Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48888 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohamad Sadikin
Jakarta: UI-Press, 2008
PGB 0291
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Yakub
"Penelitian ini membahas tingkat karbonil sebagai penanda dari stress oksidatif di ginjal akibat terpapar oleh hipoksia hipobarik akut interminten. Hipoksia hipobarik rentan terjadi kepada penerbang (pilot) yang sering terpapar oleh kondisi ini. Sebagai salah satu organ penting, ginjal rentan terpapar oleh stress oksidatif akibat hipoksia hipobarik. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. Sampel jaringan yang dipakai adalah jaringan ginjal tikus jantan galur wistar. Sampel ini lalu dikelompokkan ke dalam empat perlakuan dengan perbedaan frekuensi paparan hipoksia hipobarik dari hypoxia chamber dan satu kelompok kontrol. Metode Cayman?s Protein Carbonyl Assay yang telah dimodifikasi oleh departemen biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia digunakan dalam percobaan ini. Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat perbedaan karbonil yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p<0.05). Bedasarkan hasil pada penilitian ini, dapat disimpulkan terdapat peningkatan stres oksidatif secara signifikan pada keadaan hipoksia hipobarik akut intermiten di jaringan ginjal tikus.

This study discussed about carbonyl concentration level as marker of stress oxidative in kidney due to acute intermittent hypobaric hypoxia exposure. Hypobaric hypoxia is prone to occur in aviators (pilots) who usually expose to this condition. As one of important organs, kidney is prone to be exposed by stress oxidative due to hypobaric hypoxia. This study uses experimental design. The sample used in this study was kidney tissue from male rats wistar. This sample then grouped into four different exposed groups which is differed in frequency of hypobaric hypoxia given in hypoxic chamber and a control group. The method used to measure carbonyl concentration was the method from Cayman's Protein Carbonyl Assay Procedure which then modified by biochemistry department Universitas Indonesia. The result from this experiment revealed that there was a significant difference of carbonyl concentration between exposed and control group (p<0.05). This study concluded that there was a significant increase of stress oxidative in acute intermittent hypobaric hypoxia condition in kidney tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imma Fatayati
"Latar belakang: Akumulasi volume latihan fisik yang berlebihan (overtraining/OT), dalam jangka panjang dapat menimbulkan penurunan performa yang disebut overtraining syndrome (OTS). Patofisiologi OTS banyak dihubungkan dengan stress oksidatif, kondisi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen, yang dapat berujung pada gangguan kardiovaskular. Beberapa penelitan menunjukkan bahwa stres oksidatif dapat dihambat melalui suplementasi antioksidan. Hibiscus Sabdariffa Linn. (H. sabdariffa) adalah tanaman yang mengandung antioksidan tinggi.
Tujuan: Melihat efek OT terhadap tingkat stress oksidatif jantung tikus dan efek pemberian H. sabdariffa terhadap stress oksidatif jantung tikus OT.
Metode: Studi eksperimental menggunakan 25 tikus Wistar dewasa, 8-10 minggu, 300-350 gr, diacak menjadi lima kelompok: Kontrol (C), Kontrol+Hibiscus (C-Hib), Latihan Aerobik (A), Overtraining (OT) dan Overtraining+Hibiscus (OT-Hib). Dosis H. sabdariffa yang diberikan: 500 mg/kgBB/hari. Latihan fisik (A dan OT) dilakukan 5x/minggu selama 11 minggu. Dihitung kadar MDA, SOD dan GSH pada jantung tikus menggunakan spektrofotometri dan Nox2 pada jantung tikus menggunakan ELISA pada akhir Minggu 11.
Hasil: Pada kelompok OT-Hib kadar MDA secara bermakna mengalami penurunan, kadar GSH secara bermakna mengalami peningkatan, didukung dengan kadar SOD yang cenderung meningkat, namun tidak signifikan, dan Nox2 mengalami peningkatan yang tidak signifikan.
Kesimpulan: Overtraining menyebabkan kondisi stres oksidatif pada jaringan jantung tikus dan pemberian suplementasi H. sabdariffa memiliki potensi menangani stres oksidatif pada jantung tikus overtraining

Background: Accumulation of overtraining/OT volume, in the long run can lead to decreased performance called overtraining syndrome (OTS). Pathophysiology of OTS is associated with oxidative stress, a condition of imbalance between free radicals and endogenous antioxidants, which can lead to cardiovascular disorders. Some research shows that oxidative stress can be inhibited through antioxidant supplementation. Hibiscus Sabdariffa Linn. (H. sabdariffa) is a plant that contains high antioxidants.
