Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202066 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guntari Hudiwinarti
"ABSTRAK
Semakin meningkatnya perdagangan internasional dan investasi internasional diikuti
peningkatan lalu lintas komunikasi dan transportasi serta usaha antar negara untuk
menurunkan hambatan dan tarif, mengakibatkan terjadinya integrasi secara gIobaI dari barang
dan jasa serta peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya. Transaksi perdagangan
dílakukan dalam berbagai mata uang, sehingga perubahan nilai pada suatu mata uang akan
berpengaruh terhadap nilai mata uang lain.
Perubahan kurs valuta asing akan berpengaruh terhadap arus kas perusahaan, baik
perusahaan tersebut melakukan transaksi dengan pihak luar negeri ataupun hanya melakukan
transaksi dengan pihak dalam negeri. Pengaruh resiko valuta asing terhadap perusahaan atau
disebut foreign exchange exposure dapat dikelompokkan daiam 3 bentuk, yaitu Translation
Exposure, Transaction Exposure dan Operating Exposure.
Economic exposure menunjukkan dampak perubahan nilai kurs terhadap arus kas yang
akan datang yang merupakan cerminan niiai perusahaan. Economic exposure terdiri dari
operating exposure dengan transaction exposure.
Berdasarkan uraian di atas, pengukuran economic exposure perusahaan membutuhkan
perspektif jangka panjang, yaitu memandang perusahaan akan terus beroperasi (ongoing
concern) dimana biaya dan harga yang kompetitif dapat dipengaruhi perubahan kurs. Oleh
karena itu pengukuran economic exposure merupakan tugas yang tidak mudah, yang
membutuhkan kemampuan untuk meramalkan nilai dan kepekaan arus kas di masa yang akan
datang terbadap nilai tukar.
Untuk itu penelitian ini ingin melihat economic exposure US Dollar dari perusahaan-
perusahaan go publik yang berada dalam kelompok Industri Barang Konsumsi, US Dollar
merupakan mata uang yang paling sering digunakan dalam transaksi ekspor dan impor di
Indonesia. Sedangkan pemilihan industri barang konsumsi karena industri ini termasuk
industri yang tidak terlalu terpengaruh siklus perekonomian karena industri ini menghasilkan
produk yang dibutuhkan masyarakat sehari-hari.
Dìsamping itu dalam kelompok industri ini terdapat bermacam-macam sub kelompok
industri yang berbeda karakteristiknya satu dengan yang lain, Sehingga diharapkan
karakteristik yang berbeda ini akan dapat menjelaskan besarnya economic exposure pada
suatu industri pada Umumnya dan perusahaan pada khususnya.
Harga saham dianggap mewakili nilai perusahaan dan dapat merefleksikan penilaian
pemegang saham atas arus kas yang akan datang.
Economic exposure diukur sebagai slope koefisien dalam regresi perubahan harga
saham terhadap perubahan kurs. Slope koefisien menunjukkan sensitivitas dan hubungan
sistimatis antara perubahan harga saham dengan pegerakan kurs. Untuk meminimalkan bias
variabel, perubahan Indeks Harga Saham Gabungan ditambahkan sebagai explanatory
variable.
Hasil pengukuran pada tahun 1997, menunjukkan hanya 8 dari 36 perusahaan
(22,22%) yang economic exposurenya signifikan dan menunjukkan angka yang cukup besar.
Hal ini berarti pada umumnya economic exposure pada perusahaan-perusahaan yang menjadi
obyek penelitian memang rendah.
Pengukuran dengan regresi ini hanya dapat dilakukan sepanjang harga saham
mencerminkan future cash flow perusahaan. Dan ini harus dibuktikan tersendiri. Sehingga
tidak signifikannya economic exposure dapat pula disebabkan hal ini atau periode yang
menjadi cakupan penelitian terlalu singkat.
Adanya perubahan sistem nilai tukar yang disebabkan karena krisis moneter tentunya
mempengaruhi economic exposure perusahaan. Untuk itu regresi dilakukan dalarn dua kurun
waktu. yaitu periode saat menggunakan Managed-float exchange rate system (sebelum 14
Agustus 1997) dan periode saat menggunakan freely floating exchange rate system.
Pada saat Managed-Float Exchange Rate System jumlah economic exposure yang
signifikan sebanyak 3 dari 36 perusahaan, sedangkan pada saat Freely Floating Exchange
Rate System jumlah yang signifikan 12 dari 36 perusahaan dan setelah diuji perbedaannya
cukup signifikan. Pada saat Managed Floating Exchange Rate System, kurs lebih mudah
diperkirakan sehingga ketidak pastian tidak terlalu tinggi. Sebaliknya pada saat Freely
Floating Exchange Rate System, kurs ditetapkan oleh mekanisme pasar sehingga ketidak
pastian sangat tinggi dan berpengaruh terhadap economic exposure perusahaan.
Faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi economic exposure adalah presentase
kepemilikan saham oleh investor asing, kewajiban bersih valuta asing, prosentase ekspor
terhadap total penjualan, impor bahan baku dan bahan pembantu, perusahaan melakukan
hedging atas fluktuasi kurs dan status perusahaan, PMA atau PMÐN. Faktor-faktor tersebut
dianalisa dengan univariate dan multivarite.
Berdasarkan analisa multivariate ternyata faktor presentase penjualan ekspor
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap besarnya koefisien economic exposure.
Presentase penjualan ekspor menghasilkan b yang cukup besar dengan tanda negatif. Berarti
perusahaan yang lebih banyak mengekspor memiliki economic exposure yang lebih besar
daripada perusahaan yang lebih banyak menjual di dalam negeri. Tanda negatif menunjukkan
bahwa semakin besar ekspornya akan menggerakkan arus kas perusahaan berlawanan arah
dengan kurs Rupiah terhadap US Dollar. Artinya semakin melemahnya Rupiah terhadap US
Dollar justru semakin besar arus kasnya sehingga harga sahamnya naik. Sebaliknya
menguatnya Rupiah terhadap US Dollar akan menguatnya Rupiah terhadap US Dollar akan mengakibatkan berkurangnya arus kas perusahaan sehingga harga sahamnya turun.
Berdasarkan analisa univariate, terdapat perbedaan koefisien economic exposure yang
signifikan antara perusahaan yang memiliki kewajiban valuta asing diatas aktiva valuta asing.
perusahaan yang mengimpor atau tidak serta antara PMA dengan PMDN. Namun antara
perusahaan yang melakukan hedging dan tidak melakukan hedging. prosentase kepemilikan
investor asing serta penjualan ekspor tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Hedging dengan melakukan kontrak derivatif tidak selalu dapat mengurangi economic
exposure. karena economic exposure cakupannva jangka panjang dan pada umumnya
instrumen hedging digunakan untuk melindungi perusahaan terhadap perubahan kurs valuta
asing dalam jangka pendek.
Ketidak konsistenan hasil dua analisa tersebut karena terdapat multicorrelation antar
faktor-faktor tersebut.
Untuk Penelitian yang akan datang di dalam menghitung besarnya economic exposure,
sebaiknya jumlah periode yang diamati ditambah demikian pula sampel perusahaannya
Peneliti terbatas pada informasi yang tersedia di publik. Hal-hal lain yang dilakukan
perusahaan untuk mengelola economic exposure apabila dapat diperoleh langsung dari
perusahaan akan dapat lebih menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
economic exposure sehingga bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Hardy Ridwan
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T6140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ella Kartika
"Karya akhir ini memberikan penjelasan mengenai penerapan strategi cornerstone growth, modifikasi cornerstone value dan kombinasi kedua strategi, pada transaksi saham di Bursa Efek Jakarta. Strategi cornerstone growth dan strategi cornerstone value telah diuji pada transakai saham di New York Stock Exchange oleh James P. O?Shaughnessy dan ternyata kombinasi kedua strategi menghasilkan portofolio dengan return yang lebih tinggi dari return pasar dan risiko yang lebih rendah dari risiko pasar.
Analisis tethadap penerapan strategi tersebut di Bursa Efek Jakarta dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap pertama adalah pemilihan saham dengan strategi cornerstone growth. Dilakukan dengan kriteria: (1) dipilih dari seluruh saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang mempunyai minimal 52 hari perdagangan dalam satu tahun, (2) earning bertumbuh secara konsisten dalam tiga tahun terakhir, (3) Price-to-Sales Ratio di bawah 1,5, (4) harga saham berkinerja bagus dalam satu tahun terakhir. Terbentuk 3 portofolio daiam tiga periode penelitian.
2. Tahap kedua adalah pemilihan saham dengan strategi modifikasi cornerstone value. Dilakukan dengan kriteria: (1) mempunyai nilai kapitalisasi pasar di atas rata-rata pasar, (2) jumlah common stock outstanding di atas rata-rata pasar, (3) cash flow per share 75% terbes dan seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, (4) nilai penjualan 1,5 kali rata-rata pasar, (5) dividend yield dalam peningkat 100 perusahaan terbaik (modifikasi A) dan 150 perusahaan terbaik (modifikasi B). Terbentuk 3 portofolio sirategi cornerstone value modifikasi A untuk tiga periode dan 2 portofollo strategi cornerstone value modifikasi B untuk periode 1 dan periode 2. (Portofolio periode tiga modifikasi B sama dengan modifikasi A).
