Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20368 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dinamika Pemilukada Kota Tasikmalaya 2012 dalam perjalanannya melahirkan proses berdemokrasi yang menarik untuk dikaji. Satu hal yang membuatnya unik adalah adanya proses bargaining position antar kekuatan politik lokal do Kota Tasikmalaya. Kekuatan tersebut mengkerucut pada upaya untuk mempopulerkan, mesin parpol, peningkatan kharisma dan media yang memberikan konstribusi efektif bagi calon-calon tertentu dalam membentuk kekuatannya."
320 JIPP 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini mengkaji bagaimana pergeseran perilaku pemilih warga Nahdiyin tahun 2009 di Kota Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, penggunaan metode ini akan memperoleh data berupa deskripsi ucapan,
tulisan, serta penekanan pada aspek subjektif yang dapat diamati dari orang-orang
(subjek) itu sendiri. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat pergeseran
perilaku politik di kalangan warga Nahdiyin, hal ini tidak terlepas dari beberapa faktor,
pertama,masyarakat semakin rasional dalam menentukan sikap politik nasional maupun lokal, kedua, pengaruh informasi dan budaya politik cukup berpengaruh pada sebagian besar warga Nahdiyin, kemudian tidak menafikan bahwa pecahnya kongsi antara Gus Dur dan Muhaimin berdampak signifikan terhadap arah politik warga Nahdiyin, terjadi
kebingungan politik yang mengakibatkan warga NU bebas memilih yang penting memberikansuara kepada elit politik yang terbaik. "
320 JIPP 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: KIPP Indonesia, 2000
324.7 Kek
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Have you been boring with pattern of rhetorics political communications presidents candidate and vice presidents candidate in this election campaign? It is true that political communications rhetorics presidents and vice presidents candidate only majoring element of argumentatif not narrative."
384 WACA 8:27 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Sebagaimana sudah dimaklumi, Pemilu 1997 mendatang memiliki makna yang penting karena pada Pemilu kali ini berlangsung dalam suasana berakhirnya Pelita VI dan memasuki Pelita VII yang merupakan tahap lanjutan
setelah lima tahun "tinggal landas" dalam Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II) di masa Orde Bam ini.
PJP II dianggap telah memberikan berbagai hasil positif, terutama pada skala pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Pemilu dalam masa Orde Bam ini telah berlangsung secara teratur setiap lima tahun sekali. Kemajuan-kemajuan itu ikut meningkatkan tuntutan-tuntutan masyarakat pada berbagai bidang kehidupan, di samping melebarnya kesenjangan sosial akibat dampak negatif dari pembangunan itu. Perkembangan-perkembangan negatif itu tidak dapat dihindarkan akan mempengamhi persepsi masyarakat yang negatif terhadap pembangunan. "
320 ANC 26:2 (1997)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis
"Penelitian ini menggali bagaimana sepasang kandidat menggunakan pendekatan branding dalam kontestasi pilkada. Perumusan dan penerapan political branding Jokowi-Ahok, pemenang Pilkada DKI Jakarta 2012, menjadi sentral tulisan ini. Melalui wawancara mendalam dengan pihak yang terlibat dalam penerapan konsep ini, ditemukan bahwa kemampuan membaca konteks sosial, politik, historis menjadi dasar political branding Jokowi-Ahok, khususnya dalam menentukan positioning, political brand dan media komunikasi yang sesuai. Berdasarkan analisis tadi, merek politik pun dibuat bertumpu pada kekuatan figur pasangan guna meraih simpati publik, dibantu dengan wacana politik, cara kampanye, dan baju kotak-kotak. Hasil penelitian ini memperlihatkan bagaimana branding diterapkan pada konteks politik untuk menggalang partisipasi di tengah situasi politik yang semakin tersekularisasi.

