Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154639 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asmuni
"Sampai hari ini, masyarakat Islam di seluruh dunia, meyakini bahwa akad nikah mempunyai makna yang sakral. Pelaksanaannya dilakukan dalam suasana hikmat dan dalam satu majlis pernikahan. Peelaksanaan akad nikah sangat formalistik dan verbalistik. Pelaksanaan talak atau cerai dalam perspektif ulama klasik sangat bebas dan tergantung kepada kehendak suami, sebab dialah yang memiliki hak cerai dan tidak perlu dengan meminta pertimbangan isteri. Talak dapat dijatuhkan di mana saja, kapan dan dalam kondisi apapun. menurut Kompilasi Hukum Islam, talak atau cerai hanya sah jika dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah upaya damai tidak dapat dicapai"
Universitas Dharmawangsa, 2016
330 MIWD 48 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Sasanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Astuti Handayani
"Perkawinan yang didasari niat baikpun kadang harus kandas dalam suatu perceraian yang tidak diinginkan oleh siapapun, yang akhirnya akan berujung pada perpisahan antara dua insan, dua keluarga dan kemudian pemisahan atas harta yang mungkin telah mereka nikmati bersama sebelumnya. Harta dari suami dan istri yang selama ini dikenal secara otomatis menjadi harta bersama apabila terjadinya suatu perkawinan kemudian menjadi dilema. Menurut Jumhur Ulama tidak dikenal adanya harta bersama kecuali dengan adanya perkongsian atau syarikat, demikian pula dalam Al Qur'an IV:32 dinyatakan bahwa ...bagi laki-laki ada harta kekayaan perolehan dari hasil usahanya sendiri dan bagi wanita ada harta kekayanaan perolehan dari usahanya sendiri. Selama ini apabila terjadi pembagian harta bersama tidak menjadi bermasalah apabila sang suami yang berusaha dan berupaya untuk mencari nafkah karena memang tugas dan tanggungjawabnya sebagai suarni, tetapi kemudian menjadi bermasalah apabila sang istri yang seharusnya hanya bertugas mengurus rumah tangga berperan ganda sebagai pencari nafkah juga, lalu terjadi perceraian.
Berdasarkan analisis deret waktu atas kasus yang diteliti, terlihat bahwa harta yang ada sebenarnya mayoritas milik sang istri, tetapi putusan hukum menentukan bahwa harta seluruhnya harus dibagi dua. Gambaran yang didapat secara garis besar adalah bahwa sistem peradilan yang mengatur pembagian harta Gono gini harus dikaji ulang guna mendapatkan aturan dan putusan hukum yang adil dan pasti.

Sometimes a good will of marriage can be felt down into a divorce which is unwanted by anyone in this world. Divorce means separation between two human being, two family, and then followed by property acquired jointly which is possible had been enjoyed together before. We used to know that husband's and wife's earnings property as a common property but when they get divorce it becomes a dilemma. According to unknown Jumhur Scholar of Islam, he said that there is no common property in marriage and it is also stated clearly in Al Qur'an IV: 32" for men they have their own property from their own earnings and for women they have their own property from their own earnings too. This issue will not be emerge when a couple got divorce because only the husband who become the breadwinner. But most of the cases, it will be emerge because the wife has become the breadwinner too.
Based on the time series of analysis of the case that is being examined, it seems that the property belongs to the wife. But, legal decision say different, it was stated that the property should be share equally between husband and wife. The analysis lead us to a description that a Judicature System which is regulate the property acquired jointly must be re-examine to get equitable regulation for the couple.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Karimah
"Tujuan perkawinan adalah untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin, namun seringkali belum mempunyai keturunan dijadikan sebagai alasan mengajukan perceraian ke pengadilan. Penelitian ini menganalisa pertimbangan hukum dan putusan hakim Pengadilan Agama pada Putusan Pengadilan Agama Cilegon No. 164/Pdt.G/2012/PA.Clg dan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0300/Pdt.G/2013/PA.Dpk dalam memutus perkawinan yang menjadikan belum mempunyai keturunan sebagai alasan perceraian ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analisis dan metode analisis data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum mempunyai keturunan sebagai alasan perceraian dapat digunakan untuk mengajukan permohonan bercerai di Pengadilan Agama apabila hal tersebut dibuktikan telah menimbulkan ketidakrukunan dalam rumah tangga. Hakim menjadikan penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam sebagai dasar perceraian.

The purpose of marriage is to achieve happiness, but there are some case where not having any child used as a reason to get divorce. This research analyzes the legal considerations and religious court judge's decision on Cilegon Religious Court No. 164/Pdt.G/2012/PA.Clg. and Decision of Depok Religious Court No. 0300/Pdt.G/2013/PA.Dpk. in deciding marriage divorce where not having any child used as a reason to get divorce, from the perspective of the law and regulation applied in Indonesia. The author conducted research using normative juridical approach to the specification of descriptive analysis and qualitative data analyzing methods.