3. Tahap ketiga dibuat kombinasi masing-masing 50% antara strategi cornerstone growth dan modifikasi cornerstone value, terbentuk 5 portofolio kombinasi.
4. Tahap keempat adalah mengukur kinerja setiap portofolio yang terbentuk. Return diukur dengan arithmetic mean of return, risiko diukur dengan deviasi standar, risk adjusted return diukur dengan sharpe index dan treynor índex dibandingkan dengan IHSG dan LQ45 sebagai ukuran kinerja pasar, terakhir dihitung market adjusted return, yaitu; return yang sudah dikurangi return pasar.
Periode pengujian dibagi dalam tiga periode, ynitu periode 1 sebelum krisis (1 Januari 1996 - 30 Juni 1997), periode 2 dimasa krisis (1 Juli 1999 - 31 Desember 1998) dan periode 3 setelah krisis (1 Januari 1999 - 30 Juni 2000).
Hasil penelitian pada periode satu dan tiga menunjukkan bahwa portofolio yang terbentuk dengan strategi cornerstone growth dapat mengalahkan kinerja pasar secara significant. Kinerja portofolio yang terbentuk dengan strategi modifikasi cornerstone value hanya sedikit di atas kinerja pasar. Dan penggabungan kedua strategi akan memperburuk kinerja portofolio strategi cornerstone growth tapi meningkatkan kinerja portofolio sirategi modifikasi cornerstone value.
Hasil penelitian pada periode dua (di masa krisis) menunjukan bahwa arithmetic mean of return semua portofolio yang terbentuk termasuk arithmetic mean of return pasar adalah bilangan negatif dengan nilah terkecil adalah return pasar, walaupun secara risiko portofolio dengan strategi cornerstone growth Growth mempunyai risiko yang Iebih kecil dari resiko pasar. Jelas bahwa dalam masa krisis penerapan kedua strategi akan menyebabkan kerugian. Hal ini menunjukkan bahwa penting bagi investor untuk mengetahui dengan jelas keadaan perekonomian sebelum melakukan investasi.
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa di luar masa krisis ekonomi sebaiknya dipilih strategi cornerstone growth untuk investasi saham di Bursa Efek Jakarta"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T3536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Fitriani
"ABSTRAK
Dengan semakin berkembangnya Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai alternatif investasi,
maka perlu kiranya dicari strategi-strategi pemilihan saham yang dapat membantu
investor dalam melakukan investasi melalui BEJ. Sampai saat ini sudah banyak yang dapat membantu
dan strategi pemilihan saham yang ditawarkan oleh para pakar asing yang telah sukses
diterapkan di bursa-bursa Iuar negeri. Tetapi, keberhasilan strategi-strategi tersebut di
bursa asing belum menjadi jaminan bahwa strategi tersebut akan berhasil pula bila
diterapkan di BEJ, karena adanya perbedaan kondisi di Indonesia dengan kondisi di luar
negeri, Untuk itu, sebelum diterapkan di Indonesia, strategi-strategi tersebut perlu diuji
terlebih dahulu.
James O?Shaughnessy (1997) telah melakukan suatu penelitian yang menarik di Wall
Street dengan membandingkan hasil antara satu strategi dengan strategi lain. Selanjutnya
dari hasil perbandingan ini la membuat suatu strategi dasar yang disebut sebagai
cornerstone value strategy dan cornerstone growth strategy.
Penetitian ini menarik untuk dilakukan di Indonesia, karena dapat dipakai untuk mencari
strategi yang cocok untuk diterapkan di Indonesia. Untuk itulah dalam tugas akhir ini
dilakukan penelitian untuk membandingkan hasil yang didapat oleh berbagai kriterìa
yang blasa dipakai untuk memilih saham. Perbandingan lebih difokuskan untuk
membandingkan antara rasio rendah dengan rasio tinggi. kriteria tunggal dengan kriteria
kombinasi, kategori seluruh saham dengan kategori saham besar serta rnembandingkan
sirategi yang dapat memberikan hasil baik dengan hasil yang tidak memuaskan.
Untuk mendapatkan hasil tersebut maka pertama-tama dibentuklah dua kategori untuk
membedakan antara populasi seluruh saham dengan saham besar. Kemudian dari kedua
kategori ini dibentuk portofolio-portofolio yang terdiri dari 25 saham, dimana saham-
saham tersebut dipilih berdasarkan beberapa kriteria, antara lain PER (Price to Earning
Ratio), PSR (Price to Sales Ratio), PBV (Price to Book Value), ROE (Return on Equity),
dividend yield dan relative price strength (RPS), strategi dasar value dan strategi dasar
growth.
