Hayati khususnya Pasal 8 butir j mengakui tentang HaKI masyarakat adat yang berhubungan dengan Keanekaragaman hayati. HaKI dapat melindungi individu (dalam hal ini masyarakat adat) untuk mendapatkan perlindungan finansial berupa pembagian keuntungan atas prestasi masyarakat adat dalam memberikan pengetahuannya kepada pihak luar.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan survei. Metode ini digunakan untuk mencari bentuk perlindungan terhadap pengetahuan tradisional masyarakat adat. Data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar berdasarkan hasil wawancara dengan responden (sampel). Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui teknik purposive sampling. Pemilihan individu-individu tertentu sebagai sampel berdasarkan alasan bahwa individu-individu tersebut mewakili (representatif) dan mengerti tentang populasi kelompoknya. Populasi penelitian meneakup 3 Balai (kelembagaan adat) di Kecamatan Loksado Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan yaitu Balai Malaris (35 umbun/keluarga), Balai Haratai (33 umbun/keluarga) dan Balai Waja (30 umbunikeluarga). Dan setiap balai diambil seorang individu sebagai sampel berdasarkan kedudukan indvidu tersebut sebagai ketua adat, atau peramu (dukun), atau pembekal desa yang masih memegang pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan obat tradisional secara lestari. Analisis dilakukan dengan memuat sintesis dari inforrnasi-informasi yang diperoleh dari berbagai sumber ke dalam deskripsi koheren (yang berjalin) mengenai yang diamati atau ditemukan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah hipotesis kerja. Yaitu hipotesis yang tidak diuji, tetapi hanya mengarahkan peneliti menuju hasil penelitiannya.
Hipotesis kerja penelitian ini adalah: 1) perlindungan pengetahuan tradisional masyarakat adat dapat dilakukan dengan cara memberikan hak kekayaan intelektual dan melakukan pembagian keuntungan atas pengetahuan tersebut, 2) pembagian keuntungan atas pengetahuan tradisional dapat berupa materi dan non-materi.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata Suku Bukit sebagai gambaran dari masyarakat adat di Indonesia, memiliki pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan obat tradisional secara turun-temurun. Pengetahuan Suku Bukit tersebut selama ini hanya diperuntukkan dan dipergunakan bagi komunitas mereka saja secara terbatas. Konsep pelestarian tumbuhan obat yang ada di hutan berhubungan dengan pelestarian hutan itu sendiri yaitu secara in-situ (di habitatnya yang asli) karena kehidupan mereka sangat terkait dengan alam. Keterkaitan dengan alam melahirkan kepercayaan bahwa alam sekitar mereka merupakan sumber kekuatan hidup sehingga apa yang ada di alam harus dilestarikan di samping dimanfaatkan. Pergeseran nilai pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan obat pada Suku Bukit sedang terjadi, karena: 1) pengetahuan tersebut tidak tertulis, akibatnya ketika proses pembangunan, modernisasi dan globalisasi mengubah sistem budaya setempat, pengetahuan yang belum terdokumentasikan tersebut mulai hilang, 2) munculnya industri jamu tradisional, mengakibatkan semakin terikatnya masyarakat adat di sekitar industri jamu dibangun terhadap sistem permintaan bahan dasar dari tumbuhan obat tertentu.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
Perlindungan pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam melestarikan dan memanfaatkan tumbuhan obat tradisional dilakukan dengan jalan:
  1. Memberikan hak atas pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam memanfaatkan tumbuhan obat tradisional secara lestari guna mencegah pencurian plasma nutfah tumbuhan obat ke luar negeri (biopiracy) serta mencegah eksploitasi pengetahuan tradisional masyarakat adat oleh pihak asing yaitu perusahaan-perusahaan nasional maupun multinasional di bidang farmasi (obat-obatan). Hak tersebut diatur dalam bentuk undang-undang, sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 8 butir j Konvensi Keanekaragaman Hayati.
  2. Menciptakan pembagian keuntungan bagi masyarakat adat sesuai dengan nilai sosial, budaya dan spiritual mereka. Pembagian keuntungan tidak hanya berupa materi (nilai uang) tetapi dapat berupa:
    • Memperkuat Sumber Daya Manusia masyarakat adat melalui pelatihan keterampilan cara memproses tumbuhan obat dengan teknologi sederhana dan pendidikan untuk mempertahankan keberadaan mereka.
    • Pelayanan teknologi tepat guna khususnya dalam peramuan, penyimpanan dan pengemasan tumbuhan obat.
    • Kredit sarana teknologi, melalui koperasi di tingkat desa.
    • Mengembangkan konsorsium teknologi antara pemerintah daerah, pusat studi lingkungan, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat adat sendiri.
Jalur pembagian keuntungan yang efektif adalah langsung kepada masyarakat adat melalui lembaga adat yang menaungi masyarakat adat.

