Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68567 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adi Susilo Jahja
"ABSTRAK
Pakto 1988 yang dikeluarkan oleh oleh pemerintah antara lain
untuk mempermudah market entry telah membawa dampak meningkatnya
jumlah bank dan kantor bank sehingga tingkat persaingan antar
bank semakin ketat baik dalam menanrik dana dari masyarakat maupun
menyalurkannya dalam bentuk kredit.
Namun karena dampak-dampak yang dirasakan negatif, maka
pemerintah menindaklanjuti paket deregulasi tersebut dengan
kebijakan uang ketat dan regulasi berupa Pakfeb 1991. Hal tersebut berakibat pada berbagai kesulitan yang dialami oleh dunia
perbankan di Indonesia.
Menghadapi kondisi-kondisi diatas ternyata bank-bank swasta
secara rata-rata lebih unggul dibanding bank pemerintah dalam
kemampuan menarik dana ataupun menyalurkannya. Sedangkan dalam
kondisi kebijakan uang ketat, kinerja bank-bank swasta secara
rata-rata juga lebih baik dibanding bank-bank pemerintah.
Hal tersebut bisa dipahami mengingat bahwa bank pemerintah
sebelum berlakunya UU Perbankan tidak bisa berlaku profit orient
ed secara mutlak karena merupakan alat ekonomi dan moneter pemer
intah, dimana peran dan fungsi mereka telah ditentukan sehingga
ruang gerak mereka terbatas dan tidak fleksibel menghadapi peru
bahan.
Keluarnya undang-undang Perbankan 1992 mengakibatkan peru
bahan bentuk badan hukum bank-bank pemerintah menjadi persero
menyebabkan mereka harus bisa beroperasi secara wajar dengan bank
swasta lainnya tanpa mendaIpat fasilitas khusus.
Dalam karya akhir ini dikaji mengenai kinerja bank-bank
pemerintah dibandingkan dengan bank umum swasta nasional, diukur dengan rasio?rasio likuiditas mapun profitabilitas, untuk menge
tahui dimana kelebihan maupun kelemahan bank-bank pemerintah.
Pembandingan dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis. Kemudian
BCG matrix digunakan untuk menganalisis posisi persaingan mas
Ing-masing bank pemerintah. Sedangkan untuk menentukan strategi
yang akan dipilih digunakan SWOT matrix.
Disimpulkan bahwa dalam persaingan dengan bank umum swasta
nasional, posisi persaingan bank pemerintah semakin lemah dan
tingkat pertumbuhannyapun lebih lambat. Hal ini merupakan indika
si dari kelemahan bank pemerintah dalam menarik dana maupun
menyalurkannya dalam bentuk kredit.
Maka perlu ditempuh strategi yang bersifat defensif, dimana
bank pemerintah harus lebih memperhatikan tingkat kesehatannya
ketimbang ekspansi kredit. Penumbuhan iklim profesionalisme dalam
pengelolaan bank pemerintah harus dilakukan agar keputusan-kepu
tusan yang diambil senantiasa didasarkan atas pertimbangan yang
obyektif dan rasional kemudian disarankan pula perlunya pening
katan kualitas sumber daya manusia di bank-bank pemerintah untuk
menghadapi iklim persaingan yang makin ketat.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktafian Kuswientoro
"ABSTRAK

Pengelolaan likuiditas bagi perbankan adalah menggambarkan kemampuan suatu bank dalam memenuhi semua kewajiban jangka pendeknya. Seperti telah diketahui dalam sejarah perkembangan perbankan, maka tidak pernah terjadi bank menjadi bangkrut karena masalah rentabilitas atau solvabilitas akan tetapi bank akan bangkrut karena masalah likuiditas. Sudah menjadi ukuran yang disepakati umum bahwa likuiditas sebagai tolak ukur pertama untuk menetapkan suatu kepercayaan kepada bank.

Apabila bank tidak dapat menjamin hal tersebut maka hampir dapat dipastikan bank tersebut akan menghadapi kehancuran.

