Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103251 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Irawan
"ABSTRAK
Seperti telah diketahui bersama. ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia Sangat
besar, Menurut hasil sensus ekonomi tahap III yang dihimpun oleh Biro Pusat Statistik,
pengusaha besar yang jumlahnya di: bawah 1% dari total 16 juta unit usaha menguasai 70%
produk domestik bruto. Hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah dan lembaga keuangan
pada Masa Orde Baru memprioritaskan pertumbuhan usaha besar dengan pernbiayaan secara
besar-besaran dan cenderung berorientasi korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Model pembiayaan usaha besar seperti di atas ternyata berakibat kontraproduktif dan
mulai terlihat sejak krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Banyak pengusaha besar
yang berjatuhan karena tidak didukung o!eh dasar bisnis yang kuat dan sehat. dan terlalu
banyak menanggung hutang dalam mata uang asing yang sulk dikembalikan saat terjadi
fluktuasi kurs yang tajam terhadap rupiah.
Menyadari hal itu, pemerintah mulai memperhatikan pertumbuhan usaha kecil yang
justru dapat bertahan saat krisis ekonomi terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya RUU
perkreditan yang mencakup bebcrapa pasal yang terkait dengan pengembangan usaha kecil
Salah satu pasal mewajibkan bank untuk mengalokasikan sedikitnya 40% dari portofolio
kreditnya bagi usaha kecil. Pasal lain menyebutkan pula bahwa jaminan kredit bagi usaha
kecil adalah prospek usahanya, dan bank kreditur wajib mengawasi dan niembimbing debitur
usaha kecil.
Dengan adanya RUU tersebut, BRI yang selama ini telah dengan konsisten menyalurkan
kredit kepada usaha kecil dan menengah perlu melakukan pembenahan untuk menghadapi
persaingan yang akan semakin ketat di masa mendatang. Walaupun BRI memiliki
keunggulan banyaknya jaringan di wilayah pedesaan, namun demikian perbaikan pola kerja
dan kualitas pelayanan perlu dilakukan, agar tetap dapat mempertahankan kompetensinya.
Adapun tujuan khusus studi ini adalah memperbaiki pedoman kerja penyaluran kredit umum
pedesaan BRI unit dalam proses pendaftaran, pemeriksaan kelayakan kredit, pengambilan
keputusan dan penyaluran pinjaman, sera pembinaan dan pengawasan kinerja kredit.
Mengingat permasalahan dalam penyaluran Kupedes ini bersifat tidak terstruktur karena
diperigaruhi oleh karakter debitur dan sumber daya manusia BRI unit, budaya dan
kebijaksanaan perusahaan, serta kebijaksanaan pemerintah, studi ini menggunakan metode
Soft System Methodology (SSM) untuk menstrukturkan permasalahan dan mencari pemecahan
dengan model konseptual. Proses pembahasan masalah dalam SSM meliputi penggambaran
permasalahan dengan kartun (rich picture), analisis CAT WOE (Customers, Actors,
Transformation process, Work/view, Owners, dan Environment) untuk mengkaji faktor-faktor
yang mempengaruhi sistem dalam penyaluran kredit, identifikasi model konseptual dan sistem
tersebut. membandingkan model konseptual dengan kenyataan yang ada, dan membuat suatu
rekomendasi untuk perbaikan.
Sesuai dengan tujuan studi ini, pembahasan pedoman kerja penyaluran Kupedes dibagi
menjadi empat bagian, yaitu proses pendaftaran, pemeriksaan kelayakan kredit, pengambilan
keputusar. dan penyaluran pirij aman. serta prnbïnaan dan pengawasan kinerja kredìt.
Pada proses pendaftaran terlihat bahwa pembuku bersifat pasif dalarn melayani calon
debitur dan fungsinya lebih bersifat administratif. Seharusnya, pembuku lebih bersifat
proaktif dengan turut berperan dalam pemasaran Kupedes dan juga analisis awal calon debitur.
