Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113086 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anak Agung Ngurah Agung
"Berkas berisi: 1. Surat dari Anak Agung Ngurah Agung (seorang Regent (Bestuurder)) dari Gianyar, Bali Selatan. Ia mengirimkan foto dan daftar Tapel Topeng dari Pura Panataran Tupeng di Blahbatu, Bali kepada K.J.C.S. Schwart seorang pensiunan residen di Bogor. Adapun jumlah foto sebanyak 5 lembar. Pada 10 Maret 1931, K.J.C.S. Schwart mengirimkan copy surat Anak Agung Ngurah Agung dan 5 lembar foto kepada Dr. Th. Pigeaud."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
BKL.1125-LL 146
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Soffie Andriani Hadi
"Penelitian dilakukan dengan menggunakan sumber primer yaitu Surat Kabar Asia Raja dilakukan dari bulan Juni 2002-Februari 2003 (di bawah bimbingan Dwi Mulyatari, M.A. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003). Tujuannya ialah untuk mengetahui peran foto dan teks berita yang terdapat pada Surat Kabar Asia Raja yang digunakan oleh Jepang untuk melakukan propaganda politiknya. Dalam melakukan penulisan menggunakan metode sejarah. Pengumpulan data dengan menggunakan sumber primer dalam hal ini Surat Kabar Asia Raja yang hanya terdapat pada Perpustakaan Nasional RI dan juga mewawancarai saksi-saksi sejarah seperti H. Rosihan Anwar yang merupakan wartawan dari Surat Kabar Asia Raja, S.K Trimurti seorang Jurnalis dan Yudhi Irawan Soerjoatmodjo seorang Kurator Foto ANTARA. Sumber primer dan sekunder yang didapat kemudian dikritik dan diinterprestasikan berdasarkan data yang didapatkan. Kemudian dituliskan berdasarkan penulisan sejarah.
Hasilnya menunjukkan bahwa memang Jepang menggunakan berbagai media yang ada ketika itu, dan salah satu medianya adalah surat kabar Asia Raja. Surat Kabar ini sangat efektif dalam melancarkan dengan apa yang dinamakan publik opini, di mana foto dan teks berita yang diberitakan harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Pemerintah Jepang, terkait dengan kebijakan yang Jepang lakukan setiap tahunnya pada masa pendudukannya di Indonesia. Sehingga jelas terlihat pola-pola kebijakan pemerintah Jepang di Indonesia ketika itu dituangkan dalam pemberitaan_-pemberitaan yang terdapat di surat kabar Asia Raja. Antara foto dan teks berita sangat terkait erat, karena bentuk visualisasi dari teks berita adalah foto. Foto tidak bisa berbicara banyak bila tidak digandengkan dengan teks berita, sedangkan berita bila tidak digandengkan dengan foto menyebabkan berita kurang diminati untuk dibaca. Akhirnya antara foto dan teks berita adalah dua hal yang tidak bisa terpisah, walaupun bisa terpisah menyebabkan salah satunya menjadi kurang diminati."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Yvonne Triyoga Hoesodoningsih
"Fokus penelitian ini pada kontinuitas dan perubahan seni pertunjukan Topeng Betawi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kesenian orang Betawi diteliti melalui studi pustaka dan penelitian di lapangan. Konsep yang mempengaruhi cara memandang dalam penelitian ini adalah konsep yang dikemukakan oleh Shils yaitu tradisi mengalami perubahan.
