Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122776 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oktafian Kuswientoro
"ABSTRAK

Pengelolaan likuiditas bagi perbankan adalah menggambarkan kemampuan suatu bank dalam memenuhi semua kewajiban jangka pendeknya. Seperti telah diketahui dalam sejarah perkembangan perbankan, maka tidak pernah terjadi bank menjadi bangkrut karena masalah rentabilitas atau solvabilitas akan tetapi bank akan bangkrut karena masalah likuiditas. Sudah menjadi ukuran yang disepakati umum bahwa likuiditas sebagai tolak ukur pertama untuk menetapkan suatu kepercayaan kepada bank.

Apabila bank tidak dapat menjamin hal tersebut maka hampir dapat dipastikan bank tersebut akan menghadapi kehancuran.

Masalah yang akan diteliti adalah :

  1. Resiko yang mungkin terjadi terhadap posisi likuiditas.
  2. Jenis metode yang akan dipakai untuk mengukur dan melacak posisi likuiditas.
  3. Pengaruh dan berbagai jenis tindakan / keputusan terhadap posisi likuiditas suatu bank saat sekarang maupun dimasa mendatang.
  4. Teknik dan metode manajemen likuiditas untuk meminimalkan resiko likuiditas.

"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Susilo Jahja
"ABSTRAK
Pakto 1988 yang dikeluarkan oleh oleh pemerintah antara lain
untuk mempermudah market entry telah membawa dampak meningkatnya
jumlah bank dan kantor bank sehingga tingkat persaingan antar
bank semakin ketat baik dalam menanrik dana dari masyarakat maupun
menyalurkannya dalam bentuk kredit.
Namun karena dampak-dampak yang dirasakan negatif, maka
pemerintah menindaklanjuti paket deregulasi tersebut dengan
kebijakan uang ketat dan regulasi berupa Pakfeb 1991. Hal tersebut berakibat pada berbagai kesulitan yang dialami oleh dunia
perbankan di Indonesia.
Menghadapi kondisi-kondisi diatas ternyata bank-bank swasta
secara rata-rata lebih unggul dibanding bank pemerintah dalam
kemampuan menarik dana ataupun menyalurkannya. Sedangkan dalam
kondisi kebijakan uang ketat, kinerja bank-bank swasta secara
rata-rata juga lebih baik dibanding bank-bank pemerintah.
Hal tersebut bisa dipahami mengingat bahwa bank pemerintah
sebelum berlakunya UU Perbankan tidak bisa berlaku profit orient
ed secara mutlak karena merupakan alat ekonomi dan moneter pemer
intah, dimana peran dan fungsi mereka telah ditentukan sehingga
ruang gerak mereka terbatas dan tidak fleksibel menghadapi peru
bahan.
Keluarnya undang-undang Perbankan 1992 mengakibatkan peru
bahan bentuk badan hukum bank-bank pemerintah menjadi persero
menyebabkan mereka harus bisa beroperasi secara wajar dengan bank
swasta lainnya tanpa mendaIpat fasilitas khusus.
Dalam karya akhir ini dikaji mengenai kinerja bank-bank
pemerintah dibandingkan dengan bank umum swasta nasional, diukur dengan rasio?rasio likuiditas mapun profitabilitas, untuk menge
tahui dimana kelebihan maupun kelemahan bank-bank pemerintah.
Pembandingan dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis. Kemudian
BCG matrix digunakan untuk menganalisis posisi persaingan mas
Ing-masing bank pemerintah. Sedangkan untuk menentukan strategi
yang akan dipilih digunakan SWOT matrix.
Disimpulkan bahwa dalam persaingan dengan bank umum swasta
nasional, posisi persaingan bank pemerintah semakin lemah dan
tingkat pertumbuhannyapun lebih lambat. Hal ini merupakan indika
si dari kelemahan bank pemerintah dalam menarik dana maupun
menyalurkannya dalam bentuk kredit.
