Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84782 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lillah
"ABSTRAK
Pada waktu sekarang VDRL dan TPHA telah direkomendasi oleh WHO sebagai pemeriksaan penyaring penyakit sifilis dan FTA ? Abs sebagai tes konfirmasi.
Dengan tujuan untuk mendapatkan prevalensi VDRL reaktif, maka dilakukan pemeriksaan VDRL terhadap 2531 sampel yang berasal dari kelompok risiko tinggi. Kelompok WTS, pramuria dari kelab malam dan panti pijat, serta waria sejumlah 1973 sampel, penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan 509 sampel, serta panti asuhan yang merawat penderita ketergantungan obat 49 sampel.
Persentase VDRL positif terbesar ditemukan pada waria. Terlihat kecenderungan peningkatan VDRL positif pada kelompok WTS. Pada penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan VDRL positif cukup tinggi. Dari penghuni panti asuhan tidak ditemukan hasil reaktif
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhti Okayani
"Di Indonesia, malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian.Obat malaria yang digunakan dalam program Nasional di Indonesia yaitu kombinasi Artesunat dengan Amodialuin, di laboratorium amodiakuin sudah terbukti bereaksi silang dengan klorokuin sehingga dikhawatirkan kombinasi artesunat-amodiakuin penggunaannya tidak akan bertahan lama di Indonesia. Hal ini didukung dengan data di lapangan yang memperlihatkan variasi efektifitas artesunat-amodiakuin di berbagai daerah malaria. Laporan uji efikasi artesunat-amodiakuin di Lampung memperlihatkan efektifitasnya 80% terhadap P.falciparum. karena itu diperlukan kombinasi artemisinin lain yang aman, efektif, murah, dapat digunakan balk Untuk P.falciparum dan P.vivax serta tidak mengandung komponen yang bereaksi silang dengan klorokuin_ Untuk itu digunakan alternatif kombinasi Dihidroartemisinin --- Piperakuin sebagai pilihan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan risiko kejadian yang tidak diitiginkan pada terapi dengan pengobatan kombinasi dihidroartemisinin-piperakuin dibandingkan terapi Artestinat-Amodiakuin untuk penderita malaria P.falciparum tanpa komplikasi. Penelitian dilakukan di Puskesmas Hanura, Kabupaten Lampung Selatan, propinsi Lampung. Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitian Uji Klink Acak terkontrol atau Randomized Controlled Trial (RCT), Uji klinis terbuka (open trial) . Penelitian dilakukan mulai September 2005 sampai November 2006. Dengan pertimbangan waktu, tenaga dan biaya, pada penelitian ini menggunakan jumlah sampel sebanyak 106 orang (55 orang untuk dihidroartemisinin-piperakuin dan 51 orang untuk artesunat-amodiakuin). Analisis statistik yang dilakukan adalah analisis univariat, bivariat dengan Chi Square dan multivariat dengan logistic regression dengan backward elimination.
Proporsi kejadian yang tidak diinginkan yang timbul dengan pemakaian obat malaria DHA-Piperakuin , yaitu Sakit kepala, lesu dan lemah, gangguan pada sistim gastro intestinal, dan Gangguan lain pada hari 1-3 adalah 69%, 67%, 60%, 67% berurutan, dan untuk Artesunat-Amodiakuin 67%, 67%, 76,5%, 67% berturutan. Pada hari 7-28 kejadian yang tidak diinginkan yang timbul dengan pemakaian obat malaria DHA-Piperakuin seperti disebutkan diatas, yaitu 24%, 7%, 9%, 24% berurutan, dan untuk Artesunat-Amodiakuin 24%, 18%, 14%, 23,5% berturutan. Perbandingan proporsi terjadinya kejadian yang tidak diinginkan dengan penggunaan obat DHA-Piperakuin mempunyai risiko relatif lebih sedikit atau hampir sama dibandingkan penggunaan obat Artesunat-Amodiakuin.