Strategi dasar value dan growth yang dimaksud dalam tugas akhir ¡ni adalah cornerstone
value dan growth strategy yang diperkenalkan oleh Shaughnessy. Dalam strategi dasar
value, saham-saham yang dipilih adalah saham yang memiliki dividend yield tertinggi
dan saham-saham yang memiliki kriteria sebagai berikut:
. saham berasal dari kategori saham besar
. jumlah saham blasa outstanding yang dimiliki Iebih besar daripada rata-rata jumlah
saham biasa outstanding bursa
. cashflow per share lebih besar danipada rata-rata cashflow per share bursa
. penjualan 1,5 x lebih besar daripada rata-rata penjualan saham-saham yang terdaftar
di bursa.
Sedangkan dalam strategi dasar growth, saham-saham yang dipilih adalah saham yang
memiliki relative price strength terbaik dan saham-saham yang memenuhi kniteria
benikut:
. saham berasal dari kategori seluruh saham
. memiliki earning gain selama 5 tahun berturut-turut
. memiliki Price to Sales ratio dibawah 1,5
Sementara itu untuk membandingkan antara hasil rasio tinggi dan rendah, maka untuk
kriteria PER., PSR dan PBV dibentuk masing-masing dua portofolio lagi, dimana
portofolio pertama terdiri dari saham-saham yang memiliki rasio tertinggi, dan
portofoio kedua terdiri dari saham-saham yang memiliki rasio terendah.
Selanjutnya, dibentuk pula portofollo yang saham-sahamnya dipilih dengan
menggunakan kombinasi antara dua kriteria, yaitu dengan mengkombinasikan PER,
PBV, PSR dan ROE dengan relative price strength.
Portofolio-portofolio ini mulai dibentuk pada awal bulan Mei 1993, dan dirubah setiap
tahunnya sampai awal bulan Mei 1997 Sedangkan return dihitung sampai dengan akhir
April 1998. Setelah portofolio tersebut dibentuk, kemudian dilakukan perbandingan
kinerja masing-masing portofolio dengan menggunakan ranking berdasarkan return rata-
rata per bulan, standard deviasi sebagal gambaran resiko, dan Sharpe Measure. Selain ¡tu
diperbandingkan pula presentase return negatif yang diperoleh serta presentase return
yang berhasil mengatakan return pasar.
Berdasarkan perbandingan tersebut terlihat bahwa portofolio yang dibentuk dengan
menggunakan kriteria PER, PBV dan PSR terendah memberikan hasil yang lebih balk
daripada kriteria PER, PBV dan PSR tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
rasio rendab memberikan basil yang Iebih baik danipada penggunaan rasio tinggi.
Selain itu, bila diperbandingkan antara kategori seluruh saham dengan kategori saham
besar, terlihat bahwa hasil yang didapat oleh saham besar tidak sebaik hasil yang
ditunjukkan oleh kategori seluruh saham. Hasil ini diperkuat lagi oleh hasil yang didapat
dan penelitian lanjutan yang rnembandingkan antara portofolio saham besar dengan
portofolio saham kecil, dìmana terlihat kinerja portofoijo saham kecil memberikan hasil
yang jauh lebih balk daripada portofolio saham besar. Penemuan ini menunjukkan
hahwa pembatasan pemilihan saham pada saham besar dapat merugikan investor karena
ternyata salinan keciI dapat memberikan kinerja yang Iebih baik, baik dari segi return
nya saja maupun dan segi risk-aJdjusted return (Sharpe Measure).
Hal lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan kriteria
kombinasi tidak dapat memperbaiki penggunaan kriteria tunggal. Terlepas dari
ketidakakuratan pemilihan kriteria yang digabungkan tersebut, hasil ini dapat dijadikan
petunjuk bahwa investor harus berhati-hati dLam menggunakan kriteria kombinasi
karena hasilnya dapat memperburuk kinerja portofolionya.
Selain itu, dalam penelitian ini juga terlihat bahwa kinerja terbaik ditunjukkan oleh
portofolio-portofolio yang menggunakan kriteria PER terendah, PBV terendah, dividend
yield tertìnggi dan ROE tertinggi, dimana keempatnya dapat mengarahkan pasar. Dari
keempat kriteria ini, portofolio yang dibentuk dengan kriteria PBV terendah memiliki
resiko tertinggi, sedangkan portofollo dengan kriteria ROE tertinggi memiliki resio
terendah. Sementara ¡tu, kriteria PER terendab dapat menghasilkan return yang tertinggi.
