Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54480 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darmoko
"Seni gerak dalam pertunjukan wayang sering disebut dengan sabetan. Dalam seni gerak wayang dikandung aturanaturan,
norma-norma atau wewaton yang merupakan konvensi yang dianut dan diacu oleh para seniman dalang ketika
menggerakkan wayang-wayangnya. Salah satu konvensi seni gerak dalam pertunjukan wayang yakni udanagara.
Udanegara yakni tatacara bertutur kata, bersikap, dan bertingkahlaku seorang tokoh dalam pertunjukan wayang, yang
di dalamnya dikandung etika dan estetika. Yang dimaksud gerak wayang meliputi, antara lain: menyembah, berjalan,
berlari, menari, terbang, dan perang. Gerak wayang tersebut berprinsip pada status sosial, tua-muda (usia), klasifikasi,
dan wanda tokoh-tokoh wayang. Dalam seni gerak wayang memperhatikan pula prinsip wiraga (benar dan tepatnya
action dalam gerak), wirasa (benar dan tepatnya penghayatan dalam gerak), dan wirama (benar dan tepatnya irama
dalam gerak). Langkah kerja penelitian ini dilakukan secara bertahap, yakni: pengumpulan data (menyaksikan
pergelaran wayang langsung, baik di televisi, live, wawancara kepada para dalang: studi kepustakaan; pengolahan data;
dan laporan penelitian. Penelitian ini menyimpulkan: gerak wayang terdiri dari dua pengertian, “luas” (totalitas gerak
tokoh) dan “sempit” (perang); gerak wayang dibatasi oleh konvensi (norma) yang disepakati para dalang (udanegara);
prinsip gerak wayang mengacu pada status sosial, usia (tua-muda), klasifikasi, dan wanda tokoh wayang; gerak wayang
dewasa ini telah banyak penggarapan, dinamis (tidak terlihat kendor). Perkembangan gerak wayang tersebut seiring
dengan pola pikir masyarakat yang semakin maju, kritis, dan dinamis.
Movement art in the puppet performances is often mentioned as sabetan. Puppet movement art, that contains rules,
norms, guidance (orientation) is convention that is observed and referred to guidance the dalang artists when they move
the puppets. One of the convention of movement in the puppet performance is udanagara. Udanegara, that contains
ethics and aesthetic, is the rules of speaking, attitude, and action for actors in the puppet performance. Puppet
movement include among others paying homage, walking, running, dancing, flying and fighting. That puppet
movement is based on social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet.
Therefore, the movement art of the puppet adopts basic wiraga (true or false action in the puppet movement), wirasa
(true or false feeling of puppet movement), and wirama (true or false rhythm in the puppet movement). Method in this
research will be conducted step by step: collection data (to watch of puppet performance on television, live
performance, dialogue with dalang artist), analysis of data, literary research, conclusion and reporting of the research.
This research concludes: puppet movement has of two meanings, large (totality of puppet movement) and narrow
(fighting); puppet movement refers to the conventions (norms), oriented by dalang artists (udanegara); basic of puppet
movement refers to social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet; now,
puppet movement becomes more and more creative and dynamic. The development of puppet movement in line with
the way of thinking of society that is more improved, critical, and dynamic."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
"Seni gerak dalam pertunjukan wayang sering disebut dengan sabetan. Dalam seni gerak wayang dikandung aturan-aturan, norma-norma atau wewaton yang merupakan konvensi yang dianut dan diacu oleh para seniman dalang ketika menggerakkan wayang-wayangnya. Salah satu konvensi seni gerak dalam pertunjukan wayang yakni udanagara. Udanegara yakni tatacara bertutur kata, bersikap, dan bertingkahlaku seorang tokoh dalam pertunjukan wayang, yang di dalamnya dikandung etika dan estetika.