Masalah yang akan diteliti adalah :

  1. Resiko yang mungkin terjadi terhadap posisi likuiditas.
  2. Jenis metode yang akan dipakai untuk mengukur dan melacak posisi likuiditas.
  3. Pengaruh dan berbagai jenis tindakan / keputusan terhadap posisi likuiditas suatu bank saat sekarang maupun dimasa mendatang.
  4. Teknik dan metode manajemen likuiditas untuk meminimalkan resiko likuiditas.

"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Reisalinda Ayuningsih
"Pada tahun 1997 dan 2004-2005, Pemerintah Indonesia melikuidasi beberapa bank umum antara lain akibat adanya tindak pidana di bidang perbankan yang dilakukan oleh para pemegang saham dan/atau para pengurus bank. Sisa aset bank tersebut diserahkan kepada Pemerintah untuk dikelola, dimana hasil pengelolaan aset tersebut diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban bank. Selama ± 13 tahun mengelola aset tersebut, Pemerintah mengeluarkan biaya pengelolaan aset yang cukup besar yang tidak sebanding dengan penerimaan hasil pengelolaan aset. Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa menerbitkan UNCAC 2003 yang antara lain mengatur mengenai Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF). Beberapa negara, contohnya Amerika Serikat dan Thailand, menggunakan NCBAF ini sebagai strategi baru yang digunakan untuk memperbaiki situasi dimana penyitaan tidak efektif karena terlalu sulit untuk mencapai sanksi pidana. Untuk itu, penelitian ini mengkaji pengaturan dan pelaksanaan mekanisme ini di Indonesia, Amerika Serikat, dan Thailand terhadap tindak pidana di bidang perbankan, khususnya pada Bank Dalam Likuidasi (BDL) serta memberikan rekomendasi dalam rangka pengembalian aset (asset recovery) pengelolaan aset BDL ditinjau dari hukum responsif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif untuk memperoleh hasil kajian yang bersifat preskriptif-analitis dengan mengolah data baik primer maupun sekunder. Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa mekanisme ini telah berhasil dilaksanakan di Amerika Serikat dan Thailand. Namun, belum dilaksanakan di Indonesia karena masih menganut mekanisme criminal forfeiture dan dalam pelaksanaannya masih berhadapan dengan beberapa kendala. Oleh karena itu, Pemerintah perlu segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dengan mengakomodir beberapa konsep kunci. Pengesahan ini merupakan perwujudan hukum yang responsif atas kebutuhan sosial masyarakat.

In 1997 and 2004-2005, the Government of Indonesia liquidated several commercial banks due to criminal acts in the banking sector committed by shareholders and/or bank administrators. The bank's assets are handed over to the Government to be managed, where the results of the management of these assets are taken into account as a deduction from the bank's liabilities.  During ± 13 years of managing these assets, the Government incurred sufficient asset management costs that were not proportional to the receipt of asset management results. On the other hand, the United Nations issued UNCAC 2003 which among other things regulates Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF). Some countries, for example the United States and Thailand, are using the NCBAF as a new strategy used to improve situations where seizures are ineffective because it is too difficult to achieve criminal sanctions. For this reason, this study examines the regulation and implementation of this mechanism in Indonesia, the United States, and Thailand against criminal acts in the banking sector, especially in Banks In Liquidation (BDL) and provides recommendations in the context of asset recovery in the management of BDL assets in terms of responsive law. This research uses normative research methods to obtain prescriptive-analytical study results by processing data both primary and secondary. From the results of the study concluded that this mechanism has been successfully implemented in the United States and Thailand. However, it has not been implemented in Indonesia because it still adheres to the criminal forfeiture mechanism and in its implementation it is still facing several obstacles. Therefore, the Government needs to immediately pass the Asset Forfeiture Bill by accommodating several key concepts. This ratification is the embodiment of a law that is responsive to the social needs of the community."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Prihatin
"Pertengahan tahun 1997, di Indonesia terjadi krisis moneter di mana salah satu sektor yang paling parah terkena imbasnya adalah sektor perbankan. Untuk mengatasi krisis tersebut, salah satu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah adalah mencabut izin usaha 16 bank swasta, yang selanjutnya disebut dengan Bank Dalam Likuidasi (BDL), kemudian ditindaklanjuti dengan upaya penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Prosedur yang ditempuh setelah pencabutan izin usaha bank adalah likuidasi bank. Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh Tim Likuidasi dengan masa kerja selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 180 hari.