Malaria needs to be taken into consideration in Indonesia, in particular in Eastern part, as its incidence rate is still high thereby causing high mortality rate amongst the children under five years of age and bearing women. To date, a drug combination of Artesunate-Amodiaquine is widely used by the Indonesia National Program. However, this combination seems unlikely to be chosen in the future as Amodiaqume was experimentally proven to cause a cross-reaction to Chloroquine. Moreover, several data from the field showed a wide diversity of the effectivity of this drug combination, In example, an efficacy trial performed in Lampung has shown the 80% effectivity of this combination drug administration. Consequently, another drug combination,.e.g. Dihydroartemisinine (DHA) - Piperaquine to be considered as an alternate drug of choise.
This study aims to investigation the risk discrepancies of Adverse Event (AEs) between DHA-Piperaquine and Artesunate-Amodiaquine administration during therapy in P.falciparum malaria patients without complication. This study uses a randomized Controlled Trial (RCT), open trial was conducted at health district Hanura, South Lampung from September 2005 to November 2006. 106 subjects (55 with DHA-Piperaquine and 51 with Artesunate Amodiaquine administration) were included due to time, financial and energy constraints in this study. Findings were analyzed using linivariate, Bivariate with the Chi Square test and the logistics regression with backward elimination (Multivariate analysis).
This study result shows that on day 1 to 3, the AEs due to DHA - Piperaquine administration were headache, weakness, gastrointestinal disturbance, an others of 69%, 67%, 60%, 67% respectively, while those of Artesunate - Amodiaquine were of 67%, 67%, 76,5%, 67% respectively. On day 7 to 28, the AEs due to DHA Piperaquine administration were definitely similar to above mention AEs of 24%, 7%, 9%, 24% respectively, while AE rate after Artesunate-Amodiaquine administration were 24%, 18%, 14%, 23,5% respectively. The DHA-Piperaquine appeared to have less or almost the same the mild AEs of Artesunate-Amodiaquine administration."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19034
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasi Widuri
"ABSTRAK
Sifilis disebabkan oleh Treponemapallidum, yang merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik. Selama, dapat menyerang seluruh organ tubuh. Terdapat masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh. Penularan dapat melalui kontak seksual, melalui transfusi darah, dan dari ibu ke anak (sifilis kongenital).Saat ini diagnosis ditegakkan dengan uji serologi untuk mendeteksi antibodi IgM anti Treponemal yang diproduksi dalam dua minggu setelah infeksi diikuti terbentuknya antibodi IgG dua minggu atau empat minggu setelah infeksi. Pemeriksaan uji saring serologi terhadap Treponema pallidum untuk darah donor di Unit Transfusi Darah, menggunakan uji saring serologiyang spesifik terhadap Treponema. Pemeriksaan dengan metoda ELISA dapat mendeteksi antibodi IgG maupun IgM yang spesifik terhadap Treponema. Hasil uji ELISA dapat menyebabkan ditolaknya darah donor yang mengandung antibodi. Padahal sebenarnya sudah tidak infeksius lagi, karena sudah tidak mengandung bakteri penyebab. Pada kasus sifilis primerhasil serologi negatif palsumungkin terjadi karena adanya masa jendela. Di sisi lain hasil serologi positif palsudapat terjadi karena antibodi yang terbentuk dari infeksi masa lalu. Pemeriksaan PCR mempunyai nilai potensi yang besar untuk diagnosis sifilis primer. Keuntungan dari PCR real-time adalah kemampuannya mendeteksi patogen secara langsung. PCR real-time mendeteksigen polATreponema pallidum, yang merupakan gen spesifikTreponemapallidum, dantidakadareaksisilangdengannon Treponema.
Metodologi.Pada penelitian ini dilakukan deteksi DNA Treponema pallidum pada 350 sampel darah donor dengan hasil uji serologi antibodi terhadap Treponema pallidum reaktif dan non reaktif, masing masing 175 sampel, menggunakan metoda ELISA.