Protection The Rights On Intellectual Property of The Adat Community (Mechanism of Benefit Sharing of Traditional Knowledge of the Adat Community in Sustainable Use of Traditional Medical Plants)Mankind as human beings is very dependent to its environment. Good and health environmental condition makes human to placed on a health of mental and physical condition. Physical health condition could be reached through the good nutrition, basic treatments for mothers and other preventive actions undertaken in the household such as breast-feeding, immunizations, the use of portable water, sanitations, and exercises. If they are not enough, they will cause physical health unbalanced. Medical treatment based on traditional knowledge is one of many alternatives that used in community. This research is about traditional knowledge on sustainable use of medical plants used by adat communities for traditional healing. Traditional/local knowledge system is a unique cultural expression consisting of values, ethics, norms, ideology and people skills to fulfill challenges and requirements of life.
The development of biotechnology, especially in medicine give the opportunity to national and multinational pharmaceutical companies to find new genetic resources in the areas and place where adat communities with their traditional knowledge live. Positive value of this activity is that people can discover and learn more about the traditional knowledge, however the negative side of this activity is that researchers often claim traditional knowledge as their findings. That is the reason traditional knowledge of adat communities in Indonesia, especially using traditional medical plants need to he protected.
The purpose of the research are as follows:
  1. To find protection form of traditional knowledge of adat communities in using and conserving biodiversity of traditional medical plants.
  2. To find the mechanism of benefit sharing of traditional knowledge of adat community to anticipate monopoly of national and multinational pharmaceutical companies in the exploitation of the traditional medical plants.
In Indonesia the Rights on ntellectual Property (HaKI) on traditional knowledge of the adat community in sustainable use of traditional medical plants has not yet been supported by a legal aspect. However the Convention of Biodiversity section Paragraph 8 j the Rights on Intellectual Property (HaKI) has been recognized and may support each individual adat community financially by sharing the benefit from passing on the traditional knowledge to the society.
This research is using descriptive-analytic method with survey approach. This method is used to find out the form of protection towards the traditional knowledge of aria community. The data used is primary data type, such as interviews with some chosen respondents. Purposive sampling is used as the sampling technique. Each individual chosen as samples are considered representatives of the population group. The population group consist of 3 Balai (traditional organization) in Kecamatan Loksado Hulu Sungai Selatan, South Kalimantan; Balai Malaris (35 umbun/ families), Balai Haratai (33 umbun/ families), Balai Waja (30 umbun/ families). One individual from each balai is chosen as a sample according to the status of the person such as, traditional leader, traditional medicine practitioner (dukun) or an "advisor" somebody who has broad knowledge on sustainable: use of traditional medical plants. The analysis is made based on the information collected from several sources into a coherent description. This research is using working hypothesis, which is not tested, however leading the researcher into the result of the research.
The hypothesis in this research are as follows:
The protection of traditional knowledge of the adat community could be carried out by giving the rights on intellectual property and share the benefit from passing on this knowledge to the society. Benefit sharing could be material or non-material.
The results of the research shows that Bukit Tribe (ethnical group) as one adat community, has the knowledge on how the use traditional medical plants and it is passed on from one generation to another, however it was only limited among their own tribe. The concept of conserving the medical plants in the forest means to preserve the forest itself, which is known as in-situ (within the origin habitat). The people of the tribe believe that nature is the source of living so it needs to be preserved. Nowadays the knowledge on the use of traditional medical plants in the Bukit tribe is undergoing some changes, it is due to:
  1. The knowledge has never been documented (not written); during the development, modernization and globalization process that changes the system of local culture this documented "science" is beginning to disappear.
  2. Traditional medical plants industrialization; leading to the development of a demand towards certain kind of plants.
The conclusions of the research are as follows:
Protection of the traditional knowledge of the adat community in sustainable use traditional medical plants are as follows:
  1. To give adat community rights towards the traditional knowledge of the use of medical plants to prevent biopiracy and biogenetic exploitation by the national and multinational pharmaceutical companies. The rigths should be regulated based on section 8 j of the Biodiversity Convention.
  2. To create a form of benefit sharing for adat communities based on social, cultural and spiritual values. Benefit sharing could also be in a non-material form, such as:
    • Educative development towards the adat communities through trainings on medical plants processing with simple technology and further education defending their existence.
    • Provision of appropriate technology especially in blending, storing and packing the traditional medical plants.
    • Providing credits for tools and equipments, through Koperasi Unit Desa.
    • Developing a consortium on technology among the local governments,centre for environmental studies, non-governmental institutions and adat communities.
The most effective way of benefit sharing is directly to the adat communities through an appointed traditional organization.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ansaar
Jakarta: Direktorat tradisi, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata , 2011
720.598 47 ANS a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>