Dikarenakan berbagai kendala, hingga berakhirnya masa kerja dari Tim Likuidasi, masih terdapat aset BDL yang belum dicairkan dan kewajiban kepada Pemerintah yang belum dilunasi. Dalam rangka meminimalkan kerugian negara, pemerintah dalam kedudukannya sebagai kreditur mayoritas mengambil alternatif penyelesaian likuidasi dengan menerima penyerahan sisa aset BDL dari pihak Tim Likuidasi. Sebagai tindak lanjut dari serah terima sisa aset BDL, mengingat hampir keseluruhan BDL nilai asetnya jauh lebih kecil dibandingkan kewajiban BLBI-nya, Pemerintah seyogyanya menempuh upaya-upaya lain yang efektif dan efisien guna memaksimalkan pengembalian BLBI yang telah dikeluarkan.
Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah dengan meminta pertanggungjawaban dari organ BDL, khususnya pemegang saham BDL, yang sesuai doktrin piercing the corporate veil, pemegang saham, direksi dan komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi (perdata) maupun pidana, dalam hal terbukti turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi oleh bank atau menjadi penyebab kegagalan bank untuk menjalankan kegiatan usahanya. Dalam hal ini terdapat dua jalur yang bisa ditempuh oleh Pemerintah, yaitu jalur perdata dan pidana. Selain permasalahan tersebut di atas, dalam penulisan tesis ini juga meneliti mengenai apakah dengan telah terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), telah menjamin permasalahan yang terjadi pada BDL tidak akan terulang lagi.

In mid 1997 Indonesia was hit by a monetary crisis where one of the sectors worst affected was the banking sector. To overcome this crisis, one of the policies that was done by the government was to revoke the business license of 16 private banks, which is known as Bank Dalam Likuidasi (BDL) or Liquidated Banks, which was followed by the Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) or Liquidity Aim of Bank Indonesia policy. The procedure after revoking the business license is bank liquidation. Bank Liquidation is carried out by Liquidators with a working period of 5 years which can be extended for 180 days. Because of various constraints, hitherto the end of the Liquidators working period, there remains BDL assets that have not been able to be liquidated and liabilities to the government that have not been settled.
In order to minimize state losses, the government acting as the major creditor took alternative liquidation settlement by receiving the rest of the remaining BDL assets from the Liquidators. To follow up the transfer of BDL?s remaining assets, considering almost all BDL?s asset value is by far smaller than it?s BLBI liability, the Government should use other efforts that are efficient and effective to obtain maximal returns from BLBI that has been given.
One effort that can be undertaken is to ask for the responsibility from BDL organs, especially from owners of BDL, which is in accordance with "piercing the corporate veil" doctrin, owners, directors, and commissioners can be held personally (privately) and publicly responsible, if proven to be personally involved in causing financial difficulty that was faced by their banks or is the culprits of the banks to be default. In this case there are two alternatives that can be taken by the Government, that is privately and publicly. Moreover, this thesis examines whether if through Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) or Indonesia Deposit Insurance Corporation, has been able to guarantee that the problems caused like the BDL case will not occur in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28055
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Muliawati
"Nasabah penyimpan dana merupakan pihak yang dapat dirugikan manakala terjadinya likuidasi bank. Oleh karena itu, dalam melindungi dana simpanannya nasabah memiliki hak preferen dalam mendapatkan pembayaran atas dana simpanannya pada saat bank dilikuidasi. Pengaturan hak preferen ini terdapat dalam Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan dan peraturan lainnya yang mengatur mengenai dilaksanakannya likuidasi bank. Bentuk perlindungan tersebut diatur melalui program penjaminan. Akan tetapi dalam pelaksanaanya, hak preferen tidak dapat sepenuhnya diberikan kepada seluruh nasabah penyimpan dana pada saat bank dilikuidasi. Hal ini dapat menimbulkan asumsi yang berbeda atas kedudukan nasabah dalam memperoleh penjaminan atas dana simpanannya. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian untuk menemukan pengaturan hukum dan pelaksanaan hak preferen bagi nasabah penyimpan dana pada saat bank dilikuidasi maka sifat penelitian ini adalah yuridis normatif dan mengacu kepada peraturan-peraturan yang tertulis maupun hukum positif serta didukung bahan hukum lain dan hasil wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan permasalahan. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Pelaksanaan hak preferen bagi nasabah penyimpan dana saat bank dilikuidasi diberikan kepada nasabah yang memperoleh kedudukan status layak bayar dan memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan guna memperoleh pembayaran simpanannya.