Maka perlu ditempuh strategi yang bersifat defensif, dimana
bank pemerintah harus lebih memperhatikan tingkat kesehatannya
ketimbang ekspansi kredit. Penumbuhan iklim profesionalisme dalam
pengelolaan bank pemerintah harus dilakukan agar keputusan-kepu
tusan yang diambil senantiasa didasarkan atas pertimbangan yang
obyektif dan rasional kemudian disarankan pula perlunya pening
katan kualitas sumber daya manusia di bank-bank pemerintah untuk
menghadapi iklim persaingan yang makin ketat.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Reisalinda Ayuningsih
"Pada tahun 1997 dan 2004-2005, Pemerintah Indonesia melikuidasi beberapa bank umum antara lain akibat adanya tindak pidana di bidang perbankan yang dilakukan oleh para pemegang saham dan/atau para pengurus bank. Sisa aset bank tersebut diserahkan kepada Pemerintah untuk dikelola, dimana hasil pengelolaan aset tersebut diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban bank. Selama ± 13 tahun mengelola aset tersebut, Pemerintah mengeluarkan biaya pengelolaan aset yang cukup besar yang tidak sebanding dengan penerimaan hasil pengelolaan aset. Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa menerbitkan UNCAC 2003 yang antara lain mengatur mengenai Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF). Beberapa negara, contohnya Amerika Serikat dan Thailand, menggunakan NCBAF ini sebagai strategi baru yang digunakan untuk memperbaiki situasi dimana penyitaan tidak efektif karena terlalu sulit untuk mencapai sanksi pidana. Untuk itu, penelitian ini mengkaji pengaturan dan pelaksanaan mekanisme ini di Indonesia, Amerika Serikat, dan Thailand terhadap tindak pidana di bidang perbankan, khususnya pada Bank Dalam Likuidasi (BDL) serta memberikan rekomendasi dalam rangka pengembalian aset (asset recovery) pengelolaan aset BDL ditinjau dari hukum responsif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif untuk memperoleh hasil kajian yang bersifat preskriptif-analitis dengan mengolah data baik primer maupun sekunder. Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa mekanisme ini telah berhasil dilaksanakan di Amerika Serikat dan Thailand. Namun, belum dilaksanakan di Indonesia karena masih menganut mekanisme criminal forfeiture dan dalam pelaksanaannya masih berhadapan dengan beberapa kendala. Oleh karena itu, Pemerintah perlu segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dengan mengakomodir beberapa konsep kunci. Pengesahan ini merupakan perwujudan hukum yang responsif atas kebutuhan sosial masyarakat.

In 1997 and 2004-2005, the Government of Indonesia liquidated several commercial banks due to criminal acts in the banking sector committed by shareholders and/or bank administrators. The bank's assets are handed over to the Government to be managed, where the results of the management of these assets are taken into account as a deduction from the bank's liabilities.  During ± 13 years of managing these assets, the Government incurred sufficient asset management costs that were not proportional to the receipt of asset management results. On the other hand, the United Nations issued UNCAC 2003 which among other things regulates Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF). Some countries, for example the United States and Thailand, are using the NCBAF as a new strategy used to improve situations where seizures are ineffective because it is too difficult to achieve criminal sanctions. For this reason, this study examines the regulation and implementation of this mechanism in Indonesia, the United States, and Thailand against criminal acts in the banking sector, especially in Banks In Liquidation (BDL) and provides recommendations in the context of asset recovery in the management of BDL assets in terms of responsive law. This research uses normative research methods to obtain prescriptive-analytical study results by processing data both primary and secondary. From the results of the study concluded that this mechanism has been successfully implemented in the United States and Thailand. However, it has not been implemented in Indonesia because it still adheres to the criminal forfeiture mechanism and in its implementation it is still facing several obstacles. Therefore, the Government needs to immediately pass the Asset Forfeiture Bill by accommodating several key concepts. This ratification is the embodiment of a law that is responsive to the social needs of the community."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lusi Muliawati