Yang dimaksud gerak wayang meliputi, antara lain: menyembah, berjalan, berlari, menari, terbang, dan perang. Gerak wayang tersebut berprinsip pada status sosial, tua-muda (usia), klasifikasi, dan wanda tokoh-tokoh wayang. Dalam seni gerak wayang memperhatikan pula prinsip wiraga (benar dan tepatnya action dalam gerak), wirasa (benar dan tepatnya penghayatan dalam gerak), dan wirama (benar dan tepatnya irama dalam gerak). Langkah kerja penelitian ini dilakukan secara bertahap, yakni: pengumpulan data (menyaksikan pergelaran wayang langsung, baik di televisi, live, wawancara kepada para dalang: studi kepustakaan; pengolahan data; dan laporan penelitian.
Penelitian ini menyimpulkan: gerak wayang terdiri dari dua pengertian, ?luas? (totalitas gerak tokoh) dan ?sempit? (perang); gerak wayang dibatasi oleh konvensi (norma) yang disepakati para dalang (udanegara); prinsip gerak wayang mengacu pada status sosial, usia (tua-muda), klasifikasi, dan wanda tokoh wayang; gerak wayang dewasa ini telah banyak penggarapan, dinamis (tidak terlihat kendor). Perkembangan gerak wayang tersebut seiring dengan pola pikir masyarakat yang semakin maju, kritis, dan dinamis.

Movement art in the puppet performances is often mentioned as sabetan. Puppet movement art, that contains rules, norms, guidance (orientation) is convention that is observed and referred to guidance the dalang artists when they move the puppets. One of the convention of movement in the puppet performance is udanagara. Udanegara, that contains ethics and aesthetic, is the rules of speaking, attitude, and action for actors in the puppet performance.
Puppet movement include among others paying homage, walking, running, dancing, flying and fighting. That puppet movement is based on social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet. Therefore, the movement art of the puppet adopts basic wiraga (true or false action in the puppet movement), wirasa (true or false feeling of puppet movement), and wirama (true or false rhythm in the puppet movement). Method in this research will be conducted step by step: collection data (to watch of puppet performance on television, live performance, dialogue with dalang artist), analysis of data, literary research, conclusion and reporting of the research.
This research concludes: puppet movement has of two meanings, large (totality of puppet movement) and narrow (fighting); puppet movement refers to the conventions (norms), oriented by dalang artists (udanegara); basic of puppet movement refers to social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet; now, puppet movement becomes more and more creative and dynamic. The development of puppet movement in line with the way of thinking of society that is more improved, critical, and dynamic."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Ghika Pratiwi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai alasan-alasan yang dapat dibenarkan dalam mengajukan permohonan dispensasi kawin. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan 6 (enam) contoh penetapan dispensasi kawin, baik pengadilan negeri maupun pengadilan agama, yang masing-masing memiliki alasan-alasan yang berbeda dalam meminta dispensasi kawin ke pengadilan. Setiap penetapan dianalisis berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mengenai batas umur untuk melangsungkan perkawinan diatur dalam pasal 7 ayat (1). Tujuan dari penelitian ini agar masyarakat dapat mengetahui dan juga memahami dengan baik, alasan-alasan apa yang dapat dibenarkan dalam penetapan dispensasi kawin. Alasan-alasan tersebut harus dipertimbangkan dengan memperhatikan kepentingan anak-anak yang masih dibawah umur tersebut, agar tujuan perkawinan dalam membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal dapat terwujud.

ABSTRACT
This thesis is discussing about the reasons that can be justified for submitting a
request for dispensation of marriage. Using the normative juridical research with
qualitative approaches. Six examples of the court ascertainment of dispensation of
underage marriage were shown, both district court and religious court, each one has
different reason in order to be allowed for underage marriage. Each determination
of court was analyzed based on the positive laws and regulations in Indonesia,
especially Law of Marriage No. 1 Year 1974, article 7 paragraph 1, regarding age
requirement for conducting marriage. The purpose of this research is to give decent
information about the regulation and the fact of underage marriage in Indonesia."