Pada proses pemeriksaan kelayakan kredit, kepala dan BRI unit desa (kepaia unit desa)
dapat pula melakukan pemeriksaan lapangan. Hal ini tidak sejalan dengan model konseptual
yang membedakan pembagian tugas antara pengambil keputusan dengan analis kredit. Untuk
itu, kepala unit desa sebaiknya fokus dalam perannya sebagai penanggung jawab dan
koordinator bagi BRI unit, dengan mendelegasikan tugas tersebut kepada mantri.
Pada proses pengambilan keputusan dan penyaluran pinjaman, terdapat kekurangan pada
pedoman kerja bag kepala unit desa dan kasir. Berkaitan dengan proses sebelumnya, jika
kepala unit desa melakukan pemeriksaan lapangan, maka wewenang pengambilan keputusun
terletak pada kantor cabang. Dengan diperbaiknya proses pemeriksaan kelayakan kredit,
maka kepala unit desa tidak perlu melakukan pemeriksaan lapangan dan wewenang
pengambilan keputusan terletak padanya. Sedangkan, pedoman kerja bagi kasir terlihat tidak
menunjukkan koordinasi dengan pembuku sehingga kasir masih menanyakan kepada nasabah
mengenai besar pinjaman, jangka waktu, ataupun cara mengangsur. Untuk itu, perlu
diperbaiki koordinasi antara kasir dengan pembuku.
Pada proses pembinaan dan pengawasan kinerja kredit, kepala unit desa turut pula
berperan sebagai petugas pemberantas tunggakan di lapangan. Sebaiknya, peran kepala unit
desa cukup sebagai koordinator sehingga dapat lebih efektif dalam menjalankan tugasnya
sebagai penanggung jawab BRI unit. Pada proses ini, hal lain yang perlu diperbaiki adalah
perlunya diberikan laporan secara berkala mengenai kinerja Kupedes kepada kantor cabang,
dan pembayaran tunggakan Iangsung kepada kasir (tidak melalui petugas).
Di luar pedoman kerja tersebut, perlu pula dilakukan pelatihan bagi setiap fungsi yang
terlibat sehingga memahami pula karakteristik pemasaran jasa dan usaha kecil. dengan tujuan
memperkecil kesenjangan antara harapan debitur, persepsi manajemen, spesifikasi kualitas
jasa, komunikasi eksternal, dan jasa yang diterima debitur, Tindakan-tindakan yang dapat
dilakukan yailu mempelajarí apa yang diinginkan debitur, membangun standar kualitas
penyaluran Kupedes, memastikan bahwa kinerja jasa memenuhi standar, dan memastikan
bahwa penyerahan jasa sesuai dengan yang dijanjikan.
"
2002
T3076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny Putri Lisa
"Sektor UMKM merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian sebuah negara, khususnya negara berkembang. Namun, salah satu hambatan bagi UMKM sendiri adalah masalah pada pembiayaan pada sektor UMKM. Bank Indonesia sendiri telah mengeluarkan peraturan Bank Indonesia 2015 tentang Penyaluran Kredit UMKM yang menyatakan bahwa di tahun 2018 setiap bank umum harus menyalurkan proporsi kredit UMKM sebesar 20% dari total seluruh kredit. Ternyata, angka NPL dan DPK mempengaruhi penyaluran kredit UMKM. Model regresi data panel digunakan untuk menjawab pertanyaan ini. Proyeksi penyaluran kredit UMKM di tahun 2018 adalah kelompok Bank Asing dan Bank Campuran masih sangat jauh dari target yang telah ditentukan.