Objective: This study was to look at the effect of OT on rat heart oxidative stress levels and the effect of giving H. sabdariffa to oxidative stress in OT rats.
Methods: The study was an experimental study using 25 adult Wistar rats, 8-10 weeks, 300-350 gr, randomized into five groups: Control (C), Control + Hibiscus (C-Hib), Aerobic Exercise (A), Overtraining (OT ) and Overtraining + Hibiscus (OT-Hib). Dosage of H. sabdariffa given: 500 mg/kg/day. Physical exercise (A and OT) is given 5x/week for 11 weeks. Calculated levels of MDA, SOD and GSH using spectrophotometry and Nox2 using ELISA at the end of Week 11.
Results: In the OT-Hib group, MDA levels significantly decreased, GSH levels significantly increased, supported by SOD levels which tended to increase, but were not significant, and Nox2 experienced an insignificant increase.
Conclusion: Overtraining can causes oxidative stress conditions in rat heart tissue, and supplementation of Hibiscus sabdariffa Linn. can handle oxidative stress in overtraining rat's heart.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leroy David Vincent
"Luka pada kulit dapat disebabkan oleh trauma, hasil tindik pada badan, dan bahkan prosedur operasi. Luka akan diperbaiki melalui beberapa tahapan dan proses untuk mengembalikan struktur kulit kembali normal. Namun, proses tersebut tidak selalu berjalan dengan normal dan dapat berkembang menjadi jaringan parut atau jaringan keloid sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas fibroblas. Peningkatan aktivitas fibroblas ini akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan energi dan oksigen sehingga keadaan hipoksia dapat terjadi dan menyebabkan pembentukan ROS yang dapat berujung pada keadaan stres oksidatif. Antioksidan bekerja untuk mengatasi masalah ini dan salah satu antioksidan adalah katalase. Riset ini bertujuan untuk melihat efek kondisi tersebut terhadap aktivitas katalase di jaringan keloid dan dibandingkan dengan jaringan normal sebagai kontrol yaitu prepusium. Sampel eksperimen adalah jaringan keloid yang didapatkan melalui insisi pada operasi dan jaringan prepusium melalui sirkumsisi masing-masing sejumlah 9 sample. Aktivitas spesifik katalase diukur melalui penurunan kadar H2O2 yang diuraikan oleh katalase dan dibaca serapannya dengan spectrophotometer pada panjang gelombang 280nm. Setelah mendapatkan data, data tersebut dianalisis secara statistik dengan software SPSS. Uji normalitas menunjukan distribusi data yang tidak normal sehingga dilanjutkan dengan uji non parametric yaitu tes MannWhitney. Hasil analisis dengan tes Mann-Whitney menunjukan hasil yang tidak signifikan (p value = 0.021) walaupun terdapat penurunan aktivitas spesifik katalase pada jaringan keloid jika dibandingkan dengan prepusium yaitu 0.528 dan 0.386 (U/mg protein) pada prepusium dan keloid. Hal ini dapat dikarenakan perbedaan reaksi catalase dalam kondisi akut dan kronik dimana stres oksidatif yang sudah terjadi di jaringan keloid dapat menyebabkan katalase tidak mampu mengkompensasi ROS pada jaringan dan keadaan stres oksidatif tersebut. Selain itu. terdapat juga kemungkinan peran dan intervensi dari antioksidan enzimatik yang lain. Kesimpulan penelitian terdapat penurunan aktivitas katalase namun secara statistik penurunan tersebut tidaklah signifikan.

