Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26311 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"City will growtyh well if mechanism of information communications in barer town storey ; level , accountable and transparent wich responsibility Together."
361 DINA 6:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arofah
"Perubahan struktur ketatanegaraan seiring dengan dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945 sebagai salah satu akibat dari Reformasi 1998, sehingga muncul komposisi baru pembentuk institusi MPR yang terdiri dari DPR dan DPD yang dipilih oleh rakyat hasil Pemilu 2004.
Beberapa perubahan yang telah dilakukan terhadap UUD 1945 memberikan implikasi terhadap komposisi dan relasi antarlembaga negara. Komposisi dalam lembaga MPR Sebelum Perubahan terdiri dari anggota DPR yang dipilih dalam pemilihan umum dan utusan daerah serta utusan golongan, berubah menjadi anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Perubahan komposisi tersebut diikuti dengan beberapa perubahan peran, kedudukan, dan kewenangan lembaga MPR.
Berubahnya tugas dan wewenang MPR setelah perubahan UUD 1945 sangat mempengaruhi kedudukan MPR dalam struktur ketatanegaraan. Perubahan dari pemegang kedaulatan negara dan sebagai lembaga tertinggi negara, menjadi sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang melaksanakan kedaulatan rakyat.
Implikasi lain dari perubahan yang telah dilakukan terhadap UUD 1945 yang berkenaan dengan lembaga MPR adalah relasi MPR dengan lembaga-lembaga tinggi negara lain. Relasi ini berkaitan erat denagn kedudukan, fungsi, peran, dan kewenangan lembaga MPR.
Dengan mengacu pada Pasal 3 UUD 1945 Setelah Perubahan, kewenangan MPR adalah :
1. MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD.
2. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3. MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
Dari ketiga kewenangan MPR tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan MPR berubah dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara mengingat pada Pasal 6A (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Sehingga Presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR lagi dan mempunyai tingkat legitimasi yang sama dengan demikian, jelas bahwa kedudukan MPR berubah dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara.
Perubahan tersebut telah mengubah Sistem Hukum Tata Negara Indonesia dalam kedudukan, tugas, dan wewenang .Lembaga Negara. Sangat penting untuk diselidiki bagaimanakah nantinya dalam praktek ketatanegaraan Indonesia. Dalam penelitian ini dibahas mengenai kewenangan lembaga MPR dalam kaitannya dengan proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pembahasan dikhususkan setelah Perubahan Ketiga UUD 1945 dengan mencermati Pasal 3 ayat (3) serta kaitannya dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Robert Arthur
Depok: UI-Press, 2008
PGB 0034
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Mahastri Pratami
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan komunikasi manajerial di dalam manajemen perubahan. Kerangka konsep penelitian ini menggunakan konsep komunikasi manajemen perubahan dan komunikasi manajerial untuk mendapatkan hasil berupa pengurangan ketidakpastian di dalam sebuah organisasi. Analisis kasus yang digunakan di dalam penelitian ini adalah perubahan yang terjadi di SKK Migas yang telah mengalami perubahan manajemen beberapa kali dalam lima tahun kebelakang.Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivistik dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode analisis kasus dan pengumpulan data berdasarkan observasi serta wawancara yang mendalam dalam mengevaluasi implementasi komunikasi manajerial saat manajemen perubahan di SKK Migas. Objek penelitian ini adalah SKK Migas dengan subjek penelitian yang diambil dari manajemen, middle management, maupun karyawan SKK Migas. Kriteria utama dari karyawan SKK Migas adalah mereka yang bekerja di SKK Migas minimal lima tahun dan telah mengalami lebih dari satu kali perubahan manajemen. Hasil penelitian menunjukan bahwa komunikasi manajerial di dalam manajemen perubahan masih memerlukan strategi yang lebih baik untuk dapat mengurangi ketidakpastian di SKK Migas.