Hasil. Deteksi DNA Treponema pallidum menggunakan metoda PCR real-time didapatkan hasil, yaitu 41/350 sampel atau 11,71% adalah positif mengandung DNA Treponema pallidum dan 309/350 sampel atau 88,29% tidak mengandung DNA Treponema pallidum. Pada sampel darah yang mengandung antibodi terhadap Treponema pallidum yang non reaktif, ada yang terdeteksi positif mengandung DNA Treponema pallidum sebesar 21 sampel Hal ini berarti masih ada resiko penularan penyakit sifilis kepada resipien sebesar 5,71% (21/175)
Simpulan. Deteksi DNA Treponema pallidum pada darah donor berdasarkan pemeriksaan PCR real-time adalah sebesar 11,71%, dan masih ada resiko penularan penyakit sifilis kepda resipien sebesar 5,71%

ABSTRACT
Syphilis is caused by Treponema pallidum, which is a chronic and systemic diseases . During the course of the disease, can affect all organs of the body. There is a latency period without manifestations of lesions in the body. Transmission can be through sexual contact, through blood transfusion, and from mother to child ( congenital syphilis ). This time the diagnosis is made by serological test for the detection of anti- treponema IgM antibodies produced in two weeks after infection followed by the formation of IgG antibodies two weeks or four weeks after infection. Examination of serological screening of blood donors to Treponema pallidum in Blood Transfusion Services, using specific serological screening test for Treponema with ELISA method can detect IgG and IgM antibodies specific to Treponema. ELISA test results can lead to rejection of donor blood that contains antibodies. When in fact it is not infectious anymore, because it does not contain bacteria. In case of primary syphilis serology false negative results may occur because of the window period. On the other hand the false positive serological results may occur because the antibodies from past infections. PCR has great potential value for the diagnosis of primary syphilis. The advantage of real -time PCR is the ability to detect pathogens directly. Real-time PCR to detect gene PolATreponema pallidum, which is a specific gene of Treponema pallidum, and no cross-reactions with non Treponema.
Methodology. In this research, the examination of 350 samples of blood donors with serologic test results for antibodies to Treponema pallidum reactive and non- reactive using ELISA method, will be investigated using real -time PCR method.
Results. Detection of Treponema pallidum DNA using real-time PCR method obtained results, 41/350 or 11.71% of samples were positive for DNATreponema pallidum DNA and 309/350 or 88.29% of samples did not contain Treponema pallidum DNA. In blood samples containing antibodies against Treponema pallidum is non reactive, there were detected positive for Treponema pallidum DNA samples of 21. This means that there is still a risk of transmission of syphilis to the recipient amounting to 5.71%
Conclusion . Detection DNA Treponema pallidum in blood donors by real -time PCR assay is 11.71 % and still a risk of transmission os syphilis to the recipient about 5,71%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butar Butar, Marta
"Latar Belakang : Berdasarkan angka kejadian sifilis pada kelompok LSL yang tercatat pada STBP Tahun 2011 cenderung meningkat sebesar 9 % (dari 4% menjadi 13%) dibandingkan STBP Tahun 2007. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis prediktor kejadian sifilis pada populasi LSL yaitu umur, tingkat pendidikan, status HIV, penggunaan kondom, konsumsi Napza/Napza suntik, konsumsi alkohol, jumlah pasangan seks dan pemeriksaan IMS.
Metode : Desain Penelitian cross sectional menggunakan data sekunder dari STBP 2015. Data di analisis dengan Cox regresion. Populasi penelitian yaitu kelompok LSL yang berasal dari 10 kabupaten/kota dengan jumlah sampel responden yaitu 1495 orang.
Hasil : Proporsi infeksi Sifilis pada kelompok LSL pada 10 kabupaten/kota di Indonesia adalah 15,7%. Ada hubungan yang bermakna antara status HIV (PR 2,05 (95% CI 1,58-2,66), Umur (20-24 tahun (PR 2,45, 95% CI 1,07-5,64), 25-29 tahun (PR 3,01, 95% CI 1,30-6,95), > 30 tahun (PR 2,42, 95% CI 1,04-5,65) dibandingkan LSL umur 15-19 tahun) dengan kejadian infeksi sifilis pada LSL dan ada interaksi antara alkohol dan pendidikan (LSL berpendidikan rendah yang minum alkohol (PR Interaksi 0,47 95% CI 0,23-0,96), LSL berpendidikan rendah tidak minum alkohol (PR Interaksi 1,34 95% CI 0,94-1,90) dan LSL berpendidikan tinggi yang minum alkohol (PR Interaksi 1,4 95% CI 1,03-1,90) dibandingkan LSL yang berpendidikan tinggi yang tidak minum alkohol) dengan kejadian infeksi sifilis pada LSL sedangkan penggunaan kondom, Napza/Napza suntik, jumlah pasangan seks lelaki dan pemeriksaan IMS tidak berhubungan secara statistik dengan nilai p > 0,05 dengan kejadian sifilis.