Skin sores can be caused by trauma, body piercing results, and even surgical procedures. The wound will be repaired through several stages and processes to restore the structure of the skin back to normal. However, the process does not always run normally and can develop into scar tissue or keloid tissue as a result of increased fibroblast activity. This increase in fibroblast activity will cause an increase in energy and oxygen requirements so that hypoxia can occur and cause the formation of ROS which can lead to a state of oxidative stress. Antioxidants work to overcome this problem and one of the antioxidants is catalase. This research aims to see the effect of these conditions on the activity of catalase in keloid tissue and compared with normal tissue as a control, namely the prepusium. Experimental samples are keloid tissue obtained through incisions in surgery and prepusium tissue through circumcision of 9 samples each. The specific activity of catalase is measured by decreasing the H2O2 levels described by catalase and its absorption is read with a spectrophotometer at 280nm wavelength. After getting the data, the data is analyzed statistically with SPSS software. The normality test shows that the data distribution is not normal so it continues with the non parametric test, the Mann Whitney test. The results of the analysis with the Mann-Whitney test showed insignificant results (p value = 0.021) although there was a decrease in the specific activity of catalase in keloid tissue when compared with the prepusium which was 0.528 and 0.386 (U / mg protein) in the prepusium and keloid. This can be due differences in catalase reactions in acute and chronic conditions where oxidative stress that has already occurred in the keloid tissue can cause the catalase to be unable to compensate for ROS in the tissue and the oxidative stress state. Other than that. there are also possible roles and interventions of other enzymatic antioxidants. The conclusion of the research is that there is a decrease in catalase activity but statistically the reduction is not significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dama Aliya Izza
"Pajanan radikal bebas yang terlalu tinggi pada tubuh dapat menyebabkan keadaan stres oksidatif. Stres oksidatif mengarah pada timbulnya berbagai penyakit terutama penyakit tidak menular yang saat ini menduduki prevalensi penyakit tertinggi di Indonesia. Untuk mencegah penyakit tersebut, dibutuhkan agen protektif berupa antioksidan. Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) merupakan tumbuhan yang memiliki kandungan antioksidan salah satunya adalah flavonoid. Pada penelitian ini, ekstrak daun pandan wangi digunakan untuk melihat efek hepatoprotektif dengan mengukur aktivitas alkali fosfatase (ALP) dan alanin aminotransferase (ALT) pada plasma tikus jantan yang diberi CCl4. Dua puluh empat ekor tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan yaitu kontrol normal, kelompok CCl4, kelompok pandan, dan kelompok pandan + CCl4. Pemberian pandan dilakukan selama 7 hari dengan dosis 85- mg/kgBB dan CCl4 diberikan pada hari ke 8 dengan dosis 0,55 mg/kgBB. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian ekstrak daun pandan wangi tidak menunjukkan penurunan pada aktivitas ALP, namun menunjukkan penurunan pada aktivitas ALT hanya saja penurunan tersebut tidak bermakna secara statistik (p < 0,05). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun pandan wangi dengan dosis 85 mg/kgBB selama 7 hari tidak memberikan efek hepatoprotektif pada hati tikus jantan yang diberi CCl4 karena dosis terlalu rendah.

Too much exposure of free radicals in the body can cause oxidative stress. Oxidative stress leads to some non communicable diseases which currently occupy the highest prevalence in Indonesia. To prevent the disease, protection agent, namely antioxidant is required. Fragrant pandan leaves (Pandanus amaryllifolius) is a plant which have antioxidant content, one of which is flavonoid. In this research, fragrant pandan leaves extract is used to see the hepatoprotective effect by measuring the activity of alkaline phospatase (ALP) and alanine aminotransferase (ALT) in plasma rats given CCl4. 24 Sprague-Dawley rats divided into four groups of treatments, namely normal control, CCl4 group, pandan group and pandan + CCl4 group. Pandan extract was given for 7 days at a dose 85 mg/kgBW and CCl4 was given on the 8th days at a dose 0,55 mg/kgBW. Based on the result of this reasearch, fragrant pandan leaves extract did not lower ALP activity. However, it lowered ALT activity, although it was not statistically significant (p < 0,05). In conclusion, the administration of fragrant pandan leaves extract at a dose 85 mg/kgBW had not proved to give hepatoprotective effect on the liver of in male rats given CCl4 because the dosage is too low."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Gittanaya Anindyanari