The results show that not having any child can be used as a reason to apply for a divorce in court if it is proved that the reason has caused disharmony in the household. The judge makes the explanation of Article 39 paragraph (2) of Act 1 of 1974 jo. Article 19, point (f) of Government Regulation No.9 of 1975 and Section 116 letter (f) Compilation of Islamic law as the basis for divorce.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Citra Anafi
"Tingginya tingkat perceraian di Indonesia menimbulkan kekhawatiran terhadap kehidupan anak-anak korban perceraian. Berdasarkan UU Perkawinan, kewajiban orang tua dalam memelihara dan mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya tetap berjalan meskipun orang tua telah bercerai. UU Perlindungan Anak juga menyebutkan kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak. Melaksanakan tanggungjawab sebagai orang tua dalam mengasuh anak tentunya membutuhkan biaya, baik biaya hidup maupun biaya pendidikan. Oleh karena itu tunjangan anak merupakan hal penting dalam hal pemenuhan hak anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang demi masa depannya. Demi perkembangan hukum, melalui penelitian ini dilakukan perbandingan dengan negara lain, yaitu Australia, salah satu negara yang mempelopori sistem tunjangan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mengenai tunjangan anak sebagai kewajiban orang tua akibat perceraian berdasarkan ketentuan yang ada di Indonesia dan Australia. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran umum tentang kewajiban orang tua akibat perceraian yang ada di Indonesia dan Australia serta menambah ilmu pengetahuan tentang tunjangan anak sebagai kewajiban orang tua akibat perceraian dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis–normatif dengan melakukan studi pustaka terhadap data sekunder. Di Indonesia, belum ada penghitungan secara pasti mengenai jumlah tunjangan anak beserta pemungutannya kecuali bagi Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, belum ditemukan konsekuensi yang efisien terhadap orang tua yang tidak memenuhi kewajibannya setelah perceraian. Berbeda dengan Australia, negara tersebut sudah memiliki sistem mengenai tunjangan anak setelah perceraian. Dimulai dari adanya departemen yang khusus bertugas untuk menangani penagihan tunjangan anak, formula untuk menghitung jumlah tunjangan anak yang harus dibayarkan, serta berbagai konsekuensi yang akan dihadapi oleh orang tua sebagai upaya pemaksaan agar tunjangan anak dibayarkan. Melalui analisis terhadap putusan pengadilan di kedua negara tersebut, menunjukkan bahwa lebih mudah untuk meninggalkan kewajiban orang tua di Indonesia dibandingkan dengan di Australia.

The high divorce rate in Indonesia raises concerns about the lives of children who are victims of divorce. Based on the Marriage Law, the obligation of parents to care and educate their children as well as possible continues even though the parents are divorced. The Child Protection Law also mentions the obligations of parents in fulfilling children's rights. Carrying out parental responsibilities in raising children certainly requires costs, both living expenses and educational costs. Therefore, child support is essential in terms of fulfilling children's rights so they can grow and develop for their future. For the sake of legal development, this research makes a comparison with other countries, namely Australia, one of the countries that pioneered the child support system. This study aims to learn about child support as a parent's obligation due to divorce based on the provisions in Indonesia and Australia. The expected benefits of this research are to provide an overview of parental obligations due to divorce in Indonesia and Australia and to increase knowledge about child support as a parent's obligation due to divorce by using legal research methods juridical-normative by conducting literature studies on secondary data. In Indonesia, there is no exact calculation regarding the amount of child support and its collection except for civil servants. In addition, efficient consequences for parents who do not fulfill their obligations after divorce have not been found. Unlike Australia, the country already has a system regarding child support after divorce. Starting from a department specifically tasked with handling child support collection, a formula for calculating the amount of child support that must be paid, as well as the various consequences that parents will face in an effort to force child support to be paid. Through an analysis of court decisions in both countries, it is shown that it is easier to abandon parental obligations in Indonesia than in Australia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Sjafitri
Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Scientia Afifah Taibah
"Tingginya data perceraian di Indonesia menjadi indikasi permasalahan dalam pembentukan dan kekokohan keluarga. Resiliensi keluarga yang menggambarkan kemampuan keluarga untuk menghadapi tantangan dan masalah, dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya religiusitas dan spiritualitas. Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada konsep tadayyun yang secara komprehensif mengeksplorasi keberagamaan, mencakup aspek religiusitas dan spiritualitas berlandaskan prinsip monoteisme (al-tauḥīd). Di antara nilai yang ditanamkan dalam ajaran agama adalah kebersyukuran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara tadayyun dan resiliensi keluarga, dengan kebersyukuran berperan sebagai mediator. Desain penelitian ini berupa metode kuantitatif yang melibatkan 268 responden dengan menggunakan Skala Tadayyun, Skala Walsh Family Resilience Quesionnaire, dan Skala Syukur. Analisis data menggunakan uji korelasi Pearson dan analisis mediasi dengan menggunakan PROCESS pada SPSS. Temuan penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara tadayyun dan kebersyukuran (r = 0,672, p <0,01). Selain itu, hubungan yang signifikan juga terdapat di antara kebersyukuran dan resiliensi keluarga (r = 0,612, p <0,01), serta antara tadayyundan resiliensi keluarga (r = 0,646, p <0,01). Analisis mediasi menghasilkan kesimpulan bahwa kebersyukuran memainkan peran mediasi dalam hubungan antara tadayyun dan resiliensi keluarga, dengan nilai efek tidak langsung sebesar 0,403, yang berada dalam rentang BootLLCI (0,2422) dan BootULCI (0,5667) dan tidak termasuk 0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh hipotesis alternatif diterima dan mendukung penelitian terdahulu. 