2017
S66321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Jannes
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S19472
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrina Primadewi Yowono
"Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu prinsip yang dianut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu calon suami istri harus matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur batas usia kawin bagi laki-laki 19 (sembilan belas) tahun dan perempuan 16 (enam belas) tahun. Perkawinan di bawah umur dapat dilakukan dengan mengajukan dispensasi ke pengadilan namun melanggar hak-hak anak. Anak adalah generasi penerus bangsa yang harus dilindungi hak-haknya. Anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif. Sehingga data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan dengan alat studi dokumen dengan cara penelusuran bahan-bahan hukum yang bersifat primer, sekunder dan tersier. Keseluruhan data yang diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang timbul pada perkawinan di bawah umur menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan sejauh apa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 mengatur mengenai perlindungan anak khususnya anak yang mengalami eksploitasi secara ekonomi.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 belum dapat memberikan perlindungan hukum bagi anak yang melakukan perkawinan di bawah umur. Penerapan sanksi pun tidak di atur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 berbeda dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 yang sudah memberikan perlindungan bagi anak yang menjadi korban eksploitasi secara ekonomi. Selain itu, Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 sudah memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam eksploitasi anak secara ekonomi. Perlunya penyuluhan hukum kepada masyarakat pedesaan mengenai perlindungan anak terhadap perkawinan di bawah umur.

Marriage is a body and soul bond between a man and a woman as husband and wife in purpose to make a happy and permanent family (house hold) based on belief in one an only God. One of the principal which is followed by Law of Marriage, Number 1 Year 1974, a future husband and wife have to be mature body and soul so they can accomplish the aim of a marriage in a proper way, and don't have to ended in divorcement, and have well children. Article 7 Clause (1) Law of Marriage Number 1 Year 1974 set the limit of age for having a marriage, 19 (nineteen) years old for men and 16 (sixteen) years old for women. Under age marriage can be held when we propose an exemption to the court, but of cours, it is againts the juvenile rights. Children are the future hope of a nation and we have to protect their rights. Children have rights to live and grow up and protected from any violence and discrimination.
This research is a desktop study with judicial and normative characteristic.
The aim of this research in to figure how far the Law of Marriage Number 1 Year 1974 and the Law on Child Protection Number 23 Year 2002 set about the child protection, especially a children with economic exploitation. The research itself uses the data which is gained by interviewing resources and desktop study. Also, it uses a qualitative method to restate the collected data for being analyzed.
The conclusion is that the Law of Marriage Number 1 Year 1974 hasn?t been able to give enough protection for children who have under age marriage. The application of the sanction even is not set in the law itself. It is different from the Law on Child Protection Number 23 Year 2002 which has given the protection for the victim of economic exploitation. In addition, the Law of Child Protection Number 23 Year 2002 has set the sanctions to all of the parties who get involved in economic exploitation againts children. It is clear that we need to give a law elucidation to rural society about under age marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25321
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Martina Marwanti
"Ruang lingkup penelitian ini, yaitu gambaran umum lembaga, latar belakang kehidupan lansia, aktivitas lansia di dalam panti, hubungan sosial lansia dengan penghuni panti termasuk dengan lansia lainnya jugs dengan pengasuh, tanggapan dan harapan lansia terhadap pelayanan yang telah diterimanya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia penghuni panti, dengan menggunakan teknik penarikan purposive sampling, dipilih 7 informan lansia. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Panti sebagai unit penelitian dan lansia sebagai unit analisisnya.
Hasil penelitian: Sebagian besar lansia yang tinggal di panti adalah mereka yang hidupnya terlantar, dengan karakteristik miskin dan tidak mempunyai keluarga (hidupnya sebatang kara). Adapula lansia yang masih mempunyai keluarga (anak-anaknya) tetapi tinggal di panti. Aktivitas sehari-hari para lansia, tergantung dari keadaan jasmani dan rohani masing-masing, ada lansia aktif dan pasif. Pada lansia aktif kurang mempunyai aktivitas yang produktif. Secara umum hubungan sosial para lansia dengan lansia lainnya di panti werdha, bisa dikategorikan kurang terjalin dengan baik. Nampaknya latar belakang lansia penghuni panti yang sangat beragam, membuat para lansia agak sulit dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hubungan sosial lansia dengan pengasuh, hanyalah sebatas sampai sejauh mana pengasuh memberikan bantuan (secara fisik) kepada lansia. Sebaliknya bantuan yang bersifat psikis dan sosial jarang dilakukan oleh para pengasuh. Terhadap pelayanan yang telah diberikan, para lansia merasa kebutuhannya belum dapat dipenuhi oleh pihak panti. Mereka hanya bisa bersikap pasrah pada nasib.