Depositors are the ones that can be harmed as incurred of banks liquidation. Therefore, to protect their deposits, customers have preference right to obtain payments of their deposits when the banks are liquidated. This preference right is contained in the regulation of the Deposit Insurance Corporation and the other regulations which governing the implementation of the liquidation of the bank. However, in the actual implementation, these preference right can not be fully given to all depositors when banks are liquidated. This can lead to different assumptions about the position of the customers in obtaining the guarantee of their deposits. In accordance with the problems and goals of research to find a legal setting and the implementation of preference right for depositors when banks are liquidated, then, the character of this research is a normative juridical research and refers to the written regulations or positive laws and also supported by other legal materials and interviews with sources related to the problem. While the method used is a qualitative research method about a descriptive research and tend to use inductive analytical approach. The implementation of preference right for depositors when banks are liquidated are given to customers who obtain the decent pay status position and meet the specified criteria by the Act of the Deposit Insurance Corporation to obtain their payment savings.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42344
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alim Bahri
"Bank di Indonesia dari segi kepemilikannya dikelompokkan menjadi Bank Pemerintah dan Bank Swasta. Kepemilikan tersebut dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan.
Dalam tesis ini ingin dibuktikan apakah perbedaan kepemilikan bank di Indonesia, yaitu antara Bank Pemerintah Persero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa juga dapat membedakan Kinerjanya, dengan ukuran teknik analisis CAMEL (Capital/Permodalan, Asset Quality/Kualitas Aktiva Produktif, Earnings/Rentabilitas, dan Liquidity/Likuiditas) tanpa memasukkan aspek Manajemen, Mengingat faktor manajemen terkait dengan penilaian kualitatif terhadap kinerja personalia, dan tidak dapat diukur semata-mata dengan rasio keuangan.
Penelitian ini menggunakan sampel dari populasi Perbankan Umum Nasional, dimana dipakai kriteria asset bank Iebih dari 10 Trilyun. Untuk Bank Pemerintah Persero diambil sebanyak 4 bank dari total populasi yang berjumlah 5 bank. Sedangkan untuk Bank Umum Swasta Nasional Devisa diambil 10 bank dari total populasi yang berjumlah 38 bank. Data yang digunakan merupakan data Rasio CAR, BDR, CAD, ROA, BOPO dan LDR Berta total CAMEL Bank secara keseluruhan dari Bank Sampel yang didapat dari Laporan Publikasi Bank Umum kepada Bank Indonesia, dengan periode tahun 2000-2004.
Data diolah dengan dua tahap, yaitu: Pengujian distribusi data dan Pengujian Hipotesis. Adapun hasil yang didapat dari pengujian masing-masing aspek CAMEL, bahwa aspek Permodalan dengan rasio CAR, aspek Rentabilitas dengan rasio ROA dan BOPO dan aspek Likuiditas dengan rasio LDR menunjukkan bahwa tidak terdapatnya perbedaan secara signifikan antara kinerja Bank Pemerintah Persero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa pada periode penelitian tahun 2000-2004. Sedangkan aspek Kualitas Aktiva Produktif dengan rasio BDR dan CAD menunjukkan terdapatnya perbedaan yang signifikan, yaitu pada rasio BDR tahun 2003 dan rasio CAD pada tahun 2000, 2001 dan 2004.