Micro, Small, Medium Enterprise (MSME) is one of the most important sector in economy of a country, especially for developing countries. But one of the biggest obstacle to reach that is about financing for MSMEs. Bank Indonesia itself has already launched the regulation called Peraturan Bank Indonesia (PBI) 2015. It is about the target that all of commercial bank must obey the rule that they have to allocate 20% of the total credit for MSMEs loan. The results are Non Performing Loan (NPL) and Dana Pihak Ketiga (DPK) affect the credit supply for MSMEs. Panel regression model is used to answer this question. Moreover, the projection shows that Foreign Bank and Joint-Venture Bank has still so many to go to reach the target."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S64392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Mujahid
"Persoalan Pembiayaan UKM yang berlaku di Bank konvensional selama ini adalah relatif tingginya tingkat suku bunga yang dibebankan serta penyerapan kredit UKM yang belum maksirnal. Salah satu altematif terhadap persoalan diatas adalah pola pembiayaan UKM dengan pola syari'ah. Namun demikian pembiayaan UKM melalui Bank Syari'ah tidak serta merta menyelesaikan masalah. Ada banyak hal yang harus dibenahi dalam pengembangan kredit UKM dengan pola syari'ah diantaranya adalah sosialisasi, pengembangan SDM syari'ah, proses penyadaran masyarakat dari interest minded ke cara usaha bagi hasil yang saling menguntungkan.
BRI terutama BRI Syari'ah sebagai salah satu lembaga perbankan syariah barn yang mengkonsentrasikan bisnisnya pada pembiayaan ritel dan mikro. Bila dilihat dari sisi teknik prosedur nampaknya tidak terlalu sulit untuk mentransformasi pola pembiayaan konvensional ke pola syari'ah, karena BRI mernang basisnya UKM, tetapi pada aplikasi yang lebih jauh maka akan nampak heberapa kendala yang memerlukan penanganan yang Iebih serius dan intensif metalui analisa SWOT sehingga kredit UKM dengan pola syari'ah bisa memudahkan, menguntungkan dan memberi manfaat kepada kreditur maupun debitur. Melihat penomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan kajian komprehensif terhadap penyaluran usaha kecil dengan pola syari'ah.

The conventional banking ongoing problem of financing for small and medium enterprise is high interest rate burden and unoptimal financing scheme. But there is a method in solving the financing problem through syariah scheme, but it does not mean financing through syariah banking system able to solve the entire financing problem. There are still a lot of problem, which need to be solved, such socialization, syariah human resources development, and society awareness process from interest minded to mutual profit sharing system.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) especially Bank Rakyat Indonesia Syariah is the newest syariah banking institutions, which its business concentrated to micro financing. It does not seem really difficult to transform conventional financing scheme to syariah financing scheme if it is being seen from technical procedure system. But for the further practical application system, there are still a lot of serious and intensive financing problem which need to be handled of making syariah financing system easier, profitable and benefitable for both side, creditor and debtor, through Strength, Weakness, Opportunity and Threat analysis (SWOT) Observing that phenomenon, I am interested to do such a comprehensive study of small and medium syariah financing system.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Miqdad Robbani
"ABSTRAK
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah usaha kecil menengah Indonesia pada tahun 2013 berjumlah 99,99% dari jumlah unit usaha dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 60,34%. Sayangnya, UMKM seringkali mengalami kesulitan dalam mengakses sumber daya, salah satunya sumber daya permodalan. Penelitian ini menggunakan panel data dari 124 bank yang ada di Indonesia sejak tahun 2008 hingga tahun 2014. Dengan menggunakan metode fixed effect, random effect dan GMM, penelitian ini diharapkan mampu melihat faktor yang mempengaruhi pembiayaan UMKM pada perbankan syariah. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa aspek syariah, moneter dan ukuran bank memberikan pengaruh signifikan terhadap pembiayaan usaha mikro kecil menengah pada perbankan di Indonesia.

ABSTRACT
Based on data from the Cooperatives and SMEs Ministry, the number of Indonesian small and medium enterprises in 2013 was 99.99% of the total business units with contribution until 60.34% of GDP. However, SMEs mostly have difficult in accessing resources which one of them was capital resource. This study uses panel data of 124 banks in Indonesia from 2008 to 2014. By using random effect and GMM methods, this study tried to assess the factors that influence the banks preference for fiancing SMEs, especially in Islamic banking. The results of this study indicate that aspects of sharia, monetary and bank size have significant impact on SME financing Indonesian banking."