Kesimpulan : Pelayanan yang diberikan oleh pihak panti belum mampu memungkinkan perasaan "at home" (kerasan) bagi mereka yang menjadi penghuninya. Kerasan yang dimaksudkan disini tidak bisa diukur sekedar dengan kriteria materiil, atau fisik, tentunya juga tergantung dari faktor-faktor psikologis/sosial, seperti kelaziman yang berlaku, cara-cara seseorang mendapat perlakuan, atau tanggapan dari lingkungan sekitarnya. Ada kecenderungan pelayanan yang diberikan kepada mereka hanya dianggap sebagai proses pertolongari di "terminal tunggu menjelang akhir"."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maswardi
"Pembangunan kesehatan di Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat fertilitas dan mortalitas, serta mampu meningkatkan angka harapan hidup, sehingga stuktur usia penduduk di suatu negara mulai bergeser menjadi semakin tingginya prosentase penduduk lanjut usia dibanding anak-anak dan remaja. Peningkatan ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik fisik, mental, psiko sosial, dan ekonomi. Untuk itu lansia memerlukan perhatian khusus sesuai dengan keberadaannya.
Perubahan sosial yang terjadi memerlukan penyesuaian-penyesuaian yang kadangkala melahirkan masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Salah satu aspek kehidupan masyarakat Minangkabau yang cenderung berubah adalah pergeseran pola kehidupan dari keluarga luas (extended family), ke bentuk keluarga inti (nuclear family). Pergeseran ini berpengaruh terhadap pola penyantunan lansia. Sebagai indikator terjadinya perubahan pola penyantunan terhadap lansia adalah dengan semakin diminatinya keberadaan panti werdha dalam masyarakat Minangkabau yang kita kenal dengan konsep keluarga luas dan kolektivitas yang tinggi.
Metode penelitian ini menggunakan kualitatif dengan tipe studi kasus, untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang fenomena penyantunan lansia di panti werdha dalam masyarakat Minangkabau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan lansia disantuni di panti, latar belakang sosiodemografi, aspek ekonomi dan merantau terhadap penyantunan di panti, serta untuk mengetahui hubungan sosial antara sesama lansia, dengan pengasuh, dan dengan keluarga. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipasi, dan studi dokumentasi. Populasi adalah lansia yang disantuni di panti (80 orang) dari populasi ini diambil 11 orang informan. Informan penelitian ini adalah lansia yang disantuni di panti, pengurus panti, pengasuh, dan keluarga lansia.
Hasil analisis penelitian menyimpulkan empat faktor penyebab lansia disantuni di panti. Pertama, dari komposisi keluarga, tidak mempunyai anak sama sekali/semua anak sudah meninggal, atau punya anak laki-laki saja. Kedua, kesulitan ekonomi/keterlantaran. Ketiga, konflik keluarga. Keempat, sebagai ekses dari tradisi merantau dimana melemahnya hubungan kekerabatan dengan keluarga yang akan menyantuni.
Komunikasi dan interaksi sosial sesama lansia berlangsung cukup baik dan dalam batas kewajaran. Konflik yang terjadi sesama lansia disebabkan masalah kebersihan kamar/wisma, kecurigaan, perasaan iri atau dengki, dan perilaku teman yang kurang baik. Bila mengalami masalah para lansia berkonsultasi dengan teman, pengasuh, keluarga, dan dipendam sendiri, teman kurang berperan untuk menolong mengatasi permasalahan yang dialami lansia.
Hubungan sosial dengan pengasuh cukup harmonis. Pelayanan pengasuh berupa pelayanan kesehatan, kebersihan diri dan lingkungan, keamanan, dan pelayanan bimbingan psikologis. Tindakan pengasuh yang kurang menyenangkan bagi lansia adalah sering dipindah wismakan, mempekerjakan lansia, kesulitan memberikan asuhan karena pengasuh masih muda, dan kekakuan dalam memberikan pelayanan.