Background : Based on the incidence of Syphilis in delayed groups of MSM in STBP 2011 the symptoms increased by 9% (from 4% to 13%) compared to STBP Year 2007. The purpose of this study was predictors of syphilis infection in MSM population, age, education level, HIV status, Condoms, intake / drug consumption, alcohol consumption, number of sex partners and STI examination.
Method: The cross sectional study design used secondary data from STBP 2015. The data were analyzed by Cox regression. The population of the study were MSM group from 10 districts / cities with 1495 respondents.
Results: The proportion of Syphilis infections in MSM in 10 districts / cities in Indonesia was 15.7%. There was a significant relationship between HIV status (PR 2.05 (95% CI 1.58-2.66), Age (20-24 years (PR 2.45, 95% CI 1.07-5.64), 25 - 29 years (PR 3.01, 95% CI 1.30-6.95),> 30 years (PR 2.42, 95% CI 1.04-5.65) compared with men aged 15-19 years) with syphilis infection in MSM and there is an interaction between alcohol and education (low educated MSM who drink alcohol (PR Interaction 0.47 95% CI 0.23-0.96), low educated MSM who not drink alcohol (PR Interaction 1.34 95 % CI 0.94-1.90) and high educated MSM who drink alcohol (PR Interaction 1,4 95% CI 1.03-1.90) than high educated MSM who not drink alcohol with syphilis infection in MSM while condom use, drug/ injecting drug, number of male sex partners and STI examination were not statistically correlated (p> 0,05) with syphilis infection.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
R 616.5 ILM (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Meilinda Irianti Putri
"ABSTRAK
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Laboratorium Dinas Kesehatan Kota (DKK) Bukittinggi adalah satu-satunya laboratorium pemeriksaan kualitas air paket A dan paket C yang ada di wilayah Sumatera Barat bagian bagian utara yang dimanfaatkan bukan hanya oleh kota Bukittinggi tapi juga oleh kota/kabupaten di wilayah Sumatera Barat lainnya.
Proses pengelolaan sampel air saat ini masih dilakukan secara manual, sehingga memakan waktu yang cukup lama mulai dari registrasi tipe pemilihan pemeriksaan sampai dengan mengirimkan sampel kepada petugas oemeriksa (pranata laboratoium kesehatan). Proses kegiatan yang belum terkomputerisasi ini menyebabkan pencatatan dan pelaporan yang mendukung sistem informasi tentang pemeriksaan kualitas air sering tidak lengkap dan tidak akurat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem informasi pengelolaan sampel air pada UPTD Laboratorium DKK Bukittinggi agar didapatkan bentuk formulir dan penyajian yang terkomputerisasi yang dapat mempersingkat waktu.
Pengembangan sistem dalam penelitian ini menggunakan pendekatan terstruktur mengikuti tahapan siklus hidup pengembangan sistem. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi sistem di UPTD Laboratorium DKK Bukittinggi. Sistem yang dikembangkan berbentuk prototype.
Sistem informasi ini diharapkan menghasilkan infromasi yang cepat, tepat dan akurat yang dapat digunakan pihak manajemen dalam pengambilan keputusan untuk melakukan evaluasi pelayanan.

ABSTRACT
District Technical Unit (DTU) Laboratory of Bukittinggi District Health Office (DHO) is the only laboratory for water testing of Package A and Package C in northern West Sumatera. It is not only utilized by Bukittinggi but also by nearby areas in west Sumatera.
Water sample management is still in manual that is takes time longer starting from registration of testing type to sending sample to examiner (pranata laboratium kesehatan). The process is not computerized yet, and it causes incomplete and inaccurate reporting and recording of water quality test.
This research purpose to develop water sample management information system in DTU Laboratory of Bukittinggi DHO and to develop computerized forms and presentation that can reduce time of process.
This system development uses structured approach of system development life cycle (SDLC). The data collection process is by doing interview and observation in DTU Laboratory of Bukittinggi DHO. The system is developed in the form of prototype.
This system information is expected to produce rapid, appropriate and accurate information that can be used by management in making decision related to service evaluation."