"Nasabah penyimpan dana merupakan pihak yang dapat dirugikan manakala terjadinya likuidasi bank. Oleh karena itu, dalam melindungi dana simpanannya nasabah memiliki hak preferen dalam mendapatkan pembayaran atas dana simpanannya pada saat bank dilikuidasi. Pengaturan hak preferen ini terdapat dalam Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan dan peraturan lainnya yang mengatur mengenai dilaksanakannya likuidasi bank. Bentuk perlindungan tersebut diatur melalui program penjaminan. Akan tetapi dalam pelaksanaanya, hak preferen tidak dapat sepenuhnya diberikan kepada seluruh nasabah penyimpan dana pada saat bank dilikuidasi. Hal ini dapat menimbulkan asumsi yang berbeda atas kedudukan nasabah dalam memperoleh penjaminan atas dana simpanannya. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian untuk menemukan pengaturan hukum dan pelaksanaan hak preferen bagi nasabah penyimpan dana pada saat bank dilikuidasi maka sifat penelitian ini adalah yuridis normatif dan mengacu kepada peraturan-peraturan yang tertulis maupun hukum positif serta didukung bahan hukum lain dan hasil wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan permasalahan. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Pelaksanaan hak preferen bagi nasabah penyimpan dana saat bank dilikuidasi diberikan kepada nasabah yang memperoleh kedudukan status layak bayar dan memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan guna memperoleh pembayaran simpanannya.

Depositors are the ones that can be harmed as incurred of banks liquidation. Therefore, to protect their deposits, customers have preference right to obtain payments of their deposits when the banks are liquidated. This preference right is contained in the regulation of the Deposit Insurance Corporation and the other regulations which governing the implementation of the liquidation of the bank. However, in the actual implementation, these preference right can not be fully given to all depositors when banks are liquidated. This can lead to different assumptions about the position of the customers in obtaining the guarantee of their deposits. In accordance with the problems and goals of research to find a legal setting and the implementation of preference right for depositors when banks are liquidated, then, the character of this research is a normative juridical research and refers to the written regulations or positive laws and also supported by other legal materials and interviews with sources related to the problem. While the method used is a qualitative research method about a descriptive research and tend to use inductive analytical approach. The implementation of preference right for depositors when banks are liquidated are given to customers who obtain the decent pay status position and meet the specified criteria by the Act of the Deposit Insurance Corporation to obtain their payment savings.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42344
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prihatin
"Pertengahan tahun 1997, di Indonesia terjadi krisis moneter di mana salah satu sektor yang paling parah terkena imbasnya adalah sektor perbankan. Untuk mengatasi krisis tersebut, salah satu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah adalah mencabut izin usaha 16 bank swasta, yang selanjutnya disebut dengan Bank Dalam Likuidasi (BDL), kemudian ditindaklanjuti dengan upaya penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Prosedur yang ditempuh setelah pencabutan izin usaha bank adalah likuidasi bank. Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh Tim Likuidasi dengan masa kerja selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 180 hari.
Dikarenakan berbagai kendala, hingga berakhirnya masa kerja dari Tim Likuidasi, masih terdapat aset BDL yang belum dicairkan dan kewajiban kepada Pemerintah yang belum dilunasi. Dalam rangka meminimalkan kerugian negara, pemerintah dalam kedudukannya sebagai kreditur mayoritas mengambil alternatif penyelesaian likuidasi dengan menerima penyerahan sisa aset BDL dari pihak Tim Likuidasi. Sebagai tindak lanjut dari serah terima sisa aset BDL, mengingat hampir keseluruhan BDL nilai asetnya jauh lebih kecil dibandingkan kewajiban BLBI-nya, Pemerintah seyogyanya menempuh upaya-upaya lain yang efektif dan efisien guna memaksimalkan pengembalian BLBI yang telah dikeluarkan.
Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah dengan meminta pertanggungjawaban dari organ BDL, khususnya pemegang saham BDL, yang sesuai doktrin piercing the corporate veil, pemegang saham, direksi dan komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi (perdata) maupun pidana, dalam hal terbukti turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi oleh bank atau menjadi penyebab kegagalan bank untuk menjalankan kegiatan usahanya. Dalam hal ini terdapat dua jalur yang bisa ditempuh oleh Pemerintah, yaitu jalur perdata dan pidana. Selain permasalahan tersebut di atas, dalam penulisan tesis ini juga meneliti mengenai apakah dengan telah terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), telah menjamin permasalahan yang terjadi pada BDL tidak akan terulang lagi.

In mid 1997 Indonesia was hit by a monetary crisis where one of the sectors worst affected was the banking sector. To overcome this crisis, one of the policies that was done by the government was to revoke the business license of 16 private banks, which is known as Bank Dalam Likuidasi (BDL) or Liquidated Banks, which was followed by the Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) or Liquidity Aim of Bank Indonesia policy. The procedure after revoking the business license is bank liquidation. Bank Liquidation is carried out by Liquidators with a working period of 5 years which can be extended for 180 days. Because of various constraints, hitherto the end of the Liquidators working period, there remains BDL assets that have not been able to be liquidated and liabilities to the government that have not been settled.
In order to minimize state losses, the government acting as the major creditor took alternative liquidation settlement by receiving the rest of the remaining BDL assets from the Liquidators. To follow up the transfer of BDL?s remaining assets, considering almost all BDL?s asset value is by far smaller than it?s BLBI liability, the Government should use other efforts that are efficient and effective to obtain maximal returns from BLBI that has been given.
One effort that can be undertaken is to ask for the responsibility from BDL organs, especially from owners of BDL, which is in accordance with "piercing the corporate veil" doctrin, owners, directors, and commissioners can be held personally (privately) and publicly responsible, if proven to be personally involved in causing financial difficulty that was faced by their banks or is the culprits of the banks to be default. In this case there are two alternatives that can be taken by the Government, that is privately and publicly. Moreover, this thesis examines whether if through Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) or Indonesia Deposit Insurance Corporation, has been able to guarantee that the problems caused like the BDL case will not occur in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28055
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Amputra
"Badan usaha berbentuk perseroan terbatas ini banyak diminati oleh pengusaha di Indonesia karena mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensial untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukung (pemegang saham). Tetapi sejak krisis moneter yang terjadi di beberapa negara di Asia dan Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak terhadap badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas adalah diakhirinya kelangsungan badan usaha tersebut dengan pembubaran dan dilanjutkan dengan proses likuidasi karena Perseroan Terbatas tidak dapat memberikan keuntungan lagi.
PT. CIKARANG JASA ASTON Dalam Likuidasi dibubaran berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) karena tidak dapat menghasilkan keuntungan lagi. Pembubaran perseroan diikuti dengan likuidasi oleh likuidator yang ditunjuk dari Direksi perseroan tersebut yang melakukan tindakan pemberesan kekayaannya dengan memindahkan asetnya berupa tanah kepada pihak ketiga.
Penelitian ini adalah penelitian Yuridis Normatif dan data yang digunakan adalah data primer yaitu mewawancarai pihak-pihak terkait dan data sekunder yaitu mempelajari bahan-bahan kepustakaan. Likuidator berwenang mewakili Perseroan Terbatas dalam likuidasi pada waktu pemindahan hak atas tanah aset perseroan tersebut dan akta jual belinya dibuat oleh PPAT lalu didaftarkan pemindahan haknya ke Kantor Badan Pertanahan Nasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiyane Halimatussyadiah
"Tidak (dapat dipungkiri bahwa perusahaan merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara, sehingga diperlukan suatu tatanan hukum yang mengatur perusahaan (hukum perusahaan) termasuk di dalamnya ketentuan mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas. Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas mutlak diperlukan karena hubungan intern perusahaan yang pada dasarnya adalah hubungan antar organ perusahaan akan mempengaruhi hubungan perusahaan dengan stakeholders lainnya. Adanya kecenderungan pemegang saham mayoritas memanfaatkan kedudukannya secara tidak bertanggung-jawab dapat terjadi melalui mekanisme dalam Rapat Umum Pemegang Saham yaitu dengan memanfaatkan asas one share one vote, misalnya melakukan dominasi melalui Direksi, dimana kebijakan Direksi berpihak kepada pemegang saham mayoritas yang dapat menyebabkan perusahaan hanya sebagai alter ego atau alat untuk kepentingan pemegang saham mayoritas yang tidak beritikad baik.