Hasil penelitan menunjukan bahwa terdapat kontinuitas existensi orang Betawi sebagai penyelenggara pertunjukan dan pelaku pertunjukan dalam ritual Gantungan Kaul, Ngukub, Naptu, dan Ketupat Lepas. Hasil penelitian juga menunjukan adanya perubahan pada orang Betawi sebagai pelaku pertunjukan, perubahan penyelengara pertunjukan dan perubahan struktur pertunjukan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debbi Candra Dianto
"Wayang Topeng Malangan merupakan sebuah seni pertunjukan khas Malang. Seni sendratari yang berlatar cerita Panji ini sempat menjamur di kalangan masyarakat Malang sebelum tahun 1960-an. Hingga saat ini, seni ini terus menurun dari segi kuantitas dan hanya menyisakan setidaknya kurang dari lima padepokan yang bertujuan mereservasi budaya ini, salah satunya Padepokan Asmorobangun. Dengan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui bagaimana cara pewarisan dan pengelolaan Wayang Topeng Malangan di Padepokan Asmorobangun sehingga dapat bertahan dan tetap aktif di era modern ini. Pertama, penulis menemukan bahwa untuk pewarisan seni ini, Padepokan Asmorobangun yang dipimpin oleh generasi kelima maestro Wayang Topeng Malangan, Pak Handoyo, mengaitkan memori kolektif ke dalam usaha pewarisan yang bisa dikategorikan menjadi tiga: pewarisan melalui cerita, pewarisan melalui keterampilan, dan pewarisan melalui spiritual. Berbagai aktivitas yang melibatkan padepokan dan pihak eksternal dilakukan dengan tetap membawa konteks memori kolektif yang ada. Sehingga, Cerita Panji, pertunjukan seni, dan laku spiritual masih bisa ditemukan dalam aktivitas padepokan. Kedua, pengelolaan yang dilakukan Pak Handoyo di Padepokan Asmorobangun pada masa generasi kelima adalah dengan melihat seni menjadi dua aspek, yaitu pengelolaan wayang topeng malangan sebagai industri budaya dan pengelolaan wayang topeng malangan sebagai aset budaya. Dengan demikian, ada cara- cara yang sakral dan cara-cara yang bersifat inovatif dilakukan guna mempertahankan eksistensi Wayang Topeng Malangan dan bisa bergerak menjangkau kalangan masyarakat luas.

Wayang Topeng Malangan is a typical performing art of Malang. This art set in the story of Panji had spreaded away among the people of Malang before the 1960s. Until now, this art continues to decline in terms of quantity and only leaves at least less than five hermitages that aim to preserve this culture, one of which is the Padepokan Asmorobangun. With this background, the author wants to know how to preserve and manage Wayang Topeng Malangan at Padepokan Asmorobangun so that it can survive and remain active in this modern era. First, the writer finds that for the inheritance of this art, Padepokan Asmorobangun which is led by the fifth generation of Wayang Topeng Malangan maestro, Pak Handoyo, links collective memory to the inheritance effort which can be categorized into three: inheritance through stories, inheritance through skills, and inheritance through spiritual. Various activities involving hermitages and external parties are carried out while still carrying the existing cultural memory context. Thus, Panji Stories, art performances, and spiritual practices can still be found in hermitage activities. Second, the management carried out by Pak Handoyo at Padepokan Asmorobangun during the fifth generation was by looking at art into two aspects, namely the management of Wayang Topeng Malangan as a cultural industry and the management of Wayang Topeng Malangan as a cultural asset. Thus, there are sacred and innovative ways to maintain the existence of Wayang Topeng Malangan and to reach out to the wider community. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum, 2012
770 IND k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Nehemia
"Penelitian ini mencoba melihat bagaimana ekspose foto-foto dalam media massa dalam melihat perang terutama mengenai Invasi Amerika Serikat (AS) dan koalisinya yaitu Inggris, Australia, dan Spanyol terhadap Irak. Seperti diketahui bahwa AS dan koalisinya tidak memperdulikan pendapat banyak negara yang menentang terjadinya kekerasan di Irak yang selama ini telah porak poranda karena Perang teluk pertama serta embargo ekonomi yang dilakukan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa). Bahkan AS dan koalisinya meninggalkan kursi dialog di PBB lalu menyerang sendirian tanpa persetujuan Dewan Keamanan (DIG) PBB.
Ketika melakukan penyerangan, pasukan koalisi terutama dari AS mengikutsertakan para wartawan untuk menyaksikan perang. Penyertaan wartawan ini kemudian disebut embedded, dimana beberapa wartawan "ditanam" dalam pool atau kelompok pasukan tertentu yang diberangkatkan ke medan perang. Tentunya semua dalam kelompok tentara AS. Dan pemberitaannya mau tidak mau berasal dari sudut tentara AS. Walaupun begitu ternyata ada juga yang bukan termasuk kelompok penyertaan. Hanya saja pemberitaannya tetap bias karena tidak ada yang berani langsung masuk ke jantung pertahanan musuh kecuali jaringan televisi A1-Jazeera maupun kontributor-kontributor wire services atau agen foto yang berkewarganegaraan Arab. Karena kemampuan kelompok wire services (jaringan penyedia berita) dan media massa barat dalam bidang SDM, Dana, dan Teknologi maka mereka bisa mendapatkan banyak berita dan foto-foto penting dari segala penjuru dunia. Lalu mereka menjual dan mendistribusikannya ke seluruh dunia. Konsumen yang paling sering menggunakan jaringan wire services ini adalah media massa Asia yang memiliki keterbatasan dalam segala hal. Sehingga untuk menampilkan berita yang menarik dan cepat mereka tinggal membelinya dari jaringan media massa luar negeri ini.