Hubungan sosial dengan keluarga sudah terputus, terputusnya hubungan disebabkan konflik keluarga. Ditemukan juga hubungan sosial dengan keluarga masih berlangsung, tetapi dengan intensitas dan kualitas yang sangat rendah.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada keluarga untuk memberikan perhatian dan kepedulian terhadap lansia yang disantuni di panti. Kepada pimpinan panti, untuk mengadakan pelatihan pekerjaan sosial bagi pengasuh panti, dan lebih meningkatkan supervisi atau pengawasan. Kepada pengasuh untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan lansia di panti, lebih luwes dan tidak kaku dalam memberikan pelayanan, serta lebih proaktif dalam memberikan pengasuhan. Kepada petugas administrasi diharapkan dapat mengisi data para warga binaan secara lengkap.

Analysis the Phenomenon of Elderly People Handout at Panti Werdha in Minangkabau Society (A Case Study at Panti Werdha "Sabai Nan Aluih", Sicincin, Kabupaten Padang Pariaman, 2002)The development of health in Indonesia has successfully decreased fertility and mortality level, and been able to increase living-hope rate, so that the structure of the inhabitant's age in a country starts to move to a high percentage of old-aged inhabitants compared to that of children and teenagers. The increase influences various aspects of life physically, mentally, psycho-socially, and economically. Therefore, old-aged people need special attention appropriate with their existence.
Social changes that happen need adoptions which sometimes cause social problems in people. One of the aspects of Minangkabau society that tends to become different is the change of extended family life pattern to nuclear family life pattern. This change effects on the pattern of old-aged people handout. The indicator of the pattern change is a high interest of panti werdha existence in Minangkabau society, known as extended family concept and high collectivity.
The research used qualitative method with case study type as to get further information about old-aged people hand-out phenomenon at panti werdha in Minangkabau society. The objective of the research is to find out what factors that cause old-aged people being handed-out at the panti, socio demography background, economy aspects, home-leaving aspect, and social relation among old-aged people, between old-aged people and their nursemaid, and between old-aged people and their family. The data is collected by thorough interviews, participation observation, and documentation study. The population is the old-aged people who have need handed-out at the panti (80 people), eleven people of whom were taken as informer. The informers of the research are old-aged people handed-out at the panti, the management of the panti, the nursemaids, and the old-aged people's families.
The result of the research concludes that there are four factors that cause why old-aged people are being handed-out at the panti. First, it can be seen from family composition; without any children/all children died, or with only one son. Second, economy difficulty/neglection. Third, family conflict. Fourth, it is caused by home-leaving traditions that weaken relative relationship with the family who will hand out.
Communication and social interaction amongst old-aged people run well and still inside the fittingness. Conflicts that happen amongst old-aged people are caused by the room cleanliness, suspiciousness, jealousy, and bad friend behavior. If the old-aged people have problems, they consult with their friends, nursemaid, family, and they keep with themselves. Friends, how ever, have fewer roles to help overcoming their problems.
Social relation with the nursemaids is quite harmonic. The nursemaid service are such as health service, self-sanitary & environmental sanitary, security, and psychological guidance service. The uncomfortable behavior of the nursemaids is moving the old-aged people to another room often, employing them, having difficulty of taking care because the nursemaid is still young and giving service stiffly.
Social relation with the family has been cut off, caused by a family conflict. This research also found that social relation still goes on but with low intensity and quality.