Bentuk dominasi lain misalnya pemegang saham mayoritas adalah juga Direksi atau Komisaris perusahaan yang bilamana tidak dijalankan tanpa moral hazard akan memungkinkan terjadi piercing the corporate veil atau melakukan tindakan ultra vires yang melalui lembaga retifikasi akan disahkan sebagai suatu tindakan perusahaan yang boleh jadi akan merugikan pemegang saham minoritas, stakeholders lainnya atau perusahaan itu sendiri. Kesewenang-wenangan pemegang saham mayoritas dapat pula terjadi dalam likuidasi perusahaan dimana dasar pembubaran atau likuidasi tersebut tidak dilakukan secara transparan.
Dalam kaitan ini pemegang saham minoritas perlu memahami kedudukan atau hak-haknya, termasuk penggunaan asas one share one vole yang berkaitan erat dengan asas majority rule sebagai salah satu pilar hukum perusahaan yang jika diberlakukan tanpa perlindungan yang memadai bagi pemegang saham minoritas dapat mengakibatkan kedudukan yang tidak seimbang. Dalam kaitan ini terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang saham minoritas untuk meneegah terjadinya kesewenang-wenangan oleh pemegang saham mayoritas, misalnya melalui pembuatan perjanjian antar pemegang saham, penerapan hak-hak pemegang saham minoritas, seperti personal right dan derivative right yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas antara lain Pasal 30 ayat 3, Pasal 54 ayat 2, Pasal 55 ayat I, Pasal 85 ayat 3, Pasal 98 ayat 2 dan juga penerapan dan berpedoman pada doktrin-doktrin hukum yang berkaitan dengan hukum perusahaan dan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitasi, keadilan dan responsibilitas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mathilde Magdalena Citrawardhani
"Skripsi ini adalah mengenai peranan produk-produk assets dan liabilities terhadap pendapatan usaha suatu bank. Fokusnya adalah bagaimana kontribusi dari produk-produk assets dan liabilities, terutama interest bearing products pada pendapatan operasional bank, dengan menggunakan dua fungsi utama pengelolaan assets-liabilities, yaitu Manajemen Likuiditas serta Manajemen Investasi dan Pendapatan. Untuk mengelola produk assets-liabilities secara terpadu dibentuk Assets-Liabilities Committee (ALCO) yang peranannya sangat penting dalam penataan portfolio neraca bank, dalam rangka memaksimumkan keuntungan dengan mengambil risiko yang dapat diterima. Sehingga memberikan arahan dalam hal investasi dan upaya memperoleh pendapatan bank. Dalam skripsi ini juga terdapat analisa kinerja bank, sebagai pelengkap dalam menganalisa fungsi ALMA yang dilakukan oleh ALCO, meliputi aspek-aspek likuiditas, profitabilitas, permodalan dan efisiensi usaha. Selain itu juga dilakukan analisa kinerja Bank-Bank Umum Persero di Indonesia sebagai pembanding. Penelitian dilakukan pada berbagai laporan yang dikeluarkan oleh Assets-Liabilities Committee dan juga laporan tahunan bank-bank yang bersangkutan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S19198
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Dermawan
"ABSTRAK
Dana masyarakat merupakan salah satu sumber dana yang vital bagi bank. Berbagal
upaya dilakukan oleh manajemen bank untuk mencapai suatu posisi dana yang terbaik
bagi pendanaan usahanya. Kesalahan dalam pengelolaan dana masyarakat akan
mengakibatkan permasalahan yang senus dalam operasi bank.