Pembelian ini sayangnya terkadang tidak melihat ideologi dari penyedia berita tersebut. Karena jaringan penyedia berita tersebut bahkan kebanyakan berasal dari negara pendukung invasi ke Irak. Namun sebenarnya mereka bisa menyeleksinya, sehingga tidak semua berita ataupun foto yang disediakan diambil begitu saja. Penyeleksian berita inilah yang menjadi bagian penting dari ideologi media, dimana mereka hidup bergantung kepada khalayaknya, pengiklan, budaya organisasi, dan lain sebagainya.
Maka ketika Kompas menampilkan foto berita yang kebanyakan dari jaringan penyedia berita Barat bahkan dengan menampilkannya secara berwarna maka dapat dipastikan bahwa Kompas berusaha menampilkan foto berita yang secara garis besar mendukung Invasi negara-negara koalisi ke Irak. Perhitungannya adalah bahwa foto berita yang di dapat dari jaringan penyedia berita barat ada sebanyak 136 foto dibandingkan foto dari kontributor langsung yang hanya berjumlah 1 buah. Bahkan ketika dihitung berasarkan isi foto, maka dapat dilihat bahwa foto yang mendukung ada sebanyak 80 dibandingkan dengan foto yang menentang yang hanya sebanyak 57 foto."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninuk Irawati Kleden Probonegoro
"Nomi mengatur napasnya yang memburu, merapikan kain dan memasukkan ujung kebayanya pada gulungan yang melingkari tubuhnya, mengusap keringat dengan lengan kebaya itu, merapikan rambut yang baru beberapa hari dikritingnya, mengambil teko yang tersedia di tempat itu dan menghirup ujungnya. Sementara penonton berteriak "lagi ... lagi", dan sekali lagi pinggul Nomi berputar, dadanya bergerak-gerak dan kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama musik tetalu" (Bab V: 4.).
Tulisan di atas adalah petikan dari suatu pertunjukan teater topeng milik orang Betawi. Orang Betawi itu sendiri terbentuk dari suatu proses melting pot, yaitu percampuran dari beberapa kelompok etnik yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan di luar Indonesia, yang pada pencatatan penduduk pada akhir abad 19 (1893) telah merupakan suatu kelompok etnik sendiri, berbeda dari kelompok-kelompok etnik lain (Castles, 1967).
Pada waktu itu di Batavia, yang kemudian menjadi Jakarta, dan sekitarnya, terdapat empat kelas dalam stratifikasi sosialnya, yaitu kelas orang-orang Belanda, mereka yang beragama Kristen yang merupakan orang-orang Indo, kelas Timur Asing, kelas orang Indonesia pada umumnya dan kelas budak (Wertheim, 1964: 136). Golongan budak tidak lagi muncul dalam pencatatan penduduk pada akhir abad ke 19, karena golongan ini telah lebur ke dalam golongan pribumi (atau orang Indonesia pada umumnya), sesuai dengan undang-undang penghapusan perbudakan. Orang Betawi sebagaimana halnya dengan golongan penduduk asli yang lain, dalam sistem pemerintahan Hindia-Belanda masuk dalam kelas sosial bawah.
Daerah di mana orang Betawi tinggal dikuasai oleh tuan-tuan tanah partikulir dengan hak-hak istimewanya. 304 orang tuan tanah partikulir sampai dengan permulaan abad ke 20 menguasai daerah Jakarta dan sekitarnya. (Delden, 1911), dan menurut laporan Sartono Kartodirdjo {1973: 23) pada tahun 1915 seluruh pulau Jawa dikuasai oleh 582 orang tuan-tuan tanah partikulir. Dari data yang diberikan oleh Delden dan Sartono Kartodirdjo tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar tuan tanah partikulir menguasai daerah di mana orang Betawi tinggal.
Antara tuan tanah yang kebanyakan orang Eropa dan Tionghoa dengan hak-hak istimewanya dan orang Betawi yang menjadi penyewa terjadi suatu jarak sosial yang cukup jauh. Orang Betawi yang sampai dengan permulaan abad ke 20 tinggal di daerah kekuasaan tuan-tuan tanah, tertindas karena adanya hak-hak istimewa tuan tanah tersebut. Mereka diharuskan membayar berbagai bentuk pajak dalam jumlah yang tidak kecil, diwajibkan bekerja untuk tuan-tuan tanah dalam waktu yang telah ditetapkan, dan semua beban tersebut disertai sangsi yang cukup berat pula. Keadaan tersebut menyebabkan adanya ketegangan-ketegangan (depresi yaitu perasaan tertekan karena kalah dan kompleks inferior yaitu perasaan rendah diri), yang antara lain terungkap dalam berbagai bentuk pemberontakan (Kartodirdjo, 1984) dan juga dalam bentuk cerita prosy rakyat seperti yang dipertunjukkan dalam pertunjukan teater topeng Betawi.