This research studies how a pair of candidates adopts branding approach to win a local election. Jokowi-Ahok’s political branding, the winning pair of the 2012 Jakarta Gubernatorial Election becomes the central of this paper. In depth interviews with their branding expertise were conducted, and it is found that the proficiency in understanding social, political, and historical context became the foundation of Jokowi-Ahok’s political branding, including positioning, political brand, and media used for communicating the brand. Their political brand was then made to rely most on their figures, yet political ideas, campaign maneuvers and checkers shirt also play a part. The result of this research shows how branding approach is applied in political context to gain political participation in the more secularized politics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47416
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ichlas El Qudsi
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan di lapangan banyaknya hubungan atau relasi yang terputus di antara para aktor politik dimana hubungan yang terputus tersebut menciptakan ruang kosong yang disebut dengan celah struktur (structural holes). Penelitian ini bertujuan untuk melihat celah struktur di dalam jaringan komunikasi politik di Indonesia dalam studi kasus pemilihan Presiden 2014. Untuk mendapatkan hasil penelitian diatas digunakan metodologi gabungan atau biasa disebut dengan mix methods dengan paradigma post positivis.
Dari analisa terhadap temuan lapangan di dapatkan hasil bahwa celah struktur (structural holes) di dalam jaringan komunikasi politik di Indonesia tercipta dari relasi yang luas, yang memiliki tujuan tertentu yang jelas, bersifat formal, kolektif serta oleh aktor yang memiliki jabatan formal di partai politik. Sedangkan aktor yang diuntungkan (tertius gaudens) merupakan orang yang memiliki jabatan formal tinggi di partai politik serta memiliki kesamaan pekerjaan sebagai anggota parlemen.

The background of this research is caused by the reality in the field reality that there are relations which have been disconnected among political actors, and that those disconnected communications create empty space called as structural holes. This research aims to observe at the structural holes in the political communication network in Indonesia in the case study of the 2014 Presidential General Election. To obtain the research result, a mixed method is used, and it is usually called a mixed method with post positivism paradigm.
From the analysis towards the field findings, the results obtained are that the structural holes in the political communication network in Indonesian have been created from a wide relation, having certain clear, formal, and collective objectives and conducted by actors having a formal position in a political party. Nevertheless, the actor gaining the advantages (tertius gaudens) are those who have persons who have a high formal position in a political party and have a similar job as a Parliament member.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
D2198
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan
"Penelitian ini menganalisis situasi sosial masyarakat Sibolga sejak awal berdirinya Kota Sibolga sampai pada pemilihan Walikota Sibolga periode 2015-2020. Dengan judul penelitian “ORANG BATAK DAN URANG PASISI DI SIBOLGA;
Suatu Kajian Tentang Politik Identitas Pada Pemilihan Walikota Sibolga Periode 2015-2020.” Penelitian ini mendapat realita perubahan situasi sosial masyarakat Kota Sibolga terkini berdialektika dengan kondisi politik dan religi yang aktif, secara internal, masyarakat Kota Sibolga terbagi atas tiga kelompok etnik, yakni: etnis Batak Toba,
Urang Pasisi dan etnis migratif lainnya. Ketiga kelompok etnik ini turut membawa pengaruh religi pada praktik kehidupan yang berimbas pada perilaku politik masyarakat Kota Sibolga. Sibolga secara geografis merupakan kota administratif yang berada dibawah naungan Provinsi Sumatera Utara.
Penelitian ini menggunakan sudut pandang sejarah untuk dapat mengungkapkan latar belakang terjadinya fragmentasi etnik Batak di daerah Pesisir Sibolgga dan mengkombinasikannya dengan realita kultural masa kini; sosial media untuk mendapatkan data penelitian yang bersifat sinkronik dan diakronik. Pengungkapan kontestasi politik yang terjadi dengan pertautan sejarah dengan realita sosial media berupaya memberikan gambaran etnografi yang bersifat holistik dan menjelaskan perjumpaan dimensi sejarah migratif, politik, kultural dan religi dalam fenomena
etnisitas.