2013
T41438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tabrani Rab
Riau: UIR Press, 1994
297.635 TAB s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Kartika Esti
"Latar belakang: Epidemi HIV secara global masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Pada tahun 2011 terdapat 2.5 juta (2.2 – 2.8 juta) kasus baru infeksi HIV di seluruh dunia, dengan kamatian karena AIDS mencapai 1.7 juta jiwa. Penularan infeksi HIV di Indonesia saat ini terutama melalui hubungan seks heteroseksual terutama terjadi dari WPS kepada pelanggan seks komersial, yaitu kelompok lelaki berperilaku risiko tinggi. Populasi ini merupakan jembatan penularan infeksi HIV (bridging population) dari populasi risiko tinggi ke populasi umum. Data menunjukkan jumlah laki-laki di Indonesia yang menjadi klien WPS lebih banyak dibandingkan pengguna napza suntik dan kelompok MSM (men who have sex with men). Prevalensi HIV pada kelompok LBT meningkat 7 kali lipat dari 0.1% (STBP 2007) menjadi 0.7% (STBP 2011). Keberadaan IMS meningkatkan kemudahan seseorang terkena infeksi HIV. Sebagian besar IMS akan menimbulkan peradangan dan kerusakan jaringan kulit/selaput lendir genital yang memudahkan masuknya HIV. Infeksi menular seksual dengan gejala ulkus genital, misalnya sifilis, menyebabkan kemudahan terkena infeksi HIV meningkat 4 – 6 kali. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh faktor perilaku seks yang berhubungan dengan infeksi HIV dengan mempertimbangkan penyakit sifilis sebagai efek modifikasi, pada populasi LBT 12 kabupaten/kota di Indonesia.
Metode: cross sectional, analisis data hasil STBP 2011.
Hasil: Prevalensi HIV pada LBT sebesar 0.7%, LBT dengan perilaku seks berisiko rendah sebesar 91.5%. Perilaku seks risiko tinggi terdapat pada 6.6% LBT dan 1.9% di antaranya berperilaku seks risiko sedang. Prevalensi LBT yang mengaku setia pada pasangan sebesar 49.8%. Kejadian infeksi HIV berhubungan secara signifikan dengan riwayat hubungan seks dengan WPS, setia pada pasangan, jumlah WPS dalam 1 tahun terakhir, penggunaan napza suntik, serta keluhan IMS. Keberadaan sifilis tidak memodifikasi efek perilaku seks terhadap infeksi HIV, karena kejadiannya kecil. Pada analisis multivariat didapat perilaku seks yang berisiko untuk tertular HIV adalah pernah berhubungan dengan WPS memiliki risiko tertular HIV dengan OR 2.113(0.883-5.052) dan pernah berhubungan dengan casual partner memiliki OR sebesar 1.347(0.506-3.589) setelah dikontrol dengan variabel penggunaan napza suntik dan keluhan IMS.

Background: Global HIV epidemic still reveal serious public health issue. In 2011 there was 2.5 million (2.2 – 2.8 million) HIV new cases worldwide with mortality reach 1.7 million people. Heterosexual transmission of HIV in Indonesia mainly occurs from FSW to their clients, which is identifying as high risk men (HRM). HRM population is HIV transmission bridging population from high to low risk population. Data shows FSW’s clients amounted much more than the IDUs or MSM. HIV prevalence in HRM had been increased 7 times from 0.1% (IBBS 2007) to 0.7% (IBBS 2011). The presence of STD increases risk of HIV infection, so that STD is believed as HIV infection cofactor. Most STD caused inflammation and genital mucosa/skin damage which make HIV infection easier. Genital ulcer disease, such as syphilis, raised HIV infection 4-6 times. This study aims to see sexual behavior effect on HIV infection with regard of syphilis as modification effect on HRM population in 12 districts in Indonesia.
Method: Cross sectional. The IBBS 2011 data analyses.