Suatu pertunjukan teater topeng Betawi dapat berlangsung apabila melibatkan lima unsur yang saling terkait, yaitu (1) si empunya hajat, (ii) pemain, (iii) penonton dan (iv) pertunjukannya.
Pertalian si empunya hajat dengan pertunjukan teater topeng Betawi adalah bahwa yang bersangkutan membutuhkan diadakannya pertunjukan teater topeng Betawi untuk memeriahkan pesta hajatannya, atau untuk menebus nazar yang pernah diucapkan ketika ia tertimpa musibah. Adanya kebutuhan akan pertunjukan teater topeng Betawi oleh kelompok orang-orang yang mempunyai hajat, merupakan salah satu alasan bahwa teater topeng Betawi dapat bertahan.
Pertalian si empunya hajat, pemain dan penonton dengan pertunjukan teater topeng Betawi, disebabkan karena baik si empunya hajat, pemain maupun penonton adalah-anggota masyarakat pendukung teater topeng Betawi. Pemain mempunyai kekhususan, yaitu dalam hal gaya hidup dan pandangan-pandangannya terhadap masalah-masalah sosial, dan kekhususan ini merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi pemain dalam menginterpretasikan dan menyajikan cerita-cerita yang dipertunjukkan. Sedang penonton pertunjukan teater topeng Betawi adalah anggota masyarakat Betawi pendukung teater topeng juga, yang datang menonton pertunjukan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D167
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Kardji
Denpasar: Binoh Kelod, 1992
793.31 IWA t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"This article examine a study of exploration in which is ?style? of masked dancedrama?s concentration of Surakarta and Yogyakarta regions. Two of them were the center of masked dancedrama called ?Dramatari Topeng? in Java island. Because of the specific scope of study focussed on masked dancedrama in Java, so that the article will strives a very limited topic namely ?identifi cation of performance style?. Basic stuff of masked dancedrama in Java based on movement materials of two different grand style in Surakarta include its root in Klaten and arround, and Yogyakarta style and its root arround Kalasan area. All of two grand styles will explore using ethnochoreopogical approach which are combined by comparative study related to its urgence on multilayered entities of their performance each other. Through this article we would recognize the aspects of identifi cation of grand style within two movement materials of the most infl uence dance style in the masked dancedrama in Java."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
JKSUGM 1:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Praychita Utami
"Topeng Betawi sebagai tradisi lisan terus tumbuh dan mengalami pembaharuan di tengah modernisasi yang melingkupinya. Bertahannya Topeng Betawi menunjukkan bahwa kebudayaan bukan sesuatu yang kaku dan statis. Salah satu upaya yang dilakukan oleh kelompok Topeng Betawi Margasari Kacrit Putra untuk berhadapan dengan modernisasi dan perubahan di sekitaranya, yaitu dengan cara menyesuaikan struktur pertunjukannya dengan irama kehidupan yang semakin cepat. Melalui kajian metode transmisi, tampak ada seperangkat strategi yang diakukan untuk memelihara kelangsungan tradisinya. Topeng Betawi sebagai suatu pertunjukan yang mempunyai aspek teater dengan unsur hiburan dan ritual dengan unsur kemanjuran di dalamnya, diwujudkan melalui struktur pertunjukan yang digarap melalui strategi yang dimiliki, yaitu dengan dihadirkan elemen yang tetap dan elemen longgar.

Topeng Betawi as an oral tradition continues to grow and innovate in the midst of modernization that surrounds it. The persistence of Topeng Betawi shows that culture is not rigid and static. An attempt made by Topeng Betawi Margasari Kacrit Putra Group to cope with modernization and change, is by adjusting the structure of the performance with the rapid rhythm of life. A study of the method of transmission shows there is a set of strategies used to preserve the tradition. Topeng Betawi as a performance that contains a theater aspect with the element of entertainment, and ritual aspect with the element of efficacy in it, is actualized through the structure of the performance that is brought out through those strategies, by featuring fixed elements as well as changeable elements."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T34826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>