Sejak deregulasi perbankan pada bulan Juni 1983 yang dikenal dengan PAKJUN 1983
dan berbaga kebijakan serta undang undang yang dikeluarkan oleh pemerintah setelah
itu, telah mendorong perbankan nasional Indonesia berada dalam suatu era kehidupan
yang sangat dinamis. Banyaknya jumlah bank yang tumbuh secara tidak langsung
mengakibatkan persaingan antar bank dalam merebut pasar dana masyarakat menjadi
semakin tinggi. Untuk menghadapi persaingan tersebut setiap bank menggunakan
berbagai teknik pemasaran yang berbeda balk dengan memanfaatkan jaringan distribusi
yang dimiliki, kualitas jasa dan pelayanan dan berbagai pendekatan Iainnya. Sedangkan
untuk mengukur tingkat keberhasilan usaha tersebut, manajemen bank juga
menggunakan berbagai key indicator yang berbeda pada masing bank.
Sebagai salah satu baglan dan industri perbankan nasional. Bank BNI juga tidak terlepas
dari lingkungan persaingan tersebut. Dengan memanfaatkan berbagai konsep
pemasaran, bank BNI menjadi saiah satu bank yang mempunyai share terbesar di
Indonesia. Dengan basis bisnis yang masih didominasi oleh bisnis perkreditan, sumber
dana khususnya dana masyarakat menjadi bagian yang penting dalam kebijakan bianis
Bank BNI. Seiring dengan berkembarignya bisnis perkreditan terutama pada sektor
korporasi telah menjadikan usaha penghimpunan dana menjadi semakin penting. Untuk
menjamin posisi likuiditas usaha dalam pembiayaan bisnis perkreditan, Bank BNI juga
tidak luput dari persaingan dalam penghimpunan dana khususnya dana masyarakat.
Oleh karena itu segala upaya dilakukan untuk mengarnankan posisi likuiditas yang antara
lain dengan memanfaatkan jaringan distribusi melalui cabang-cabang untuk menghimpun
dana masyarakat. Upaya penghimpunan dana masyarakat pada Cabang ABC
merupakan suatu bukti kongkrit dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Sedangkan untuk
memacu prestasi cabang dalam mencapai tujuan penghimpunan dana tersebut, target
posisi dana nienjadi indikator utama bagi Bank BNI. Pencapaian atas target yang telah
ditetapkan melalui Corporate Plan menjadi ukuran kinerja cabang dalam melakukan
penghimpunan dana masyarakat.
Permasalahan yang timbul kemudian adalah ketika krisis ekonomi mulal merebak dan
menggoncang perekonomian nasional. Knsis yang diawali dengan jatuhnya nilai tukar
mata uang Rupiah terhadap mata uang Dollar Amenka tersebut, telah menjadi awal yang
buruk bagi perbankan nasional. Kondisi yang kemudian membawa perbankan ke dalam
kondisi krisis telah mengakibatkan bank menghadapì berbagai perrnasalahan kongkrit,
antara lain menurunnya kepercayaan masyarakat, Negative Spread, Non Peforming
Loan yang tinggl, dan berbagai masalah lainnya. Keadaan ¡ni menjadi semakin serius
karena pertumbuhan dana masyarakat pada Cabang ABC temyata mengalami lonjakan
yang luar blasa. Namun disisi lain bermuara pada permasalahan profitabilitas dan
likuiditas. Dari gambaran tersebut dl atas timbul pertanyaan apakan penilaian kinerja
pennghimpunan dana masyarakat dengan semata-mata mempertimbangkan target
pencapalan masih relevan sebagal indikator pengukuran kInerja.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>