The high divorce rate in Indonesia is an indication of problems in family formation and stability. Family resilience, which describes the ability of a family to face challenges and problems, is influenced by various factors, including religiosity and spirituality. In this study, the researcher focused on the concept of Tadayyun, which comprehensively explores religiosity, including aspects of religiosity and spirituality based on the principle of monotheism (al-tauḥīd). Among the values instilled in religious teachings is gratitude. The aim of this study is to examine the relationship between Tadayyun and family resilience, with gratitude playing a mediating role. The research design is a quantitative method involving 268 respondents using the Tadayyun Scale, Walsh Family Resilience Questionnaire, and Gratitude Scale. Data analysis used Pearson correlation and mediation analysis using PROCESS on SPSS. The research findings indicate a significant relationship between Tadayyun and gratitude (r = 0,672, p <0.01). In addition, there is a significant relationship between gratitude and family resilience (r = 0,612, p <0.01), as well as between Tadayyun and family resilience (r = 0,646, p <0.01). Mediation analysis concludes that gratitude plays a mediating role in the relationship between Tadayyun and family resilience, with an indirect effect value of 0.403, which is within the BootLLCI (0.2422) and BootULCI (0.5667) range and does not include 0. The research results show that all alternative hypotheses are accepted and support previous research."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nashrillah
"Komunikasi Islam berfokus pada teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh para pemikir Muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif, terutama dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bersesuaian dengan fitrah penciptaan manusia. Kesesuaian nilai-nilai komunikasi dengan dimensi penciptaan fitrah kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap kesejahteraan manusia sejagat. Sehingga dalam perspektif ini, komunikasi Islam merupakan proses penyampaian atau tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip dan kaedah komunikasi dalam Alquran. Komunikasi Islam dengan demikian dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian nilai-nilai Islam dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang sesuai dengan Alquran dan hadis. Teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh Barat lebih menekankan aspek empirikal serta mengabaikan aspek normative. Kebanyakan kajian komunikasi di Amerika Serikat dan Eropa adalah kebaratan dan keeropaan. Teori-teori komunikasi yang banyak dibincangkan didalam buku-buku diutarakan mengikuti tradisi Barat. Teori barat didominiasi oleh visi individu, dimana individu dianggap aktif mencari/mencapai kepentingan pribadi. Disini akan terlihat perbedaan substansi antara komunikasi Islam dan Barat dari berbagai Aspek."
Universitas Dharmawangsa, 2016
330 MIWD 48 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yurra Maurice Adhitya Rendra
"Suatu perceraian tidak berakibat hilangnya kewajiban orang tua untuk tetap memberi nafkah kepada anak-anaknya sampai dewasa. Meskipun telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan namun masih banyak orang tua yang tidak melaksanakan kewajibannya terhadap nafkah anak. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian terhadap nafkah anak, faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menentukan kewajiban bapak memberikan nafkah anak, apakah pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat dan Depok dalam Putusan No.605/Pdt.G/2010/PAJB, dan Putusan No. 226/Pdt.G/2008/PA Dpk telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, upaya hukum apa yang dapat ditempuh jika tidak dilaksanakannya putusan pengadilan dan apakah ada sanksi yang mengatur. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan dengan data sekunder yang ditunjang dengan wawancara. Di dalam Hukum Islam, UU No.1/1974, dan Kompilasi Hukum Islam apabila terjadi perceraian maka nafkah anak ditanggung oleh ayah menurut kemampuannya, jika ayah tidak mampu maka ibu ikut memikulnya. Faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menentukan nafkah anak adalah dilihat dari kemampuan ekonomi ayah berkaitan dengan pekerjaan, gaji dan tanggungan lainnya. Putusan Pengadilan Agama Nomor 605/Pdt.G/2010/PAJB dan Nomor 226/Pdt.G/2008/PA Dpk telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu berdasarkan Hukum Islam, UU No.1/1974 dan KHI. Upaya yang dapat ditempuh oleh ibu jika ayah tidak membayar biaya nafkah maka ibu dapat memohonkan kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutuskan proses perceraian untuk mengeluarkan surat perintah sita eksekusi. UU No.1/1974 maupun KHI tidak ada ketentuan yang mengatur masalah sanksi yang dapat diterapkan terhadap ayah yang tidak melaksanakan kewajibannya memberi nafkah. Khusus Pegawai Negeri Sipil berdasarkan PP No.10 Tahun 1983 Jo PP No.45 Tahun 1990, jika terjadi perceraian maka sepertiga dari gaji ayah akan dipotong untuk nafkah anak.