Pengujian Total CAMEL versi Bank Indonesia didapatkan hasil bahwa tidak terdapatnya perbedaan secara signifikan antara kinerja Bank Pemerintah Persero dan Bank Umum Swasta Nasionai Devisa pada periode penelitian tahun 2000-2004.
Akan tetapi mengingat adanya sensitifitas terhadap pembobotan CAMEL versi Bank Indonesia yang juga merupakan indikasi kelemahan pada tekniknya tersebut, maka penulis melakukan uji sensitivitas dengan melakukan simulasi pembobotan CAMEL, yaitu: versi Penulis #1 dan versi Penulis #2. Dan perhitungan Total Nilai Pembobotan kedua model modifikasi tersebut diperoleh hasil yang menguatkan bukti bahwa besar-kecilnya nilai CAMEL sangat tergantung dengan persentase bobot masing-masing aspeknya.
Jadi, dalam tesis ini disimpulkan bahwa adanya sensitivitas pembobotan yang mempengaruhi Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dan adanya Perbedaan kepemilikan suatu bank tidak selalu menyebabkan perbedaan pada kinerjanya.
Daftar Bacaan 18 (1999 - 2005)"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Nidaha
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa struktur industri pada kelompok Bank Pemerintah (BP) dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa (BUSND) sesudah krisis ekonomi 1997; menganalisa pengaruh sturktur industri terhadap kinerja BP dan BUSND sesudah krisis ekonomi 1997; dan mengkaji posisi persaingan BP terhadap BUSND sesudah krisis ekonomi 1997.
Untuk mengkaji tujuan pertama dari penelitian ini, digunakan data antar ruang (cross section) dari semua BP (5 bank) dan BUSND (34 bank) yang ada dalam industri perbankan pada periode terakhir tahun 2004. Untuk menganalisa tujuan penelitian kedua, data yang digunakan adalah data runtut waktu (time series) bulanan, dengan rentang waktu penelitian berkisar antara Januari 2002 - Desember 2004. Adapun untuk tujuan ketiga dari peneiitian ini, diambil sampel dari keseluruhan populasi BP yang ada, yaitu 5 bank. Sedangkan untuk BUSND diambil 1 bank yang memiliki nilai kapitalisasi terbesar saat yaitu BCA (BI - Data Perbankan Indonesia Tabun 2004).
Adapun analisa yang dilakukan adalah (1) menganalisa tingkat konsentrasi industri perbankan sesudah krisis ekonomi 1997, dengan menggunakan Herfindahl Index; (2) persamaan regresi dua variabel untuk menganalisa hubungan antara pangsa pasar dengan kinerja kedua kelompok bank (BP dan BUSND); (3) menggunakan BCG (Boston Consulting Group) growth-share matrix untuk mengkaji posisi persaingan BP dan BUSND pasta krisis ekonomi 1997.
Dengan menggunakan perhitungan HI berdasarkan variabel asset, DPK, dan kredit, dapat disimpulkan bahwa struktur industri dalam Kelompok BP Iebih terkonsentrasi dari Kelompok BUSND. Sedangkan analisa regresi terhadap model mengindikasikan adanya hubungan positif dan signifikan antara pangsa pasar dengan kinerja solvabilitas, rentabilitas, dan likuiditas perbankan (BP dan BUSND), yang menunjukkan bahwa semakin besar pangsa pasar perbankan (BP dan BUSNO), maka semakin tinggi pula kinerja solvabilitas, rentabilitas, dan likuiditas yang akan dimiliki oleh bank tersebut.