"Latar belakang: Ketidak seimbangan dalam kadar antioksidan dan level radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Puasa sudah terbukti dapat meningkatkan kadar antioksidan dan menurunkan produksi radikal bebas, yang akan menghasilkan penurunan stres oksidatif. Selain itu, durasi waktu puasa juga mempengaruhi dampak puasa dalam menurunkan stres oksidatif. Banyak penelitian yang sudah membahas efek puasa tersebut, namun, belum diteliti pada jaringan jantung. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk meneliti perbedaan efek durasi puasa terhadap kadar katalase pada jaringan jantung kelinci New Zealand White. Metode: Sampel dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan perlakuan yang dilakukan selama satu minggu. Kelompok pertama, kelompok kelinci dengan pemberian pakan yang normal. Kelompok kedua, kelompok puasa intermiten dengan 16 jam periode puasa dan 8 jam periode makan. Kelompok terakhir, kelompok puasa berkepanjangan dengan 40 jam periode puasa dan 8 jam periode makan. Selanjutnya, absorbansi aktivitas katalase dan kadar protein diukur dengan spectrofotometer. Pembagian aktivitas katalase dengan kadar protein dilakukan untuk mendapatkan aktivitas spesifik katalase. Hasil: Rata-rata dari aktivitas spesifik katalase pada kelompok kontrol adalah 1,104 ± 0,244 UI/mg protein, rata-rata pada kelompok puasa intermiten adalah 0,892 ± 0,093 UI/mg protein, dan rata-rata pada kelompok puasa berkepanjangan adalah 1,126 ± 0,098 UI/mg protein dengan perbedaan yang tidak signifikan (p > 0,05). Kesimpulan: Perlakuan puasa intermiten dan puasa berkepanjangan selama satu minggu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas spesifik enzim katalase pada jantung kelinci New Zealand White.

Introduction: An imbalance in the antioxidant and free radical levels will develop oxidative stress. Fasting has increased antioxidant levels and decreased free radical production, ultimately reducing oxidative stress. Furthermore, the duration of fasting is also known to have a role in decreasing oxidative stress. Previous studies have been done on the effect of fasting on oxidative stress, however, none has been done on the heart. Hence, this study is aimed to discover the difference of fasting duration on its effect towards catalase level in New Zealand White rabbits. Method: Samples are divided into three groups based on their treatment for a week. First, the control group with a regular feeding schedule. Second, intermittent fasting group with 16 hours of the fasting period and 8 hours of the feeding period. Lastly, prolonged fasting with 40 hours of fasting and 8 hours of feeding periods. Then, a spectrophotometer is used to calculate the catalase activity and protein level. A division of catalase activity by protein level is done to obtain specific catalase enzyme activity. Result: The mean of specific catalase activity in the heart of the control group sample are 1.104 ± 0.244 UI/mg protein, the mean in the intermittent fasting group are 0.892 ± 0.093 UI/mg protein, and the mean in the prolonged fasting group is 1.126 ± 0.098 UI/mg protein with an insignificant difference (p > 0.05). Conclusion: Neither intermittent nor prolonged fasting conducted in a period of one week will have significant effect on the specific catalase activity level in the heart of New Zealand White rabbit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrel Dyco Fitrahardy
"Latar belakang: Infark Miokard (MI) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Salah satu mekanisme yang mendasari terjadinya MI ialah adanya produksi reactive oxygen species (ROS) berlebihan atau keadaan stres oksidatif. Berbagai tata laksana diupayakan untuk dapat mengatasi penyakit ini salah satunya adalah pengobatan herbal. Tanaman Centella asiatica telah dikenal memiliki berbagai efek farmakologikal yang bermanfaat, salah satunya adalah sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak air daun Centella asiatica terhadap parameter stres oksidatif, khususnya aktivitas SOD dan kadar MDA jaringan jantung tikus yang telah mengalami MI. Metode: Penelitian ini menggunakan sampel jaringan jantung tikus tersedia di laboratorium yang merupakan bagian dari penelitian besar berjudul “Efek Kardioproteksi Tanaman Herbal Indonesia (Moringa oleifera, Centella asiatica, Andrographis paniculata) melalui Aktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi pada Model Infark Miokard Tikus yang diinduksi Isoproterenol.”. Pada penelitian ini digunakan tiga kelompok dari enam kelompok yang digunakan di penelitian besar tersebut. Kelompok pertama ialah normal tanpa perlakuan, kelompok kedua (Iso) diberi isoproterenol dengan dosis 85 mg/kgBB. Kelompok ketiga (Iso + ekstrak CA) diberi isoproterenol dosis 85 mg/kgBB dan ekstrak air daun Centella asiatica dosis 200 mg/kgBB. Kadar protein jaringan dihitung menggunakan uji Bradford. Aktivitas SOD jaringan diperiksa menggunakan EZSOD Assay Kit sementara kadar MDA diperiksa menggunakan metode TBARS. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak ditemukan adanya perbedaan kadar MDA yang signifikan antar ketiga kelompok (p=0,105). Pada hasil pemeriksaan SOD, ditemukan penurunan yang tidak signifikan pada kelompok Iso (p=0,106) dibandingkan kelompok normal. Pada kelompok Iso + ekstrak CA ditemukan penurunan aktivitias SOD yang tidak signifikan (p=0,490) dibandingkan kelompok Iso. Kesimpulan: Pada penelitian ini, belum dapat dibuktikan bahwa ekstrak air daun Centella asiatica memiliki efek kardioprotektif terhadap aktivitas SOD dan kadar MDA jaringan jantung tikus.