ABSTRACT
The purpose of this study is to evaluate the use of managerial communication in change management. The conceptual framework of this study uses the concept of change management communication and managerial communication to obtain results in the form of reduction of uncertainty within an organization. The case analyzes used in this study are changes that occurred in SKK Migas which have undergone management changes several times in the past five years.This research uses post positivistic paradigm with qualitative approach. This research uses case analysis method and data collection based on observation and in depth interview in evaluating the implementation of managerial communication during change management in SKK Migas. The object of this research is SKK Migas with research subjects taken from management, middle management, and employees of SKK Migas. The main criteria of employees of SKK Migas are those who have worked in SKK Migas for at least 5 five years and have experienced more than one change of management. The results show that managerial communication in change management still needs a better strategy to reduce uncertainty in SKK Migas."
2018
T51194
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hadi
"Tesis ini menganalisis peranan komunikasi di internal organisasi Kementerian Sosial yaitu Direktorat Jaminan Sosial Keluarga dalam proses melaksanakan perubahan penyaluran PKH Program Keluarga Harapan dari tunai menjadi nontunai.Organisasi yang digambarkan sebagai sebuah sistem yang hidup oleh Katz dan Kahn 1978 dijelaskan terdiri atas unsur input - proses - output.
Fokus dari penelitian ini adalah proses pengorganisasian yang terjadi pada organisasi dalam mengumpulkan, mengelola dan menggunakan informasi untuk mencapai tujuan perubahan. Proses pengorganisasian ini dijelaskan oleh Karl E. Weick dengan Teori Informasi Organisasi untuk memahami kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh anggota organisasi dalam mengurangi ketidakjelasan informasi atau equivocality melalui tahapan-tahapan enactment, seleksi dan retensi.
Metode penelitian adalah deskriptif kualitatif dan mengunakan jenis penelitian studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen, observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan publik internal Direktorat Jaminan Sosial Keluarga sebagai narasumber yang dipilih dengan menggunakan snowball sampling yang merupakan teknik sampling non-probabilitas serta data dianalisisis menggunakan trianggulasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan PKH secara nontunai pada tahap awal perubahan pola penyaluran program bantuan sosial terlaksana meskipun ada beberapa persoalan yang membutuhkan komunikasi untuk mengorganisasikan pekerjaan ke dalam organisasi sesuai dengan tujuan perubahan yang ingin dicapai.

This thesis is analyzing the role of communication in the internal organization on the Ministry of Social Affairs ie Directorate of Family Social Security in the process of implementing the change of implementing the change of the PKH Program Keluarga Sejahtera from cash to non cash distribution.Organization that described as a living system by Katz and Kahn 1978 consists elements of Input ndash Process Output.
The focus of this research is the organizing process. The organizing process described by Karl E. Weick 1979 with Organizational Information Theory to understand the communication activities that undertaken by members of the organization in reducing the uncertaining information or equivocality through the stages of enactment, selection and retention.
The research methods is descriptive qualitative through case study approach. Data collection techniques were carried out by document studies, Field Observations and in depth interviews with the organization 39 s internal public at The Direktorate Jaminan Sosial Keluarga as interviewees that selected using snowball sampling as non probality sampling technique and data analysis performed through data triangulation.
The results of this study showed that the implementation of PKH non cash in the early stages of changes in the patterd of distribution the social assistance programs was implemented, althought some issues still need communication to organize jobs in the organization in accordance with the objectives of the changes to be achieved.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T49077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tangkudung, Auderey Gamaliel Dotulong
"ABSTRAK
Pengelolaan kota Batam dapat menimbulkan permasalahan karena adanya dua organisasi pemerintah, yaitu Badan Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam. Kedua organisasi ini memiliki landasan hukum yang kuat dalam menjalankan kewenangannya mengelola kota Batam. Badan Otorita Batam dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 41 tahun 1973. Oleh karena pertambahan jumlah penduduk semakin tinggi maka pemerintah pusat membentuk kotamadya Batam pada tahun 1983 dengan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1983. Tugas pemerintah kota saat itu adalah untuk melayani warga masyarakat yang ada di Pulau Batam dan sekitarnya. Tugas pembangunan dijalankan oleh Badan Otorita Batam. Pada 1999 terbitlah Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otnomi Daerah. Dengan berlakunya undang-undang tersebut maka sejumlah daerah berpeluang untuk dimekarkan menjadi daerah otonom. Salah satunya adalah Kota Batam yang terbentuk berdasarkan HU No. 53 tahun 1999. Devas dan Rakodi ahli manajemen perkotaan mengatakan bahwa banyaknya aktor yang terlibat dalam pengelolaan kota dapat mengakibatkan konflik. Menurut teori Louis Pondy, konflik dapat terjadi karena perbedaan kepentingan, perbedaan pandangan, dan tujuan-tujuan atau juga karena perebutan sumber daya alam.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan terjadinya konflik dalam pengelolaan kola, khususnya dalam pengelolaan tata ruang. Untuk dapat membuktikan asumsi ini, dilakukan penelitian berdasarkan metode kualitatif yang mencakup observasi lapangan, wawancara terstruktur, Berta studi kasus. Observasi di lapangan dilakukan untuk melihat pengeloaan tata ruang dan proses perijinan yang berlaku di Batam. Wawancara dilakukan etas narasumber yang merupakan pemangku jabatan struktural dalam kedua organisasi pemerintahan di Batam, kalangan pengusaha dan warga masyarakat.