2016
S62856
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ery Arianto
"UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOS1AL DAN 1LMU POL1T1K
PROGRAM PACASARJANA
PROGRAM STUDIILMU ADMINISTRAS1
KEKHUSUSAN ADMTNISTRASI DAN KEBIJAKSANAAN BISNIS
ABSTRAK
ERY ARIANTO
3996232292
ANAUS1S PRESTASI PENYALURAN KREDIT KEPADA USAHA KECIL
DAN KOPERASI
Xiii+ 112 Halaman + 20 Tabel + 1 Gambar
Daftar Pustaka : 23 Buku, 10 lain-lain (1982 - 2001)
Studi ini bertujuan untuk menganalisa prestasi penyaluran kredit kepada usaha kecil dan koperasi yang dilaksanakan oleh PT. Jamsostek (Persero) dimana sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebijakan pemerintah dalam hal menyisihkan sebagian labanya untuk dimanfaatkan oleh usaha kecil dan koperasi. Pemerintah mengharapkan BUMN dapat melakukan pembinaan terhadap usaha kecil dan koperasi, antara lain dengan alasan sebagai berikut:
1. Dalam rangka mendorong kegairahan dan kegiatan ekonomi, memperluas lapangan kerja, meratakan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2. Adanya potensi yang relatif besar dalam pengembangan usaha kecil dan koperasi.
3. BUMN mempunyai kemampuan untuk melakukan pembinaan/bimbingan dalam permodalan, pemsaran, dan peningkatan sumber daya manusia.
PERPUSTAKAAN PUSAlH
UNIVERSI1AS INDONESIA I
r
4. BUMN diharapkan menyisihkan labanya sebesar 1 - 3 % untuk dimanfaatkan oleh usaha kecil dan koperasi, sehingga pengembangan usaha kecil dan koperasi dapat tercapai.
Penelitian ini memfokuskan perhatian pada masalah prestasi penyaluran kredit kepada usaha kecil dan koperasi sekaligus dapat mengetahui keinginan dari usaha kecil dan koperasi atas penyaluran kredit dari PT. Jamsostek (Persero) tersebut, Dengan demikian, pihak BUMN dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan untuk melakukan evaluasi kinerjanya.
Pelaksanaan pembinaan dilakukan mulai tahun 1991. Penelitian ini dibatasi hanya berdasarkan data tahun 1995 - 2000. Selama lima tahun terdapat 1.857 unit/mkra binaan yang berada dibawah pembinaan PT. Jamsostek (Persero) yang tersebar di 16 propinsi seluruh Indonesia. Dengan berbagai pertimbangan, penelitian hanya memfokuskan pada tiga propinsi, Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Pembatasan ini sengaja dilakukan karena tiga propinsi tersebut diperkenalkan sistem mitra binaan ini dalam waktu yang hampir bersamaan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Pertama menyusun analisis berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari tiga propinsi sejak tahun 1995-2000. Data tersebut disusun berdasarkan jumlah besarnya pinjaman dana, sisa pinjaman dana yang tidak/belum terlunasi, kondisi mitra binaan terhadap pinjamannya (lancar, kurang lancar, lunas, macet dan ragu-ragu). Kedua, disebarkan sejumlah kuestioner yang dimintakan pendapat dan pandangan mitra binaan yang berada di tiga propinsi, untuk rnengevaluasi pembinaan yang
telah diberikan BUMN, termasuk di dalamnya harapan mitra binaan terhadap sistem pembinaan yang diharapkan dapat mereka terima.
Hasilnya, sebagian pinjaman termasuk dalam kategori macet. Jika dilihat alasan dan persepsi dari mitra binaan, mungkin saja hal ini terjadi karena terdapat perbedaan persepsi tentang sistem pembinaan yang dilakukannya. Walaupun yang dimaksud dengan pembinaan tidak melulu dengan pemberian pinjaman, tetapi termasuk juga pembinaan dalam hal manajemen, pemasaran, pelatihan SDM, penertapan teknologi dan sebagainya. Dari hasil analisis, ditemukan ternyata persepsi mitra binaan tentang pembinaan adalah lebih menekankan pada sisi manajemen. Sementara itu untuk masalah pemberian modal dan persyaratan-persyaratan lainnya diharapkan pihak BUMN yang memberikan rambu-rambunya, sehingga mitra binaan hanya bertindak sebagai pelaksana saja.