Terakhir, dari hasil pemetaan dengan plot ECG Matrix, terlihat bahwa hingga kini BP masih memiliki posisi persaingan kuat terhadap BUSND. Bahkan terdapat 1 BP yang merupakan market leader dalam industri perbankan nasional saat Tni, yaitu BRI."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Pranata
"ABSTRAK
Kondisi perbankan di Indonesia sejak tahun 1997 atau ketika krisís ekonomi menimpa
negeri ini, mengalami masa-masa yang paling sulit dibandingkan dengan tahun-tahun
sebeIumnya. Kinerja keuangan PT. Bank ABC (Persero) dan PT. Bank Negara Indonesia
persero) Tbk. mengalami kerugian karena spread negatif pada pendapatan bunga netto yaitu
beban bunga Lebih besar dari pada pendapatan bunga, sehingga kedua bank tersebut mengalami
kerugian yang sangat besar terlebih dengan pembebanan atau jumlah kredit yang bermasalah
?Non Performing Loan) dalam jumlah sangat besar. Kegagalan ini hampir semua dialami oleh
bank-bank di indonesia.
Kegagalan industri perbankan di Indonesia rnembuat kawatir para deposan institutional
maupun deposan indivisual, apabila sewaktu-waktu bank mereka tempat menyimpan dana
mengalami pencabutan ijin operasionalnya. Meskipun dana mereka dijamin oleh pemerintah
sampai dengan tahun 2000, tetapi proses pembayaran kembali oleh bank pembayar yang ditunjuk
oleh pemerintah memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya bagi deposan dalam jumlah
besar. Oleh sebab itu, para deposan mau tidak mau dituntut untuk mengetahui bank yang akan
dipiih sehat atau tidak. Apabila nantinya setelah tahun 2000 pemerintah tidak akan menjamin
lagi, sedangkan di Indonesia sendiri belum ada lembaga asuransi untuk menjamin hal tersebut
seperti Federal Deposit Insurance Company (FDIC) di Amerika Serikat.
Lingkup pembahasan karya akhir ini lebih banyak dikonsentrasikan pada kebijakan
manajemen bank dalam mengelola asset dan kewajibannya (Liability), untuk menghasilkan
tingkat return yang dikehendaki berdasarkan tingkat resiko yang diambil. Hasil dari penelitian
atau karya akhir ini pernilis harapkan dapat memberikan salah satu pedoman untuk menilai
kesehatan suatu bank melalui pendekatan Risk dan Return Measurement. Disamping itu, penulis
juga melakukan analisa arus kas antara lain untuk melihat apakali ada penaikan (penurunan) kas
bersih dan setara kas.
Untuk menentukan strategi bersaing pada masa yang akan datang, maka penulis
menganalisa terlebih dahulu mengenai lingkungan bisnis PT. Bank ABC (Persero) baik
lingkungan eksternal dan lingkungan internal serta menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman (Analisa SWOT) yang dihadapi oleh PT. Bank ABC (Persero).
Terakhir seteLah menganaiisa hal-hal tersebut di atas, maka dilanjutkan dengan strategi
bersaing yang akan di ambil oleh bank dalam menghadapi persaingan perbankan di Indonesia
yaitu
? Strategi Penetrasi Pasar. Strategi ini dilakukan antara lain melalui usaha pemasaran dan
promosi besar-besaran. Strategi ini dilakukan antara lain untuk memperoleh nasabah baru
ataupun meningkatkan penggunaan dan nasabak melalui kantor-kantor bank yang ada.
? Strategi Pengembangan Produk, yaitu strategi pengembangan produk yang selalu mengikuti
atau mengantisipasi kebutuban keuangan nasabah dalam bentuk produk baru, misalnya
Electronik Banking, Phone Banking, dan jasa-jasa perbankan lainnya.
Kedua strategi tersebut akan dapat berjalan dengan baik, apabila bank melakukan antara lain hal-
hal sebagai berikut:
? Meningkatkan Ketrampilan Pegawai. Dalam era globalisasi dimana tingkat persaingan usaha
yang sangat kompetitif, sumber daya manusia yang handal menjadi salah satu penentu
keberhasilan suatu perusahaan.
? Meningkatkan Teknologi dan Kualitas Pelayanan Perbankan. Dalam rangka meningkatkan
pelayanan dan kemudahan kepada masyarakat/nasabah, maka upaya penyempurnaan sistem
dan teknologi terus dilakukan, sistem operasi terus diperbaiki dan ditingkatkan secara
berkesinambungan agar proses efisiensi bisa terjadi.