Dari hasil penelitian, ditemukan konflik dalam pengelolaan kota Batam antara Pemerintah Kota dan Badan Otorita. Konflik mengikuti pola Louis Pondy, yakni lima tahapan atau jenis konflik. Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi konflik dalam pengelolaan kota Batam, khususnya dalam perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang. Konflik yang terjadi di Batam sudah dapat dikatakan konflik termanifestasi sesuai dengan model tahapan konflik Pondy. Dampak dari konflik tersebut terhadap pengelolaan kota antara lain berdampak pada pelayanan publik. Akibat lebih lanjut, berdampak pada perkembangan kota Batam.

ABSTRACT
The management of Batam City may create problems due to the fact that there are two governmental organizations, which is Batam Industrial Development Authority (BIDA) and Batam City Government. Both organizations are supported by strong legal foundations in running the management of Batam City. Batam Industrial Development was founded based on the Presidential Decree No. 41/1973. However, since the population of the city keeps increasing, the central government created Batam municipality in 1993 with the Government Regulation no. 34/1983. The duty of the city government at that time was to provide services to the people living on Batam Island and in the surrounding area. Meanwhile, the duty to develop Batam was conducted by BIDA. In 1999, Act No. 22 re Regional Autonomy was issued. This Act allowed several regions to be expanded into autonomic regions and one of them was Batam City which was founded based on Act No. 53/1999. Devas and Rakodi, urban management experts, said that the involvement of several actors in the management of a city may result in conflicts. According to Louis Pondy's theory, conflicts may occur for several reasons: different interests, different perspectives, and different objectives or because there is a rivalry in managing the natural resources.
The objective of this research is to prove that conflicts occurred in the city management, especially in the spatial management. To prove this assumption, a qualitative research was conducted that covers field observation, structured interviews, and case study. Field observation was carried out to see the spatial management and the licensing procedures that are applied in Batam. Government officers of both organizations, businessmen, and some people of Batam City were interviewed.
The finding of the research is the occurrence of conflicts between Batam City Government and Batam Industrial Development Authority in the managing Batam City. The conflict is in accord with the pattern described by Louis Pondy, which covers five steps or five types of conflicts. It can be concluded that there have been conflicts in the management of Batam City, especially in the spatial planning, spatial usage, and spatial control. According to Pondy's stages of conflicts, the conflicts that happened in Batam can be classified as manifested conflicts. The conflicts affect the public services which in the long run will hinder the development of Batam City.
"
2007
T20721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Halim
"Dalam perkembangan pengendalian perubahan iklim di dunia muncul mekanisme fleksibel yang diatur dalam Protokol Kyoto. Dalam perkembangannya terbentuk mekanisme mitigasi baru yaitu JCM sebagai mekanisme mitigasi yang diajukan Jepang kepada UNFCCC di bawah framework for various approaches. JCM sendiri merupakan mekanisme carbon offsetting yang dimana Jepang memberikan bantuan kepada negara berkembang untuk mengurangi karbon dengan timbal balik pemberian kredit karbon kepada Jepang. Dalam tulisan ini Penulis mencoba menelusuri bagaimana JCM itu diletakkan dalam pengaturan perubahan iklim global dan melihat bagaimana JCM diatur dan diimplementasikan dalam mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan bahan- bahan kepustakaan serta data yang disediakan oleh instansi terkait. Temuan yang disampaikan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek dari mitigasi perubahan iklim yang harus diperhatikan Indonesia jika ingin meningkatkan lagi kebermanfaatan dari mekanisme JCM atau ingin mengimplementasiken mekanisme mitigasi dengan bentuk carbon ofsetting lainnya.