Berkaitan dengan evaluasi kebijakan tentu tidak bisa dilakukan hanya satu kali. Hasil penelitian ini sedikit atau banyak dapat dipakai sebagai rujukan bagi pelaksanaan penyalur kredit kepada mitrabinaan, dalam hal ini PT. Jamsostek (Persero). Dengan demikian mitra binaan dapat berkembang dan dapat bersaing di era globalisasi ini.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T287
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Mukminin
"ABSTRAK
Modal merupakan salah satu komponen yang sangat esensial dalam
mendukung pengembangan usaha, apapun skalanya, baik usaha besar,
menengah apalagi kecil. Bagi usaha besar masalah pendanaan dapat diatasi
melalui pinjaman dan bank atau menjual sahamnya ke pasar modal. Tapi bagi
usaha kecil, akses untuk mendapat bantuan modal dan bank relatif sulit.
Untuk mempercepat pertumbuhan usaha kecit dan membuatnya menjadi
usaha yang tangguh, salah satu usaha yang dilakukan adalah memben
kemudahan untuk memperoleh, bantuan modal. Pemerintah melalui Menteri
Keuangan, dengan Surat Keputusan Nomon 1232/KMK.O1 3/1 989 yang
kemudian disempumakan dengan Surat Keputusan Nomor 316/KMK.016/1994
telah mewajibkan seluruh BUMN untuk menyalurkan laba yang diperolehnya
sebesar 1% sampai dengar, 5 % guna menibanitu permodalan usaha kecil.
Bantuan yang sudah dimulai pada tahun 1990, menunjukkan nilai yang
besar. Penggunaan sumber-sumber ekonomi yang demikian besar, apabila tidak
dikelofa secara baik akan menimbulkan pemborosan.
Untuk melihat lebih dekat mengenaí penyaluran dana pembinaan usaha kecil
oleh BUMN, dalam karya akhir ini kami mencoba membahas mengenai efisiensi
penyaluran dana pembinaan tersebut oleh PT JM (Persero) dan PT WK
(Persero) perlode sampia dengan tahun 1996.
Mitra binaan JM dan WK meliputi beibagai jenis usaha yang tersebar di
berbagai daerah. Bantuan yang diberikan kepada mitra binaan tersebut meliput
hibah berupa pendidikan dan pelatihan, bantuan pemasaran dan bantuan modal
kerja.
Dari penelitian yang dilakukan temyata bantuan pendidikan dan pelatihan
yang diberikan belum terarah kepada mitra binaan. Sebagian hibah untuk
pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada lembaga pendidikan yang
penggunaannya diserahkan kepada lembaga pendidikan tersebut dan sebagian
lagi digunakan untuk melatih usaha kecil yang bukan merupakan mitra binaan.
Akibatnya mitra binaan yang memerlukan pendidikan dan polatihan mengenai
aspek teknis produksi dan aspek manajenal tidak memperolehnya.
Bantuan pemasaran yang diberikan dalam bentuk mengikut sertakan
mitra binaan dalam pameran-pameran telah membantu usaha kecil dalam
memperkenalkan produk yang dihasilkannya ke pasar dan mitra binaan tersebut
menjadí tahu apa yang díinginkan oleh konsumen terhadap produk yang
dihasilkannya.
Bantuan modal kerja yang merupakan alokasi paling besar atas dana
pembinaan usaha kecil, telah disalurkan ko berbagal jenis usaha kecil di
berbagalidaerah. Untuk mendapatkan bantuan modal kerja, syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh calon mitra binaan relatif mudah, bunga yang dibebankan
atas pinjaman tersebut jauh lebih rendah dibandingkan bunga bank, serta untuk
mendapatkannya tidak disyaratkan untuk menyerahkan jaminan kebendaan.