Bila hasil kriteria PBV terendah dibandingkan dengan kriteria PER terendah dan
dividend yield tertinggi, terlihat bahwa kriteria PBV menempati urutan terbawah dari
segi return, tetapi menempati urutan teratas dari segi resiko. ini berarti dengan
menggunakan kriteria ini investor menghadapi resiko yang Iebih tinggi untuk
mendapatkan return yang lebih rendah.
Sementara itu, diantara keempat kriteria tersebut, kriteria ROE memiliki return terendah
dan resiko terendah pula. Jadi. kriteria ¡ni dapat dipakai untuk investor yang tidak mau
menanggung resiko yang tinggi. tetapi menghendaki return yang cukup baik, yaitu
return yang dapat mengalahkan return pasar.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tedy Fardiansyah
"ABSTRAK
Sekuritas derivative adalah sekuritas yang nilainya ditentukan oleh nilai dari suatu aset dasar Contoh dari sekuritas derivative adalah option (opsi). kontrak berjangka (forward)future contract) dan swaps. Dan aset dasar dan derivative dapat berupa sabam, kurs mata uang, dan komoditi.
Pasar derivative telah berkembang dengan pesat dan telah banyak digunakan oleh investor yang profesional maupun oleh individu-individu di seluruh dunia.
Di negara kita. Indonesia tercinta ini, penggunaaan derivative sebagai sarana untuk melakukan investasi belum banyak dilakukan. Hal ini disebabkan belum diketahuinya secara jelas oleh masyarakat kita apa yang dimaksud dengan sekuritas derivative dan apakah dapat digunakan sebagai alat investasi yang akan membenikan keuntungan bagi investor. Disamping itu juga disebabkan belum adanya wadah/pasar perdagangan derivative yang terorganisasi seperti perdagangan saham dan obligasi yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Jakarta.
Karya akhir ini membahas mengenai option yang aset dasarnya adalah saham-saham yang telah tercatat di Bursa Efek Jakarta. Dan secara khusus melakukan estimasi nilai ?call option? yang perode waktu jatuh temponya adalah 1 bulan, yang aset dasarnya adalah saham PT. HM Sampoema, PT. Astra International Indonesia, PT. Bakrie & Brothers, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Corporation dan PT. Lippo Banic Estimasi nilai (harga) call option dilakukan pada 30 titik sampel dalam periode Februari 1994 ? JuIl 1996, dan dilakukan dengan menggunakan 4 harga patokan (strike price) yaitu, +5%, -5%, +2,5% dan ?2,5% dari harga saham pada setiap tanggal titik sampel dalam periode tersebut. Estimasi misi call option pada saham-saham tersebut dilakukan dengan mengunakan ?Black-Scholes Option Pricing Model? yang telah mengantarkan Fisher Black dan Myron Scholes meraih hadiah Nobel.
Berikut ini adalah formula Black-Scholes tersebut : C = S. N (d1) ? X.e-n(t-1)N (d2). C adalah nilai dari call option dengan aset dasar (saham) berharga S, periode waktu jatuh tempo T. Sementara X adalah harga patokan (strike ptice) dan N (.) adalah fungsi distribusi normal kumulatif. Selanjutnya d1 dan d2 adalah variabel yang nilainya tergantung dan S, X, T, dan volatility harga aset dasar (saham).
Setelah mendapatkan nilai call option 1-bulan pada 30 titik sampel perhitungan, dilakukan analisa keuntungan/kerugian yang didapatkan seorang investor yang melakukan investasi dengan membeli 1 kontrak call option 1-bulan pada masing-masing saham pada setiap titik sampel tersebut di saat call option jatuh tempo. Selanjutnya dilakukan analisa total keuntungan/kerugian yang diperoleh investor tersebut yang melakukan investasi dengan membeli 1 kontrak call option 1-bulan secara simultan pada 5 saham yang telah disebutkan di atas, selajutnya disebut dengan portfolio call option 1-bulan.
Hasil analisa memperlihatkan bahwa investasi yang dilakukan seorang investor dengan membeli 30 (tiga puluh) portfolio call option 1-bulan yang aset dasamya adalah 5 (lima) saham (HMSP. ASII, BNBR, INKP, LPBN) pada 4 barga patokan dalani periode Maret ?94 - Agustus ?96 adalah menguntungkan.
Keuntungan yang diperoleh investor tersebut yang lebih besar dari pada yang diperoleh jika investor tersebut menabungkan uangnya pada suku bunga bebas risiko. Jadi, dapat dikatakan investasi pada call option 1-bulan akan menarik minat seorang investor daripada menabungkan uangnya untuk mendapatkan hasil sebesar suku bunga bebas risiko.