Based on the research, it is suggested that the family gives attention and care to old-aged people handed-out at the panti. The head of the panti should hold training for Social Workers for the nursemaids. The head of the panti should also improve their supervision or controlling. The nursemaids should participate in old-aged people's activities/events at the panti, they should be more flexible and not stiff while giving the service, more pro-active while taking care of the old-aged people. The administration staff should fill the data of the panti inhabitant completely."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 4468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khanifah
"Dakwah nikah muda di media sosial Instagram melibatkan akun dakwah @gerakannikahmuda dan para selebgram pelaku nikah muda seperti @alvin_411, @larissachou, @natta_reza, dan @wardahmaulina_ yang memiliki pengikut ribuan sampai jutaan. Penelitian ini memetakan bagaimana identitas religius anak muda muslim dikonstruksi melalui narasi-narasi dakwah digital di media sosial baik oleh akun dakwah @gerakannikahmuda maupun akun-akun selebgram pelaku nikah muda sebagai religious influencer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui etnografi digital dengan pendekatan cultural studies untuk melihat bagaimana keterkaitan antara dakwah digital dengan konstruksi identitas religius anak muda muslim masa kini. Ditemukan bahwa dakwah nikah muda dalam akun @gerakannikahmuda dilakukan dengan strategi membangun rasa takut dan meromantisisasi nikah muda yang menunjukkan praktik digital religion. Sementara identitas religius anak muda muslim urban dikonstruksi melalui narasi kesalihan berupa penolakan terhadap pacaran dan dukungan terhadap nikah muda, serta Islamisasi gaya berpakaian perempuan dan domestikasi perempuan dinegosiasikan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam arus dakwah nikah muda di Instagram sehingga pemaknaannya pun tidak tunggal, baik oleh para selebgram pelaku nikah muda maupun anak muda muslim sebagai audiens yaitu ada yang mengafirmasi dan ada yang menolak narasi dakwah tersebut. 

Young marriage da’wa on Instagram involved da’wa accounts @gerakannikahmuda and young married celebgram couples like @alvin_411, @larissachou, @natta_reza, and @wardahmaulina_ who have thousands and millions followers. This research described how muslim youth religious identity is constructed through digital da’wa narration in social media da’wa accounts like @gerakannikahmuda and young married couples as religious influencers. The methode used in this research is qualitative method using digital ethnography with cultural studies approach to understand how digital da’wa and muslim youth identity construction are related. The research finds that there are two strategies used by @gerakannikahmuda in their da’wa that shows digital religion practices. Those strategies are building fear and romanticizing young marriage. Meanwhile, urban muslim youth religious identity is constructed through piety narration that condemn courthsip and encourage young marriage, islamization on women’s clothing style, and the domestication of women. Those are being negotiated by young married couples and da’wa audiences so the interpretation is vary: either affirming or disavowing the da’wa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luly Prastuty
"Sebagai film bertema persahabatan perempuan, Bebas (2019) merefleksikan realita kehidupan perempuan urban di Indonesia yang harus bertahan di tengah kuasa patriarki kapitalisme. Dengan teori representasi Stuart Hall, strategic sisterhood dan girlfriend gaze Alison Winch, teori film dan elemen mise-en-scne, tesis ini menguraikan bagaimana representasi strategic sisterhood yang melambangkan kebebasan dan fungsi strategic sisterhood bagi pengembangan diri perempuan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa film ini masih mengafirmasi kuasa-kuasa dominan patriarki dan kapitalisme. Meskipun telah mematuhi standar sosial, representasi perempuan saat dewasa tidak satu pun yang ditampilkan bahagia. Pada kondisi tersebut, perempuan melakukan upaya-upaya melalui solidaritas persahabatan perempuan. Wujud strategic sisterhood yang dilakukan yaitu solidaritas secara fisik dan materi. Di sini, perempuan dengan kelas sosial berbeda saling memberikan manfaat dengan cara yang berbeda. Namun di sisi lain, kelompok persahabatan menempatkan mereka yang mapan mendominasi. Inilah mengapa, sebagai perempuan, mereka harus bernegosiasi dan menempatkan diri agar kehidupan mereka lebih mudah. Bebas (2019) mengonstruksi perempuan yang bisa jauh lebih berdaya ketika tergabung dalam kelompok dan merana jika sendirian. Tesis ini merupakan kajian Cultural Studies karena menganalisis film sebagai produk budaya yang mengandung isu-isu terkait konstruksi citra perempuan dan relasi kuasa dalam realita perempuan urban Indonesia.