Kemudahan-kemudahan tersebut telah mengudang banyak usaha kecil
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhyatma Fahrul Endropranoto
"ABSTRAK
Kredit usaha mikro adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk modal kerja. Untuk memberi kepastian hukum bagi kreditur dan debitur, maka dibutuhkan jasa Notaris, salah satunya untuk melegalisasi perjanjian kredit usaha mikro tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan kredit usaha mikro menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan bagaimana akibat hukum perjanjian kredit usaha mikro Bank X yang dibuat di bawah tangan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini yaitu pengaturan kredit usaha mikro terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan akibat hukum perjanjian kredit usaha mikro yang dibuat di bawah tangan, apabila suatu saat terjadi kredit macet lalu muncul gugatan di pengadilan, lalu debitur yang bersangkutan memungkiri tanda tangannya, akan berakibat hilangnya kekuatan hukum perjanjian kredit yang telah dibuat

ABSTRACT
Micro business loans are granted by banks to borrowers for their capital. To provide legal assurance for both creditors and debtors, Notary services are needed, as to legalise the micro credit agreement. The purpose of this study was to determine how microcredit arrangements under the terms of legislation are enforced in Indonesia and how the legal consequences of micro credit agreement of Bank X made under the hand deed. This research is done by normative juridical method. The results of this study are setting microloans come in a variety of legislation in force in Indonesia, and the legal consequences of agreement microloans made in underhand deed, that if there is unpaid credit which emerged a lawsuit in court, then the debtor in question might belie his signature, and would entail the loss of legal force of credit agreement that has been made."
2016
T46448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Anindya Setyoko
"Pemberian kredit UMKM erat kaitannya dengan BPR, namun saat ini terdapat lembaga keuangan baru yang memberikan pembiayaan dengan konsep yang berbeda yakni dengan konstruksi peer-to-peer lending P2P Lending melalui perusahaan Financial Technology fintech. Penelitian ini membahas perbandingan pemberian kredit UMKM antara BPR dengan perusahaan Fintech P2P Lending dan menganalisis implikasi hukumnya terhadap perbandingan pemberian kredit tersebut. Penelitian dari skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Penelitian ini menujukkan bahwa pemberian kredit UMKM di BPR dan perusahaan Fintech P2P Lending tidak sepenuhnya sama dan berbeda. Keduanya mempunyai fungsi yang sama sebagai financial intermediary dan menjalankan usaha kredit.
Perbedaan utama dari keduanya ada pada sumber pendanaan kredit dan hubungan hukum para pihak. Dari perbandingan tersebut, terdapat implikasi hukum atas pemberian kredit melalui lembaga keuangan baru dengan konsep P2P Lending, yakni berakibat kepada masuknya celah yang besar terhadap aspek pencucian uang dan perndanaan terorisme, juga terhadap batasan tanggung jawab para pihak atas kredit macet yang berakibat kepada pentingnya perlindungan hukum bagi para pihak, terutama kreditur. Selain membahas implikasi hukum, terdapat pula implikasi dalam hal persaingan usaha pemberian kredit antara BPR dengan perusahaan fintech P2P Lending.

SME credit is closely related to Rural Banks, but nowadays there is a new financial institution that provides financing with different concepts through peer to peer lending P2P Lending provided by financial technology fintech company. This study discusses the comparison and its law implications between The SME Credit by Rural Bank and Fintech Company P2P Lending. The research type of this thesis is literature research, hence the typology of this research is descriptive. The result of this study shows similarities and differences between the Rural Banks and Fintech Company P2P Lending. Main similarities are in the function of financial intermediary and loan of money.