Hasil tersebut di atas, memberikan implikasi bagi Bursa Efek Jakarta untuk mulai mempertimbangkan dan merencanakan untuk dibukanya suatu perdagangan option yang terorganisasi di Indonesia, yang sudah tentu harus dipersiapkan dengan seksama. Karya akhir ini sudah tentu belum sempurna dan agar lebih realistis, diperlukan usaha untuk menutupi kelemahan-kelemahan dari Model Black-Scholes sehubungan dengan asumsi asumsi yang mendasari model ini, yaitu:
a) Call option adalah call option gaya Eropa, yang hanya dapat diexercise ketika jatuh tempo.
b) Volatility pergerakan harga saham adalah konstan selama periode option.
c) Suku bunga bebas risiko adalah konstan selama periode option
d) Tidak adanya biaya perdagangan option dan perdagangan saham.
e) Tidak adanya perhitungan pajak dan proses jual bell option.
f) Tidak adanya akuisisi atau penstiwa lain yang membuat umur option menjadi Iebih pendek.
Dengan mempertimbangkan kelemahan-kelemahan di atas kiranya dapatlah dilakukan suatu penelitian yang lebih baik yang diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan kelemahan kelemahan tersebut di atas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Chadijah Oktoviana
"Krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997 membawa dampak serius terhadap perkembangan pasar modal kita. Kinerja pasar modal terus memburuk sebagaimana tercermin pada IHSG dan nilai kapitalisasi pasar yang mengalami penurunan, Banyak faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham ini, baik dari aspek internal yang mencakup kondísi fundamental emiten yang sahamnya tercatat dibursa, yaitu adanya penurunan kinerja emiten itu sendiri yang kian memburuk, maupun dari aspek eksternal meliputi krisis nilai tukar, kenaikan suku bunga, krisís perbankan, krisis kepercayaan dan kondisi gejolak sosial politik yang kian marak.
Melihat kondisi yang memprihatinkan, menimbulkan pertanyaan apakah harga saham di bursa efek pada kondisi krisis ekonomi tersebut masih mencerminkan kondisi fundamentalnya, yaitu bahwa saham yang mengalami penurunan nilai tersebut adalah saham-saham dimana emitennya mengalami penurunan kinerja atau merupakan hasil sentimen pasar belaka, atau perdagangan yang dilakukan hanya mengikuti arus yang terjadi di bursa dan tergantung pada informasi yang diidentifikasi sebagai rumor.
Sehubungan dengan fakta diatas, maka studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pengembalian harga saham di Bursa Efek Jakarta pada kondisi ksisis ekonomi (periode Desember 1997-Desember 1998) masih mencerminkan faktor fundamental emitennya.
Penelitian pada karya akhir ini dilakukan dengan metode analisa regresi berganda, dengan tingkat pengembalian harga saham sebagai variabel terikat dan faktor fundamental yang diperkirakan terexposure pada kondisi krisis ekonomi sebagai vanabel bebas. Berdasarkan volatilitas financial price risk (resiko suku bunga, resiko perubahan nilai tukar, resiko harga komoditi) yang terjadi pada kondisi krìsis ekonomi, ada lo falctor fundamental yang diperkirakan terexposure yaitu: lokasi penjualan produk, sensitivitas industri terhadap sikius bisnis, keberadaan bahan baku import. kondisi kewajiban perusahaan, proporsi kewajiban dalam mata uang asing, proporsi hutang dalam floating rate, kondisi biaya bunga, kondisi hedging, proporsi piutang dalam mata uang asing, kondisi likuiditas perusahaan.
Temuan studi menunjukan bahwa di Bursa Efek Jakarta terdapat keterkaitan yang signifikan antara tingkat pengembalian harga saham dengan faktor fundamental emiten pada kondisi krisis ekonomi periode Desember 1997 - Desember 1998. Walaupun pada saat tertentu arah tingkat pengembaliari barga saham tidak selalu mencerminkan fak?tor fundamental emiten. Hanya 32,3 % variasì tingkat pengembalian harga saham pada kondisi krisìs ekonomi yang dapat dijelaskan oieh faktor fundamental perusahaan dimana 67,8 % lebih cenderung disebabkan oleb faktor ekstemaj seperti kondisj ekonomi makro, suasana politik, kebijakan pemerintab ataupun faktor interna! lain yang tidak tercakup di dalam 10 faktor fundamental yang diteliti.
Penelitian ini menunjukan juga bahwa dari 10 faktor fundamental emiten yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengembaIian harga saham pada kondisi krisis ekonomi (periode Desember 1997 - Desember 1998), terdapat 5 faktor yang secara signifikan mampu menjelaskan variasi perubahan tingkat pengembalian harga saham pada periode tersebut yaitu faktor lokasi penjualan produk (proporsi ekspor), sensitivitas industri terhadap sikius bisnis, proporsi kewajiban dalam mata uang asing, proposi hutang dalam floating rate dan kondisi likuiditas. Sedangkan keberadaan bahan baku import, kondisi kewajiban perusahaan, kondisi biaya bunga, keberadaan hedging dan proporsi piutang dalam mata uang asing tidak signifikan.