Introduction: Myocardial infarction (MI) is one of the common causes of morbidity and mortality in the world. One of the underlying mechanisms of MI is due to excessive production of oxygen reactive species (ROS) in cells and tissues. This phenomenon is also known as oxidative stress condition. Many therapies are being developed to overcome MI such as medicinal herbs. Centella asiatica has been known for its useful therapeutic potential. For instance, it has some antioxidant compounds which can help reduce free radicals by scavenging them. Thus, this study aimed to analyze the effects of Centella asiatica water extract against SOD activity and MDA levels in isoproterenol-induced myocardial infarction in rats. Method: In this study, we used available rat heart tissues in the laboratory which were part of the previous study. Subjects were devided into three treatment groups as follows: normal, Iso, and Iso + extract CA. Isoproterenol were administered at 85 mg/kg BW and Centella asiatica water extract were administered in the third group at 200 mg/kg BW on the previous study. Bradford tests were performed to measure the concentration of total protein in samples. Activity of SOD were assessed by EZ-SOD Assay Kit. While levels of MDA were assessed by the TBARS assay method. Result: According to the findings of the study, there were non-significant differences in MDA levels among subjects in three groups (p=0,105). There was a non-significant decrease in activity of SOD (p=0,106) in the Iso group compared to the normal group. Also, there was a non-significant decrease in activity of SOD (p=0,490) in the Iso + extract CA group compared to the Iso group. These results are not in accordance with previous studies.Conclusion: In this study, it has not been proven that Centella asiatica water extract has cardioprotective effects against activitiy of SOD and MDA levels in isoproterenol-induced myocardial infarction in rats. This is probably due to some different treatments from previous studies. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cicilia Febriani Hayuningrum
"ABSTRAK
Endometriosis merupakan penyakit ginekologi ditandai dengan implantasi jaringan endometrium di luar rongga uterus, berhubungan erat dengan proses inflamasi kronis. Stres oksidatif menjadi aktivator terjadinya proses inflamasi kronis di endometriosis. Oktil galat terbukti lebih efektif menekan proses inflamasi dibandingkan asam galat dan heptil galat pada sel kultur primer endometriosis. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh oktil galat pada proses inflamasi dan stres oksidatif pada tikus Wistar model endometriosis. Tiga puluh ekor tikus Wistar dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok uji, kontrol endometriosis dan kelompok normal. Kelompok uji dilakukan autotransplantasi lalu diberikan suspensi oktil galat dan CMC selama satu bulan. Kelompok endometriosis dilakukan autotransplantasi lalu diberikan larutan CMC selama satu bulan, sedangkan kelompok normal hanya dilakukan laparotomi. Seluruh tikus kemudian dieuthanasia, dari kelompok uji dan kontrol endometriosis diambil jaringan endometriosisnya sedangkan dari kelompok sehat diambil jaringan endometriumnya untuk dianalisis. Analisis MDA (Malondialdhyde) dan SOD (Superoxide Dismutase) dilakukan secara spektofotometri, kadar NF-ĸB dengan ELISA dan IL-1β (Interleukin-1 Beta) dengan LUMINEX. Pemberian oktil galat pada kelompok uji tidak menurunkan kadar MDA namun berpotensi menekan kondisi stres oksidatif dengan meningkatkan kadar SOD. Oktil galat terbukti menekan aktivasi NF-ĸB secara signifikan, namun tidak menekan kadar IL-1β. Oktil galat berperan sebagai antiinflamasi pada tikus Wistar model endometriosis dengan cara induksi peningkatan SOD dan hambatan langsung pada translokasi nuklear NF-ĸB.