In the development of climate change mitigation in the world, flexible mechanisms are created under the Kyoto Protocol. In its development, a new mitigation mechanism was formed, namely JCM as a mitigation mechanism proposed by Japan to the UNFCCC under the framework for various approaches. JCM itself is a carbon offsetting mechanism in which Japan provides assistance to developing countries to reduce carbon in exchange for giving carbon credits to Japan. In this paper, the author tries to explore how the JCM is put into global climate change regulation and see how JCM is regulated and implemented in climate change mitigation in Indonesia. The research method in writing this thesis is juridical-normative research with a qualitative approach, and uses library materials and data made available by the relevant agencies. The findings presented in this study are aspects of climate change mitigation that Indonesia must pay attention to if it wants to increase the usefulness of the JCM mechanism or to implement mitigation mechanisms with other forms of carbon offsetting."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Zamzami
"Perubahan iklim dirunut menjadi penyebab bagi para pihak atas kerugian yang mereka hadapi. Meningkatnya emisi karbon dioksida, melelehnya es glasial, munculnya banjir, dan banyak efek dari perubahan iklim lainnya diklaim sebagai penyebab rusaknya properti pribadi para pihak, sehingga mereka tidak dapat menikmati hak mereka atas properti pribadi tersebut. Keadaan ini mendorong banyak pihak, baik pemerintah, individu, maupun kelompok, untuk menggugat korporasi atas kontribusi mereka terhadap perubahan iklim. Walaupun secara garis besar para penggugat meminta ganti rugi menggunakan hukum perdata, mereka mengklaim argumentasi yang berbeda-beda mengenai mengapa korporasi harus membayar ganti rugi pada mereka. Klaim yang paling banyak diajukan adalah klaim atas nuisance, negligence, producer liability, civil conspiracy, dan unjust enrichment. Di sisi lain, tidak semua gugatan perdata meminta ganti rugi. Beberapa di antaranya meminta injunction berupa perintah pengadilan agar korporasi mengurangi emisi gas rumah kaca mereka di masa depan untuk memenuhi target Paris Agreement. Dari sekian kasus litigasi iklim yang tersebar di berbagai negara, beberapa kasus menandai argumentasi-argumentasi yang menggarisbawahi bagaimana pengadilan di berbagai negara melihat perubahan iklim serta bagaimana korporasi berperan atau tidak berperan dalam menyebabkan kerugian penggugat. Penelitian akan membahas mengenai sejarah litigasi iklim dan masalah hukum yang muncul dalam gugatan iklim. Setelah itu, dibahas pula gambaran umum argumentasi popular dari penggugat serta contoh-contoh landmark cases yang diseleksi dengan beberapa pertimbangan. Penelitian akan menganalisis alasan ditolak dan dikabulkannya gugatan iklim, memberikan kontekstualisasi peranan majelis hakim terhadap putusan, dan aplikasi analisis tersebut terhadap gugatan iklim di Indonesia. Berdasarkan penelitian normatif yang dilakukan, ditemukan bahwa permintaan ganti rugi dan pembuktian kausalitas adalah dua rintangan utama bagi penggugat untuk memenangkan gugatan. Selain itu, Indonesia juga memiliki skema ganti rugi yang cukup unik dibandingkan dengan negara lain dalam kasus kebakaran hutan. Sebagai penutup, penelitian menyertakan saran bagi para pihak yang ingin mengajukan gugatan iklim.