Ketidaksigniflkanan beberapa faktor fundamental tersebut dapat disebabkan tidak adanya keterkaitan faktor itu sendiri terhadap tingkat pengembalian harga saham, atau dapat pula dìsebabkan kondisi pasar modal dimana transaksi saham di BES tidak banyak dipengaruhi Gleh analisa fundamental emiten, maupun dan sumber data, dimana laporan keuangan sebagai sumber data tidak menunjukan nilai yang sesungguhnya (adanya window dressing)1 dan juga dalani pengolahan data; adanya our/yer, multikolinieritas pada variabel bebas, adanya keterbatasan dalam pengukuran variabel, contohnya pada variabel import dan hedging dimana sebagian besar perusahaan tidak menunjukkan nilai secara jelas sehingga harus direpresentasikan dalam bentuk dunrny variabel.
Untuk penelitian dimasa datang ada beberapa hal yang dapat menjadi pertirnbangan yaltu bahwa penelitian ini terbatas pada informasi yang tersedia di publik dan adanya ketidakseragaman iformasi yang diperoleh dari laporan keuangan sehingga terdapat beberapa penyederhanaan data yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Maka akan lebih baik apabila dalam penelitian selanjutnya informasi dapat diperoleh langsung dari masing-masing emiten. Selain itu untuk menggambarkan Bursa Efek Jakarta dalam kondisi bearish pada krisis ekonomi akan lebih baik apabila jumlah periode pengamatan ditambah dan adanya perbandingan pada periode sebelum krisis dengan faktor yang sama.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input yang bermanfaat bagi para investor dalam meramalkan tingkat pengembalian harga saham berdasar faktor fundamental perusahaan pada kondisi bearish, dan bagi para peneliti yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut pada masa datang tentang keterkaitan faktor fundamental emiten dan tingkat pengembalian harga saham di Bursa Efek Jakarta pada kondisi bearish. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T5305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Arya Putra
"ABSTRAK
Pasar modal di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat
sebagaimana tercermin antara lain dan kinerja Bursa Efek Jakarta
(BEJ). Tahun 1988, BEJ hanya memiliki 24 perusahaan yang go
public dengan kapitalisasi pasar yang hanya sebesar US$290 juta.
Perubahan yang luar biasa telah terjadi jika kita bandingkan
dengan kinerja BEJ pada tahun 1996. Data bulan Agustus 1996
memperlihatkan kapitalisasi pasar BEJ sebesar US$76 miliar,
Mexico dan Korea Selatan masing-masing memiliki kapitalisasi
pasar sebesar US$86 miliar dan US$181 miliar pada tahun 1995.
Dan gambaran ini tampaknya masih cukup besar ?ruang bagi BEJ
untuk tumbuh lebih pesat lagi.
Pertumbuhan BEJ yang pesat sejak tahun 1988 tidak dapat
dipisahkan dan deregulasi, khususnya di sektor keuangan. Di
antaranya adalah dengan diperbolehkarinya investor asing untuk
memiliki hingga 49 persen saham di bursa. Dampaknya adalah 80
persen perdagangan saham merupakan kontribusi investor asing)
dibandingkan dengan 60 persen di Peru dan 50 persen di Malaysia,
Filipina dan Pakistan. Terakhír pada tahun 1995 pemerintah menge
iuarkan Undang-Undang Pasar Modal 1995 agar pembangunan pasar
modal di Indonesia dapat lebih pesat lagi.
Namun pengembangan pasar modal di Indonesia tampaknya dilak
ukan secara terpisah dengan upaya peningkatan daya saing perusa
haan-perusahaan di dalam negeni. Misalnya dengan tidak terlihat
nya kontribusi pasar modal dalam membenikan insentif terhadap
usaha-usaha yang berorientasi ekspor.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital
Asset Pricing Model (CAPM), sedangkan teknik estimasi yang digu
nakannya adalah Ordinary Least Square (OLS) dan Autoregressive
Conditional Heteroscedastic (ARCH). Dengan demikian dapat dies
tiniasi besarnya nilai beta, proporsi resiko sistematis dan non
sistematis dan saham-saham yang beredar di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa proporsi risiko nonsis
tematis jauh lebih besar dan proporsi risiko sistematis pada
perusahaan-perusahaan yang go public di BEJ. Artinya risiko yang
ditimbulkan oleh masalah internal perusahaan sangat dominan
ketimbang risiko yang ditimbulkan oleh permasalahan eksternal.