Result: HIV prevalence among HRM amounted 0.7%. Of 91.5% HRM have low risk of sexual behavior, 1.9% medium risk, and 6.6% experience high risk sexual behavior. 49.8% HRM was faithful. There was significant association between HIV infection and having sex with FSW, faithfulness, the amount of FSW in 1 year, injecting drug user, and the presence of STI symptoms. The presence of syphilis has not modified the association between sexual behavior and HIV infection, statistically. Multivariate analyses founded that having sex with FSW and/or casual partner were risky sexual behavior with OR of being infected by HIV were 2.113(0.883-5.052) and 1.347(0.506-3.589) respectively, after being controlled with variables injecting drug user and the presence of STI symptoms.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Evasari
"Sifilis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum subspesies pallidum (T. pallidum), merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik. Sifilis merupakan penyakit yang progresif dengan gambaran klinis aktif (stadium primer, sekunder, dan tersier) serta periode tidak bergejala (sifilis laten). Sifilis masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan 80-90% kasus baru terjadi di negara berkembang dengan sedikit atau tidak ada akses diagnostik. Sejumlah besar sifilis tidak bergejala. Akibatnya, sebagian sifilis tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan tatalaksana yang baik, sehingga berpotensi menimbulkan gejala sisa serius, manifestasi sifilis tersier, kardiovaskular, neurologik, oftalmologik, otologik, dan berlanjutnya rantai penularan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan rapid Test STANDARD Q Syphilis Ab dengan menggunakan spesimen serum dan darah kapiler dibandingkan dengan TPHA dalam mendeteksi sifilis pada populasi risiko tinggi yang terdiri atas waria, lelaki yang berhubungan seksual dengan lelaki, dan wanita penjaja seks di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Penelitian ini adalah uji diagnostik dengan dengan rancangan studi potong lintang. Hasil penelitian menggunakan spesimen serum memberikan hasil sensitivitas 91,30%, spesifisitas 97,53%, nilai duga positif 95,45%, nilai duga negatif 95,18%, dan akurasi 95,28% dibandingkan dengan TPHA sebagai baku emas. Hasil pengujian dengan spesimen darah kapiler memberikan hasil sensitivitas 84,78%, spesifisitas 98,77%, nilai duga positif 97,50%, nilai duga negatif 91,95%, dan akurasi 93,70% dibandingkan dengan TPHA sebagai baku emas. Kesesuaian hasil rapid test STANDARD Q Syphilis Ab antara spesimen serum dan darah kapiler sangat baik (κ = 0,8223). Rapid test STANDARD Q Syphilis Ab dapat dijadikan alternatif uji treponemal dalam menunjang diagnosis sifilis, baik sebagai penapisan rutin maupun konfirmasi hasil uji nontreponemal serta penggunaan spesimen darah kapiler dapat dijadikan alternatif uji treponemal yang lebih cepat dan mudah dilakukan.

Syphilis is a chronic and systemic disease caused by Treponema pallidum subspecies pallidum (T. pallidum). Syphilis is a progressive disease with active clinical features (primary, secondary, and tertiary syphilis) and asymptomatic periods (latent syphilis). Syphilis is still a worldwide health problem with 80-90% of new cases occurring in developing countries with little or no diagnostic access. A large number of syphilis are asymptomatic. As a result, some syphilis is undiagnosed and does not get good management, potentially causing serious sequelae, the manifestation of tertiary syphilis, cardiovascular, neurologic, ophthalmologic, otologic, and continuous chain of transmission. This study aimed to assess STANDARD Q Syphilis Ab's rapid test capability using serum and fingerprick whole blood specimens compared with TPHA in detecting syphilis in high-risk populations comprised of transgenders, men who have sex with men, and female sexual workers in Puskesmas Pasar Rebo. This study is a diagnostic test with a cross sectional study design. The results of this study using serum specimens were sensitivity of 91.30%, specificity of 97.53%, positive predictive value 95.45%, negative predictive value of 95.18%, and accuration 95.28%, compared to TPHA as the gold standard. Test results with fingerprick whole blood specimens gave sensitivity of 84.78%, specificity of 98.77%, positive predictive value of 97.50%, negative predictive value of 91.95%, and accuration 93.70%, compared to TPHA as the gold standard. Compatibility of rapid test STANDARD Q Syphilis Ab results between serum and fingerprick whole blood specimens was very good (κ = 0.8223). Rapid test STANDARD Q Syphilis Ab can be used as an alternative treponemal test in supporting syphilis diagnosis, either as routine screening or confirmation of nontreponemal test result and the use of fingerprick whole blood specimen can be used as treponemal test alternative which is faster and easier to do.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
616.951 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>