ABSTRACT
Endometriosis is a gynecological disease characterized by the implantation of endometrial tissue outside the uterine cavity, related to the chronic inflammatory process. Oxidative stress activates the occurrence of chronic inflammatory in endometriosis. Octyl gallate is more effective in suppressing the inflammatory process than gallic acid and heptil gallate in primary endometriosis culture cells. This study aimed to analyze the effect of octyl gallate on the inflammatory process and oxidative stress in endometriosis Wistar rat models. 30 Wistar rats were divided into three groups, the test group, endometriosis control and normal groups. The test group was autotransplantated and then given a suspension of octyl galate and CMC for one month. The endometriosis group was autotransplanted and then given a CMC solution for one month, while the normal group only underwent laparotomy. All rats were then euthanized, from the test and endometriosis group the endometriosis tissue was taken while from the normal group endometrial tissue was taken for analysis. MDA and SOD were measured using spectrophotometry, NF-ĸB with ELISA and IL-1β with LUMINEX. Induction of octyl gallate in the test group did not reduce MDA levels but could potentially suppress oxidative stress conditions by increasing SOD levels. Octyl gallate significantly inhibit the NF-ĸB activation, but not suppressing IL-1β levels significantly. Octyl gallate act as anti-inflammatory agent in endometriosis Wistar rat model through the enhancement of SOD and direct inhibition to nuclear translocation of NF-ĸB."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Munika
"Sekitar 35% dari 901 orang dewasa yang menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin ditemukan mengalami NAFPD (nonalcoholic fatty pancreas disease). NAFPD berkaitan dengan manifestasi klinik (sindrom metabolik) MetS, adapun terapi yang diberikan sesuai dengan gejalanya seperti antihipertensi, statin, metformin dan faktor komorbid MetS, sehingga mungkin terjadi polifarmasi akibat multiterapi pengobatan. Dalam hal ini dibutuhkan obat tunggal yang dapat memperbaiki NAFPD pada tikus MetS salah satu kandidatnya yaitu 6-Gingerol. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis efektifitas 6-Gingerol terhadap NAFPD akibat MetS melalui stress oksidatif pada organ pankreas tikus yang diinduksi HFD + Fruktosa 55% dan Streptozotocin 22mg/kg selama 8 minggu. Tikus yang mengalami sindrom metabolik diterapi dengan 6-Gingerol dosis 50,100 dan 200mg/kg selama 8 minggu. Setelah mencapai akhir terapi, serum dan jaringan pankreas di ambil dan di analisis kadar (tumor necrosis factor alpha) TNF-alpha, (interleukin-6) IL-6, (malondialdehyde) MDA, (glutathione peroxidase) GPx, amilase, akumulais lemak, ekspresi sel alfa dam beta pankreas sebagai parameter NAFPD. Hasil analisis menunjukan bahwa pemberian 6-Gingerol tidak dapat menurunkan aktivitas amilase serum, MDA, ekspresi mRNA IL-6, namun dapat meningkatkan aktivitas GPx, mengurangi akumulasi lemak, dan meningkatkan ekspresi insulin dan glukagon. Sehingga 6-Gingerol memiliki potensi sebagai agen terapeutik untuk memperbaiki NAFPD pada tikus MetS.