The main differences are in the source credit fund and legal relations among the parties. From this comparison, there are legal implications of obtaining the credit through fintech companies P2P Lending , which resulted in the influx of money laundering and funding of terrorism. Also, it limits the responsibility of the parties to the non performing loans that resulted the importance of legal protection for the parties, especially creditors. In addition to discussing the legal implications, there are also implications in terms of competition between BPR and lending by fintech companies P2P Lending.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harefa, Mandala
"Usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi yang telah lama menjadi bagian dari pembangunan ekonomi nasional. Dampak dari krisis moneter dan ekonomi. yang mana meruntuhkan sendi-sendi perekonomian nasional, termasuk rontoknya fungsi bank sebagai lembaga intermediasi penyaluran dana kemasyarakat menjadi tersendat. Tidak terkecuali dalam hal ini kredit bagi usaha kecil yang turut terpengaruh.
Dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh usaha kecil perlu disikapi secara tepat dengan melihat kondisi yang dihadapi, karakteristik kegiatan dan masalah-masalah sesuai prioritas kebijakan. Secara politis keberadaan usaha kecil dalam perekonomian nasional memang telah mendapat dukungan, antara lain melalui Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, Undang-Undang No. 9/1995 tentang Usaha Kecil, serta paket kebijakan bagi usaha kecil sejak tahun 1978, Paket Januari tahun 1990, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang; Perbankan yang diubah dalam UU No.10 Tahun 1998 hal dalam fasilitas kredit seperti kredit usaha Kecil (KUK) yang tertuang datum SK DIR. 3014, tahun 1990 -1997 dari Bank Indonesia yang mengatur secara rind mengenai penyaluran KUK each seluruh lembaga perbankan nasional. Tetapi.dalam realitanya usaha kecil seringkali menghadapi masalah dalam mengaplikasikan kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah. Dalam proses permohonan kredit usaha kecil misalnya, agar dapat dikabulkan oleh bank, apabila usaha tersebut dinilai layak oleh bank, selain memenuhi syarat-syarat yang sangat rumit dan berat yakni 5 C atau K yaitu Karakter (Character), Kemampuan (Capacity) ,Kapital atau modal (Capital), Kondisi dan prospek (Conditions) dan Kolateral atau agunan (Collateral)
Dari kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam penyaluran KUK, masih menghadapi permasalahan yang timbul dalam masalah kebijakan kredit bagi usaha kecil dimana perlu penjelasan dalam pelaksanaan penyaluran KUK. Implikasi dari pelaksanaan kebijakan tersebut semua bank diwajibkan menyediakan kredit dengan dana sendiri minimal sebesar 20% dari total portfolio kredit bank disalurkan untuk pengusaha kecil dalam bentuk KUK. Dalam implementasi program KUK yang merupakan kewajiban, karena hal ini merupakan salah satu faktor penting dalam penilaian kesehatan oleh Bank Indonesia.
Dalam implementasinya khususnya dalam menetapkan besaran target maupun jangka waktu yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada Bank-Bank, baik itu Bank BUMN, BUSN, BPD, Bank Asing dan Campuran, sulit mencapai target. Pada tahun 1998 dan 1999 penyaluran KUK oleh Bank Pemerintah mengalami penurunan masing- masing Rp. 27,255 miliar dan Rp. 25,375 miliar atau terjadi pertumbuhan negatif yakni sebesar (- 17,11) dan (- 6,89) persen. Dari implementasi kebijakan Bank Indonesia tersebut , Bank Pemerintah Daerah, memiliki tingkat keberhasilan merealisasikan KUK. Dari tahun 1996 telah mencapai realisasi 56,99 persen dariseluruh kreditnya untuk KUK. Bahkan pada tahun 1997 mencapai 60,75 persen dan pada tahun 1998 dan 1999 penyaluran KUK nya sebesar 52,0 persen dan 60,90 persen. Hal ini merupakan kondisi BPD yang di daerah-daerah, lebih banyak melayani nasabahnya yang sebagian besar usaha kecil serta kondisi ekonominya masih kecil. Namun, kondisi ini memperlihatkan, bahwa masing-masing perbankan memiliki karakteristik dan spesilisasi dalam melihat kearah mana kredit akan disalurkan. Dalam hal ini BPD atau BRI memiliki jaringan yang kuat dalam implementasi kebijakan dalam penyaluran KUK, namun masih belum efektif karena kurangnya sosialisasi kebijakan-kebijakan tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T10685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>