As a female friendship film, Bebas (2019) reflects the reality of urban women's lives in Indonesia, who have to survive amid the patriarchal power of capitalism. Using Stuart Hall's representation theory, strategic sisterhood and girlfriend gaze Alison Winch, film theory and mise-en-scne elements, this thesis describes how strategic sisterhood symbolizes freedom and the function of strategic sisterhood for women's self-development. The study results conclude that this film still affirms the dominant powers of patriarchy and capitalism. Despite complying with social standards, none of the female representations as adults are happy. In these conditions, women make efforts through women's friendship solidarity. The forms of strategic sisterhood are physical and material solidarity thus friendship groups highlight those who dominate. It is why, as women, they have to negotiate and position themselves to make their lives easier. Bebas (2019) constructs women who can be much more empowered when joined in a group and languish when alone. This thesis is a Cultural Studies research because it analyzes film as a cultural product that contains issues related to the construction of women's images and power relations in the reality of Indonesian urban women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusdiah Eny Subekti
"ABSTRAK
Lansia merupakan kelompok rentan yang memiliki penyakit kronik karena
menurunnya kemampuan fisik, psikologis dan sosialnya. Prevalensi lansia DM di
Jawa Barat mengalami peningkatan dari 1,3% menjadi 2% di tahun 2013. Lansia
memerlukan dukungan dari masyarakat sekitarnya, terutama kader dalam
memberikan pelayanan kesehatan terkait DM. Salah satu jenis pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada kelompok lansia di posbindu PTM diantaranya
pemeriksaan adanya gula dalam urine sebagai deteksi awal adanya penyakit
diabetes mellitus, pemeriksaan aktivitas sehari ? hari, pemeriksaan status gizi, dan
kegiatan olah raga. Dukungan dari keluarga, teman, dan kader kesehatan sangat
penting untuk membuat perubahan gaya hidup dalam hal diet dan pola aktivitas.
Praktik residensi bertujuan memberi gambaran pemantauan diet dan aktivitas
sebagai bentuk pemberdayaan kader dalam mempertahankan kadar gula darah
pada lansia DM. Hasil evaluasi kegiatan didapatkan : terjadi peningkatan
pengetahuan kader dari rata-rata 3,29 menjadi 9,84; peningkatan sikap kader dari
rata-rata 33,29 menjadi 36,50; peningkatan keterampilan kader dari rata-rata 29,29
menjadi 32,50, dan penurunan kadar gula setelah dilakukan pemantauan diet dan
aktivitas sebesar 63%. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan secara individual
maupun berkelompok oleh petugas kesehatan atau kader yang telah mendapat
pelatihan. Pemberdayaan kader dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan kader. Puskesmas perlu memberikan bimbingan dan pembinaan bagi
kader kesehatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan lansia DM. ABSTRACT
Elderly who is vulnerable groups have the disease chronicle because declines in physical
performance, social and psychological. The prevalence of seniors dm in west java has increased
from 1.3 % to 2 percent in 2013. Elderly requiring support from the community surrounding,
especially kaders in providing health services associated dm on elderly. One of the health
services provided for the elderly in posbindu PTM examination of the sugar in urine as the
detection of the beginning of disease diabetes mellitus, the daily activities investigation day, a
nutrition status, and activities sports. Support of the family, friends, and healthcare very
important to make lifestyle change in the diet and the activity. The research aims to give a sense
of monitoring of diet and activity as a form of cadres in empowerment maintain blood sugar
concentration on elderly dm. The evaluation of these activities : increased cadre of knowledge
than average 3,29 become 9,84. Increased cadre of attitude than average 33,29 become 36,50.
Cadres increasing skill than average 29,29 become 32,50. The decline in a sugar after monitoring
diet and activity of 63 %. Health education can be carried out individual and groups for health
workers or cadres have received the training. Empowerment cadres can increase of knowledge ,
attitudes and skill cadres. Puskesmas needs to give guidance and flanking for health cadres to
increase the care of nursing elderly dm. ;Elderly who is vulnerable groups have the disease chronicle because declines in physical
performance, social and psychological. The prevalence of seniors dm in west java has increased
from 1.3 % to 2 percent in 2013. Elderly requiring support from the community surrounding,
especially kaders in providing health services associated dm on elderly. One of the health
services provided for the elderly in posbindu PTM examination of the sugar in urine as the
detection of the beginning of disease diabetes mellitus, the daily activities investigation day, a
nutrition status, and activities sports. Support of the family, friends, and healthcare very
important to make lifestyle change in the diet and the activity. The research aims to give a sense
of monitoring of diet and activity as a form of cadres in empowerment maintain blood sugar
concentration on elderly dm. The evaluation of these activities : increased cadre of knowledge
than average 3,29 become 9,84. Increased cadre of attitude than average 33,29 become 36,50.