? Manajemen Informasi. Bank harus memiliki informasi yang memadai dan inovasi yang
mampu memanfaatkan informasi tersebut menjadi ide-ide yang diaplikasikan.
Dalam mencapai tujuan tersebut, penulis melakukan penelitian di dua bank yaitu bank
pemerintah yang telah go publik (Bank BNI) dibandingkan dengan salah satu bank pemerintah
yang belum go publik yaitu PT. Bank ABC (Persero). Selanjutnya metodologi penelitian yang
kami lakukan membandingkan data kedua bank tersebut dañ tahun 1995 s/d 1999 (Juni) antara
lain atas dasar data Annual Report. Kemudian data tersebut di olah dengan menggunakan analisa
rasio keuangan bank (Risk and Return Measurement), analisa arus kas, dan analisa SWOT untuk
menentukan strategi bersaing bank pada masa yang akan datang.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh hasil yang penting bahwa pada masa sebelum krisis..
bahwa bank pemerintah yang sudah go publik mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan
dengan bank pemerintah PT. Bank ABC (Persero) yang belum go publik. Sedangkan pada masa
krisis, justru sebaliknya yaitu bank pemerintah yang sudah go publik mempunyai kinerja yang
lebih buruk dibandingkan dengan bank pemerintah PT. Bank ABC (Persero) yang belum go
publik, hal itu disebabkan antara lain jumlah kredit yang diberikan (termasuk konversi kredit
valas) oleh Bank BM jauh Iebih besar dengat Bank ABC. Namun tidak menghasilkan interest
income yang maksimal, Dilain pihak jumlah dana masyarakat yang dapat dihimpun pada masa
krisis jauh lebih besar dibandingkan Bank ABC, sehiugga harus membayar biaya bunga yang
sangat mahal.
Penulis menyadari bahwa karya akhii- ini masih jauh dari sempuma, untuk itu kami mohon
saran, kritik, masukan dan apapun namanya yang bersifat membangun, demi perba kan karya
aktir yang telah penulis susun ini.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T5513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Camellia permatasari
"ABSTRAK
Analisa likuiditas sangat penting dilakukan oleh bank terutama dalarn menjaga
kewajiban pembayaran yang dilakukan bank setiap hari untuk kepentingan para nasabah.
Kegagalan dalam memenuhi kewajibannya tersebut akan berakibat fatal. Sedangkan
analisa profitabilitas adalah analisa yang ditujukan untuk mengukur tingkat efisiensi
usaha dan profitabititas yang dicapai oleb bank yang bersangkutan
Pada saat krisis, industri perbankan mengalami masalah yang semakin rumit,
terutama dalam menjaga agar banknya tidak kebabisan likuiditas, dimana likuiditas
merupakan tolok ukur pertama untuk menetapkan kepercayaan terhadap suatu bank, yang
sudah hilang akibat knisis yang berkepanjangan.
Oleh karena itu setiap bank perlu melakukan pengelolaan likuiditas dan
profitabilitas agar kineija bank dapat diperbaiki sehingga bank yang bersangkutan tetap
dapat bertahan dan bersaing serta dapat menaikkan peringkat banknya menjadi yang lebib
baik.
Adapun permasalahan utama yang dihadapi olek Bank CIC pada sat ini adalah
bagaimana melakukan pengelolaan likuiditas yang baik agar banknya tidak mengalami
kesulitan likuiditas, selain Itu ketatnya persaingan dalam industri perbankan pada saat ini
juga merupakan masalah yang tidak kalah penting sehingga perlu dianalisis bagaimana
lingkungan indu sth dañ bank yang bersangkutan sehingga dapat menghadapi berbagai
tantangan dan hamb atan agar dapat tetap bersaing diantara bank-bank yang ada di
Indonesia.
Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisa sejauhmana pengelolaan likuiditas bank CIC dibandingkan dengan benchmarknya yaitu Bank BCA, hingga tetap mampu bertahan menghadapi gempuran bilamana terjadi rush pada bank mengingat krisis kepercayaan yang makin rendah dari masyarakat terhadap bank-bank di Indonesia, menganalisa bagaimana kondisi profitabilitas dari Bank CIC pada rentang waktu terjadinya krisis ekonomi dibandingkan dengan benchmarknya, kemudian menganalisa lingkungan industry Bank CIC guna mengantisipasi adanya persaingan serta hambatan dan tantangan yang dapat mengganggu kelangsungan hidup CIC dalam mempertahankan posisi banknya dan dapat menaikkan peringkat banknya menjadi lebih baik, begitupun juga dilihat bagaimana lingkungan industry dari bank BCA.
Hasil dari analisa likuiditas yang dilakukan terhadap kedua bank menyimpulkan
bahwa kondisi likuiditas dan Bank CIC antara tahun 1997 hingga 1999 secara
keseluruhan meningkat. Teqadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak
menggoyahkan posisi likuiditas dan Bank CIC, karena dari analisa yang dilakukan
terhadap beberapa rasio terlihat bahwa CIC sangat berhati-hati dalam menempatkan
dananya pada pos-pos yang menghasilkafl dan mengurangi persentase dana yang akan
ditempatkan pada kredit, sehingga kemampuan CIC untuk membayar kewajibannya
kepada para nasabah meningkat
Sedangkan dari analisa likuiditas yang dilakukan terhadap Bank BCA dapat
disimpulkan bahwa antara tahun 1997-1998, kondisi likuiditas BCA sedikit menurun,
sehubungan dengan terjadinya rush pada BCA, disamping itu karena BCA memiliki
deposan dalam jumiah yang banyak, dimana semakin banyak deposan dengan suku bunga
yang tinggi akan semakin sulit bagi BCA untuk melunasi kewajibannya.
Menurunnya likuiditas pada tahun tersebut yang ditandai dengan menurunnya
rasio short term securities deposit menandakan bahwa jumlah dana yang ditempatk
path surat berharga berkurang (tabel 4.6) dan dana yang ada cenderung ditempatkan
untuk membiayai kredit (terjadi kenaikan pemberian kredit anta.ra 1997-1998) dimana
kredit merupakan asset yang paling tidak liquid dan beresiko besar karena adanya
kemungkinan terjadinya kredit macet.
Namun pada tahun 1999 kondisi likuiditas BCA sudah mulai meningkat yang
mana kemampuan dari BCA untuk membayar kewajibannya kepada para nasabah juga
meningkat seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan kebijakan yang dilakukan
BCA untuk memperketat pemberian kredit.
Dari analisa profitabilitas yang dilakukan terhadap kedua bank, secara umum
kondisi profitabilitas tahun 1998 kedua bank tersebut agak terganggu, hal ini disebabkan
karena menurunnya kinerja perbankan akibat dan adanya kebijakan suku bunga tinggi,,
banyaknya kredit macet yang menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi kedun bank
tersebut. Akan tetapi pada tahun 1999, kondisi profitabilitas sudah mulai meningkat
sewing dengan menurunnya beban bunga yang harus ditanggung dan membaìknya
kondisi perekonomian Indonesia yang sedikit banyak sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup perbankan.
Hasil dan analisa lingkungan industri yang dilakukan terhadap kedua bank
tersebut tidak jauh berbeda, karena kedua bank tersebut bergerak dalam industni yang
sama akan tetapi karena perbedaan ukuran dalam bal asset, yang ditandai dengan
banyaknya jumlah kantor cabang, nagabah dan lain-lain indikator antara kedua bank
tersebut maka Bank CIC dan Bank BCA memiliki perbedaan dalain faktor ancanian
pendatang barn, dunana hambatan masuknya pendatang barn Yang dinilal dan segi skala
ekonomis, keunggulan yang bukan disebabkan oleh kemampuan finansial seria akses
jalur distribusi menyebabkan hambatan masuk bagi pendatang baru untuk dapat
menyaingi bank CIC relatif rendah, sedangkan bagi Bank BCA tinggi karena BCA sudah
memiliki skala ekonomi yang sangat besar sehingga dibutuhkan investasi yang sangat
besar untuk dapat menyaingi BCA.
"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>