About 35% of 901 adults who underwent routine health checks were found to have (nonalcoholic fatty pancreas disease) NAFPD. NAFPD is related to the clinical manifestations of (metabolic syndrome) MetS, while the therapy given is according to the symptoms. The therapies include: antihypertensives, statins, metformin, and MetS comorbid factors. Polypharmacy may occur as a result of multitherapy treatment. In this case, a single drug, namely 6-gingerol, is needed to improve NAFPD in the MetS rats. The aim of this study was to analyze the effectiveness of 6-Gingerol against MetS-induced NAFPD through oxidative stress in the pancreas of rats induced by HFD + Fructose 55% and Streptozotocin 22mg/kg for 8 weeks. Metabolic syndrome rats were treated with 6-gingerol doses of 50, 100, and 200 mg/kg for 8 weeks. After reaching the end of therapy, serum and pancreatic tissue were collected and analyzed for levels of (tumor necrosis factor alpha) TNF-α, (interleukin-6) IL-6, (malondialdehyde) MDA, (glutathione peroxidase) GPx, amylase, fat accumulation, cell expression pancreatic alpha and beta as parameters of NAFPD. The results of analysis showed that administering 6-gingerol did not significantly reduce serum amylase activity, MDA, the relative expression of IL-6, but it increased GPX activity, reduced fat accumulation, and increased insulin and glucagon expression in pancreatic tissue. Thus 6-Gingerol has the potential as a therapeutic agent to improve NAFPD in the MetS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audia Nizhma Nabila
"Latar Belakang: Hiperglikemia kronik pada diabetes akan menyebabkan peningkatan produksi reactive oxygen species ROS yang berkontribusi terhadap progresifitas nefropati. Kurkumin telah terbukti memiliki khasiat renoprotektif pada nefropati diabetik melalui efek antioksidan. Tetapi, kurkumin memiliki kekurangan yaitu, bioavailabilitas rendah, metabolisme lintas pertama yang ekstensif, dan kelarutan yang buruk. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui efek kurkumin dalam bentuk nanopartikel nanokurkumin terhadap tikus diabetes yang diinduksi Streptozotocine-Nikotinamide terhadap progresifitas nefropati melalui hambatan stress oksidatif.
Metode: Tikus jantan Sprague Dawley diinduksi diabetes melalui pemberian Nikotinamide 100 mg/kg , dilanjutkan dengan Streptozotocine 55 mg/kg , dosis tunggal, intraperitoneal. Kemudian, tikus dibagi menjadi 4 kelompok; normal, DM tanpa treatment, DM treatment kurkumin 100 mg/kg, dan DM treatment nanokurkumin 100 mg/kg, selama 30 hari. Fungsi fisiologis dinilai berdasarkan BB, GDP, dan rasio berat ginjal. Fungsi ginjal dinilai berdasarkan klirens kreatinin, BUN, dan proteinuria. Kerusakan histologis dinilai dari scoring pewarnaan HE. Stress oksidatif diukur dari kadar malondialdehyde MDA dan kadar superoxide dismutase SOD.
Hasil: Meski tidak signifikan, pemberian nanokurkumin menunjukkan efek yang lebih baik daripada pemberian kurkumin berdasarkan parameter SOD, GDP, berat badan, rasio berat ginjal, klirens kreatinin, protein urin, dan gambaran histopatologi. Pemberian nanokurkumin secara signifikan menurunkan kadar BUN.
Kesimpulan: Setelah 30 hari pemberian nanokurkumin 100 mg/kg BB maupun kurkumin dengan dosis sama tidak dapat menurunkan stress oksidatif, namun dapat mencegah progresifitas nefropati diabetikum.

Background: Chronic hyperglycaemia in diabetes leads to the overproduction of reactive oxygen species ROS that these contribute to the development of diabetic nephropathy. Curcumin, has been recently discovered to have renoprotective effects on diabetic nephropathy DN through its antioxidant properties. However, low peroral bioavailability, extensive first pass metabolism, and low solubility is a major limiting factor for the success of clinical utilization of curcumin. The present study was undertaken to examine the effect of curcumin formed in nanoparticles nanocurcumin treatment in Streptozotocine Nicotinamide induced diabetic rat on the progressivity of nephropathy through its stress oxidative inhibition.
Method: Diabetes was induced by Nicotinamide 100 mg kg followed by Streptozotocine 55 mg kg, single dose, intraperitoneal, in male Sprague Dawley rats. Then rats divided into four groups, namely normal, diabetic, diabetic treated with curcumin 100 mg kg, and diabetic treated with nanocurcumin 100 mg kg for 30 days. Physiological function was assessed by body weight, FBG, and kidney weight ratio. Renal function was assessed by creatinine clearance, BUN, and proteinuria. Diabetic renal damage was determined by Hematoxyclin Eosin HE staining. Oxidative stress was measured by renal malonaldehyde MDA level, and superoxide dismutase SOD level.
Result: Although did not significant, nanocurcumin showed better effect than curcumin based on SOD, FBG, body weight, kidney weght ratio, creatinine clearance, proteinuria, and renal histopathological changes. Nanocurcumin showed significant decreases in BUN level.
Conclusion: After 30 days of treatment, both nanocurcumin and curcumin 100 mg kg did not decreases oxidative stress but showed inhibition in progressivity of nephropathy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>