Proporsi risiko nonsistematis yang sangat besar dan penitsa
haan?perusalìaan yang sudah go public sangat mungkin disebabkan
oleh visi rnikro dan perusahaan yang sangat buruk. Visi mikronya
lebih mengacu kepada pencarian rente ekonoini melalui upaya-upaya
yang bersifat patron?kiien. Akhirnya rente ekonomi itu dapat
diperoleh melalui peraturan pemenintah dalanì bentuk monopoli
pasar atau penlindungan melalui berbagai kebijakan pemerintah.
Teori mikroekonomi menyatakan bahwa pasar monopoli merupakan
pasar yang paling tidak efisien, sedangkan pemberian proteksi
yang berlebihan akan membuat pengusaha kurang tanggap terhadap
dinamika pasar.
Untuk memperbaiki daya saing perusahaan?perusahaan domestik
inaka upaya untuk memperbaiki perusahaan harus difokuskan pada
perbaikari kondisi ,nikro masing-inasíng perusahaan seperti rendah
nya kualitas manajemen dan sumber dya manusia. Dalam konteks
yang lebih luas dalan rangka menghadapi menghadapi perdagangan
Negara berkembang bebas maka aspek aspek pembangunan dan fasilitas (Facilitation
and Development Cooperation Aspects) yang didengungkan oleh APEC
(Asia Pacific Economic Cooperation), semisal dalam kerja sama
teknis antara dengan negara maju, menjadi sangat penting.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel ekonomi yang terdiri dari inflasi (INF) nilai tukar (KURS),tingkat bunga(IR) jumah uang yang beredar (JUB) dan pertumbuhan ekonomi terhadap return saham (AR) pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek jakarta....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wening Kusharjani
"Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah menetapkan adanya suatu lembaga yang wajib menjamin penyelesaian transaksi bursa yaitu Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) yang saat ini dilaksanakan oleh PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Proses penjaminan penyelesaian transaksi bursa mengandung risiko yang besar baik bagi keberhasilan proses penyelesaian transaksi bursa maupun bagi keberlangsungan KPEI. Studi ini inencoba melakukan analisis dan evaluasi atas sistem proteksi yang telah dilaksanakan maupun yang direncanakan oleh KPEI.
Analisis dan evaluasi atas sistem proteksi dilakukan pada kegiatan penanggulangan kegagalan penyelesaian transaksi bursa pada era perdagangan dengan warkat (DW) yang berlangsung saat ini dan pada rencana penjaminan pada era perdagangan tanpa warkat (TW) atau scripless trading yang saat ini sedang lahap persiapan. Sistem proteksi terlihat pada peraturan, pelaksanaan peraturan dan spesifikasi bisnis yang telah ditetapkan. Elemen sistem proteksi yang dijadikan dasar bagi evaluasi berjumlah 5 elemen yaitu risk exposure/evaluation risk control/credit control, risk finance, debt collection dan administration.
Berdasarkan hasil evaluasi atas sistem proteksi pada era perdagangan DW, KPEI dan atau pembuat kebijakan di Pasar Modal lainnya perlu mempertegas ruang lingkup penjaminan KPEI yang diberikan pada era perdagangan DW dalam suatu perangkat hukum yang jelas. Di samping itu, beberapa perangkat operasionalisasi atas peraturan yang telah ada perlu diadakan, mendapat pengesahan secara hukum dan bersifat mengikat para pihak serta dilaksanakan. Hal ini diperlukan agar peraturan yang0 merupakan suatu sistem proteksi dapat berfungsi sebagal sistem proteksi yang efektif.
Berdasarkan hasil evaluasi atas sistem proteksi pada era perdagangan TW, terdapat tiga hal penting yang dapat dijadikan catatan. Pertama, sistem yang sungguh sungguh terintegrasi yang dimulai dan pemantauan risiko sebelum perdagangan, perdangangan dilaksanakan, penyelesaian hingga penyimpanan di kustodian sentral merupakan hal yang mutlak. Koordinasi yang kuat dalam penetapan kebijakan juga mutlak diperlukan. Kedua, alternatif penghindaran ?gagal serah saham? menjadi "serah uang" masih menimbuikan masalah terkait dengan ketidakpastian memperoleh saham di Bursa. Ketiga, perangkat operasionalisasi peraturan yang belum lengkap perlu disiapkan dan mendapat pengesahan pemberlakuannya."
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T3543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The purpose of this research is to prove whether firm size, profitability, operating leverage and implementation of good corporate governance affect income smoothing practices among firms listed on the Jakarta Stock Exchange during 2001 - 2005...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>