A divorce shall not deprive the parent’s obligation to provide their children livelihoods up to adulthood. Notwithstanding regulated in various laws and regulations there are still many parents who do not carry out such obligations. The main issue of this study is to study the legal consequences of divorcement because on children living, what factors that are being considered by judge in determining father’s obligation in providing children livelihoods, whether the consideration of Jakarta Barat and Depok Religious Court Judges in Verdict No.605 / Pdt.G/2010/PAJB, and Decision No. 226/Pdt.G/2008/PA Dpk are in compliance with the applicable regulations, what legal action that can be taken if such decision is not being properly implemented and are there any sanctions involved. The research method used within this study is a normative legal research method that is conducted by research literature using secondary data, supported by interviews.
In the Islamic Law, Law No.1/1974 and compilation of Islamic law in the event of divorce, the children livelihood shall be borne by the father in accordance to his ability, if the father is not able to provide such obligation, then the mother shall have the obligation as well. The factors which the judge considered in determining the child livelihoods are seen from the father’s economic ability in connection with the occupation, salary and other dependents. Religious court verdict No. 605/Pdt.G/2010/PAJB Number and No. 226/Pdt.G/2008/PA Dpk are already in accordance with the applicable regulations based on Islamic Law, Law No.1/1974 and KHI. The Legal Action that can be taken by the mother if the father does not fulfill his obligation is by submitting plead to the Chairman of the Religious Court who decided the divorcement process to issue the writs of execution foreclosure. Either Law No.1/1974 or KHI have the provision governing the sanctions that can be applied to the father who does not carry out his obligation to provide livelihoods. Special for Civil Servants based on Government Regulation / PP No. 10 of 1983 Jo PP No.45 of 1990, in the event of divorce then one third of father’s salary shall be deducted for the children livelihoods.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Meidyana
"Perkawinan merupakan salah satu dari peristiwa penting yang harus dicatatkan. Pencatatan perkawinan sendiri merupakan salah satu syarat perkawinan sebagaimana dalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan. Apabila perkawinan tersebut tidak dicatatakan maka perkawinan tersebut hanya sah menurut hukum agamanya. Dalam perkawinan tentu tidak selamanya berjalan lurus, tentu akan terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran. Dari perselisihan dan pertengkaran ini terkadang berujung pada suatu perceraian. Pada Undang-Undang No 1 Tahun 1974 sebenarnya mensukarkan suatu perceraian. Namun perceraian tersebut boleh apabila memenuhi alasan sebagaimana dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975. Dalam pencatatan perceraian membutuhkan akta perkawinan sebagai salah satu syarat agar diterbitkannya akta perceraian hal ini dapat pula dilihat dalam Pasal 75 Peraturan Presiden No 25 tahun 2008. Penerbitan akta perceraian tanpa akta perkawinan tidak sesuai dengan Pasal 75 Peraturan Presiden 25 Tahun 2008 sebab akta perceraian harus membubuhkan No Kutipan Akta Perkawinan.

Marriage is one of a important occurance that should be registered. Marriage Registraton is one of the legal requirements ruled by the Law Number 1 Year 1974 about Marriage article 2. A unregistered marriage is only valid according to religious law. A marriage sometimes there is a conflict that leads to a divorce. The Law Number 1 Year 1974 is disallow the occurrence of a divorce. The divorce is allowed if the fulfillment of the reasons as in Article 19 of Government Regulation Number 9 Year 1975. In the registration of divorce a marriage certificate is one of the requirement can also be seen in Article 75 of Presidential Regulation No. 25 of 2008. Publishes Divorce Certificate without Marriage Certificate is a falacy and make inconsistant law because prefer in article 75 on President Regulation Number 25 Year 2008 a divorce certificate must attach a Number on Marriage Certificate. The Issuance of a Divorce Certificate without Marriage Certificate it is not in accordance with Article 75 of Presidential Regulation 25 Year 2008 because The Divore Certificate must affix Number of Marriage Certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>