Cadres increasing skill than average 29,29 become 32,50. The decline in a sugar after monitoring
diet and activity of 63 %. Health education can be carried out individual and groups for health
workers or cadres have received the training. Empowerment cadres can increase of knowledge ,
attitudes and skill cadres. Puskesmas needs to give guidance and flanking for health cadres to
increase the care of nursing elderly dm. ;Elderly who is vulnerable groups have the disease chronicle because declines in physical
performance, social and psychological. The prevalence of seniors dm in west java has increased
from 1.3 % to 2 percent in 2013. Elderly requiring support from the community surrounding,
especially kaders in providing health services associated dm on elderly. One of the health
services provided for the elderly in posbindu PTM examination of the sugar in urine as the
detection of the beginning of disease diabetes mellitus, the daily activities investigation day, a
nutrition status, and activities sports. Support of the family, friends, and healthcare very
important to make lifestyle change in the diet and the activity. The research aims to give a sense
of monitoring of diet and activity as a form of cadres in empowerment maintain blood sugar
concentration on elderly dm. The evaluation of these activities : increased cadre of knowledge
than average 3,29 become 9,84. Increased cadre of attitude than average 33,29 become 36,50.
Cadres increasing skill than average 29,29 become 32,50. The decline in a sugar after monitoring
diet and activity of 63 %. Health education can be carried out individual and groups for health
workers or cadres have received the training. Empowerment cadres can increase of knowledge ,
attitudes and skill cadres. Puskesmas needs to give guidance and flanking for health cadres to
increase the care of nursing elderly dm. ;Elderly who is vulnerable groups have the disease chronicle because declines in physical
performance, social and psychological. The prevalence of seniors dm in west java has increased
from 1.3 % to 2 percent in 2013. Elderly requiring support from the community surrounding,
especially kaders in providing health services associated dm on elderly. One of the health
services provided for the elderly in posbindu PTM examination of the sugar in urine as the
detection of the beginning of disease diabetes mellitus, the daily activities investigation day, a
nutrition status, and activities sports. Support of the family, friends, and healthcare very
important to make lifestyle change in the diet and the activity. The research aims to give a sense
of monitoring of diet and activity as a form of cadres in empowerment maintain blood sugar
concentration on elderly dm. The evaluation of these activities : increased cadre of knowledge
than average 3,29 become 9,84. Increased cadre of attitude than average 33,29 become 36,50.
Cadres increasing skill than average 29,29 become 32,50. The decline in a sugar after monitoring
diet and activity of 63 %. Health education can be carried out individual and groups for health
workers or cadres have received the training. Empowerment cadres can increase of knowledge ,
attitudes and skill cadres. Puskesmas needs to give guidance and flanking for health cadres to
increase the care of nursing elderly dm. ;Elderly who is vulnerable groups have the disease chronicle because declines in physical
performance, social and psychological. The prevalence of seniors dm in west java has increased
from 1.3 % to 2 percent in 2013. Elderly requiring support from the community surrounding,
especially kaders in providing health services associated dm on elderly. One of the health
services provided for the elderly in posbindu PTM examination of the sugar in urine as the
detection of the beginning of disease diabetes mellitus, the daily activities investigation day, a
nutrition status, and activities sports. Support of the family, friends, and healthcare very
important to make lifestyle change in the diet and the activity. The research aims to give a sense
of monitoring of diet and activity as a form of cadres in empowerment maintain blood sugar
concentration on elderly dm. The evaluation of these activities : increased cadre of knowledge
than average 3,29 become 9,84. Increased cadre of attitude than average 33,29 become 36,50.
Cadres increasing skill than average 29,29 become 32,50. The decline in a sugar after monitoring
diet and activity of 63 %. Health education can be carried out individual and groups for health
workers or cadres have received the training. Empowerment cadres can increase of knowledge ,
attitudes and skill cadres. Puskesmas needs to give guidance and flanking for health cadres to
increase the care of nursing elderly dm. "
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>