Climate change is traced to be the cause for the losses that certain parties face. Increased carbon dioxide emissions, melting of glacial ice, the emergence of floods, and many other effects of climate change are claimed to be the cause of damage to the parties’ private property, rendering them unable to enjoy their rights to their private property. This situation has prompted many parties, be it governments, individuals, or groups, to sue corporations for their contribution to climate change. Although in general the plaintiffs seek compensation using tort law, they claim different arguments as to why the corporation should pay compensation to them. The most frequently submitted claims are claims for nuisance, negligence, producer liability, civil conspiracy, and unjust enrichment. On the other hand, not all civil lawsuits seek compensation. Some of them asked for an injunction in the form of a court order for corporations to reduce their greenhouse gas emissions in the future to meet the Paris Agreement targets. Of the many climate litigation cases across various countries, several cases highlight arguments that underline how courts in various countries view climate change and whether corporations play or do not play a role in causing the plaintiff's losses. The research will discuss the history of climate litigation and the legal issues that arise in climate lawsuits. After that, an overview of the popular arguments of the plaintiffs and examples of landmark cases, which were selected with several considerations, are also discussed. The study will analyze the reasons for the rejection and granting of climate lawsuits, provide contextualization of the role of the panel of judges in the decision, and the application of the analysis to climate lawsuits in Indonesia. Based on the normative research conducted, it was found that the request for compensation and the proof of causality were the two main obstacles for the plaintiff to win the lawsuit. In addition, Indonesia also has a compensation scheme that is quite unique compared to other countries in the case of forest fires. In closing, the research includes suggestions for parties wishing to file a climate lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayat Herman
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011
333.715 HID p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alfitras Tavares
"Perubahan iklim merupakan permasalahan besar manusia saat ini. Dampak dari perubahan iklim dapat melanggar hak asasi manusia. Mengutip beberapa penelitian mengenai Carbon Majors, ditemukan bahwa emisi yang utamanya berasal dari industri bahan bakar fosil merupakan salah satu pihak yang berkontribusi besar terhadap perubahan iklim melalui gas rumah kacanya. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah korporasi yang berkontribusi menyebabkan dampak perubahan iklim dapat dimintakan pertanggungjawaban atau tidak. Penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis bagaimana perubahan iklim berdampak pada hak asasi manusia, bagaimana kewajiban hak asasi manusia oleh korporasi terkait dampak perubahan iklim serta bagaimana pertanggungjawaban korporasi melalui mekanisme litigasi perubahan iklim berbasis hak asasi manusia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dan analisis kualitatif terhadap berbagai jenis data. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder mulai dari peraturan, putusan pengadilan, jurnal ataupun buku. Hasil penelitian ini menemukan bahwa perubahan iklim memang berdampak pada hak asasi manusia dan bahwa korporasi memiliki kewajiban hak asasi manusia dan dapat dimintakan tanggung jawab atas kontribusinya terhadap perubahan iklim. Terdapat dua jalur yang dapat digunakan untuk meminta pertanggungjawaban korporasi dengan menggunakan argumen hak asasi manusia atas dampak perubahan iklim, yaitu melalui gugatan pelanggaran hak dan gugatan perdata perbuatan melawan hukum. Alangkah baiknya apabila Pemerintah membuat peraturan yang mengikat yang mengatur mengenai kewajiban korporasi terkait hak asasi manusia dan perubahan iklim. Hal ini diperlukan agar setiap tindakan melakukan pencegahan pelanggaran hak asasi manusia perubahan iklim melalui aktivitasnya.

Climate change is a major problem for mankind right now. The impact of climate change can violate many human rights. Citing several studies on Carbon Majors, it was found that emissions mainly from the fossil fuel industry are one of the major contributors to climate change through their greenhouse gases. This raises the question of whether corporations that contribute to climate change impacts can be held accountable or not. This research will examine and analyze how climate change impacts on human rights, how the obligations of human rights by corporations are related to the impacts of climate change as well as how the corporation is accountable through human rights-based climate change litigation mechanisms. This research is a juridical-normative research and qualitative analysis of various types of data. This research used secondary data ranging from regulations, court decisions, journals or books. The results of this study find that climate change does have an impact on human rights and that corporations have human rights obligations and can be held accountable for their contribution to climate change. There are two ways that can be used to hold corporations accountable, those are, using human rights arguments for the impacts of climate change through lawsuits for violation of rights and civil lawsuits for unlawful acts. It would be better if the Government made binding regulations governing corporate obligations related to human rights and climate change. This is necessary so that every action takes to prevent climate change human rights violations through their activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>