Pada mulanya masuknya religi dari luar ke tanah Batak menyebabkan terjadinya fragmentasi kultural, religi dan politik; masuknya agama Islam ke tanah Batak dan meninggalkan nilai budaya Batak dengan alasan utama praktik keagamaan yang menolak bentuk praktik budaya leluhur Batak, begitupun dengan masuknya agama Kristen ke tanah Batak yang turut menanggalkan nilai budaya Batak karena alasanalasan keagamaan, terdapat bagian ketiga kelompok masyarakat yang tetap mempertahankan nilai budaya Batak hingga ruang dan waktu masa kini. Pada perkembangannya, etnik Batak bermigrasi ke wilayah pesisir Sibolga dengan turut membawa fragmentasi perspektif terhadap nilai-nilai religi yang kemudian turut menjadi dimensi kontestasi pada ranah politik pemilihan walikota Sibolga tahun 2015-
2020. Kontestasi politik yang terjadi adalah bias dari larutnya nilai religi dalam kehidupan masyarakat Sibolga dan turut meminggirkan nilai-nilai kultural sebagai nilai yang awalnya diadopsi pada praktik kehidupan sehingga memunculkan ruang rekonstruksi etnik pada kehidupan masyarakat pesisir Sibolga yang adaptif terhadap kehidupan keseharian masa kini.

This study analyzes the social situation of the Sibolga since the inception of the Sibolga until the election of the Mayor of Sibolga for the 2015-2020 period. With the title of research ORANG BATAK AND URANG PASISI; A Study of Identity Politics in the Election of the Mayor of Sibolga 2015-2020.
This study found the reality of changes in the social situation of the Sibolga in a current dialectic with political and religious conditions, internally, the Sibolga people was divided into three ethnic groups, namely: Toba Batak, Pesisir and other migrative ethnicities. These three ethnic groups also have a religious influence on the practices of life which have an impact on the political behavior of the people of Sibolga. Sibolga is
geographically an administrative city under the auspices of the Province of North Sumatra.
At first the entry of religions from outside into the Batak land caused cultural, religious and political fragmentation; the entry of Islam into the Batak land and leaving the cultural values of the Batak with the main reasons of religious practices that reject the forms of cultural practices of the Batak ancestors, as well as the entry of Christianity into the Batak land which helped strip the Batak cultural values for religious reasons,
there is a third part of the community while maintaining the value of the Batak culture up to the present time and space. In its development, the Batak ethnic group migrated to the Sibolga coast by contributing to the fragmentation of perspectives on religious values which later became a dimension of contestation in the political realm of the election of the mayor of Sibolga in 2015-2020. The political contestation that occurred was a bias from the dissolution of religious values in the lives of Sibolga people and helped marginalize cultural values as values originally adopted in life practices so as to bring up ethnic reconstruction space in the lives of Pesisir Sibolga peoples which are adaptive to today's daily life. This study uses a historical perspective to reveal the
background of ethnic fragmentation in the Sibolga coastal area and combine it with current cultural realities; social media to get research data that is synchronous and diachronic. Disclosure of political contestation that occurs with the linking of history with the reality of social media seeks to provide a holistic ethnographic picture and explains the encounter of migratory, political, cultural and religious historical dimensions in the phenomenon of ethnicity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karman
"Demokrasi yang mempromosikan nilai kesetaraan, keadilan, rasionalitas dan imparsialitas menghadapi tantangan yang bersumber dari praktik penggunaan kesalehan agama. Aktor politik yang bersaing dalam kontestasi politik melakukan komodifikasi dengan cara mengekstensifkan kesalehan mereka dalam praktik penggunaan bahasa. Media sosial salah satunya Twitter menjadi kanal ekstensi kesalehan mereka. Praktik komodifikasi ini menjadikan agama/kesalehan sebagai alat memenangkan kontestasi politik, termasuk kontestasi presiden dan wakil presiden 2019. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi praktik komodifikasi ekstensi kesalehan aktor politik dalam kontestasi pemilihan 2019. Tujuan detail penelitian ini adalah: (1) Menemukan bentuk-bentuk komodifikasi ekstensi kesalehan calon presiden dan wakil presiden tahun 2019 dalam pesan-pesan yang mengandung komodifikasi ekstensi kesalehan Islam selama kontestasi pemilihan presiden 2019 melalui penggunaan bahasa di akun Twitter mereka; (2) Menggambarkan aspek-aspek kesalehan Islam yang dikomodifikasi oleh calon presiden dan wakil presiden tahun 2019 selama masa kontestasi pemilihan presiden 2019 melalui penggunaan bahasa di akun Twitter mereka; (3) Menggambarkan orientasi calon presiden dan wakil presiden tahun 2019 dalam pesan-pesan yang mengandung komodifikasi ekstensi kesalehan selama masa kontestasi pemilihan presiden 2019 melalui penggunaan bahasa di akun Twitter mereka. Penelitian ini menggunakan konsep Komodifikasi Mosco. Konsep ini menjadi pintu masuk dalam kajian ekonomi politik kritikal. Dengan pendekatan kualitatif dan metode Analisis Multimodalitas terhadap pesan kandidat calon presiden dan wakil presiden 2019, penelitian ini menemukan bahwa aktor politik melakukan komodifikasi ekstensi kesalehan dalam bentuk: Komodifikasi Developmentalisme Berbasis-Kesalehan, Komodifikasi ekstensi kesalehan personal-berorientasi sosial, komodifikasi ultra-nasionalisme Berbasis Islamisme, komodifikasi Negara-Sejahtera berdasarkan Islamisme. Penelitian menyimpulkan bahwa komodifikasi ini dengan komodifikasi kesalehan instrumental dalam politik Indonesia. Komodifikasi ini tidak menempatkan kesalehan sebagai tujuan. Sebaliknya, kesalehan sebagai alat untuk tujuan sebenarnya. Dalam kontestasi politik, komodifikasi ini memproduksi nilai tukar elektoral melalui ekstensi komoditas imaterial kesalehan yang berpotensi meningkatkan elektoral. Aktor politik melakukan Komodifikasi kesalehan instrumental melalui peneguhan kapital mereka dan mengasosiasikannya dengan komoditas imaterial kesalehan. Kapital mereka sebagai kandidat politik ber-interplay dengan kesalehan

Democracy that promotes the values of equality, justice, rationality, and impartiality faces challenges stemming from the practice of using religious piety. Political actors who compete in political contestations carry out commodification by extending their piety in the practice of language usage. Social media (in this case Twitter) transmit their piety extensions. This commodification practice makes religion/piety a tool to win political contestations, including the 2019 presidential and vice-presidential contests. This study aims to evaluate the practice of commodifying the piety extension of political actors in the 2019 election contestation. There are four objectives in this research. They are (1) to Find forms of commodification of the piety extensions of the 2019 president and vicepresident candidates in their messages containing the commodification of Islamic piety extensions during the 2019-presidential election contestation through the use of language on their Twitter accounts; (2) to describe aspects of Islamic piety commodified by the 2019 president and vice-president candidates during the 2019 presidential election contestation through the use of language on their Twitter accounts; (3) to describe the orientation of the 2019 president and vice-president candidates in their messages containing the commodification of piety extensions during the 2019 presidential election contestation period through the use of language on their Twitter accounts. This study uses the concept of Commodification introduced by Vincent Mosco. This concept becomes an entry point in the study of critical political economy, including the political economy of communication). By using a qualitative approach and the Multimodality Analysis method toward political candidate's postings, this study find that political actors commodify Islamic piety extensions which are categorized into four models. They are commodification of piety-based developmentalism, commodification of socialoriented personal piety, commodification of Islamism-based Ultranationalism, commodification of Islamism-based Welfare State. The study concludes that this commodification with the commodification of instrumental piety in Indonesian politics. This commodification does not place piety as a goal but as an instrument to their political goals. In a political contest, this commodification produces an electoral exchange rate through the extension of the immaterial commodity of piety that has the potential to increase electoral power. Political actors carry out the commodification of instrumental piety through strengthening their capital and associating it with the immaterial commodity of piety. Their capitals as political candidate interplay with piety"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>